Anda di halaman 1dari 3

Angioedema

1. Pengertian (Definisi) Edema mendadak pada dermis bagian bawah dan subkutis
dengan manifestasi edema sewarna kulit atau eritema pada
area predileksi, yang sering disertai keterlibatan lapisan
submukosa. Kadang-kadang disertai gejala subyektif nyeri atau
panas, rasa gatal jarang ada. Angioedema disebut akut jika
berlangsung kurang dari 6 minggu
2. Anamnesis  Gejala objektif berupa edema kulit mendadak pada area
predileksi.
 Gejala subjektif berupa rasa nyeri atau rasa terbakar, dan
gatal ringan.
 Dapat disertai atau tidak disertai urtikaria. Sebanyak 43,8%
angioedema alergi disertai urtikaria.
 Dapat disertai kesulitan menelan atau bernafas apabila ada
keterlibatan mukosa saluran nafas dan cerna.
 Biasanya gejala timbul beberapa jam hingga 72 jam.
 Episode angioedema/urtikaria yang menetap lebih dari 6
minggu disebut kronis, yang terbagi atas
angioedema/urtikaria autoimun kronik dan idiopatik
kronik.
 Etiologi angioedema akut pada umumnya adalah obat,
makanan, infeksi,
atau faktor-faktor metabolik.
3. Pemeriksaan Fisik  Didapatkan edema sewarna kulit, atau kadang eritema.
 Lokasi anatomis berurutan dari paling sering yaitu wajah,
periorbital, bibir, ektremitas, glottis, lidah, genitalia.
 Dapat disertai gejala sesak nafas
4. Kriteria Diagnosis  Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.

5. Diagnosa Kerja Angioedema


6. Diagnosis Banding 1. Erupsi obat alergi
2. Reaksi akibat makanan
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan pada
angioedema akut.
2. Pemeriksaan penunjang disarankan pada angioedema
kronik.
3. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bergantung pada
penyebab yang
dicurigai berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
4. Jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan darah lengkap,
urinalisis, fungsi tiroid,
komplemen (C1, C3, C4), Imunoglobulin, biopsi kulit, uji
tusuk, dan autologous
serum skin test (ASST)
8. Tatalaksana Non Medikamentosa
1. Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor penyebab endogen
dan eksogen.
2. Apabila didapatkan sesak nafas, suara serak atau odinofagia
dikonsulkan ke spesialis THT untuk dilakukan
nasopharyngolaryngoscopi (NPL) dengan
terlebih dahulu diatasi keadaan darurat di Unit Gawat Darurat.5
3. Apabila didapatkan edema laring berdasarkan hasil NPL
maka dirawat di ICU
untuk monitor jalan nafas.
4. Pasien dengan edema terbatas pada kulit dapat diobservasi
di unit gawat darurat dalam 6 jam, dan diperbolehkan rawat
jalan.

Medikamentosa
1. Prinsip5 (D,5)
 Mengurangi pelepasan mediator oleh sel mast dan/atau
efek mediator tersebut pada organ target, serta
menginduksi toleransi.
 Pada angioedema akut pengobatan difokuskan untuk
mengurangi gejala.
2. Topikal
Tidak ada terapi khusus
3. Sistemik
 Apabila ada gangguan nafas: epinefrin atau adrenalin
(1:1000) dosis 0,3 ml subkutan atau intramuskular, diulangi
setiap 10 menit.
 Pengobatan selanjutnya:
Lini pertama:
 Antihistamin H-1 generasi ke-2 seperti loratadin,
cetirizin, desloratadin, atau feksofenadin, dapat
diberikan pada pasien rawat jalan Atau antihistamin H-
1 generasi ke-1

 Apabila gejala menetap setelah 2 minggu pengobatan,


maka diberikan pengobatan lini kedua.
Lini kedua:
 Dosis antihistamin H-1 generasi kedua ditingkatkan 2-4
kali lipat
 Apabila gejala menetap setelah 1-4 minggu berikutnya
diberikan pengobatan lini ketiga.
Lini ketiga:
 Kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan syok
anafilaksis, edema laring, dan gejala yang berat yang
tidak berespons dengan pemberian antihistamin. Dosis
0,5-1 mg/kgBB/hari dengan atau tanpa tapering
 Kortikosteroid jangka pendek (maksimal 10 hari) dapat
juga digunakan apabila terjadi eksaserbasi
 Dapat ditambahkan omalizumab (A,1) atau siklosporin
A
9. Edukasi 1. Hindari pencetus
10. Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat evidens
12. Tingkat rekomendasi
13. Penelaah kritis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

14. Indikator Klinis


15. Kepustakaan 1. Kaplan AP. Urticaria dan angioedema. Dalam Fitzpatrick‟s
dermatology in general medicine. Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Mc
Graw Hill. Edisi ke 8. 2012;414-27.
2. Zuberbier T, Aberer W, Asero R, Bindslev-Jensen C,
Brzoza Z, G. Canonica G.W. et all: The
EAACI/GA2LEN/EDF/WAO Guideline for the definition,
classification, diagnosis, and management of urticaria: the
2013 revision and update. Alergy European Academy of
Allergy and Clinical Immunology. 2014:868-87.
3. Kulthanan K, Jiamton S, Boochangkool K, et al.
Angioedema: Clinical and etiological aspects. Clin Dev
Immunol. 2007:1-6.
4. Frigas E and Park M.A, Mayo Clinic CollegeMedicine,
Rochchester, Minnesota USA: Acute Urticaria and
Angioedema, Am J Clin Dermatol. 2009;10(4):239-50.
5. Winter M, Palmer M. Clinical Practice Guideline: Initial
Evaluation and Management of Patients Presenting with Acute
Urticaria or Angioedema. Am Acad Em Med. 2006.

Anda mungkin juga menyukai