Disusun Oleh :
Priska Andaki
20014104012
A. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi
oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering
ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki
lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4
tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi
pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel
T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan
didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun
(Landier, 2001)
ALL adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan biasanya
berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).
B. KLASIFIKASI
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat,
tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya
dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan
durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah
satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan
penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat
dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang
berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan
(40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi.berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan
sel darah merah yang amat kurang.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL.
4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang
yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui
juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA .
D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel
batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada
kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.
Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang
tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai
dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis,
demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang
biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari
sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem
pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom
thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi
tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare,
2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm 3 darah. Demam dan
2. Infeksi
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
kemoterapi.
sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum
tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama
beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali
muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali
sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul
di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2
getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit.
Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang
hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan Kemoterapi
a. Melalui mulut
Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian besar sel-
sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
6. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis,
terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk
7. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah
mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau
leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya
harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
memadai.
9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
11. Sitostatika.
12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara
ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
Cara pengobatan :
a. Induksi
obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
d. Reinduksi
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14
hari.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
Nani, 2003)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
6. PT/PTT : memanjang
mielomonositik.
12. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun, demam
(jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat
badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan
dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko Saat
hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa.
Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih
sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan
akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan
fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil
dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas
secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang
terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan
seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang dialami
anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial
keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang
ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak melihat
orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka
makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan
sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan
berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa
dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena
kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga.
Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi
yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran
urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang
disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat
BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas,
tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat
(takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh hiperviskositas
darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada atau tidaknya
karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala
tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf
otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot
bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,
ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis,
ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala
hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi dan TTV dbn.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan
2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi
mencuci tangan sebelum selanjutnya
menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada
3. Berikan periode istirahat tanpa organisme infektif
gangguan 3. menambah energi untuk
4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler
pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau
ketentuan mengobati infeksi khusus
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses
dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan:
Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang
2. Berikan cairan oral dan akan dilakukan
parinteral 2. Sebagai upaya untuk mengatasi
3. Pantau intake dan output cairan yang keluar
4. Kolaborasi Pemberian obat 3. Dapat mengetahui keseimbangan
anti diare cairan
4. Menghentikan diare
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, malaise, mual
dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Dorong masukan nutrisi dengan Mempertahankan asupan nutrisi
jumlah sedikit tapi sering 1. Karena jumlah yang kecil biasanya
2. Timbang berat badan pasien ditoleransi dengan baik
3. Kolaborasi dengan tim 2. Membantu dalam mengidentifikasi
kesehatan dalam pemberian malnutrisi protein kalori.
nutrisi 3. Membantu proses penyembuhan
dalam kebutuhan nutrisi
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika Jakarta
Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives. Oncol
Nurs Forum.
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis : 737099
Nama Klien : An. F.
Tempat/tanggal lahir : Palu, 11-03-2015
Umur : 6 Tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Bahasa yang dimengerti : Bahasa Indonesia.
Orang tua/wali
Nama Ibu : Ny. J
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat Ibu : Besusu Timur, Palu.
B. KELUHAN UTAMA
Demam
b. Tempat ANC
Ibu pasien mengatakan biasanya ibu memeriksakan kehamilannya di
puskesmas dan rajin mengikuti posyandu.
2. Perinatal
a. Tindakan persalinan
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan secara Sectio Sesarea.
b. Tempat bersalin
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan di Rumah Sakit Palu.
c. Obat-obatan
Ibu pasien mengatakan saat itu hanya minum obat antibiotik dari dokter di
rumah sakit saat itu.
3. Postnatal
a. Kondisi kesehatan
Ibu pasien mengatakan kondisi kesehatan ibu dan bayi keduanya dalam
keadaan sehat. Ibu pasien mengatakan BBL : 3.500 gr PB : 50 cm. Ibu
pasien mengatakan pernah mendapatkan imunisasi TT dan pada An. R.A
imunisasi sudah lengkap diberikan dari 0 bulan sampai 1 tahun, An.F.L juga
mendapatkan imunisasi lengkap
E. RIWAYAT KELUARGA
Ibu pasien mengatakan tidak ada yang anggota keluarga memiliki riwayat penyakit
kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, dan asam urat. Dan juga tidaka ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
F. RIWAYAT SOSIAL
Saat dilakukan pengkajian yang mengasuh dan menjaga pasien saat di RS adalah
ibunya dan ayahnya. Hubungan mereka dan anaknya sangat baik, saling menyayangi
dan mereka selalu memberi semangat kepada anaknya untuk melawan sakitnya.
