Anda di halaman 1dari 21

JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.

1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

ANALISIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN FINAL


TERHADAP WAJIB PAJAK TERTENTU
(Studi Kasus pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah
di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan)

Oleh :
Muhammad Yusuf

Komputerisasi Akuntansi, Politeknik LP3I Jakarta


Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450
Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599

Email : yusufislam19@yahoo.com

ABSTRACT

This study was conducted to determine the effectiveness of the final income tax for
entrepreneurs of SMEs in terms of the principle of taxation and any barriers faced by SME
entrepreneurs in the implementation of the application of the final income tax.
This study is a qualitative research, this study provides an explanation of the
phenomenon of final income tax imposition on SMEs. By using an interview guide that was
given to ten enterprises SMEs in Jakarta, and then analyzed by linking real conditions with
a review of a particular theory is used as a reference and guide in conducting a study.
Based on the analysis showed that the majority of taxpayers said that they felt the
injustice, the lack of precise rules for SMEs, the lack of legal certainty, the tariff burden.
There was resistance because of overlapping regulatory tax rate of SMEs, SMEs are
already organized bookkeeping feel aggrieved by the imposition of 1% final income tax is
calculated from gross income. Another obstacle is not yet understand how the calculation
and reporting of the final income tax.

Keywords: Rate Taxpayers SMEs, Final Income Tax

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengenaan pajak penghasilan


final bagi pengusaha UMKM ditinjau dari asas pemungutan pajak dan hambatan apa saja
yang dihadapi pengusaha UMKM dalam pelaksanaan penerapan PPh final.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam penelitian ini memberikan
penjelasan mengenai fenomena pengenaan PPh final terhadap UMKM. Dengan
menggunakan panduan wawancara yang diberikan kepada sepuluh badan usaha UMKM
di DKI Jakarta, lalu menganalisis dengan cara mengaitkan kondisi nyata dengan tinjauan
teori tertentu yang digunakan sebagai acuan dan panduan dalam melakukan suatu
penelitian.
Berdasarkan analisisdidapatkan hasil bahwa mayoritas wajib pajak mengatakan
bahwa mereka merasakan ketidakadilan, peraturan tersebut kurang tepat bagi UMKM,
kurang adanya kepastian hukum, tarifnya memberatkan.
Ada pun hambatannya karena tumpang tindih peraturan tarif pajak UMKM, UMKM
yang sudah menyelenggarakan pembukuan merasa dirugikan dengan pengenaan PPh final

22
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

1% yang dihitung dari peredaran bruto. Hambatan lain adalah belum memahamicara
penghitungan dan pelaporan PPh final tersebut.

Kata Kunci : Tarif Wajib Pajak UMKM, PPh Final

PENDAHULUAN perpajakan. Tarif sebesar 1%


memberatkan dan tidak tepat karena
Latar Belakang dihitung dari peredaran bruto bukan dari
Baru – baru ini sebagaimana yang penghasilan neto, mereka harus tetap
dikutip dari harian nasional melalui membayar pajak walaupun usaha mereka
Deputi Pembiayaan Kementerian merugi.
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Mereka beranggapan tarif pajak
mendorong Direktorat Jenderal Pajak final 1% tidak adil saat penjualan
(DJP) Kementerian Keuangan sedang turun dan ekonomi sedang lesu ,
menghapus PPh final untuk sektor usaha mereka tetap harus membayar pajak.
mikro kecil dan menengah (UMKM). Selain itu peraturan pajak yang sulit
Penghapusan pajak ini agar UMKM dimengerti, rumit, tidak dibuat secara
mampu bertahan dan berkontribusi sederhana dan membingungkan wajib
semakin besar terhadap Produk Domestik pajak, peraturan pajak juga dibuat tanpa
Bruto (PDB). Usulan itu merespons mempertimbangkan banyak hal yang
keluhan pelaku UMKM. tentunya berkaitan dengan keberadaan
Para pelaku UMKM merasa UMKM.
keberatan atas tarif PPh final yang telah Hambatan –hambatan yang
ditetapkan oleh DJP dan mereka meminta dihadapi oleh pengusaha UMKM dalam
penangguhan sementara pajak usaha pelaksanaan penerapan PPh final sejak
mikro dengan mempertimbangkan berlakunya PP 46 antara lain disebabkan
kontribusi UMKM yang mencapai 57% karena adanya tumpang tindih peraturan
terhadap PDB dan menyerap 100 juta yang berkaitan dengan tarif wajib pajak
tenaga kerja (Kompas : 23 Februari UMKM, PPh final yang dianggap tidak
2015). adil, wajib pajak badan usaha UMKM
Sejumlah wajib pajak yang yang selama ini telah menyelenggarakan
tergolong pengusaha tertentu usaha pembukuan dengan tertib merasa
mikro kecil dan menengah dirugikan dengan tarif PPh final sebesar
mengeluhkan tarifpajak yang dikenakan 1% yang dihitung dari peredaran bruto,
saat ini. Mereka merasa keberatan dan cara menghitung pengenaan pajak, cara
sulit untuk bertahan ditengah kondisi menyetor dan melaporkan yang masih
perekonomian yang belum stabil saat ini. belum dipahami oleh pengusaha UMKM.
Mereka menganggap pemerintah tidak Hambatan lain wajib pajak UMKM sejak
adil dalam pengenaan tarif pajak final berlakunya PP 46 antara lain penerapan
yang memberatkan dan menyulitkan tarif 1% ini berlaku mulai Juli tahun 2013
wajib pajak. Sehingga pelaku usaha ini yaitu pertengahan tahun dampaknya
merasakan adanya diskriminasi, terlebih menyulitkan administrasi pajak yaitu
pada pebisnis yang termasuk dalam skala ketika wajib pajak harus menyampaikan
mikro, kecil dan menengah. SPT Tahunan tahun 2013 karena
Banyak pengusaha UMKM menggunakan double tarif yaitu tarif final
beranggapan bahwa peraturan pajak dan tidak final.
sering berubah-ubah serta kurangnya Tarif pajak 1% dari omset
sosialisasi pemerintah kepada para wajib dikeluhkan oleh wajib pajak UMKM
pajak sehingga menyulitkan dalam karena dianggap tidak efisien karena
pemenuhan kewajiban administrasi memberatkan dan tidak tepat sasaran,

23
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

ketika penjualan turun atau ekonomi usaha mikro kecil dan menengah ditinjau
keadaan lesu masih dibebankan dengan dari asas-asas pemungutan pajak yang
kewajiban membayar pajak. Selain itu dominan yaitu asas keadilan, kepastian
tidak ada rasa keadilan karena wajib hukum, efisiensi/ekonomi, kemudahan
pajak harus membayar PPh meskipun administrasi, kesederhanaan dalam
menderita kerugian dan kerugian tersebut pemungutan pajak dan peraturan
tidak boleh dikompensasikan ke tahun- perpajakan, kesenangan dalam
tahun pajak berikutnya. Selain itu pembayaran pajak. Selain itu peneliti
penerapan PPh final dengan tarif khusus juga menganalisis hambatan–hambatan
di luar tarif umum secara langsung telah yang dihadapi oleh pengusaha UMKM
membeda-bedakan (diskriminasi) jenis dalam pelaksanaan pengenaan PPh final.
atau sumber penghasilan untuk Diharapkan dengan adanya penelitian ini,
kepentingan pemajakan. dapat lebih membuka wawasan kita
Berdasarkan uraian mengenai mengenai fenomena yang terjadi.
fenomena yang terjadi pada penerapan
PPh final bagi usaha mikro kecil dan Tujuan Penelitian
menengahmembuat peneliti tertarik untuk Tujuan dari penelitian ini adalah
mengangkat topik tersebut kedalam suatu untuk mengetahui implementasi
bentuk penelitian kualitatif yang bersifat kebijakan perpajakan, yaitu mekanisme
ilmiah dengan judul “Analisis pengenaan pajak penghasilan final
Pengenaan Pajak Penghasilan Final berdasarkan pasal 4 ayat (2) Undang-
Terhadap Wajib Pajak Tertentu Studi Undang No. 36 tahun 2008 tentang
Kasus Pada Usaha Mikro Kecil dan perubahan keempat atas Undang-Undang
Menengah di Kecamatan Pancoran No 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Jakarta Selatan. Penghasilan, yang pelaksanaannya diatur
Dengan menggunakan metode dalam Peraturan Pemerintah No 46
penelitian kualitatif dan paradigma Tahun 2013, yang terinci :
konstruktivisme, penelitian ini dilakukan 1. Untuk mengetahui dan menganalisis
pada periode Oktober 2014 hingga sejauh mana efektivitas pengenaan
Januari 2015. Penelitian ini pajak penghasilan final bagi wajib
menggunakan beberapa metode yaitu pajak UMKM ditinjau dari asas –asas
dengan menggunakan metode pemungutan pajak.
kepustakaan atas dasar teori dan 2. Untuk mengetahui dan menganalisis
perundang-undangan serta dengan hambatan – hambatan yang dihadapi
melakukan wawancara tertutup kepada oleh wajib pajak pengusaha UMKM
sepuluh wajib pajak badan usaha yang dalam pelaksanaan penerapan PPh
termasuk wajib pajak pengusaha yang final.
memiliki peredaran bruto tertentu ,
dimana peredaran brutonya tidak TINJAUAN PUSTAKA/KERANGKA
melebihi 4,8 milyar setahun yang TEORITIS
bergerak dibidang perdagangan barang
dan jasa, usaha mikro, kecil dan 1. Pajak
menengah diwilayah kecamatan Definisi pajak menurut Andriani
Pancoran Jakarta Selatan propinsi Daerah yang disadur oleh Santoso Brotodihardjo
Khusus Ibukota Jakarta. dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum
Guna melengkapi wawasan Pajak” (1991:2) menyebutkan bahwa
mengenai pengenaan pajak penghasilan “Pajak adalah iuran kepada negara (yang
final terhadap wajib pajak tertentu, dapat dipaksakan) yang terutang oleh
peneliti menganalis sejauh mana wajib pajak, yang membayarnya menurut
efektivitas pengenaan PPh Final terhadap peraturan-peraturan, dengan tidak

