Anda di halaman 1dari 15

Referat

MANAJEMEN DAN TATALAKSANA


TRAUMA THORAK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian /SMF Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Teuku Avicena (1807101030042)
Khaziatun Nur (1807101030059)
Ega Gusmela (2007501010021)
Heyza Damara Mutyara (2007501010014)
Sangapni Kirana Berampu (2007501010019)

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Manajemen
dan Tatalaksana Trauma Thorak”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Bedah RSUD
dr.Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya
dan ilmu kesehatan mata khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk referat ini.
Banda Aceh, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Anatomi .................................................................................................................
2.2 Definisi ...................................................................................................................
2.3 Epidemiologi ..........................................................................................................
2.4 Etiologi ...................................................................................................................
2.5 Patofisiologi............................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................................
2.7 Diagnosis Banding .................................................................................................
2.8 Diagnosis ..............................................................................................................
2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................................
2.10 Komplikasi .........................................................................................................
2.11 Prognosis ............................................................................................................
BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Cedera dada merupakan keadaan mengancam jiwa dimana terdapat lesi


kompleks pada thorax, gangguan respirasi, dapat menyebabkan hipoksemia dan
reaksi inflamasi pada organ tubuh terkait. 1 Tipe cedera pada dada bermacam-
macam, bergantung pada mekanisme cedera dan derajat keparahan cedera oleh
karena trauma yang terjadi. Cedera pada dada dapat mengenai dinding dada, paru,
mediastinum, dan diafragma. Cedera dada dapat mengakibatkan komplikasi
seperti pneumonia, pneumothorax, kontusio pulmonal, dan lesi vaskular.2
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi,
jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian 3,4 Kejadian trauma
dada terjadi sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi,
serta sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah sakit. 5 Beberapa
cedera dada yang dapat terjadi antara lain, tension pneumothoraks, pneumotoraks
terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade jantung 5,6,7. Kecelakaan kendaraan
bermotor paling sering menyebabkan terjadinya trauma pada toraks. Tingkat
morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua di
dunia pada tahun 2020 menurut WHO (World Health Organization)5.
Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan pada
kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawat daruratan yang
harus di berikan penanganan secepat mungkin untuk menghindari dari
kematian5,6,7,8,9,10. Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti dipopulasi,
dikarenakan pada literatur literatur, angka insidennya di masukan pada insiden
cedera dada atau trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh
pasien menderita trauma merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks 11.
Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala dari pneumotoraks
terdesak menyebabkan banyak penderita meninggal setelah atau dalam perjalanan
menuju ke rumah sakit8.
Penanganan pneumotoraks terdesak dapat dilakukan dengan bantuan hidup
dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan, sebelum mengirim pasien ke
pusat pelayanan medis terdekat, sehingga disini diperlukan pengatuhan untuk
identifikasi awal dari gejala pneuomotoraks terdesak, memberikan bantuan hidup
dasar, dan mengirimnya ke tempat pelayanan medis terdekat, untuk mengurangi
tingkat mobiditas dan mortalitas.5,6,10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum
adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga
toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru,
hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Tulang - tulang yang elastis dan
otot - otot pernapasan menyokong dan mengelilingi rongga toraks. Tiga dari
bagian ruangan kompartemen ditempati oleh dua buah paru - paru dengan lima
segmennya yang terhubung oleh struktur vaskuler kearah pusat kompartemen
kardiovaskuler. Sebagai tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru -
paru dan pharynk, dan beberapa saraf di dalam rongga toraks.12
Gambar. 1 Gambaran Anatomi Organ Visceral pada Rongga Dada anterior view 13

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir
dianterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang.
Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung,
paru-paru, hati dan Lien. 12

Gambar 2. Gambaran Anatomi Batas Tulang pada Dinding Toraks 13


Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior
disusun oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh tulang
costa ( masing – masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot – otot datar
yang membentang pada ruang intercosta antara tulang osta yang berdekatan,
menggerakkan kosta dan memberikan kekuatan pada ruang interkosta. Bagian
depan dibatasi oleh sternum yang terdiri dari manubrium sternum, body sternum
dan processus xiphoideus.12

