LATAR BELAKANG
Sumber informasi yang digunakan pihak-pihak eksternal atau investor dalam mengukur, menilai,
dan menganalisis kinerja perusahaan salah satunya adalah laporan keuangan. Laporan keuangan
merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-
transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan keuangan terdiri dari
neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. Laporan keuangan
merupakan bentuk tanggungjawab pihak manajemen perusahaan atas apa yang telah dilakukan.
Informasi laba merupakan perhatian utama dalam mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu
bisnis dalam mencapai tujuan operasional yang telah ditentukan (Sadalia dkk., 2017) atau
besarnya laba yang dihasilkan perusahaan juga merupakan salah satu pengukuran yang
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen. Hal ini memicu manajer untuk melakukan
perilaku menyimpang yang dikenal sebagai manajemen laba. Informasi laba juga sering menjadi
sasaran atau target rekayasa manajemen untuk mementingkan kepentingan pribadinya dan hal
tersebut dapat merugikan pemegang saham atau investor (Yudiastuti & Wirasedana, 2018).
Adanya Manajemen laba merupakan usaha manajer yang disengaja untuk memanipulasi laporan
keuangan dalam batasan-batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dengan
tujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan keuangan untuk
kepentingan manajer (Amarjit Gill dkk., 2013). Adanya asimetri informasi dan kecenderungan
dari pihak eksternal(investor) untuk lebih memperhatikan informasi laba sebagai parameter
kinerja perusahaan, akan mendorong manajemen untuk melakukan manipulasi dalam
menunjukkan informasi laba (Agustia, 2013).
Manajemen laba terjadi pada saat perusahaan berada pada titik kritis. Ketika laba perusahaan
turun, perusahaan melakukan manajemen laba yang menaikkan laba (income increasing). Ketika
perusahaan akan melaporkan pajak, perusahaan akan melakukan manajemen laba yang
menurunkan laba (income decreasing) agar pajak yang dibayarkan tidak terlalu besar (Sri
Hastuti,2011).
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) No.1, tujuan laporan keuangan adalah untuk
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan, arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi serta menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber
daya yang dipercayakan kepadanya. Informasi laba yang terdapat dalam laporan keuangan
merupakan perhatian utama untuk menilai kinerja atau pertanggungjawaban manajemen kepada
pihak eksternal. Selain itu informasi laba dalam laporan keuangan juga membantu pemilik atau
pihak ekternal dalam menilai earnings power perusahaan dimasa yang akan datang.
Setiap perusahaan membutuhkan tambahan dana dari pihak luar perusahaan untuk kelangsungan
hidup perusahaan tersebut. Oleh karena itu munculah persaingan yang ketat antar perusahaan
untuk tetap bertahan dan mampu bersaing serta dapat menarik investor yang akan memberikan
dana. Dalam hal itu perusahaan diwajibkan menunjukkan kinerja yang baik dan sehat dengan
memberikan informasi yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Selain itu menghindari
cara–cara menciptakan keuntungan sesaat dan lebih mengutamakan kelangsungan hidup
perusahaan serta kepentingan para pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan.
Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan
tindakan creative accounting atau manajemen laba menurut (scoot 2003).
1. Motivasi Bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus
sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan.
Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih
besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus
yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.
Kinerja manajer salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja
berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan
performa terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen
laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.
2. Motivasi Utang
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham untuk kepentingan ekspansi
perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam
hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaan, tentunya
manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh hasil
maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan
performa yang baik dari laporan keuangannya pun seringkali muncul.
3. Motivasi Pajak
Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan selalu untuk
kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi
oleh perusahaan yang belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan
dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai yang
sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif melakukan tindakan
manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa
melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan.
Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun sudah go
public.Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran saham perdananya ke publik
atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan
modal usaha dari calon investor. Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk
kelanjutan dan ekspansi usahanya.
Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau chief
executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak
kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun
terakhir ia menjabat. Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh
bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya.
