Anda di halaman 1dari 8

Indikasi Pemeriksaan CT-Scan kepala

Pemeriksaan Ct-Scan kepala Dan MRI


CT-Scan kepala dan MRI digunakan untuk mengukur perubahan
parameter anatomis atau fisiologis akibat cedera kepala seperti perdarahan,
edema, cedera vaskular, dan tekanan intrakranial. Namun, untuk sebagian besar
kasus cedera kepala ringan, CT-Scan dan MRI seringkali tidak menunjukkan
kelainan. Pemeriksaan CT-scan kepala merupakan gold standard pada pasien
dengan cedera kepala. Berdasarkan gambaran CT- scan kepala dapat diketahui
adanya gambaran abnormal yang sering menyertai pasien cedera kepala. Pada
trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik
bentuk maupun ukurannya.
Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis didapatkan trauma kepala sedang dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
7. Mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
 Indikasi Ct-Scan menurut The Canadian CT Rule
Ct-Scan kepala hanya diperlukan untuk pasien cedera kepala ringan
dengan salah satu demuan ini.
- Kriteria resiko tinggi untuk dilakukan bedah saraf
a. GCS < dari 15 setelah 2 jam kejadian
b. Adanya tanda fraktur basis cranii hemotimpani, raccoon
eyes, rhinore/otorhe, battle’s sign
- Kriteria resiko sedang untuk terjadinya cedera kepala pada CT
a. Hilangnya kesadaran > 5 menit
b. Amnesia
c. Mekanisme menbahayakan ( tertabrak, terlempar, jatuh dari
ketinggian)
Hasil CT scan tersebut juga dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi
Marshall maupun secara tradisional. Menurut Marshall klasifikasi dari cedera
kepala yaitu dibedakan menjadi enam kategori. Sedangkan secara tradisional
dapat dibedakan berdasarkan fokal lesi yang didapatkan dari gambaran CT scan
yang dilakukan, yaitu dengan dijumpai adanya gambaran EDH, SDH, ICH
maupun SAH.

 (Georges A, Booker JG. Traumatic Brain Injury [Internet]. 2020 [cited


2020 Oct 12]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459300/
 Wijaya H, Prasetyo E. Kadar Protein MMP-9 dan Skor CT Marshall pada
Cedera Otak Akibat Trauma (COT) Risiko Tinggi: Efek Terapi
Hipotermia Ringan (HPTr). J Biomedik. 2018;10(1):30–3.

Indikasi Operasi EDH dan SDH


 Indikasi operasi EDH
a. Volume lebih dari 30cc
b. Pupil anisokor ipsilateral
c. Midiline shift lebih dari ½ cm
d. GCS turun 2 poin selama observasi
e. Pasien datang dengan GCS Kurang dari 9 (Cedera kepala
bera/koma)
 Indikasi Operasi SDH
- Ketebalan > 10mm dan midline shift > 5 mm
- Ketebalan < 10 mm, Midline shift < 5 mm desertai dengan:
a. Penurunan GCS lebih dari 2 poin
b. Pupil asimetris atau terfiksasi
c. Dilatasi TIK > 2o mmHg
Perbedaan ICH dan Kontusio
a. ICH lebih banyak perdarahan
b. Kontusio darahnya sedikit, edema tersebar sehingga menimbulkan
gambaran ct-scan “salt and pepper appearance”

Gambar Raccoon , Battle sign, Rhinorrhea dan Otorrhea

• Fraktur linear fosa di daerah basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau
posterior.
• CT scan: gambaran pneumoensefal.
• Diagnosis gejala klinis
- rinorea/otorea ( cairan LCS)
- raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital
- Battlesign: retroaurikular.
- Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII dan VIII.
(Skp AIDI. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. 2012;39(5):327–31.)

CT- Scan EDH dan SDH dengan indikasi operasi


1. Hematoma Epidural (EDH)
• Paling sering akibat robeknya arteri meningea media.
• Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak dan duramater.
• Gejala klinis: lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar
setelah kejadian trauma dengan penurunan kesadaran yang terjadi
kemudian. (<24 jam)
• Muntah proyektil, pupil anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat
herniasi unkal, hemiparesis, dan Babinski positif kontralateral lesi yang
terjadi terlambat.