2.2 Definisi

Trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang mengenai


dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada
pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun
trauma tajam. Trauma thoraks dapat meliputi kerusakan pada dinding dada,
vertebra thoracalis, jantng, paru-paru, aorta thoracalis dan pembuluh darah
besar.14,15

2.3 Epidemiologi

Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat


semakin tinggi. Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi
diiringi oleh peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks
secara langsung menyumbang 20% sampai 25% dari seluruh 4 kematian akibat
trauma, dan menghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di Amerika
16,17.
Serikat begitu pula pada negara berkembang. Di Amerika Serikat penyebab
paling umum dari cedera yang menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu
lintas, dimana kematian langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding
miokard atau aorta toraks. Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga
toraks. Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas
pada pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest
69%.16,17
Kematian dini (dalam 30 menit pertama sampai 3 jam) yang diakibatan
oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya disebabkan oleh tension
Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan jalan napas, dan perdarahan yang
tidak terkendali.16,17

2.4 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65%
dan trauma tajam 34.9 % .12,13Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
12,13
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar,
dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer.
Penyebab trauma toraks yang lain
adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam.12,13
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera.12,13

2.5 Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negatif
dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru - paru
selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda
dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu
dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding
dada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait. Rongga pleura
berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupun
udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru - paru
dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio,
laserasi, hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk jantung, aorta /
pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara
normal toraks bertanggungjawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmoner
dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh.
Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks.13
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien - pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung.
Pengobatan dari trauma Toraks bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis.12
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan
kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan
komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang
lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada
jantung.13,14
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan
sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung
kerusakan anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi
ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu
penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan
pembuluh darah.14

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : 12,13


1. nyeri dada, bertambah pada saat inspirasi
2. sesak nafas
3. pasien menahan dadanya dan bernafas pedek.
4. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
5. Dyspnea, takypnea
6. Takikardi
7. Hypotensi
8. Gelisah dan agitasi
9. sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.
Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan
berupa torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan emergensi perlu dilakukan
dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat.
Tindakan penyelamatan dini ini sangat penting artinya untuk prognosis pasien
dengan trauma toraks.

2.7 Diagnosis Banding


Adanya cairan di rongga pleura, seperti pada kondisi efusi pleura dan empiema,
merupakan diagnosis banding hemothorax.
 Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebih dan terdapat pada
rongga pleura yang diakibatkan oleh produksi yang berlebih serta
rendahnya absorpsi cairan pada paru-paru. Untuk membedakan efusi
pleura dan hemothorax dapat dilakukan analisis cairan pleura, bila terdapat
>50% hematokrit, maka dapat digolongkan sebagai hemothorax.
 Empiema
Empiema adalah kondisi di mana terdapat cairan purulent pada rongga
pleura. Hal ini umumnya dikaitkan dengan pneumonia, namun dapat juga
berupa komplikasi lanjutan dari 9 tindakan bedah thorax atau trauma pada
thorax. Untuk membedakan empiema dan hemothorax dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium.
 Tumor Mediastinum
Tumor mediastinum adalah tumor yang tumbuh di bagian mediastinum,
yaitu rongga di tengah dada yang terletak di antara tulang dada (sternum)
dan tulang belakang. Tumor mediastinum dapat terjadi siapa saja, baik
orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak.
 Mesothelioma
Mesothelioma adalah kanker yang menyerang mesothelium, yaitu jaringan
yang melapisi berbagai organ tubuh.
 Metastasis
Metastasis adalah penyebaran sel kanker dari satu organ atau jaringan
tubuh ke organ atau jaringan tubuh lainnya. Kondisi ini dapat terjadi di
mana saja, baik di daerah tempat kanker berasal atau jauh dari tempat awal
munculnya kanker. 18,19,20