6. Motivasi Politis
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh
masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis semisal perminyakan, gas, listrik, dan
air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung
menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak
terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi diberikan.
Laba menjadi penting karena digunakan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan, selain itu laporan laba rugi merupakansalah Satu jenis laporan keuangan tetapi
informasinya terlihat lebih penting bila dibandingkan dengan informasi dalam neraca
karena laporan laba rugi merefleksikan kinerja perusahaan yang baik atau buruk
(Aprilia, 2010). Pada kondisi ini, sangat mungkin apabila manajer memiliki informasi
tentang
perusahaan yang lebih banyak jika dibandingkan para pemegang saham atau invenstor
sehingga dapat terjadi asimetri informasi (informasi asymetry). Asimetri informasi antara pihak
manajemen (agent) dan pemilik perusahaan (principal) akan memberikan keleluasaan dan
kesempatan kepada pihak manajemen atau manajer melakukan rekayasa yang disebut
dengan istilah rekayasa laba atau manajemen laba (earnings management) (Richardson, 1998).
Manajemen laba adalahperilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam
menghadapi kontrak kompensasi, kontrak uang, dan political cost (Armando, 2011).
Manajeman Laba (earnings management) adalah tindakan manajemen untuk memilih kebijakan
akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan atau nilai
pasar perusahaan (Scott, 2003).
Fenomena manajemen laba akhir-akhir ini menjadi fenemona yang umum terjadi di
perusahaan. Beberapa kasus seperti PT. Indosat, PT. Kimia Farma, dan Bank Lippo Tbk
terindikasi bahwa dalam operasional perusahaan, manajemen melakukan manajemen laba
(Jantu, 2010). Manajemen termotivasi melakukan manajemen laba dikarenakanadanya
keyakinan akan menerima imbalan atas tindakan atau upaya yang dilakukan.Beberapa
penelitian sebelumnya memberikan bukti yang mendukung bahwa manajemen laba terjadi
karena berbagai motivasi. Kegiatan manajemen laba riil dimulai dari praktik operasional yang
normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan untuk menyesatkan setidaknya
beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi
dalam operasi normal. (Roychowdhury, 2006).
Leverage merupakan tingkat sekuritas dengan utang digunakan dalam struktur modal sebuah
perusahaan. Leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan
dibiayai oleh hutang (Riyanto, 1995). Herawaty dan Baridwan (2007) Percepatan jatuh tempo,
peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang merupakan akibat yang dapat
terjadi apabila perusahaan melanggar kontrak hutang. Hutang dapat meningkatkan manajemen
laba saat perusahaan ingin mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian hutang dan
meningkatkan posisi tawar perusahaan selama negosiasi hutang (Klein, 2002).
Leverage menunjukan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayaioleh hutang. Leverage
diukur dengan cara perbandingan total utang dengan total aset. Menurut Van Horn (1997)
Financial Leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan
harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetap,
sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang memiliki utang besar,
memiliki kecenderungan melanggar perjanjian utang jika dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki utang lebih kecil (Mardiyah, 2002). Apabila, semakin besar kewajiban yang
menjadikan manajemen perusahaan menjadi sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan
ke depan.
Perusahaan yang melanggar utang secara potensial menghadapi berbagai kemungkinan seperti,
kemungkinan percepatan jatuh tempo, peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa
utang menurut Herawaty dan Baridwan (2007). Penelitian yang menghubungkan utang dengan
manajemen laba biasanya menggunakan proksi leverage (Widyaningdyah, 2001). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh leverage terhadap manajemen laba, serta untuk
mengetahui bagaimana peranan corporate governance dalam meminimalkan praktik manajemen
laba.
