Laporan Pendahuluan Angina Pektoris
Laporan Pendahuluan Angina Pektoris
A. DEFINISI
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke
sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2015).
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien
mendapat serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat
di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut
biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera
hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2016).
Kadang-kadang keluhannya dapat berupa cepat capai, sesak nafas
pada saat aktivitas, yang disebabkan oleh gangguan fungsi akibat ischemia
miokard. Penyakit angina pektoris ini juga disebut sebagai penyakit
kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh
koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada
saat kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus karena aktifitas fisik
atau mental.
B. ANATOMI FISIOLOGI
C. ETIOLOGI
Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan
oksigen yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja,
makan, atau saat sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami
penambahan beban kerja, tetapi supplai oksigen yang diterima sedikit,
maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah
diperlukan oleh sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya.
Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk sel miokard ini, telah
terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran koroner menjadi
meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu diastole pada
saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada
jantung adalah :
1. Denyut Jantung
Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap
menitnya akan bertambah.
2. Kontraktilitas
D. PATOFISIOLOGI
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya
iskemia miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard
berkurang. Aliran darah berkurang karena penyempitan pembuluh darah
koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis
atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan
spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di
intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan
mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan
dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena
timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh
darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut,
selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. P
ada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih
cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi
tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada
waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat
beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang
sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak
dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen,
dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien
dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina
pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai
oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses
vasokontriksi
Jantung kekurangan O2
Defisiensi
pengetahuan
G. KOMPLIKASI
1. Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi
karena terdapat stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh
proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu
pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi atas beberapa
tingkatan :
a. Selalu timbul sesudah latihan berat.
b. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
c. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
d. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus
dilakukan EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari
penderita dengan angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST
I. PENATALAKSANAAN
Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :
1. Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian
meningkatkan kuantitas hidup.
J. PENCEGAHAN
1. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman beralkohol
2. Olaraga secara teratur, dan jaga berat badan ideal
3. Perbaiki pola makan, dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak
dan garam
4. Mengelola stres dengan cara yang positif
A. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik, antara lain :
a. Airway
1. Lidah jatuh kebelakang
2. Benda asing/ darah pada rongga mulut
3. Adanya sekret
b. Breathing
1. pasien sesak nafas dan cepat letih
2. Pernafasan Kusmaul
c. Circulation
1. TD meningkat
2. Nadi kuat
3. Disritmia
4. Adanya peningkatan JVP
5. Capillary refill > 2 detik
6. Akral dingin
d. Disability : pemeriksaan neurologis, GCS menurun
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap
suara, berespon terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,
tidak bersespon terhadap nyeri
B. PEMERISAAN FISIK
1. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Periksa seluruh dada untuk mencari adanya jaringan parut dan
lesi. Melihat bentuk, pola nafas dalam (kecepatan dan kedalaman
pernapasan), gerakan dinding dada sewaktu bernapas dalam istirahat
.Pada klien dengan abses biasanya akan mengalami pernapasan cepat.
Palpasi : Untuk menilai posisi mediastinum, pengembangan dada, dan
peraba vomitus vocal.
Perkusi : Tujuannya adalah mengetuk dada dengan metode aku serta
mendengarkan dan merasakan bunyi yang dihasilkan titik paru normal
bunyinya Sonor.
Auskultasi : Yaitu teknik mendengarkan suara pada dinding thorax
menggunakan stetoscope. Suara napas normal yang dihasilkan
2. Sistem Pencernaan
Pada abses submandibular biasanya didapatkan tanda-tanda infeksi
( rubor, kalor, dolor, tumor, fungtiolaesa) disekitar submandibular,
maksila, bibir, dapat juga menyebar ke pipi, tergantung berat infeksi.
Klien akan mengeluh nyeri rahang bagian belakang, sulit membuka
mulut dan mengunyah.
3. Sistem Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan TTV dapat ditemukan hipertensi maupun hipotensi,
takikardi, keadaan klien lemah karena anemia mungkin terjadi
Inspeksi : Melihat adanya clubbing finger, keadaan kuku
(diskolorasi biru jika aliran darah perifer terganggu), anemis pada
kojungtiva, dan iktus cordis.
Palpasi : Menghitung kecepatan nadi dinyatakan dalam “denyut
per menit”, meraba iktus cordis pada ICS 5 di linea media
clavicular kiri.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Penurunan curah jantung berhubungan gangguan kontraksi
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
4. Defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber
pengetahuan
1. Nyeri NOC: 1.
Gelisah
Intoleransi aktivitas
4. Ringan 5. Tidak
INTERVENSI KEPERAWATAN
3. Ansietas NOC: 1.
Pusing
Penurunan produktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
Sumber informasi
terpercaya terkait penyakit
Corwin, EJ. 2017. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius