Anda di halaman 1dari 51

STASE KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK. F.L DENGAN LEUKIMIA


DI RUANGAN ESTELA RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

CT : Ns. Sefty S. J. Rompas, M.Kes

Disusun Oleh :
Priska Andaki
20014104012

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi
oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering
ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki
lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4
tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi
pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel
T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan
didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun
(Landier, 2001)
ALL adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan biasanya
berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).

B. KLASIFIKASI
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat,
tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. 
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya
dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
 L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
   L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
 L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan
durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah
satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan
penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat
dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang
berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan
(40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi.berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan
sel darah merah yang amat kurang.
C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.

2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL.
4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak,
cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik

b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. 
Kloramfenikol,  fenilbutazon, dan  methoxypsoralen  dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML

c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang
yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui
juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA .
D. PATOFISIOLOGI

Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau

sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal

diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel

batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada

kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.

Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang

tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada

tulang-tulang yang panjang.

ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan

pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya

dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai

dari yang sangat mentah hingga  hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya

merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada

pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis,

kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah,

demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang

biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari

sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,

sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem

pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom

thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.

Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga

anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang

juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang

berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum

tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi

dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel

normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi

penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke

berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,

muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan

anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan

(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi

sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan

tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu

metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare,

2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),

biasanya terjadi pada anak

4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)

5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah

gramnegatif usus

6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur 

7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati


9. Massa di mediastinum (T-ALL)

10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,

muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan

perubahan status mental.

F. KOMPLIKASI

1. Perdarahan

Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah

ditandai  dengan :

a. Memar (ekimosis)

b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum

dipermukaan kulit)

c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm 3 darah. Demam dan

infeksi dapat memperberat perdarahan

2. Infeksi

Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat

netropenia dan disfungsi imun.

3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.

Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam

urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.

4. Anemia

5. Masalah gastrointestinal.

a. Mual

b. Muntah

c. Anoreksia
d. Diare

e. Lesi mukosa mulut

Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat

kemoterapi.

G. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1. Leukemia Limfoblastik Akut :

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan

sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum

tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama

beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan

oleh sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin

memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi

trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang

selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari

prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin

atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya

diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi

penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan

awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan

tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik.

Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali

muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali
sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita

harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan

kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul

di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2

kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi

dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

2. Pengobatan Leukeumia Limfoblastik Kronik

Berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan

pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar

getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit.

Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang

merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat

menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.

Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening,

hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika

jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa

menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi

respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,

kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati

dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi

DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.

Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan Kemoterapi

a. Melalui mulut

b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)

c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel)

d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal

e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase

yang digunakan untuk semua orang.

2. Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian besar sel-

sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi

biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat

menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel

leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu

daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

3. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang

bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps

dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan

setelah 6 bulan kemudian.

4. Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan

yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang

dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki

otak dan sistem saraf pusat.

5. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini

biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik

dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai

remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa

mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka

panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada

sumsum tulang dan SSP.

6. Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk

meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan

melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia

limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi

monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini

memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam

darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis,

terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk

memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

7. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi

tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah

mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain

dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien

mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh

biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

8. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).

Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang

tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel

leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,

pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung

fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau

leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil

transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya

harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan

melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil

transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang

memadai.

9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada

trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi

trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.


10. Kortikosteroid

11. Sitostatika.

12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar

yang suci hama).

13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi

dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai

diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi

BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk

antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik

dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara

ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,

sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita

leukemia dapat sembuh sempurna.

Cara pengobatan :

a. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai

obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel

blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

b. Konsolidasi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

c. Rumat (maintenance)

Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi

yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis


biasa.

d. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap

3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14

hari.

e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.

Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk

mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500

rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi

ini tidak diulang pada reinduksi.

f. Pengobatan imunologik

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan

dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni

Nani, 2003)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :

1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.

2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml

3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah

4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)

5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur

(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.

6. PT/PTT : memanjang

7. LDH : mungkin meningkat

8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat


9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan

mielomonositik.

10. Copper serum : meningkat

11. Zinc serum : meningkat/ menurun

12. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari

SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,

sel matur, dan megakariositis menurun.

13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan

PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
 Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
 Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
 Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
 Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun, demam
(jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat
badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan
dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko Saat
hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa.
Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih
sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan
akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan
fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil
dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
 Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas
secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang
terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
 Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan
seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit.  Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang dialami
anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial
keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang
ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak melihat
orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak  makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka
makan makanan siap saji maupun  jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan
sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan
berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang  suka masak menggunakan penyedap rasa
dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan.  Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena
kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga.
Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi
yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran
urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang
disebabkan susahnya masukan cairan pada anak,  warna urine kuning keruh. Saat
BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan  TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas,
tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat
(takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi  disebabkan oleh hiperviskositas
darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala  dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada atau tidaknya
karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala
tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf
otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot
bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah  ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,
ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis,  ikterik, eritema, petekie, ekimosis,
ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala
hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti  muntah, dan penurunan  intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi dan TTV dbn.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan
2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi
mencuci tangan sebelum selanjutnya
menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada
3. Berikan periode istirahat tanpa organisme infektif
gangguan 3. menambah energi untuk
4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler
pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau
ketentuan mengobati infeksi khusus

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akibat anemia


Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi Rasional
1. Evaluasi laporan kelemahan, 1. Menentukan derajat dan efek
perhatikan ketidakmampuan ketidakmampuan untuk menentukan
untuk berpartisipasi dala intervensi selanjutnya
aktifitas sehari-hari 2. Menghemat energi untuk aktifitas
2. Berikan lingkungan tenang dan dan regenerasi seluler atau
perlu istirahat tanpa gangguan penyambungan jaringan
3. Kaji kemampuan untuk 3. Mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktifitas individual dan membantu pemilihan
yang diinginkan atau intervensi
dibutuhkan 4. Memaksimalkan sediaan energi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas untuk tugas perawatan diri
sehari-hari dan ambulasi

3. Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit
Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda perdarahan 1. Mengetahui tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan keluarga untuk 2. Membantu pasien mendapatkan
memberitaukan apabila ada penanganan sedini  mungkin
tanda perdarahan 3. Keterlibatan keluarga dapat
3. Anjurkan keluarga untuk membantu untuk  mencegah
memantau pergerakan pasien terjadinya perdarahan lebih lanjut
4. Kolaborasi dalam monitor 4. Penurunan trombosit merupakan
trombosit tanda kebocoran pembuluh darah

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses
dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan:
 Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang
2. Berikan cairan oral dan akan dilakukan
parinteral 2. Sebagai upaya untuk mengatasi
3. Pantau intake dan output cairan yang keluar
4. Kolaborasi Pemberian obat 3. Dapat mengetahui keseimbangan
anti diare cairan
4. Menghentikan diare

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, malaise, mual
dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Dorong masukan nutrisi dengan Mempertahankan asupan nutrisi
jumlah sedikit tapi sering 1. Karena jumlah yang kecil biasanya
2. Timbang berat badan pasien ditoleransi dengan baik
3. Kolaborasi dengan tim 2. Membantu dalam mengidentifikasi
kesehatan dalam pemberian malnutrisi protein kalori.
nutrisi 3. Membantu proses penyembuhan
dalam kebutuhan nutrisi

6. Nyeri yang b.d efek fisiologis dari leukemia


Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak.
Intervensi Rasional
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan 1. informasi memberikan data dasar
skala 0 sampai 5 (PQRST) untuk mengevaluasi kebutuhan atau
2. Evaluasi efektifitas penghilang keefektifan intervensi
nyeri dengan derajat kesadaran 2. untuk menentukan kebutuhan
dan sedasi perubahan dosis. Waktu pemberian
3. Lakukan teknik pengurangan atau obat
nyeri non farmakologis yang 3. sebagai analgetik tambahan dan
tepat klien merasa rileks
4. Berikan obat-obat anti nyeri 4. untuk mencegah kambuhnya nyeri
secara teratur