24
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

mendapat prestasi kembali, yang pemungutan pajak hendaknya


langsung dapat ditunjuk dan gunanya didasarkan pada :
adalah untuk membiayai pengeluaran- 1. Equality(asas keseimbangan
pengeluaran umum berhubungan dengan dengan kemampuan atau asas
tugas negara untuk menyelenggarakan keadilan)
pemerintahan. Pemungutan pajak harus
Definisi yang diberikan S.I bersifat adil dan merata. Adil yang
Djojodiningrat (2000 : 15) yaitu “Pajak dimaksudkan bahwa setiap wajib
adalah suatu kewajiban menyerahkan pajak menyumbangkan uang untuk
sebagian dari pada kekayaan ke kas pengeluaran pemerintah sebanding
negara disebabkan suatu keadaan, dengan kepentingannya dan
kejadian dan perbuatan yang memberikan manfaat yang diminta.
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai 2. Certainty (asas kepastian hukum)
hukuman, menurut peraturan yang Certainty yang dimaksud oleh
ditetapkan pemerintah serta dapat Adam Smith (1976 : 351) adalah
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal bahwa pajak itu tidak ditentukan
balik dari negara secara langsung untuk secara sewenang-wenang,
memelihara kesejahteraan umum”. sebaliknya pajak itu harus jelas
bagi semua wajib pajak dan seluruh
Undang-Undang Nomor 28 tahun masyarakat yaitu berapa jumlah
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata yang harus dibayar, kapan harus
Cara Perpajakan menyatakan bahwa dibayar, dan bagaimana cara
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada membayarnya. Apabila tidak ada
negara yang terutang oleh orang pribadi kepastian kepada wajib pajak
atau badan yang bersifat memaksa tentang kewajiban pajaknya, maka
berdasarkan undang-undang, dengan pajak yang terutang tergantung
tidak mendapatkan imbalan secara kepada kebijaksanaan petugas
langsung dan digunakan untuk keperluan pajak yang dapat menyalahgunakan
negara bagi sebesar-besarnya kekuasaannya untuk keuntungan
kemakmuran rakyat.” dirinya sendiri.
3. Asas Convenience of Payment (
a. Syarat Pemungutan Pajak asas pemungutan pajak yang tepat
Agar tidak menimbulkan masalah, waktu atau asas kesenangan)
maka pemungutan pajak harus Kapan wajib pajak itu harus
memenuhi persyaratan yaitu : membayar pajak sebaiknya sesuai
a. Pemungutan pajak harus adil dengan saat-saat yang tidak
b. Pengaturan pajak harus menyulitkan wajib pajak, misalnya
berdasarkan Undang-Undang pada saat wajib pajak memperoleh
c. Pemungutan pajak tidak penghasilan. Mansury (2002, 12-
mengganggu perekonomian 13) memberikan pengertian
d. Pemungutan pajak harus efisien convenience bahwa saat wajib
e. Sistem pemungutan pajak harus pajak harus membayar pajak
sederhana hendaknya ditentukan pada saat
yang tidak akan menyulitkan wajib
b. Asas Pemungutan Pajak pajak, misalnya pada saat wajib
Asas-asas pemungutan pajak pajak menerima gaji atau menerima
sebagaimana dikemukakan oleh Adam penghasilan lain, seperti pada
Smith dalam buku An inquiry Into waktu menerima bunga deposito.
The Nature and Cause of the Wealth 4. Asas Economy (asas efficiency)
of Nations,(2000:285) bahwa

25
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

Menurut Adam Smith (1976 : berdasarkan Peraturan Pemerintah.


vol 2, 351) biaya pemungutan pajak Pengenaan PPh final
diusahakan sehemat mungkin, dihitung berdasarkan penghasilan
jangan sampai terjadi biaya bruto tanpa memperhitungkan
pemungutan pajak lebih besar dari biaya – biaya yang dikeluarkan
hasil pemungutan pajak. untuk memperoleh penghasilan
Pemungutan pajak hendaknya tersebut. Wajib pajak diharuskan
memberikan manfaat yang lebih membayar PPh meskipun
besar kepada masyarakat menderita kerugian, dan kerugian
dibandingkan dengan biaya yang tersebut tidak boleh
dikorbankan oleh seluruh dikompensasikan ke tahun-tahun
masyarakat (Mansury : 2000, 2 pajak berikutnya. Tarif yang
dan 2002,13). dipergunakan adalah tarif khusus
diluar tarif umum.
2. Pajak Penghasilan
Final 3. Peraturan Pemerintah (PP ) No 46
Pajak penghasilan yang bersifat Tahun 2013
final menurut Siti Resmi dalam bukunya Peraturan Pemerintah Republik
Perpajakan Teori dan Kasus (2009 : Inonesia No 46 Tahun 2013 adalah
145), menyebutkan pajak penghasilan peraturan tentang pajak penghasilan atas
bersifat final adalah pajak penghasilan penghasilan dari usaha yang diterima
yang pengenaannya sudah final (berakhir) atau diperoleh wajib pajak yang memiliki
sehingga tidak dapat dikreditkan peredaran bruto tertentu.
(dikurangkan) dari total pajak penghasilan Peraturan PP 46 ini dikeluarkan
terutang pada akhir tahun pajak. dengan dasar pertimbangan
Berdasarkan pasal 4 ayat 2 Undang a. Untuk memberikan kemudahan
– Undang PPh penghasilanyang dan penyederhanaan aturan
dapatdikenai pajakbersifat final: perpajakan
a. Penghasilan berupa bunga deposito b. Mengedukasi masyarakat untuk
dan tabungan lainnya, bunga tertib administrasi
obligasi dan surat utang negara, dan c. Mengedukasi masyarakat untuk
bunga simpanan yang dibayarkan transparansi
oleh koperasi kepada anggota Memberikan kesempatan
koperasi orang pribadi masyarakat untuk berkontribusi dalam
b. Penghasilan berupa hadiah undian penyelenggaraan negara.
c. Penghasilan dari transaksi saham
dan sekuritas lainnya, transaksi Ada pun tujuan dikeluarkannya PP
derivatif yang diperdagangkan di 46 adalah
bursa, dan transaksi penjualan 1. Kemudahan bagi masyarakat
saham atau pengalihan penyertaan dalam melaksanakan kewajiban
modal pada perusahaan perpajakan
pasangannya yang diterima oleh 2. Meningkatnya pengetahuan
perusahaan modal ventura. tentang manfaat perpajakan bagi
d. Penghasilan dari transaksi masyarakat
pengalihan harta berupa tanah 3. Terciptanya kondisi kontrol
dan/atau bangunan, usaha jasa sosial dalam memnuhi
konstruksi, usaha real estate, kewajiaban perpajakan
persewaan tanah dan bangunan dan Besarnya tarif PP No 46 Thn 2013
e. Penghasilan tertentu lainnya. adalah pajak penghasilan bersifat final
Yang diatur dengan atau sebesar 1 % (satu persen), pengenaan

26
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

pajak penghasilan didasarkan pada Dalam karya ilmiah yang peneliti tulis ini
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) Untuk lebih memudahkan kerangka
tahun dari tahun pajak terakhir sebelum berpikir dan berguna untuk menuntun
tahun pajak yang bersangkutan. langkah apa saja yang harus dilakukan
Dasar pengenaan pajak yang peneliti guna menyelesaikan penelitian
digunakan untuk menghitung pajak tesis yang berjudul “Analisis Pengenaan
penghasilan yang bersifat final adalah Pajak Penghasilan Final Terhadap Wajib
jumlah peredaran bruto setiap bulan. Pajak Tertentu Studi Kasus Pada Usaha
Pajak penghasilan terutang dihitung Mikro Kecil dan Menengah di
berdasarkan tarif dikalikan dengan dasar Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan”.
pengenaan pajak. Peneliti membuat suatu diagram alur
Ketentuan ini tidak berlaku atas kerangka pemikiran yang berguna untuk
penghasilan dari usaha yang dikenai menuntun langkah apa saja yang harus
Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final dilakukan guna menyelesaikan penelitian
berdasarkan ketentuan Peraturan ini, seperti dibawah ini :
Perundang-undangan di bidang
Perpajakan. Atas penghasilan selain dari
usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dikenai Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Undang-undang
Pajak Penghasilan.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam


penelitian ini adalah menggunakan teori
Gambar No.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian
untuk menggambarkan hubungan teori
dengan fenomena yang terjadi Model Penelitian
dilapangan. Kebijakan pengenaan PPh
final bagi pengusaha UMKM dengan Berdasarkan kajian literatur dan
tarif 1% dari penghasilan bruto kerangka pemikiran yang disajikan di
merupakan bagian dari kebijakan atas, peneliti menyajikan model sebagai
perpajakan dan pemungutan pajak berikut :
sebagai penerapan kebijakan perpajakan
perlu diuji apakah sudah memenuhi asas
-asas pemungutan pajak khususnya asas
keadilan, efisiensi/ekonomi, kepastian
hukum, kesenangan dalam pembayaran
pajak, kesederhanaan sistem perpajakan,
dan kemudahan administrasi bagi
pengusaha UMKM.
Dalam melakukan suatu penelitian Gambar 2 : Model penelitian
lazimnya peneliti membuat suatu
pedoman yang berfungsi sebagai METODE PENELITIAN
penuntun agar penelitian yang
dilakukannya terfokus dan tidak bias Peneliti memilih metode analisa
yang menyebabkan hasil penelitiannya data yang digunakan adalah metode
akan jauh dari yang telah kualitatif dan paradigma naturalistik yang
dicanangkannya, dimana pedoman ini bertujuan agar dapat lebih memahami
dinamakan kerangka berfikir peneliti. gejala yang diteliti dengan cara

27
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

pengamatan dan pengumpulan data yang salah satu unsur utama dalam pengenaan
dilakukan secara apa adanya tanpa PPh.
memanipulasi subyek yang diteliti. Karena pendekatan dalam
Dalam tesis ini kategori-kategori atau penelitian ini adalah pendekatan
entitas-entitas (yang dalam pendekatan kualitatif, maka dari dimensi waktu
kuantitatif disebut sebagai variabel- penelitian ini termasuk dalam
variabel ) yang terkait dengan isu pemahaman case study tersebut.
pengenaan PPh final UMKM sebagai Ciri utama dari studi kasus adalah
salah satu fenomena dalam pemungutan wawancara mendalam dalam
pajak, entitas yang dominan diantaranya menghimpun data serta menghimpun”
azas keadilan, efisiensi/ekonomi, ..... many features in of a few cases over
kepastian hukum, kesenangan dalam a duration of time”. (W. Lawrence
pembayaran pajak, kesederhanaan sistem Neuman, 2006 :33), yakni menghimpun
perpajakan, dan kemudahan administrasi, banyak ciri/sifat tertentu dalam studi
semuanya pada hakikatnya mutual kasus pada waktu tertentu. Pada
simultaneous shaping ‘saling penelitian ini akan dihimpun sebanyak
memperkuat ‘ (Norman K. Denzin and mungkin ciri atau sifat yang melekat
Yvonna S. Lincoln, 1994 : 119) pada pengenaan PPh final UMKM
Pendekatan yang digunakan dalam selama penelitian berlangsung yakni
penelitian ini adalah pendekatan antara Oktober 2014 sampai dengan
kualitatif. Alasan menggunakan Januari 2015.
pendekatan kualitatif karena penelitian Penelitian ini merupakan penelitian
ini menekankan analisisnya tidak eksploratoris, dimana dalam penelitian
menggunakan data numerical atau angka ini memberikan penjelasan lebih dalam
yang diperoleh dengan metode statistik, mengenai fenomena pengenaan PPh final
melainkan analisisnya memberikan pada wajib pajak tertentu disebabkan
penjelasan secara mendalam mengenai oleh adanya perubahan peraturan yang
fenomena yang terjadi di lapangan, diterapkan secara terus –menerus, dalam
dengan teknik pengumpulan data yakni hal pengenaan pajak penghasilan (PPh)
wawancara mendalam yang terbuka, final terhadap pengusaha yang memiliki
pengamatan langsung dan studi peredaran bruto tertentu.
dokumen. Sebelumnya sudah ada tarif khusus PPh
Alasan lain menggunakan untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk
pendekatan kualitatif karena yang berbentuk badan usaha.
mempertimbangkan fokus penelitian, Sebagaimana yang tertuang di dalam
yakni dalam hal ini fokus pada PPh Final Undang-undang No.36 tahun 2008 pasal
pada UMKM untuk mencapai tujuan 31E dinyatakan bahwa wajib pajak badan
tertentu yang mempunyai banyak segi, dalam negeri dengan peredaran bruto
dan tidak bersifat monokausal. Artinya sampai dengan Rp 50 miliar mendapat
tidak ada penyebab tunggal dari suatu fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
realitas sosial. Peneliti tidak 50 persen dari tarif umum sebagaimana
menggunakan pendekatan kuantitatif diatur dalam pasal 17 ayat (2) UU PPh
yang bersifat linear, karena peneliti ingin yang dikenakan tarif atas penghasilan
mengungkapkan apa saja kategori- kena pajak dari bagian peredaran bruto
kategori atau entitas-entitas yang secara sampai dengan 4,8 miliar.
simultan saling membentuk (Yvonna S. Dengan tarif PPh Badan yang
Lincoln and Egon G. 1985 : 38) dalam berlaku saat ini yaitu 25 persen, maka
fenomena ilmu administarsi, khususnya bagi wajib pajak badan dalam negeri
fenomena PPh final pada UMKM sebagai yang memenuhi syarat, tarif efektifnya
menjadi 12,5 persen atas penghasilan

28
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pengenaan Kecil dan Menengah di Kecamatan


PPh dalam hal ini dilakukan terhadap Pancoran Jakarta Selatan”, dengan
penghasilan kena pajak yang dihitung menggunakan panduan wawancara yang
dari perhitungan laba-rugi akuntansi diberikan kepada sejumlah pengusaha
(pembukuan) setelah dilakukan koreksi yang memiliki peredaran bruto tertentu
fiskal, karena berdasarkan pasal 28 ayat yang berada di wilayah DKI Jakarta.
(1) Undang – undang Nomor 28 tahun Kemudian dari hasil wawancara tersebut
2007 ((UU KUP), wajib pajak badan dilanjutkan dengan menganalisis kondisi
diwajibkan menyelenggarakan tersebut dengan cara mengaitkan kondisi
pembukuan. nyata dengan tinjauan teori tertentu yang
Namun aturan tersebut tidak digunakan sebagai acuan dan panduan
berlaku lagi setelah pemerintah dalam melakukan suatu penelitian.
mengeluarkan PP 46 thn 2013 yang Dalam penelitian ini, metode yang akan
berlaku efektif Juli 2013, yaitu aturan digunakan adalah metode kepustakaan,
PPh bagi wajib pajak dengan omset yang ditempuh melalui pencarian dan
tertentu . Sebagaimana kita ketahui pengumpulan data yang dilakukan
bahwa setiap wajib pajak orang pribadi dengan melakukan studi dokumen
yang melakukan usaha dan wajib pajak dengan menggunakan bahan-bahan
badan dengan omset tidak melebihi 4,8M hukum seperti perundang-undangan dan
dikenakan PPh final dengan tarif 1% dari penelusuran elektronik.
penjualannya. Dasar Pengenaan Pajak Pengumpulan data primer
(DPP) yang digunakan adalah jumlah dilakukan melalui wawancara terhadap
peredaran bruto setiap bulan. Sedangkan para informan yang mempunyai
besarnya PPh final dihitung dengan cara pengetahuan, pengalaman dan pelaku
mengalikan DPP dengan 1 persen. UMKM. Kajian dokumentasi yang
PPh Final yang dikenakan dari merupakan data sekunder juga dilakukan
penghasilan bruto tanpa terhadap berbagai dokumen yang relevan.
memperhitungkan biaya - biaya yang Dalam melakukan penelitian ini
dikeluarkan untuk memperoleh peneliti mengadakan wawancara terhadap
penghasilan tersebut jelas tidak informan (terwawancara) yang berasal
memenuhi azas keadilan. Kemampuan dari unsur pimpinan yaitu direktur
membayar pajak dicerminkan oleh keuangan dan kepala bagian keuangan di
penghasilan neto, bukan penghasilan sepuluh perusahaan bergerak dibidang
bruto. Ketidakadilan ini semakin terasa perdagangan barang dan jasa antara lain
ketika wajib pajak harus membayar PPh perdagangan komputer dan suku
meskipun menderita kerugian dan cadangnya, jasa transportasi darat, jasa
kerugian tersebut tidak boleh konsultan Teknologi Informatika, jasa
dikompensasikan ke tahun-tahun pajak penyelenggaraan pameran, jasa
berikutnya. Selain itu penerapan PPh konsultan bisnis dan manajemen.
final dengan tarif khusus di luar tarif Informan tersebut merasakan
umum secara langsung telah membeda- langsung dampak pengenaan PPh final
bedakan (diskriminasi) jenis atau sumber sebesar 1% yang berada di wilayah
penghasilan untuk kepentingan kecamatan Pancoran Jakarta Selatan DKI
pemajakan. Jakarta. Informan ini dipilih dengan
Berdasarkan fenomena tersebut, pemikiran bahwa merekalah yang secara
peneliti mencoba mengangkat topik langsung menghadapi masalah akibat
tersebut dalam sebuah penelitian yang timbulnya peraturan perpajakan yang
berjudul “Analisis Pengenaan Pajak selalu berubah-ubah.
Penghasilan Final Terhadap Wajib Pajak Informan yang diwawancarai
Tertentu Studi Kasus Pada Usaha Mikro memiliki latar belakang jabatan minimal

29
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

setingkat manager dan dipersempit tersebut dapat dengan mudah dipahami


kepada manager keuangan, agar hasil dan bermanfaat untuk menjawab
wawancara bisa mencerminkan keadaan masalah-masalah yang berkaitan dengan
yang sebenarnya di lapangan yang kegiatan penelitian, baik berkaitan
dihadapi pengusaha UMKM . Level dengan deskripsi terhadap data maupun
management juga dipilih karena kesimpulan tentang data yang diperoleh.
merekalah yang sering mengambil Dalam penelitian ini metode analisis
keputusan langsung atas masalah yang yang digunakan adalah inductive data
timbul di lapangan. analysis (Yvonne S. Lincoln Egon S.
Guba, 1984), yakni metode analisis
Teknik Pengumpulan Data umum dilakukan oleh para peneliti yang
Dalam teknik pertama, yakni didasarkan pada hasil penelitian lapangan
wawancara mendalam dengan pedoman seperti wawancara, kemudian dilakukan
wawancara yang mempunyai pertanyaan interpretasi, dicari makna dan ditarik
terbuka, peneliti akan berusaha kesimpulan.
menjaring jawaban – jawaban yang
terkait dengan fokus penelitian yakni isu
pengenaan PPh final dalam pemungutan HASIL PENELITIAN DAN
pajak. Yaitu dengan menggali entitas- PEMBAHASAN
entitas yang secara simultan saling
memperkuat dan mempengaruhi dalam Hasil Penelitian
pengenaan PPh final pada pengusaha Penelitian ini dilakukan di
UMKM. Pedoman wawancara beberapa tempat usaha perdagangan
sebagaimana terlampir pada bagian akhir barang dan jasa, yakni daerah kecamatan
dari tesis ini. Pancoran Jakarta Selatan Propinsi DKI
Teknik yang kedua adalah Jakarta, mengingat dalam penelitian ini
melakukan observasi langsung dan teknik terfokus pada usaha perdagangan barang
yang ketiga ada studi dokumentasi. Maka dan jasa meliputi usaha perdagangan
dalam penelitian ini penulis komputer dan suku cadangnya, jasa
menggunakan pengumpulan data menjadi transportasi darat, jasa konsultan bisnis
dua bagian : dan manjemen, jasa penyelenggaraan
a. Data Primer, adalah data yang pameran, dan jasa konsultan teknology
diperoleh langsung dari sumbernya, informatika.
yang dalam hal ini data yang di dapat Kondisi di lapangan sejumlah wajib
dari hasil wawancara dengan sejumlah pajak yang bergerak di bidang UMKM
pengusaha UMKM yang terkena didapati mengeluhkan kondisi pajak yang
dampak pengenaan PPh final 1% yang dikenakan saat ini. Melalui wawancara
berada di wilayah kecamatan yang dilakukan ditemukan pernyataan
Pancoran Jakarta Selatan DKI Jakarta. bahwa para pelaku bisnis UMKM merasa
b. Data Sekunder, yaitu data lain yang keberatan dengan penerapan peraturan
terkait berdasarkan studi literatur, oleh pemerintah pada saat ini. Sehingga
seperti halnya dengan penelitian lain mereka merasa adanya diskriminasi pada
yang telah dilakukan pihak lain, pelaku bisnis tersebut, terlebih pada
namun memiliki keterkaitan pebisnis yang termasuk dalam skala
pembahasan yang dibuat saat ini. UMKM.

Teknik Analisis Data Dari hasil wawancara tersebut juga


Analisis data diartikan sebagai ditemukan bahwa pemerintah membuat
upaya mengolah data menjadi informasi, peraturan kurang memperhatikan prinsip
sehingga karakteristik atau sifat-sifat data dan asas-asas pemungutan pajak,

30
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

sehingga pengusaha UMKM sebagai yakni semua tambahan kemampuan


pelaku usaha merasa tidak yakin dengan ekonomis merupakan ukuran dari
kemampuan pemerintah sebagai keseluruhan kemampuan membayar (the
jembatan dan mengakomodir aspirasi global ability to pay )sehingga harus
pelaku ekonomi, dalam hal ini adalah dijumlahkan menjadi satu sebagai obyek
pelaku bisnis UMKM sebagai wajib pajak, serta pajak penghasilan yang
pajak, yang terlihat dari sering menerapkan equal treatment for the
dilakukannya perubahan peraturan equal yakni jumlah seluruh penghasilan
perpajakan oleh pemerintah tanpa yang memenuhi definisi penghasilan,
mempertimbangkan banyak hal yang apabila jumlahnya sama dikenakan pajak
tentunya berkaitan dengan keberadaan dengan tarif pajak sama tanpa
bisnis UMKM. membedakan jenis-jenis penghasilan atau
Selain itu, hal yang dirasakan oleh sumber penghasilan serta unequal
pengusaha UMKM adalah ketidak treatment for the unequals yakni
konsistenan pemerintah dalam pendapat yang menyatakan bahwa yang
penerapan peraturan yang dibuatnya membedakan besarnya tarif adalah
sendiri ( terutama peraturan perpajakan), jumlah seluruh penghasilan atau jumlah
sehingga menimbulkan anggapan bahwa seluruh tambahan kemampuan ekonomis,
pemerintah menerapkan peraturan bukan karena perbedaan sumber
dengan cara yang arogan dan disinyalir penghasilan atau perbedaan jenis
menjadi tidak netral dan dipengaruhi penghasilan.
oleh pelaku usaha pengusaha besar Melalui wawancara yang dilakukan
sehingga menimbulkan anggapan rasa peneliti terhadap informan yaitu wajib
ketidak adilan terhadap pelaku usaha pajak UMKM dan studi dokumen
yang berskala UMKM. terhadap pengenaan PPh final bagi wajib
Dalam melakukan penelitian ini pajak UMKM berikut ini hasil penelitian
peneliti merujuk pada pada pemikiran dimana ada pro dan kontra terhadap
Adam Smith dalam bukunya An Inquiry perlakuan perpajakan bagi wajib
Into The Nature and Cause of The Wealth UMKM.
of Nations (2000:285) yang mengatakan
bahwa dalam kegiatan pemungutan 1. Efektivitas Pengenaan PPh Final
pajak, pengelola perpajakan haruslah Bagi Wajib Pajak Pengusaha
berpegang teguh kepada empat asas. UMKM Ditinjau dari Asas – Asas
Asas-asas pemungutan pajak itu yaitu Pemungutan Pajak
bahwa pemungutan pajak hendaknya a. Pemungutan Pajak ditinjau dari
didasarkan pada Equality artinya Asas Keadilan
pemungutan pajak harus bersifat adil dan Dari hasil wawancara,
merata, Certainty artinya ada kepastian sejumlah informan dalam
hukum, convenience artinya tidak penelitian ini mayoritas
menyulitkan dan memberatkan, beranggapan bahwa PPh final
Economic artinya biaya yang seminimum yang diberlakukan saat ini kurang
mungkin dalam hal pemungutan pajak. tepat dan tidak adil bagi UMKM,
sebagian yang lain menyatakan
Sedangkan rujukan kedua yang tidak tepat dan tidak adil,
peneliti ambil adalah pendapat Mansury sebagian lagi menyatakan sudah
dalam bukunya “Pajak Penghasilan tepat dan sudah adil, sisanya
Lanjutan Pasca Reformasi 2000” yang menyatakan sangat tepat dan
menyatakan bahwa sistem perpajakan sudah adil.
yang adil adalah sistem pajak Informan yang menyatakan
penghasilan yang menerapkan globality, pemungutan PPh final kurang

31
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

tepat/tidak tepat dan tidak adil Sedangkan informan yang


diberlakukan terhadap pengusaha menyatakan pengenaan PPh final bagi
UMKM, karena pajak itu UMKM sudah tepat dan sudah adil,
dikenakan terhadap peredaran karena mudah dalam penghitungan pajak
bruto bukan dihitung dari dan perusahaan tidak perlu membuat
penghasilan neto. pembukuan yang rumit, seperti yang
dikutip dari tabel dibawah ini :

Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Keadilan bagi Wajib Pajak UMKM
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

01 Menurut Bapak/Ibu apakah peraturan (PPh) final 1% bagi wajib


pajak UMKM adalah keputusan tepat yang dapat memberikan tarif pajak
keadilan bagi semua wajib pajak yang berada pada lingkup UMKM ?
Jawaban :

If 2 “Kurang tepat, dan tidak adil, karena perusahaan itu belum tahu tidak adil
apakah untung atau rugi. Harusnya kalau perusahaan itu untung
baru dikenakan pajak, dan kalau rugi tidak dikenakan pajak.”

If 3 ”Kurang tepat dan tidak adil karena tidak memperhitungkan biaya laba usaha
biaya yang harus dikeluarkan”

If 9 “Kurang tepat karena tidak mencerminkan keadilan, seharusnya


bayar pajak itu dibebankan apabila perusahaan untung, kalau
dihitung dari peredaran bruto kurang tepat”

If 6 “Tidak tepat dan tidak adil” karena masih usaha kecil belum usaha kecil
berkembang, tarif 1% memberatkan dan usaha belum tentu
mengalami keuntungan.”

If 7 “Tidak tepat, dan tidak adil, karena pendapatan dan pengeluaran Kesulitan
tidak seimbang, usaha belum tentu untung, apalagi kondisi ekonomi ekonomi
yang sekarang ini sedang sulit dan lesu, BBM naik dan sebagainya.
Ini tidak adil karena pajak itu harus dikenakan ke perusahaan
apabila perusahaan itu mengalami keuntungan”

If 4 “Sangat tepat dan sudah adil bagi pelaku UMKM yang belum siap
menyelenggarakan pembukuan dengan baik jadi pelaku UMKM sudah adil
mudah dalam menghitung pajak”.

If 8 “Sudah tepat, sudah bijaksana, dan sudah adil bagi wajib pajak sudah tepat
UMKM”

If 10 “Sudah tepat karena memudahkan dalam penghitungan pajak tidak mudah


perlu repot buat pembukuan, sudah adil bagi wajib pajak UMKM, penghitungan
karena kalau semua wajib pajak bayar pajak membantu pemerintah
untuk mencapai target penerimaan pajak”

Sumber : wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Atas dasar ketepatan penerapan diambil dalam pengenaan pajak UMKM,


peraturan, sudah dapat dikatakan kurang dan tidak mencerminkan rasa keadilan.
tepat atas langkah pemerintah yang

32
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

2. Pemungutan Pajak Ditinjau dari hukum itu ada selama peraturan itu
Asas Kepastian Hukum dijalankan sesuai dengan aturan yang
Menurut hasil wawancara yang sudah dibuat oleh pemerintah.
didapatkan, sejumlah wajib pajak yang Melalui informan lain sebagian
menjadi informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa adanya perubahan
sebagian menyatakan bahwa adanya peraturan PPh bagi UMKM tidak ada
perubahan peraturan PPh bagi UMKM kepastian hukum karena peraturan pajak
sudah ada kepastian hukum karena sudah itu sering berubah, sulit dimengerti dan
jelas aturannya ada Peraturan Pemerintah membingungkan. Seperti kutipan tabel
(PP) dan tarifnya sudah jelas, selain itu dibawah ini :
mereka beranggapan bahwa kepastian
Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Kepastian Hukum bagi WP UMKM
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim
02 “Pada beberapa tahun terakhir pemerintah telah melakukan beberapa
perubahan dalam pengaturan pajak (PPh) bagi pengusaha UMKM. Kepastian hukum
Menurut Bapak/Ibu apakah dengan adanya beberapa perubahan
tersebut, membuat Bapak/Ibu selaku wajib pajak memiliki suatu acuan
atau kepastian hukum perpajakan?”
Jawaban :
“Sudah ada kepastian hukum karena sudah jelas ada Peraturan Peraturan
If 1 Pemerintahnya. Sudah memberikan kepastian hukum.” dijalankan

”Sudah ada kepastian hukum selama peraturan itu dijalankan sesuai


If 3 dengan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah” kemudahan

“Dengan tarif 1% dan bersifat final memberikan kemudahan dan ada


If 4 kepastian hukum”

“Peraturan Pemerintah ini apabila ingin dilaksanakan harus evaluasi peraturan


If 7 mengevaluasi peraturan yang lama. Untuk membandingkan peraturan
yang mana yang bisa memberikan pendapatan pajak yang lebih
banyak, aturan yang lama kenaikannya berapa persen, aturan yang
baru kenaikannya berapa persen. Pajak itu memberatkan apa tidak,
apabila memberatkan maka perlu memakai aturan yang lama, untuk
menentukan tarif pajak yang lama atau yang baru, harus dilihat dulu
keadaan ekonomi masyarakat.” Ada kepastian hukum.

“Peraturan pajak yang selalu berubah membuat perusahaan itu kurangnya


bingung, hal ini karena kurangnya sosialisasi dari kantor pajak. Belum sosialisasi
If 2 jelas kepastian hukum.”

“Tidak ada kepastian hukum, membuat kami tambah bingung karena peraturan sering
peraturan sering berubah, kurang penyuluhan dan sosialisasi. berubah
If 5 Peraturan sering tumpang tindih.”

“Tidak ada acuan kepastian hukum, bikin bingung, tidak ada peraturan
penyuluhan, sosialisasi yang kurang, serta peraturan yang tumpang tumpang tindih
If 6 tindih”.

“Belum mencerminkan adanya kepastian hukum, peraturan pajak peraturan sulit


masih membingungkan, sulit dimengerti”. dimengerti
If 10

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Dari hasil wawancara tersebut peraturan pemerintah sudah


dapat disimpulkan bahwa ada dua mencerminkan asas kepastian hukum
pendapat dari informan yaitu perubahan selama ada Peraturan Pemerintah yang
33
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

mengatur, dan dijalankan sesuai dengan mayoritas informan menyatakan bahwa


aturan yang berlaku, sedangkan informan pemungutan PPh Final atas wajib pajak
yang lain menyatakan belum UMKM sebesar 1% dari omset tidak
mencerminkan asas kepastian hukum atas efiisen karena memberatkan perusahaan,
perubahan Peraturan Pemerintah terhadap menambah beban biaya perusahaan, 1%
pengusaha UMKM, disebabkan karena dihitung dari peredaran bruto bukan dari
peraturan yang sering berubah, sulit penghitungan laba rugi perusahaan.
dimengerti, membingungkan dan Sedangkan informan lain yang
kurangnya sosialisasi. menyatakan bahwa pemungutan PPh
final 1% sudah efisien dalam hal
3. Pemungutan Pajak dari Asas pemungutan pajak karena memudahkan
Efisiensi/Ekonomi secara administrasi, tidak harus membuat
Menurut hasil wawancara yang pembukuan dan menghemat waktu.
didapatkan, sejumlah wajib pajak yang Seperti kita lihat tabel kutipan berikut ini:
menjadi informan dalam penelitian ini
Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Efisiensi bagi Wajib Pajak UMKM
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim
03 “Menurut Bapak/Ibu wajib pajak UMKM dikenakan PPh final 1%
dari omset yg dihitung setiap bulan sudah sesuai dengan asas
efisiensi/ekonomi dalam hal pemungutan pajak?”
Jawaban

If 2 “Tidak efisien, karena memberatkan perusahaan pajak 1% tidak efisien


dibebankan atas peredaran bruto, tidak berdasarkan penghitungan
laba rugi”.

If 3 “Dari perpajakan efektif dan efisien, namun dari pihak WP memberatkan


memberatkan, tdk efisien krn menambah beban biaya, dan pajak yg
dibebankan tdk melihat untung rugi perusahaan,yg dilihat hanya
tarif 1% dari bruto

“Blm efisien, karena pendapatan perusahaan turun naik, biaya


If 7 operasional selalu bertambah akibat kenaikan listrik, BBM, UMP, biaya operasional
apabila peraturan pajak itu dipaksakan maka perusahaan akan tinggi
mengurangi biaya operasional seperti mengurangi jumlah karyawan,
memangkas biaya”

If 1 “Sudah efisien krn memudahkan tdk harus membuat pembukuan, efisien


tidak harus menghitung-hitung lagi, hemat waktu”

If 4 “Sudah efisien dan mudah secara administrasi” administrasi mudah

Sumber : Hasil Wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di didasarkan atas peredaran bruto bukan


atas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan laba rugi perusahaan.
pemungutan PPh final 1% atas UMKM
tidak tepat dan tidak sesuai dengan asas 4. Pemungutan Pajak dari Asas
efisiensi/ekonomi karena memberatkan Kemudahan Administrasi
wajib pajak dan penghitungan PPh Final Menurut hasil wawancara yang
didapatkan, sejumlah wajib pajak yang

34
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

menjadi informan dalam penelitian ini Sedangkan informan lain yang


mayoritas informan menyatakan bahwa menyatakan bahwa pemungutan PPh
pemungutan PPh Final atas wajib pajak final 1% atas UMKM administrasinya
UMKM sebesar 1% memberikan menjadi lebih mudah dan efektif, karena
pendapat bahwa administrasinya menjadi memberikan kemudahan administrasi,
lebih sulit dan tidak efektif karena lebih sederhana, bisa menghitung dan
walaupun perusahaan sudah melakukan memotong sendiri pajak yang harus
pemotongan PPh final, tetap masih harus dibayar. Seperti kita lihat tabel kutipan
membuat laporan SPT Tahunan yang berikut ini:
sulit dan rumit dan kurangnya sosialisasi
dari pemerintah.
Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Kemudahan Administrasi bagi WP UMKM

Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

04 “Apakah menurut Bapak/Ibu kebijakan peraturan (PPh ) final dengan


tarif 1% yang diberlakukan pemerintah tersebut membuat prosedur
administrasi yang dilakukan menjadi lebih mudah dan efektif ?”
Jawaban

If 3 “Menurut versinya fiskus administrasinya mudah, tapi menurut wajib administrasi


pajak tidak, karena administrasi pajaknya tetap sulit karena masih harus sulit
buat laporan SPT Tahunan dan tidak efektif.”

If 6 “Administrasinya masih sulit, tidak mudah dan tidak efektif masih kurang
menambah bingung wajib pajak, karena kurangnya sosialisasi”. sosialisasi

If 7 “Walaupun petugas pajak sudah memberikan sosialisasi kepada wajib tidak efektif
pajak prosedur administrasi tetap sulit dan tidak mudah dan tidak efektif,
karena wajib pajak tetap harus lapor SPT Tahunan walaupun PPhnya
sudah dipotong final karena pihak pajak kurang memberikan
sosialisasi.”

If 1 “Oh ya memberikan kemudahan prosedur administrasi pajak, dan efektif, prosedur mudah
kesulitan hanya pada laporan SPT Tahunan karena kurangnya sosialisasi
dari pihak pajak”

If 2 “Memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak, lebih


sederhana bisa menghitung dan memotong sendiri pajak yang harus
dibayar, kesulitan hanya ketika membuat laporan SPT Tahunan karena
kurang nya sosialisasi dari pihak pajak.”

“Lebih efisien, mudah administrasinya dan efektif cukup mencatat


If 4 jumlah penjualan saja.”

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Dari hasil wawancara tersebut di 5. Pemungutan Pajak Ditinjau dari Asas


atas dapat disimpulkan bahwa Kesederhanaan Pemungutan Pajak dan
pemungutan PPh final 1% atas UMKM Peraturan Perpajakan
oleh pemerintah tidak mencerminkan Menurut hasil wawancara yang
asas kemudahan dalam administrasi didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
pajak. menjadi informan dalam penelitian ini
mayoritas informan menyatakan bahwa

35
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

sistem perpajakan dan peraturan Informan lain yang menyatakan


perundang-undangan yang sekarang ini bahwa sistem perpajakan dan peraturan
dibuat oleh pemerintah belum sederhana perpajakan yang dibuat oleh pemerintah
dan masih sulit dipahami, karena masih saat ini, baik dalam hal pemungutan
sering beda persepsi antara wajib pajak pajak maupun peraturan perpajakan
dengan pihak pajak, pasal-pasalnya sudah sederhana, dengan catatan perlu
terlalu banyak, dan jenis pajaknya diberikan penyuluhan atau sosialisasi
banyak, hal ini dikarenakan kurangnya secara terus-menerus. Seperti dapat
sosialisasi dari pemerintah. dilihat pada tabel kutipan berikut ini:

Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Kesederhanaan Pemungutan Pajak dan Peraturan Perpajakan bagi Wajib Pajak UMKM
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim
05 “Menurut Bapak/Ibu apakah sistem perpajakan yang sekarang dibuat oleh
pemerintah mengenai kewajiban wajib pajak khususnya administrasi adminisrasi
perpajakan sudah mencerminkan asas kesederhanaan baik dalam hal rumit
pemungutan pajak maupun dalam peraturan perundang-undangan? Karena
apabila peraturan pajak dibuat sederhana maka wajib pajak akan lebih
mudah memahami peraturan perpajakan”
Jawaban

If 1 “Belum mencerminkan kesederhanaan masih rumit karena pelaporan pajak banyak pasal
harus menggunakan E-SPT tidak semua orang mengerti cara menggunakan
program E-SPT . Belum mampu menguasai teknologi Informasi.”

If 3 ”Tidak mencerminkan kesederhanaan terlalu banyak pajak yang harus sulit dimengerti
dibayar oleh perusahaan, mulai dari kewajiban memotong pajak PPh psl 21,
PPN, psl 23 dan sebagainya.

If 5 “Masih sulit untuk dimengerti belum dibuat sederhana, masih beda persepsi
membingungkan wajib pajak, karena kurang sosialisasi”

If 9 “Belum mencerminkan kesederhanaan masih sering beda persepsi terhadap banyak pasal
aturan perpajakan.”

If10 “Masih belum sederhana, pasal-pasalnya masih sulit untuk dimengerti, sosialisasi
sering beda persepsi terhadap peraturan perpajakan”

If 4 “Lebih sederhana, namun harus ada sosialisasi dari pemerintah jika perlu bimbingan
menerbitkan aturan pajak yang baru.”

If 8 “Ya memang peraturan sekarang ini memudahkan pemahaman, namun tetap


perlu pembinaan dan sosialisasi terus-menerus, selain itu perlu dibuat
format peraturan yang lebih sederhana. Prinsipnya sudah sederhana.”
Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di Menurut hasil wawancara yang


atas maka dapat disimpulkan bahwa didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
sistem perpajakan dan peraturan menjadi informan dalam penelitian ini
perpajakan yang dibuat oleh pemerintah mayoritas informan menyatakan bahwa
saat ini belum mencerminkan asas apabila keadaan ekonomi lesu dan omset
kesederhanaan dalam pemungutan pajak penjualan perusahaan turun mayoritas
dan peraturan perpajakan. mereka berpendapat bahwa pengenaan
PPh final bagi UMKM tidak tepat.
4. Pemungutan Pajak Ditinjau Dari Karena memberatkan perusahaan dan
Asas Kesenangan dalam Pembayaran menjadi beban perusahaan yang akan
Pajak (Convenience Of Payment) berdampak terhadap kelangsungan usaha,

36
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

perusahaan akan bangkrut dan gulung sedang lesu dan omset penjualan turun
tikar. sudah tepat karena dikenakan dari
Sedangkan informan yang penjualan. Seperti dikutipan tabel di
menyatakan bahwa pengenaan PPh final bawah ini :
bagi UMKM ketika keadaan ekonomi
Tabel
Hasil Penelitian tentang Asas Kesenangan dalam Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak UMKM
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim

06 “Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu apabila keadaan ekonomi sedang lesu


dan omset penjualan turun apakah pemberlakuan tarif PPh final bagi wajib pajak
UMKM sudah tepat dan mencerminkan azas kesenangan dalam pembayaran
pajak (convenience of payment) ?.”

Jawaban

If 1 “Tidak tepat, karena wajib pajak mengalami kemunduran usaha dan


memberatkan”
If 7
“Tidak tepat, saat wajib pajak omsetnya turun sebaiknya pemerintah mengambil
kebijakan yang dapat membantu usaha UMKM supaya tidak bangkrut. Harus ada
subsidi atau insentif pajak buat UMKM.”
If 8
“Tidak tepat, untuk hal tersebut perlu pemerintah mempertimbangkan dengan
menggunakan azas kemanusiaan supaya pengusaha bisa jalan usahanya, pajak
itu dibebaskan atau pembayarannya dicicil/diangsur”.
If 9
“Tidak tepat, pajaknya harus dibebaskan supaya tidak memberatkan
If 4 perusahaan.”

If 5 “Sudah tepat, karena dikenakan dari penjualan”.

“Sudah tepat”.