2.8 Diagnosis

Diagnosis hemothorax ditegakkan jika ditemukan darah pada cavum


pleura. Pada anamnesis dapat ditanyakan mekanisme trauma, dan apabila bukan
disebabkan oleh trauma maka gali faktor risiko pasien. Rontgen thorax dalam
posisi erect adalah pemeriksaan penunjang pilihan dalam kasus cedera thorax.
a. Anamnesis
Pada pasien dengan suspek hemothorax, riwayat yang perlu dibedakan adalah
apakah penyebab hemothorax traumatik atau nontraumatik. Apabila pasien datang
dengan trauma, maka tanyakan mekanisme trauma, serta riwayat pembedahan
pada regio thorax sebelumnya. Apabila penyebab hemothorax dicurigai
nontraumatik maka tanyakan faktor risiko pasien.
Nyeri dada dan sesak merupakan gejala paling sering dikeluhkan pada
pasien hemothorax. Namun, bila darah yang terakumulasi di rongga pleura sangat
banyak, akan didapatkan gejala syok. 21,22
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada kasus hemothorax bervariasi tergantung
dari penyebabnya. Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik adalah
sering terlewatnya perdarahan apabila <500 ml pada regio sudut kostofrenikus,
terutama jika pasien diperiksa dalam posisi supinasi. Maka dari itu pemeriksaan
fisik pada pasien hemothorax sebaiknya dilakukan pada posisi duduk atau posisi
Trendelenburg.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan dyspnea dan tachypnea.
Kemudian pada auskultasi dapat terdengar suara napas ipsilateral atau redupnya
suara napas pada lobus bawah paru, dan pada perkusi akan terdengar dull. Apabila
terjadi syok, akan didapatkan hipotensi, takikardi, dan tanda gangguan perfusi
lainnya.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan multitrauma atau cedera thorax,
perlu ditentukan apakah terdapat jejas atau diskontinuitas tulang yang merupakan
faktor risiko hemothorax. 21,22

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sangat penting dalam diagnosis hemothorax,


karena dapat mengidentifikasi adanya darah di rongga pleura, serta membedakan
darah dengan udara ataupun cairan lain :
- Rontgen Thorax
Pemeriksaan rontgen thorax dalam posisi erect adalah pemeriksaan penunjang
inisial pilihan untuk evaluasi hemothorax. Namun, apabila pasien tidak bisa
diperiksa dengan posisi tegak, maka posisi supinasi boleh digunakan. Pada pasien
dengan hemothorax akan didapatkan gambaran lusensi yang membuat gambaran
tumpul pada sudut kostofrenikus. 21,22
Darah dalam jumlah yang sedikit, sulit diidentifikasi menggunakan
rontgen thorax karena terhalang oleh diafragma atau viscera abdomen. Selain itu,
rontgen posisi supinasi juga akan menyulitkan diagnosis karena darah akan
menyebar pada lapisan cavum pleura dan mungkin hanya muncul sebagai kabut
kecil yang samar. 20
- CT Scan

CT scan digunakan pada perdarahan yang sangat sedikit sehingga


gambaran rontgen thorax meragukan, atau pada keadaan dimana gambaran
rontgen thorax menunjukkan hemothorax persisten. Adanya hasil CT scan yang
menunjukkan cairan pada cavum pleura harus dianggap sebagai darah, sampai
terbukti bukan. 22,24
- USG
Dalam dekade terakhir, ultrasonografi (USG) umum digunakan pada
situasi gawat darurat sebagai alat diagnostik pertama di unit trauma. Kelebihan
dari ultrasonografi adalah dapat mendeteksi hemothorax lebih cepat dibandingkan
rontgen thorax maupun CT scan. Dilaporkan bahwa USG memiliki sensitivitas
92% dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi hemothorax. 20
Kekurangan dari USG adalah alat ini tidak dapat mendeteksi cedera yang
terkait dengan hemothorax yang dapat diidentifikasi melalui rontgen dan CT scan,
seperti adanya fraktur, pembesaran mediastinum, serta pneumothorax. 21