7. Kerusakan integritas kulit b.d pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.


Tujuan: pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan kulit yang 1. Karena area ini cenderung
cemat, terutama di dalam mulut mengalami ulserasi
dan daerah perianal. 2. Untuk merangsang sirkulasi dan
2. Ubah posisi dengan sering mencegah tekanan pada kulit
3. Mandikan dengan air hangat dan 3. Mempertahankan kebersihan tanpa
sabun ringan mengiritasi kulit
4. Anjurkan pasien untuk tidak 4. Membantu mencegah friksi atau
menggaruk dan menepuk kulit trauma kulit
yang kering 5. Untuk mencegah keseimbangan
5. Dorong masukan kalori protein nitrogen yang negative
yang adekuat 6. Untuk meminimalkan iritasi
6. Pilih pakaian yang longgar dan tambahan
lembut diatas area yang teradiasi
Daftar Pustaka

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika Jakarta

Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing

Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC

Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives. Oncol

Nurs Forum.

Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: MediAction

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK. F.L


DENGAN LLA (LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT)

I. PENGKAJIAN

Nama Mahasiswa : Priska Andaki


NIM : 20014104012
Ruang : Rungan Estella
Tanggal Pengkajian : 11Juni 2021
Tanggal Praktek : 11 Juni 2021- 14 Juni 2021
Paraf :

A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis : 737099
Nama Klien : An. F.
Tempat/tanggal lahir : Palu, 11-03-2015
Umur : 6 Tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Bahasa yang dimengerti : Bahasa Indonesia.

Orang tua/wali
Nama Ibu : Ny. J
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat Ibu : Besusu Timur, Palu.

B. KELUHAN UTAMA
Demam

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien An. F.L masuk rumah sakit kemarin tanggal 10 Juni 2021 dengan keluhan
demam, sebelumnya pasien sudah menjalani kemoterapi dan sampai saat ini sudah
12 kali di lakukan tindakan kemoterapi. Ibu pasien mengatakan An. F. menderita
penyakit Leukemia Limfositik akut sejak Akhir november 2020. Ibu An.F.
mengatakan awal mula penyakitnya saat itu pasien sempat terjatuh saat bermain,
dari situlah mulai muncul tanda seperti demam karena ada memar kebiruan di
daerah perut, wajah pasien tampak pucat, terdapat benjolan dikelenjar getah bening,
muncul bintik-bintik merah dan pasien terlihat lemas. Akibat dari gejala yang timbul
keluarga membawa pasien ke RS untuk diperiksa dan hasilnya pasien didiagnosa
Leukimia.Pasien sempat di rawat di rumah sakit sana, dan sudah beberapa kali di
lakukan transfusi darah, karena trombosit pasien rendah. Pasien sudah beberapa kali
masuk rumah sakit di daerahnya ,karena gejala yang di timbulkan dari penyakit ini ,
pasien sering demam. Pasien dan keluarga berdomisili di palu, akan tetapi disana
belum ada kemoterapi maka disarankan untuk ke rumah sakit Prof Kandou Manado.
An. F.L sekarang dalam fase konsolidasi kemoterapi. Saat di lakukan pengkajian ibu
klien mengatakan badan pasien terasa panas. Suhu badan 37,80C.

D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil
Ibu pasien mengatakan saat kehamilannya ibu mengalami masalah mual dan
muntah tidak bisa makan selama kurang lebih 3 bulan awal masa kehamilan,
setelah itu ibu pasien makan seperti biasa.

b. Tempat ANC
Ibu pasien mengatakan biasanya ibu memeriksakan kehamilannya di
puskesmas dan rajin mengikuti posyandu.

c. Kebutuhan nutrisi saat hamil


Ibu pasien mengatakan saat hamil ibu tidak bisa makan, merasa mual dan
muntah. Jadi hanya makan bubur itupun karena dipkasakan dan minum susu
hamil.

d. Usia kehamilan (preterm, aterm & post term)


Ibu pasien mengatakan usia kehamilannya saat itu cukup bulan 38-39
minggu.

e. Kesehatan saat hamil & obat yang diminum.


Ibu pasien mengatakan keadaan ibu saat hamil sakit sedang, akibat lemah
badan karena tidak mampu untuk makan pengaruh mual dan muntah selama
kehamilan trimester 1. Dan pasien minum obat vitamin yang diberikan oleh
dokter.