Sumber :Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil wawancara di penerapaan pemungutan PPh Final atas


atas maka dapat disimpulkan bahwa wajib pajak UMKM masih banyak
pengenaan PPh final bagi UMKM ketika menghadapi hambatan – hambatan di
keadaan ekonomi sedang lesu dan omset lapangandiantaranya adalah adanya
penjualan turun tidak tepat dan tidak tumpang tindih peraturan, wajib pajak
mencerminkan asas kesenangan dalam UMKM belum paham teknis
pembayaran pajak (convenience of penghitungan, pembayaran dan pelaporan
payment). PPh final, adanya Surat Keterangan
Bebas, ketidakadilan, kesulitan
Hambatan – hambatan yang dihadapi keuangan, PPh final merugikan
pengusaha UMKM dalam pelaksanaan perusahaan yang sudah tertib
penerapan PPh final menyelenggarakan pembukuan, hasil
Menurut hasil wawancara yang jawaban dapat dilihat pada kutipan tabel
didapatkan, semua wajib pajak yang di bawah ini:
menjadi informan dalam penelitian ini
menyatakan bahwa pelaksanaan

37
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

Tabel
Hasil Penelitian tentang Hambatan –hambatan bagi Wajib Pajak UMKM
dalam Pelaksanaan Penerapan PPh Final
Kode Pertanyaan dan Jawaban Verbatim
07 “Hambatan –hambatan apa yang Bapak/Ibu alami terhadap pelaksanaan
penerapan pajak penghasilan final untuk pengusaha UMKM?”
Jawaban

If 1 “Tumpang tindih peraturan, karena sudah ada tarif sendiri tentang


UMKM yaitu tarif psl 31E UU PPh tarif efektifnya 12,5% dari kurang
penghasilan neto, untuk perusahaan yang memiliki omset dibawah 4,8 sosialisasi
milyar setahun”

If 2 “Masih belum paham cara pemotongan penyetoran dan pelaporannya,


soalnya kurang sosialisasi dari kantor pajak”

If 4 “Yang sulit waktu laporan SPT Tahunan Badan tahun 2013 karena
laporannya 6 bulan final dan 6 bulan tidak final”

If 5 “Memberatkan, tidak adil, usaha belum tentu untung sudah harus bayar
pajak, kesulitan keuangan, bayar pajak sering terlambat “

If 6 “ Pemerintah tidak pro UMKM , perusahaan kami yang sudah


menyelenggarakan pembukuan dengan tertib dirugikan dengan tarif PPh
final 1% yang dihitung dari peredaran bruto, padahal tarif yang lama
kami menghitung pajak yang harus dibayar berdasarkan penghasilan
neto, akibatnya perusahaan bayar pajaknya lebih besar “

If 7 “Harus membuat Surat Keterangan Bebas dari kantor pajak yaitu SKB
ps 22, atau ps 23 supaya tidak dipotong ganda, yaitu potongan dari
perusahaan lawan transaksi sebesar 1,5% utk ps 22, dan 2% utk ps 23
potongan ini tidak bisa dikreditkan diakhir thn & potongan pajak final
1%

If 10 “Perusahaan masih bingung cara penghitungan, pembayaran dan


pelaporannya, terutama saat melaporkan SPT Tahunan Badan, karena
pihak dari kantor pajak kurang memberikan penyuluhan dan sosialisasi”

Sumber : Hasil wawancara dengan informan dan diolah oleh peneliti

KESIMPULAN a. Asas Keadilan


Pemungutan pajak adalah adil,
Efektivitas Pengenaan PPh Final Bagi apabila orang-orang yang berada dalam
Wajib Pajak UMKM Ditinjau dari Asas- keadaan ekonomis yang sama dikenakan
Asas Pemungutan Pajak pajak yang sama, sedang orang-orang yang
Berdasarkan uraian yang keadaan ekonomisnya tidak sama
sebelumnya dapat diambil kesimpulan diperlakukan tidak sama, setara dengan
pengenaan PPh final bagi UMKM kurang ketidaksamaannya itu. Apabila rumusan
mengacu pada prinsip-prinsip asas-asas tersebut diterapkan untuk pajak
pemungutan pajak sehingga keadilan, penghasilan, maka rumusannya akan
kepastian hukum, efisiensi, kemudahan menjadi sebagai berikut : ”Pajak
administrasi, kesederhanaan pemungutan Penghasilan itu sesuai dengan asas
dan peraturan, kesenangan dalam keadilan, apabila semua orang dengan
pembayaran, atas penerapan pajak tambahan kemampuan ekonomis yang
penghasilan yang bersifat final terhadap sama tanpa memperhatikan sumber
pengusaha UMKM masih belum dapat penghasilan dan tanpa membedakan jenis-
terpenuhi, karena masih ditemui hambatan jenis penghasilannya dikenakan pajak
dalam penerapan peraturan tersebut seperti yang sama, sedangkan orang-orang dengan
penerapan : tambahan kemampuan ekonomis berbeda

38
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

dikenakan pajak penghasilan yang berbeda dasar ketepatan penerapan peraturan,


setara dengan perbedaannya. sudah dapat dikatakan kurang tepat atas
Wajib pajak yang menerima langkah pemerintah yang diambil dalam
tambahan kemampuan ekonomis lebih pengenaan pajak UMKM, dan tidak
besar dikenakan pajak penghasilan dengan mencerminkan rasa keadilan.
prosentase tarif yang lebih besar. Namun
nampaknya hal tersebut belum berlaku b. Asas Kepastian Hukum
pada perpajakan wajib pajak pengusaha Menurut hasil wawancara yang
UMKM, dimana tarif pajak UMKM didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
dikenakan PPh final sebesar 1% dari menjadi informan dalam penelitian ini
peredaran bruto, sedangkan wajib pajak sebagian menyatakan bahwa adanya
pengusaha besar dikenakan tarif PPh tidak perubahan peraturan PPh bagi UMKM
final dihitung dari penghasilan neto. sudah ada kepastian hukum karena sudah
Menurut hasil wawancara yang jelas aturannya, ada Peraturan Pemerintah
didapatkan, mayoritas wajib pajak (PP) dan tarifnya sudah jelas, selain itu
beranggapan bahwa peraturan PPh final mereka beranggapan bahwa kepastian
yang diberlakukan pemerintah saat ini hukum itu ada selama peraturan itu
kurang tepat dan tidak adil bagi wajib dijalankan sesuai dengan aturan yang
pajak UMKM, karena pajak itu dikenakan sudah dibuat oleh pemerintah. Melalui
terhadap peredaran bruto bukan dihitung informan lain sebagian menyatakan bahwa
dari penghasilan neto. adanya perubahan peraturan PPh bagi
PPh final yang dikenakan dari UMKM belum ada kepastian hukum
penghasilan bruto tanpa memperhitungkan karena peraturan pajak itu sering berubah,
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk sulit dimengerti dan membingungkan.
memperoleh penghasilan tersebut jelas Dari hasil wawancara tersebut dapat
tidak memenuhi asas keadilan yang disimpulkan bahwa ada dua pendapat dari
menganut ability to pay principledimana informan yaitu perubahan peraturan
pembebanan pajak didasarkan kepada pemerintah sudah mencerminkan asas
kemampuan masing-masing wajib pajak. kepastian hukum selama ada Peraturan
The more you earn, the more you pay tax, Pemerintah yang mengatur, dan dijalankan
demikian seharusnya yang adil. sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kemampuan membayar pajak dicerminkan Sedangkan informan yang lain
oleh penghasilan neto bukan penghasilan menyatakan belum mencerminkan asas
bruto. kepastian hukum atas perubahan peraturan
Ketidakadilan ini semakin terasa pemerintah terhadap pengusaha UMKM,
ketika wajib pajak harus membayar PPh disebabkan karena peraturan yang sering
meskipun menderita kerugian dan berubah, sulit dimengerti dan
kerugian tersebut tidak boleh membingungkan.
dikompensasikan ke tahun-tahun pajak Menurut Adam Smith kepastian
berikutnya. Penerapan PPh final dengan hukum lebih penting dari keadilan karena
tarif khusus di luar tarif umum secara apabila tanpa kepastian hukum
langsung telah membeda-bedakan pelaksanaan pemungutan pajak bisa
(diskriminasi) jenis atau sumber menjadi tidak adil. Perumusan dan makna
penghasilan untuk kepentingan pemajakan. ketentuan undang –undang pajak harus
Tarif pajak 1% dari omset memberikan kepastian tentang siapa-siapa
dikeluhkan oleh wajib pajak UMKM yang wajib membayar pajak, apa yang
karena dianggap memberatkan dan tidak menyebabkan subyek pajak itu harus
tepat sasaran, ketika penjualan turun atau membayar pajak, berapa pajak yang harus
ekonomi keadaan lesu masih dibebankan dibayar, dan bagaimana pajak terutang itu
dengan kewajiban membayar pajak. Atas harus dibayar (Mansury : 2002, 22-23).