Ibunya mengatakan sangat menyayangi anaknya begitupun juga ayahnya. Keluarga
mengatakan sebelum sakit pasien bermain dilingkungan sekitar rumahnya dengan
teman-teman sebayanya. Bahkan sebelum pasien didiagnosa penyakit ALL orang
tua sudah mendaftarkan anaknya untuk masuk SD
2. Nutrisi
Keluarga pasien mengatakan saat ini pasien mengalami penurunan nafsu makan,
dimana pasien makan 3x/hari dan tapi tidak dapat menghabiskan porsi
makannya. Pasien makan makanan dari rumah sakit.
3. Cairan
Ibu pasien mengatakan pasien minum sekitar 2 botol air mineral sedang dalam
sehari dan pasien juga masih minum susu yang disediakan oleh rumah sakit
dengan menggunakan dot susunya.
4. Aktivitas
Keluarga pasien mengatakan pasien masih nampak lemah, aktivitas masih
terbatas. Pasien dapat duduk sendiri diatas tempat tidur akan tetapi tetap dalam
pendampingan keluarga.
6. Eliminasi
Keluarga mengatakan BAK normal tidak ada nyeri saat BAK, warna kencing
kuning keruh.Sebelumnya pasien mengalami kesulitan dalam BAB. Saat dikaji
BAB sudah kembali normal dengan konsistensi lembek warna kecoklatan dan
frekuensi 1 kali dalam sehari.
7. Pola hubungan
Keluarga mengatakan pasien anak yang periang dan cerewet memiliki banyak
teman-temannya. Pasien cepat akrab dan bermain dengan perawat-perawat yang
ada di ruangan. Pasien sangat aktif dalam berinteraksi dengan orang sekitar baik
dokter, perawat , mahasiswa pratik, atau bahkan teman-temannya yang sedang di
rawat
9. Nilai
a. Perkembangan moral anak dan perilaku anak
Keluarga mengatakan keseharian pasien anak yang baik,pintar dan cepat
akrab dengan orang lain. Keluarga mengatakan pasien belum sekolah. Akan
tetapi pasien sudah dapat menggambar hewan, buah-buahan, meskipun
belum sesempurna gambar aslinya. Keluarga pasien mengatakan beragama
islam. Dan sebelum sakit pasien sudah tahu sholat dan sembayang dan
sampai saat di rumah sakit keluarga terus mengajarkan untuk selalu
sholat,serta baca doa
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran : Pasien sadar penuh (composmentis) GCS :15
b. TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 107x/m
RR : 24 x/m
SB : 37,8 0C
c. Respon nyeri
Pasien berespon terhadap nyeri
d. BB : 13,9 Kg TB : 101 cm
Ahli gizi mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan Dari awalnya
turun menjadi 13.9Kg.
2. Kulit
Kulit sawo matang, Klien tidak hidrasi, tidak adanya edema ataupun alergi pada
kulit. Pasien juga tidak ikterik.
3. Kepala
Rambut botak, kepala simetris tidak adanya benjolan ataupun luka maupun
edema dan nyeri tekan.
4. Mata
Tampak simetris kedua mata, Sklera putih, konjungtiva anemis. Penglihatan
jelas, tidak menggunakan kacamata. Wajah terlihat pucat.
5. Telinga
Tidak ada luka pada telinga, , pendengaran baik.
6. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak tampak secret, penciuman baik.
7. Mulut
Mukosa bibir tidak pucat, bibir kering, tidak pecah-pecah, , tidak ada
pembengkakan, maupun rasa nyeri.
8. Leher
Sudah tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening. Tidak ada nyeri pada
leher.
9. Dada
Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi dan pembengkakan. RR : 24 x/m, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak menggunakan oksigen.
10. Paru-paru
Tidak ada masalah pada paru-paru, tidak ada suara napas tambahan.
11. Jantung
Cor : Kesan normal, aorta normal. Tulang-tulang intak. Bunyi jantung terdengar
regular tidak ada bunyi tambahan.
12. Abdomen
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada luka, peristaltic usus 20 x/m
13. Genetalia
Keluarga mengatakan tidak ada kelainan apapun pada genitalia pasien, genitalia
normal tidak ada nyeri ataupun luka.
15. Muskuloskeletal
Tidak terdapat nyeri otot atau sendi, tidak ada gangguan pada ekstremitas atas
dan bawah dimana dapat digerakan secara normal. Akan tetapi pasien masih
tirah baring karena proses penyakit sehingga pasien masih mengalami
kelemahan.
16. Neurologi
Pasien tidak memiliki masalah persarafan dimana pasien dapat mencium,
mendengar, melihat, merasakan, serta dapat mengubah ekspresi sesuai dengan
keadaan pasien.
K. Terapi/Pengobatan
Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,9 10*3/uL
Faktor risiko : - Risiko Defisit Nutrisi
Keengganan untuk makan (Penurunan nafsu makan).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. (D. 0130) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan :
Data Subjektif:
- Orang tua An. F mengatakan anaknya demam sejak satu hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit dan saat ini juga badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah mengalami penyakit leukemia sejak bulan
maret dan telah dikemoterapi sebanyak 12 kali
Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,9 10*3/uL
2. (D. 0032) Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai dengan faktor risiko: Keengganan
untuk makan (Penurunan nafsu makan).
3. (D. 0142) Resiko Infeksi yang ditandai dengan faktor risiko: Penyakit kronis,
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan hemoglobin dan leukopenia.
INTERVENSI KEPERAWATAN
(D.0130) Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawaan 3 x 8 Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses penyakit ditandai dengan : jam diharapkan (L.14134) Termoregulasi Observasi
Data Subjektif: membaik. Dengan Kriteria Hasil:
- Orang tua An. F mengatakan anaknya a) Suhu tubuh membaik Identifikasi penyebab hipertermia.
demam sejak satu hari yang lalu sebelum b) Suhu kulit membaik Monitor suhu tubuh.
masuk rumah sakit dan saat ini juga Monitor haluaran urine
badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah
mengalami penyakit leukemia sejak bulan Terapeutik
maret dan telah dikemoterapi sebanyak 12 Sediakan lingkungan yang dingin
kali Longgarkan atau lepaskan pakaian.
Berikan cairan oral.
Data Objektif: Lakukan pendinginan eksternal (kompres hangat
- An. F tampak lemah pada dahi).
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C Edukasi
- Leukosit 0,9 10*3/uL Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena.
(D. 0032) Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 Manajemen Nutrisi (I.03119)
dengan faktor risiko: Keengganan untuk jam, diharapkan L. 03030) status nutrisi Observasi
makan (Penurunan nafsu makan). membaik. Identifikasi status nutrisi.
Dengan kriteria hasil : Identifikasi alergi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Status Nutrisi (L.03030)
a) Porsi makanan yang dihabiskan Monitor asupan makanan.
meningkat.
b) Frekuensi makan membaik. Terapeutik
c) Nafsu makan membaik. Lakukan oral hygiene sebelum makan.
d) Berat badan membaik. Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
Berikan makanan yang tinggi kalori dan protein.
Berikan suplemen makanan.
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan.
(D. 0142) Resiko Infeksi yang ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 Pencegahan Infeksi (I.14539)
faktor risiko: Penyakit kronis, jam, diharapkan, (L. 14133) status imun Observasi
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: membaik. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
penurunan hemoglobin dan leukopenia. sistemik.
Dengan kriteria hasil :
Status Imun (L.14133)
Terapeutik
Suhu tubuh membaik Batasi jumlah pengunjung
Sel darah putih membaik Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik.
CATATAN PERKEMBANGAN
Jumat , 11 Juni 2021
ditandai dengan badan teraba panas. An. F bersin saat banyak orang di Ibu mengatakan badan anak F panas
faktor risiko:
dalam ruangan.
Penyakit kronis,
Ketidakadekuatan O:
pertahanan tubuh 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan Perawat, dokter ataupun mahasiswa yang akan
sekunder: 08.10 pasien dan lingkungan pasien kontak dengan anak selalu mencuci tangan
penurunan H: sebelum masuk ke dalam ruangan dan menyentuh An. terlebih dahulu dan menggunakan sarung tangan
hemoglobin dan F perawat, mahasiswa, maupun orang tua mencuci tangan saat akan melakukan tindakan
leukopenia. terlebih dahulu Jumlah orang dalam kamar di batasi hanya 3
orang
3. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko Anak F dapat mencontoh 6 langkah cuci tangan
08.15 tinggi yang benar
H: Membatasi jumlah orang, tidak terlalu berlama-lama A :
dalam ruangan dan mencuci tangan saat masuk dalam Suhu tubuh belum membaik
ruangan serta menggunakan sarungan tangan saat Sel darah putih belum membaik
melakukan tindakan.
P:
4. Membatasi jumlah pengunjung Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
08.32 H: An. F diisolasikan oleh perawat di ruangan. Dengan sistemik.
membatasi jumlah orang yang masuk ke dalam kamar An. Membatasi jumlah pengunjung
F Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
09.40 Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
5. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
beresiko tinggi
H: Anak F mengatakan sudah bisa mencuci tangan 6
Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan
langkah dengan baik dan benar
cairan.
10.18
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.
H: Orangtua mengerti dengan tanda dan gejala infeksi
yang dapat muncul seperti demam dan kemerahan pada
tubuh
10.28
sebanyak 80 ml.