Gambaran bikonveks pada CT-Scan


Gejala klinis hematoma epidural:
a. Lucid interval (+)
b. Late hemiparesis
c. Pupil anisokor
d. Refleks Babinski (+) satu sisi
e. Fraktur di daerah temporal
f. Defisit fokal
g. Nyeri kepala progresif
h. Kesadaran makin menurun

Indikasi Tindakan Operatif:


a. Volume hematoma > 30 cm3
b. Pergeseran midline shift > 0,5cm
c. GCS < 9
d. Pupil anisokor
(Skp AIDI. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. 2012;39(5):327–31.)

2. Hematoma Subdural (SDH)

• Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater


atau robeknya araknoidea.
• Perdarahan antara duramater dan araknoidea.
• SDH ada yang akut dan kronik
• Gejala klinis : nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil.
• Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS,
dan terjadi penurunan kesadaran

Gambaran CT-Scan: The crescent-shaped clot

Gejala klinis:
- nyeri kepala
- penurunan kesadaran
- defisit neurologis.

Indikasi Tindakan Operatif:


a. SDH > 1 cm pada titik paling tebal
b. Pergeseran midline shift > 0,5 cm
c. Penurunan GCS > 2 antara waktu kejadian hingga masuk RS
d. Pupil asimetris/ midriasis disertai hilangnya refleks cahaya dan/atau
TIK > 20 mmHg.
(Skp AIDI. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. 2012;39(5):327–31.)

3. Hematoma Intracerebral (ICH)


• Ruptur pembuluh darah di parenkim otak
• Pasien hilang kesadaran dan nyeri kepala berat jika pasien sadar
kembali
• Gejala dan tanda memburuk seiring waktu

Indikasi Tindakan Operatif:


• Penurunan fungsi neurologis yang signifikan
• Pergeseran midline shift > 0,5 cm
• GCS 6-8 disertai dengan kontusio pada lobus frontal dan temporal > 20
cm3
(Frost EAM. Color Atlas of Neurology. J Neurosurg Anesthesiol. 2016;28(1):78. )

Hukum Monroe-kellie doctrine


Tekanan perfusi serebral (CPP), tekanan darah yang mengalir ke otak,
biasanya cukup konstan karena autoregulasi, tetapi untuk tekanan arteri rata-rata
abnormal (MAP) atau ICP abnormal, tekanan perfusi otak dihitung dengan
mengurangi tekanan intrakranial dari mean. tekanan arteri: CPP = MAP - ICP.
Salah satu bahaya utama dari peningkatan TIK adalah dapat menyebabkan
iskemia dengan menurunkan CPP. Setelah ICP mendekati tingkat tekanan
sistemik rata-rata, perfusi serebral turun. Respon tubuh terhadap penurunan CPP
adalah dengan meningkatkan tekanan darah sistemik dan melebarkan pembuluh
darah otak . Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah otak, yang
meningkatkan TIK, menurunkan CPP lebih lanjut dan menyebabkan lingkaran
setan. Hal ini menyebabkan penurunan aliran otak dan perfusi secara luas, yang
pada akhirnya menyebabkan iskemia dan infark otak. Peningkatan tekanan darah
juga dapat membuat perdarahan intrakranial lebih cepat berdarah, juga
meningkatkan TIK.
TIK yang meningkat parah, jika disebabkan oleh lesi yang menempati
ruang unilateral (misalnya hematoma ) dapat menyebabkan pergeseran garis
tengah , gejala sisa yang berbahaya di mana otak bergerak ke satu sisi sebagai
akibat dari pembengkakan masif di belahan otak . Pergeseran garis tengah dapat
menekan ventrikel dan menyebabkan hidrosefalus .
Hipotesis Monro-Kellie Hubungan tekanan-volume antara ICP, volume
CSF, darah, dan jaringan otak, dan tekanan perfusi serebral (CPP) dikenal sebagai
doktrin atau hipotesis Monro-Kellie. Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa
kompartemen tengkorak tidak elastis dan volume di dalam tempurung kepala
tetap. Tengkorak dan konstituennya (darah, CSF, dan jaringan otak) menciptakan
keadaan kesetimbangan volume, sehingga setiap peningkatan volume salah satu
bagian tengkorak harus dikompensasi dengan penurunan volume yang lain.
Buffer utama untuk peningkatan volume termasuk CSF dan, pada tingkat
yang lebih rendah, volume darah. Buffer ini merespons peningkatan volume
konstituen intrakranial yang tersisa. Misalnya, peningkatan volume lesi (mis.,
Hematoma epidural) akan dikompensasi oleh perpindahan CSF dan darah vena ke
bawah.

Anda mungkin juga menyukai