39
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

Artinya, kepastian bukan hanya membuat laporan SPT Tahunan, dan


menyangkut kepastian mengenai subyek kurangnya sosialisasi dari pemerintah.
pajak (dan pengecualiaannya), obyek pajak Berdasarkan hasil wawancara di
(dan pengecualiaannya), dasar pengenaan atas maka dapat digambarkan bahwa
pajak serta besarnya tarif pajak, tetapi juga pemungutan PPh final 1% atas UMKM
mengenai prosedur pemenuhan administrasinya menjadi lebih sulit dan
kewajibannya, antara lain prosedur tidak efektif. Karena walaupun PPh nya
pembayaran dan pelaporan serta sudah dipotong final, perusahaan masih
pelaksanaan hak-hak perpajakannya. harus lapor SPT Tahunan yang rumit dan
Tanpa adanya prosedur yang jelas, maka sulit. Dari hasil wawancara tersebut di atas
wajib pajak akan sulit untuk menjalankan dapat disimpulkan bahwa pemungutan PPh
kewajiban serta haknya, dan bagi fiskus final 1% atas UMKM oleh pemerintah
akan kesulitan untuk mengawasi tidak mencerminkan azas kemudahan
pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dalam administrasi pajak.
dilakukan oleh wajib pajak juga dalam
melayani hak-hak wajib pajak (Rosdiana : e. Pemungutan Pajak Ditinjau dari Asas
2004,81). Kesederhanaan dalam Pemungutan
Pajak dan Peraturan Perpajakan
c. Asas Efisiensi/Ekonomi Menurut hasil wawancara yang
Menurut hasil wawancara yang didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
didapatkan, sejumlah wajib pajak yang menjadi informan dalam penelitian ini
menjadi informan dalam penelitian ini mayoritas informan menyatakan bahwa
mayoritas informan menyatakan bahwa sistem perpajakan dan peraturan
pemungutan PPh Final atas wajib pajak perundang-undangan yang sekarang ini
UMKM sebesar 1% dari omset tidak dibuat oleh pemerintah belum sederhana
efiisen karena memberatkan perusahaan, dan masih sulit dipahami, karena masih
menambah beban biaya perusahaan, 1% sering beda persepsi antara wajib pajak
dihitung dari peredaran bruto bukan dari dengan pihak pajak, pasal-pasalnya terlalu
penghitungan laba rugi perusahaan. banyak, dan jenis pajaknya banyak, hal ini
Berdasarkan hasil wawancara di atas dikarenakan kurangnya sosialisasi dari
maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara
pemungutan PPh final 1% atas UMKM di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tidak tepat dan tidak sesuai dengan asas sistem perpajakan dan peraturan
efisiensi/ekonomi karena memberatkan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah
wajib pajak dan penghitungan PPh Final saat ini belum mencerminkan azas
didasarkan atas peredaran bruto bukan kesederhanaan baik dalam hal pemungutan
berdasarkan laba rugi perusahaan. pajak maupun peraturan perpajakan.

d. Pemungutan Pajak dari Asas f. Pemungutan Pajak Ditinjau Dari Asas


Kemudahan Administrasi Kesenangan dalam Pembayaran Pajak
Menurut hasil wawancara yang (Convenience Of Payment)
didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
menjadi informan dalam penelitian ini Menurut hasil wawancara yang
mayoritas informan berpendapat bahwa didapatkan, sejumlah wajib pajak yang
pemungutan PPh Final atas UMKM menjadi informan dalam penelitian ini
sebesar 1% belum mencerminkan asas mayoritas informan menyatakan bahwa
kemudahan administrasi karena apabila keadaan ekonomi lesu dan omset
administrasinya menjadi lebih sulit dan penjualan perusahaan turun mayoritas
tidak efektif , perusahaan masih harus mereka berpendapat bahwa pengenaan
PPh final bagi UMKM tidak tepat. Karena

40
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

memberatkan perusahaan dan menjadi


beban perusahaan yang akan berdampak 1. Hendaknya pemerintah meninjau
terhadap kelangsungan usaha, perusahaan kembali tarif 1% yang dikenakan
akan bangkrut dan gulung tikar. kepada wajib pajak UMKM karena
Berdasarkan hasil wawancara di atas memberatkan, kurang tepat dan tidak
maka dapat disimpulkan bahwa adil, supaya mencerminkan rasa
pengenaan PPh final bagi UMKM ketika keadilan tarif pajak dihitung
keadaan ekonomi sedang lesu dan omset berdasarkan penghasilan neto bukan
penjualan turun tidak tepat dan tidak berdasarkan peredaran bruto.
mencerminkan asas kesenangan dalam 2. Pemerintah hendaknya menurunkan
pembayaran pajak (convenience of tarif pajak UMKM dan perlu ada
payment). kebijakan pajak khusus buat UMKM
misalnya adanya insentif pajak atau
Hambatan – hambatan yang dihadapi pembebasan pajak untuk kemajuan
pengusaha UMKM dalam pelaksanaan UMKM
penerapan PPh final 3. Peraturan perpajakan jangan sering
Menurut hasil wawancara yang berubah, supaya tidak membingungkan
didapatkan, semua wajib pajak yang wajib pajak.
menjadi informan dalam penelitian ini 4. Supaya efisien dan tidak memberatkan
menyatakan bahwa pelaksanaan tarif pajak UMKM dibuat tidak final,
penerapaan pemungutan PPh Final atas tarif pajak dikembalikan ke cara yang
wajib pajak UMKM masih banyak lama yaitu dihitung berdasarkan
menghadapi hambatan – hambatan di penghasilan neto menggunakan tarif
lapangandiantaranya adalah adanya pasal 17 dan pasal 31E Undang-Undang
tumpang tindih peraturan, hal ini PPh No 36 tahun 2008
dikarenakan karena sudah ada tarif pajak 5. Untuk memudahkan wajib pajak
khusus UMKM yaitu Psl 31E UU PPh . Pemerintah hendaknya membuat
Wajib pajak UMKM belum paham kebijakan peraturanperpajakan yang
teknis penghitungan, pembayaran dan sederhana, mudah dipahami dan
pelaporan PPh final. Hal ini dikarenakan dimengerti wajib pajak
kurangnya sosialisasi dan penyuluhan 6. Untuk memudahkan administrasi pajak
secara intensif dari Dirjen Pajak. Pemerintah hendaknya membuat aturan
Harus membuat Surat Keterangan prosedur sistem perpajakan yang tidak
Bebas dari kantor pajak yaitu SKB ps 22, rumit dan tidak menyulitkan wajib
atau ps 23 supaya tidak dipotong ganda, pajak
yaitu potongan dari perusahaan lawan 7. Untuk meningkatkan pemahaman wajib
transaksi sebesar 1,5% utk ps 22, dan 2% pajak Pemerintah perlu melakukan
utk ps 23 potongan ini tidak bisa sosialisasi terus menerus dan intensif
dikreditkan diakhir tahun dan potongan melakukan penyuluhan apabila ada
pajak final 1%. peraturan pajak yang baru.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh
pengusaha UMKM karena pajak dihitung
dari peredaran bruto bukan dari
penghasilan neto. Kesulitan keuangan,
sehingga sering terjadi keterlambatan DAFTAR PUSTAKA
dalam pembayaran pajak. PPh final
merugikan perusahaan yang sudah tertib Brotodihardjo, R, Santoso, 1991,
menyelenggarakan pembukuan. Pengantar Ilmu Hukum Pajak,
Bandung, Eresco
SARAN

41
JURNAL LENTERA AKUNTANSI Vol.2 No.1, Mei 2016 / ISSN 2339-2991

Lincoln, Yvonne S. Egon G. Guba, Republik Indonesia Peraturan Pemerintah


1984, Naturalistic Inquiry, No 46 Tahun 2013 Tentang Pajak
Beverly Hills, London, New Penghasilan Atas Pengusaha Yang
Delhi, Sage Publications Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Mansury, R, 1994, Panduan Konsep LAIN-LAIN


Utama Pajak Penghasilan
Indonesia Jilid 1 Jakarta, Bina Harian Kompas , 23 Februari 2015,
Rena Pariwara Usulan Penghapusan PPh Final
bagi UMKM
_______ 2002, Pajak Penghasilan
Lanjutan Pasca Reformasi 2000, Hukum Pajak dan Keadilan, Pidato
Jakarta, Bina Rena Pariwara Pengukuhan Mr Sindian Isa Djajadiningrat
sebagai Guru Besar Luar Biasa dalam
Monique Hennink, Inge Hutter, Ajay
mata kuliah Hukum Fiskal, pada Fakultas
Bailey, 2011, Qualitative Research
Methods Hukum dan Pengetahuan Kemasyarakatan
dan Fakultas Ekonomi Universitas
Neuman, W. Lawrence, 2003, Social Indonesia padatanggal 28 Mei 1960, NV
Research Methods Qualitative and Eresco Bandung,1965.
Quantitative Approaches, Boston
Pearson Education In

Rosdiana, Haula, 2004, Perpajakan, Teori


dan Kebijakan, Divisi Administrasi
Fiskal FISIP UI Jakarta

Siti Resmi, 2009, Perpajakan : Teori dan


Kasus, Salemba Empat, Jakarta

Smith, Adam, 2000, An Inquiry Into The


Nature and Cause Of The Wealth Of
Nations, New York, New York Press

DOKUMEN
Republik Indonesia, Undang –Undang
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang No


36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Ke Empat Atas Undang-undang No
7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan

42

Anda mungkin juga menyukai