13.18
(D. 0142) Resiko 07.30 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Jam 13.30
Infeksi yang dan lingkungan pasien S:
ditandai dengan H: sebelum masuk ke dalam ruangan dan menyentuh An. F Ibu mengatakan badan anak F panas setelah
faktor risiko: perawat, mahasiswa, maupun orang tua mencuci tangan
diberikan transfuse darah sebanyak 230cc
Penyakit kronis, terlebih dahulu
Ketidakadekuatan 20gtt/menit
pertahanan tubuh 2. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
sekunder: 07.35 H: Membatasi jumlah orang, tidak terlalu berlama-lama O :
penurunan dalam ruangan dan mencuci tangan saat masuk dalam Perawat, dokter ataupun mahasiswa yang akan
hemoglobin dan ruangan serta menggunakan sarungan tangan saat melakukan kontak dengan anak selalu mencuci tangan
leukopenia tindakan.
terlebih dahulu dan menggunakan sarung
tangan saat akan melakukan tindakan
3. Membatasi jumlah pengunjung Jumlah orang yang masuk dalam kamar di
07.40 H: Orang yang masuk ke dalam kamar An. F hanya boleh 3 batasi hanya 3 orang
orang dan tidak boleh terlalu banyak orang di dalam A:
Suhu tubuh belum membaik
Sel darah putih belum membaik
4. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.
H: Ibu dan anak F mengatakan akan meningkatkan asupan P :
07.55
nutrisi dengan menaikan jumlah asupan makanan yang
masuk (Nasi, sayur, lauk dan buah-buahan) Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
sistemik.
Membatasi jumlah pengunjung
5. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
H: Badan teraba panas. Setelah dilakukan tindakan diberikan dengan pasien dan lingkungan pasien
Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
11.35 beresiko tinggi
transfuse darah sebanyak 230cc 20gtt/menit
Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan.
OUTLINE JURNAL PENELITIAN
Metodepenelusuranjurnal: Google Scolar
Judul : PENERAPAN INTERVENSI BERMAIN, MAKANAN, SPIRITUAL DAN
AKUPRESUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP ANAK PENDERITA
LEUKEMIA
Penulisa : Ramdaniati, Sri1, Cahyaningsih, Henny, Rukman.
TujuanPenelitia : untuk menganalisis pengaruh penerapan intervensi tersebut terhadap
kualitas hidup anak yang dirawat di rumah sakit..
MetodePenelitia :
Metode penelitian menggunakan desain one group pre-test-posttest dipergunakan pada
penelitian ini dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang yang diambil secara consecutive
sampling. Setiap responden diberikan intervensi selama 4 kali dalam durasi waktu 1 bulan.
Kualitas hidup diukur menggunakan Pediatric Quality of Life (PedsQL) modul cancer 3.0
dan hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan skor ratarata kualitas hidup anak (p value
0,001) antara sebelum dan setelah perlakuan.
Kesimpulan :
bahwa skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia sebelum penerapan intervensi
adalah 65,21. Sedangkan skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia setelah
penerapan intervensi adalah 75,19. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan
skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia yang bermakna antara sebelum dan
setelah penerapan intervensi (p value 0,001).
P I C O
(PATIEN/P ( INTERVENSION) (COMPRATIVE (OUTCAME)
ROBLEM) INTERVENSION)
anak Intervensi yang Fitriyah(19) telah Leukemia adalah kanker
penderita dilakukan adalah melakukan penelitian jaringan yang
leukemia dan playing, eat, spiritual dengan menerapkan menghasilkan sel darah
sedang dan akupresure yang bimbingan rohani putih (leukosit), leukosit
menjalani dilakukan secara islam secara yang dihasilkan bersifat
periode terpadu untuk langsung dengan imatur atau abnormal dan
kemoterapi di mengurangi dampak tatap muka maupun dalam jumlah yang
RS Al Islam kemoterapi anak dengan tidak langsung berlebihan, selanjutnya
Bandung leukemia terutama dengan leukosit tersebut
penurunan mual, dan menggunakan media. melakukan invasi ke
peningkatan semangat Hasil dari berbagai organ tubuh. Sel-
hidup. Intervensi penelitiannya sel leukemik berinfiltrasi
tersebut meliputi menunjukkan bahwa ke dalam sumsum tulang,
permainan edukatif penggunaan mengganti unsur-unsur sel
pada anak untuk bimbingan rohani yang normal, akibatnya
menurunkan tersebut dapat adalah dihasilkannya sel
kecemasan, pemberian meningkatkan darah merah dalam jumlah
makanan yang motivasi hidup bagi yang tidak mencukupi
mengandung para pasien penderita sehingga timbul anemia.
antioksidan, pendekatan kanker payudara di
spiritual berupa RS Islam Sultan
pelajaran mengaji dan Agung Semarang.
keagamaan serta
tindakan penekanan
pada titik tertentu untuk
mengurangi mual dan
muntah..