Strartegi bisnis merupakan wewenag dari pihak manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan
yang dikelolanya yaitu memaksimalkan laba agar kinerjanya dinilai baik oleh pihak yang
memberikan kepercayaan untuk mengelola modal yang telah ditanamakan dalam perusahaan
yang dikelola. Menurut www.business-case-analysis.com strategi bisnis adalah rencana kerja
sebuah perusahaan untuk mencaapai visinya, bersaing dengan sukses dan mengoptimalkan
kinerja keuangan dengan model bisnisnya tersebut,namun terkadang strategi bisnis ini beberapa
merugikan beberapa pihak terlebih pihak yang memiliki hak dalam sebuah perusahaan dalam
rangka penyertaan modal yang dilakukannya. Di hamper sluruh negara di dunia sat ini tengah
dilanda wabah pandemic covid 19 yang asalnya dari provinsi wuhan china dan menyebar secara
masiv keseluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia.
Banyak masyarakat yang panik akan wabah pandemik ini dan ditambah dengan adanya
kebijakan beberapa pejabat daerah untuk memberlakukan lockdown atau pengurangan aktivitas
diluar rumah, masyarakat menjadi panik dan beberapa dari mereka melakukan tindakan
pembelian kebutuhan sehari-hari dengan dalih untuk menyetok persediaan selama masa
lockdown, namun ada sebagian pelaku bisnis yang melakukan tindakan yang tidak terpuji dalam
kesemptan ini, yaitu membeli dalam jumlah banyak barang untuk dijual kembali dengan harga
lenih tinggi karena langkanya barang dan permintaan akan barang tersebut tinggi bahkan sangat
urgensi.
Perusahaan jasa energi PT Elnusa Tbk (ELSA) berupaya meningkatkan lagi performa
keuangannya di tahun ini. Manajemen perusahaan yakin bisa meraih pendapatan hingga Rp 9
triliun pada tahun 2020, dipastikan akan lebih gencar dalam mencari kontrak-kontrak baru. Pada
tahun-tahun lalu, ELSA fokus pada pemberian layanan atau jasa energi kepada
pelanggan.Namun, sejak 2019 lalu, ELSA telah melakukan penjajakan usaha baru yang lebih
berbasis aset. Salah satu contoh penjajakan usaha baru yang dimaksud adalah pembelian depot
LPG di Amurang, Sulawesi Utara. Manajemen ELSA telah menyiapkan belanja modal
atau capital expenditure (capex) senilai Rp 1,4 triliun di tahun ini. Penggunaan capex tersebut
untuk investasi yang mendukung pertumbuhan kinerja. ELSA berupaya menangkap peluang
rencana pemerintah yang meningkatkan target produksi siap jadi atau lifting minyak sebesar
755.000 bopd dan lifting gas 1.250 barel setara minyak per hari pada tahun ini.
BAB II
A. Kajian Teori
1. Agency Theory
Grand theory yang mendasari penelitian ini adalah teori keagenan. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa hubungan keagenanadalah sebuah kontrak antara manager (agent) dan
investor (principals). Bodroastuti (2009), menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan teori
yang menjelaskan tentang adanya pemisahan kepentingan antara pemilik perusahaan (principals)
dan pengelola perusahaan (agent). Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang profesional yang paham dalam
menjalankan bisnis karena tujuan dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan ialah
agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang
seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh orang-orang profesional tersebut
(Mathius, 2016). Tugas dari pemilik perusahaan (pemegang saham) ialah melakukan
pengawasan serta memastikan bahwa para agen tersebut bekerja demi kepentingan perusahaan
dengan memberikan kompensasi (insentif) atas jasa yang telah diberikan sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dan perkembangan perusahaan yang semakin besar,
dapat
memunculkan konflik kepentingan antara prinsipal (pemilik perusahaan) dan agen (pengelola
perusahaan) karena masing masing dari kedua belah pihak berusaha untuk mencapai serta
mempertahankan tingkat kemakmuran yang diinginkan. Adanya perbedaan kepentingan tersebut
(conflict of interest) dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan yang diputuskan manajemen
selaku pengelola perusahaan (Pratiwi, 2013). Konflik kepentingan ini merupakan masalah
keagenan (agency problem) yang muncul akibat adanya asimetri informasi antara prinsipal dan
agen. Pengelola perusahaan tentu lebih banyak mengetahui informasi perusahaan (informasi
internal maupun prospek perusahaan) daripada pemilik perusahaan sehingga manajer seharusnya
bertanggungjawab memberikan semua informasi tersebut kepada prinsipal melalui
pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Namun, pada kenyataannya manajer terkadang
tidak mengungkapakan seluruh informasi akuntansi tersebut dengan mencerminkan keadaan
yang sebenarnya karena munculnya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen tersebut
(Pratiwi, 2013).