DAFTAR PUSTAKA

1. Bouzat, P., Raux, M., David, J.S., Tazarourte, K., Galinski, M., Desmettre, T.,
Garrigue, D., Ducros, L., Michelet, P., Freysz, M. and Savary, D., 2017.
Chest trauma: First 48 hours management. Anaesthesia Critical Care & Pain
Medicine, 36(2), pp.135-145.
2. Whizar-Lugo, V., Sauceda-Gastelum, A., Hernández-Armas, A., Garzón-
Garnica, F. and Granados-Gómez, M., 2015. Chest trauma: an overview. J
Anesth Crit Care Open Access, 3(1), p.00082.
3. American College Of Surgeons Committee On Trauma, Student Course
Manual 7th Edition : advanced Trauma Life Support for Doctors : Bab 5
Trauma Thoraks: 111- 127.
4. De jong W., Sjamsuhidajat R., Karnadihardja W. Prasetyono T.O, Rudiman
R. : Buku Ajar Ilmu Bedah; Bab 28: 498-513
5. Sharma A, Jindal P : Priciples of diagnosis and management of traumatic
pneumothorax. 2008 ; 34 – 40
6. Idress M.M, Ingleby A.M, Wali S.O : Evalution and Managemet of
Pneumothorax. Saudi Med J 2003; vol.24(5):447 – 452
7. Jain D.G, Gosari S.N, Jain D.D : Understanding and Managing Tension
Pneumothorax. JIACN 2008; 9(1) : 42 – 50
8. Anonim. Europan course trauma care thoracic trauma; available at
www.cdu.dc.med.unipi.it/ectc/ethoma.htm
9. Noppen M, Keukeleire T.D : Pneumothorax. Respiration 2008; 76 :121 – 127
10. Currie G.P, Alluri R, Christie G.L, Legge J.S : Pneumothorax : an update.
Post Med J 2007 ; 83 : 461- 465
11. Conn, A. Chest trauma. In E. Legome & L. Shockley (Eds.), Trauma: A
Comprehensive Emergency Medicine Approach (pp. 190-212). Cambridge:
Cambridge University Press. 2012.
12. Snell. R.S. Dinding Thorax.Dalam Anatomi Klinik Bagian Ke Satu. Jakarta:
EGC.2014
13. Netter,Frank H. Atlas Of Human Anatomy 25 th Edition. Jakarta: EGC.2014
14. Victor, Whizar. Chest Trauma: An Overview.Journal of Anesthesia and
Critical Care.2015
15. World Health Organization (WHO). Injuries and violence: the facts. Geneva,
Switzerland: WHO. 2010.
16. Lecky FE, Bouamra O, Woodford M, Alexandrescu R, O’Brien JO.
Epidemiology of polytrauma. In: Pape HC et al. (Eds.), Damage control
management in the polytrauma patient. Springer Sc. LLC. 2020, pp. 13-23.
17. McQueen KA, Hagberg C, McCunn M. The Global trauma burden and
anesthesia needs in low and middle income countries. Am Soc Anesth. 2014.
78(6): 16-19.
18. 16. Lecky FE, Bouamra O, Woodford M, Alexandrescu R, O’Brien JO.
Epidemiology of polytrauma. In: Pape HC et al. (Eds.), Damage control
management in the polytrauma patient. Springer Sc. LLC. 2020, pp. 13-23.
19. 17. McQueen KA, Hagberg C, McCunn M. The Global trauma burden and
anesthesia needs in low and middle income countries. Am Soc Anesth.
2014. 78(6): 16-19.
20. 18. Lecky FE, Bouamra O, Woodford M, Alexandrescu R, O’Brien JO.
Epidemiology of polytrauma. In: Pape HC et al. (Eds.), Damage control
management in the polytrauma patient. Springer Sc. LLC. 2016. pp. 13-23.
21. McQueen KA, Hagberg C, McCunn M. The Global trauma burden and
anesthesia needs in low and middle income countries. Am Soc Anesth. 2015.
78(6): 16-19.
22. Zreik, N. H., Francis, I., Ray, A., Rogers, B. A., & Ricketts, D. M. Blunt
chest trauma: bony injury in the thorax. British Journal of Hospital Medicine.
2016. 77(2), 72–77.
23. Bouzat, P., Raux, M., David, J. S., Tazarourte, K., Galinski, M., Desmettre,
T,. Vardon, F. Chest trauma: First 48 hours management. Anaesthesia
Critical Care & Pain Medicine. 2017. 36(2), 135–145.
24. Ludwig C, Koryllos A. Management of chest trauma. J Thorac Dis. 2017.
9(Suppl 3): S172-S177.
25.

Anda mungkin juga menyukai