Seacara jelas penelitian sebelumnya mempertimbangkan bagaimana faktor institusional seperti
corporate governance mungkin bisa menghalangi terjadinya manajemen laba. Beberapa fokus
penelitian pada kekeliruan atau kesalahan manajemen melalui faktor internal atau eksternal
mekanisme pengelolaaan seperti kompensasi dan struktur kepemilikan modal yang bisa
mengurangi manajemen laba (Jaggi, 1975; Jensen, 1993; Saudagaran and Diga, 1997; Eisenberg
et al., 1998; Wei et al., 2013).
2. Strategi bisnis
Penelitian ini menggunakan rerangka strategi bisnis Porter (1985) menjabarkan bahwa
perusahaan yang mengimplementasikan strategi bisnis dengan strategi kepemimpinan biaya,
diferensiasi dan fokus dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Meningkatkan
keunggulan kompetitif perusahaan dapat diartikan kondisi bahwa diperbolehkan sebuah
perusahaan untuk menghasilakn barang dan jasa yang nilainya sama pada harga yang lebih
rendah atau lebih sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan.
Porter (1985) berpendapat bahwa sebuah perusahaan harus memilih antara berkompetisi sebagai
produsen berbiaya paling rendah dalam industri masing-masing (cost leadership strategy) atau
berkompetisi dengan cara menghasilkan produk yang unik dalam konteks kualitas, karakteristik
fisik, atau layanan khusus (product differentiation strategy). Porter (1996) menekankan bahwa
esensi strategi bisnis sebuah perusahaan adalah kemampuannya untuk secara sengaja memilih
serangkaian aktivitas yang akan menghasilkan nilai yang unik bagi para pelanggannya.
Klasifikasi strategi bisnis yang dibuat oleh Porter (1985), baik cost leadership maupun product
differentiation dianggap oleh banyak pakar secara konsep valid dan secara akademik well-
accepted (Dess dan Davis 1984; Hambrick 1983). Penelitian terdahulu yang menggunakan
klasifikasi seperti ini antara lain Chenhall dan Langfield-Smith (1998), Govindarajan dan Fisher
(1990) dan Govindarajan (1988).
3. Financial Leverage
Godfrey, et al (2010: 508) menyatakan bahwa leverage adalah “the use of debt to
finance an entity, often measured as the amount of debt to equity or as the amount of liabilities to
assets”. Leverage menunjukkan penggunaan hutang untuk membiayai investasi dan asset yang
dimiliki oleh perusahaan. Leverage dapat diartikan sebagai gambaran kemampuan perusahaan
untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat
penghasilan bagi pemilik perusahaan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah asosiatif kausal dengan pendekatan kuantitatif.
Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel memengaruhi
variabel lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh strategi bisnis, financial
leverage, dapat mempengaruhi manajemen laba riil apabila dimoderasi oleh corporate
governance.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2014-2018 dan termasuk dalam corporate governance perception index
(CGPI) selain perusahaan non keuangan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 167
perusahaan manufaktur. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive
sampling, artinya sampel dipilih berdasarkan pertimbangan subjektif penelitian dimana
persyaratan yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi sebagai sampel. Adapun kriteria
sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang termasuk di CGPI tahun 2014-2018.
2. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek dari tahun 2014-2018
3. Perusahaan yang tidak memiliki data lengkap terkait dengan variabel penelitian.
4. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan menggunakan mata uang
rupiah.
Dari kriteria yang telah ditetapkan, terdapat 101 perusahaan manufaktur yang menjadi
sampel dalam penelitian ini. Berikut rangkuman kriteria pemilihan sampel penelitian:
Tabel 2
Keterangan Jumlah
Perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek 167
Indonesia tahun 2014-2018
Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki data (54)
lengkap terkait dengan variabel penelitian
Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan (12)
keuangan menggunakan mata uang rupiah
Total perusahaan sampel (per tahun) 101
Total perusahaan sampel (2014-2018) 505
(Sumber: www.idx.co.id, data diolah)
Berdasarkan kriteria pengambilan sampel diatas, maka diperoleh sampel penelitian
sebanyak 101 perusahaan pertahun atau 505 sampel untuk 5 tahun pengamatan. Rincian
perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
Keterangan:
ACC : Akrual
α : Nilai konstanta
|Ut| =∝ + 𝛽Xt + vt
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan ketentuan jika nilai signifikansi korelasi >
0,05, maka tidak terdapat heteroskedasitisitas. Sebaliknya, jika nilai signifikansi korelasi <
0,05, maka terdapat heteroskedasitisitas (Ghozali, 2016:138).
4. Uji Model
a. Uji koefesien atau determinasi (Adjusted R2)
Uji koefesien atau determinasi ini digunakan untuk menguji goodness-fit dari model
regresi yang digunakan pada penelitian. Pengujian ini dilakukan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen maka dapat dilihat
dari nilai adjusted R2. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1. Apabila R 2 = 0,
maka tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan jika
R2 = 1, maka terdapat suatu hubungan yang sempurna.
b. Uji F
Uji F dilakukan untuk menguji apakah model yang digunakan dalam penelitian
bersifat signifikan atau tidak, sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah model tersebut
digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Hipotesis untuk uji F adalah: a) H0: ß = 0, berarti model regresi tidak layak. b)
H1: ß ≠ 0, berarti model regresi layak.
Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan pada Uji F ini adalah: a)
Apabila nilai probabilitas F>0,05, H0 diterima, H1 ditolak. b) Apabila nilai probabilitas
F=0,05, H0 ditolak, H1 diterima.
5. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan menggunakan regresi linear bergnda untuk menguji pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengguanakan uji statistik t. Uji
statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2016:97). Langkah-langkah uji t:
a. Menentukan formulasi hipotesis
Hipotesis model penelitian untuk menguji pengaruh perubahan pendapatan terhadap
prediksi akrual sebagai berikut:
1) H0 : ß = 0, artinya variabel independen (perubahan pendapatan) tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen yaitu prediksi akrual.
2) H1 : ß ≠ 0, artinya variabel independen (perubahan pendapatan) berpengaruh terhadap
variabel dependen yaitu prediksi akrual.
b. Kriteria pengambilan keputusan
1) Apabila nilai signifikansi t > 0,05, H0 diterima, H1 ditolak.
2) Apabilai nilai signifikansi t = 0,05, H0 ditolak, H1 diterima.
G. Definisi Operasional
1. Akrual
Akrual adalah suatu metode akuntansi di mana penerimaan dan pengeluaran diakui atau
dicatat ketika transaksi terjadi, bukan ketika uang kas untuk transkasi-transaksi tersebut
diterima atau dibayarkan.
2. Perubahan Pendapatan
Perubahan pendapatan adalah fluktuasi arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva
sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban selama satu periode dari pengiriman atau
produksi barang, penyediaan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau
sentral entitas yang sedang berlangsung.
3. Siklus Kas Operasi
Siklus kas operasi adalah jumlah atau putaran waktu yang dibutuhkan oleh kas dari
pengeluaran kas tunai untuk pembelian persediaan hingga penerimaan kas tunai dari
penjualan persediaan tersebut. Siklus kas operasi (sebagai bagian dari setahun) sebagai
piutang rata-rata dibagi dengan pendapatan bersih ditambah persediaan rata-rata dibagi
dengan harga pokok penjualan dikurangi hutang rata-rata dibagi dengan pembelian.