2. Perinatal
a. Tindakan persalinan
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan secara Sectio Sesarea.

b. Tempat bersalin
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan di Rumah Sakit Palu.

c. Obat-obatan
Ibu pasien mengatakan saat itu hanya minum obat antibiotik dari dokter di
rumah sakit saat itu.

3. Postnatal
a. Kondisi kesehatan
Ibu pasien mengatakan kondisi kesehatan ibu dan bayi keduanya dalam
keadaan sehat. Ibu pasien mengatakan BBL : 3.500 gr PB : 50 cm. Ibu
pasien mengatakan pernah mendapatkan imunisasi TT dan pada An. R.A
imunisasi sudah lengkap diberikan dari 0 bulan sampai 1 tahun, An.F.L juga
mendapatkan imunisasi lengkap

E. RIWAYAT KELUARGA
Ibu pasien mengatakan tidak ada yang anggota keluarga memiliki riwayat penyakit
kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, dan asam urat. Dan juga tidaka ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

F. RIWAYAT SOSIAL
Saat dilakukan pengkajian yang mengasuh dan menjaga pasien saat di RS adalah
ibunya dan ayahnya. Hubungan mereka dan anaknya sangat baik, saling menyayangi
dan mereka selalu memberi semangat kepada anaknya untuk melawan sakitnya.
Ibunya mengatakan sangat menyayangi anaknya begitupun juga ayahnya. Keluarga
mengatakan sebelum sakit pasien bermain dilingkungan sekitar rumahnya dengan
teman-teman sebayanya. Bahkan sebelum pasien didiagnosa penyakit ALL orang
tua sudah mendaftarkan anaknya untuk masuk SD

G. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


Diagnosa medis pasien saat ini adalah ALL Fase Konsolidasi dan sementara
menjalani proses kemoterapi, yang sudah 12 kali di lakukan dan menjalani proses
perawatan diruangan Estela sejak 1 hari yang lalu. Keluarga mengatakan belum
pernah ada tindakan operasi apapun pada anaknya.

H. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN KLIEN SAAT INI


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu pasien mengatakan sangat memperhatikan kondisi kesehatan anaknya saat
ini, saat berada dirumah sakit ibu pasien sangat mengontrol kondisi anaknya dan
merespon saat pasien mengeluhkan sesuatu dan segera memberitahukan kepada
petugas kesehatan yang ada diruangan. Sebelum pasien mengalami penyakit
AlL, ibu pasien mengatakan jika pasien sakit ,mis demam, batuk ,flu, pasien
langsung di bawahn ke dokter setempatnya untuk di lakukan pemeriksaan

2. Nutrisi
Keluarga pasien mengatakan saat ini pasien mengalami penurunan nafsu makan,
dimana pasien makan 3x/hari dan tapi tidak dapat menghabiskan porsi
makannya. Pasien makan makanan dari rumah sakit.

3. Cairan
Ibu pasien mengatakan pasien minum sekitar 2 botol air mineral sedang dalam
sehari dan pasien juga masih minum susu yang disediakan oleh rumah sakit
dengan menggunakan dot susunya.

4. Aktivitas
Keluarga pasien mengatakan pasien masih nampak lemah, aktivitas masih
terbatas. Pasien dapat duduk sendiri diatas tempat tidur akan tetapi tetap dalam
pendampingan keluarga.

5. Tidur dan istirahat


Keluarga pasien mengatakan sebelumnya tidak memiliki gangguan tidur dimana
pasien tidur sekitar 8-9 jam / hari. Akan tetapi saat kemarin pasien mengalami
demam pasien susah untuk beristirahat dengan baik dan pasien rewel karena
suhu badannya yang meningkat. Saat di lakukan pengkajian ibu pasien
mengatakan tidur pasien semalam tidak ternggangu

6. Eliminasi
Keluarga mengatakan BAK normal tidak ada nyeri saat BAK, warna kencing
kuning keruh.Sebelumnya pasien mengalami kesulitan dalam BAB. Saat dikaji
BAB sudah kembali normal dengan konsistensi lembek warna kecoklatan dan
frekuensi 1 kali dalam sehari.

7. Pola hubungan
Keluarga mengatakan pasien anak yang periang dan cerewet memiliki banyak
teman-temannya. Pasien cepat akrab dan bermain dengan perawat-perawat yang
ada di ruangan. Pasien sangat aktif dalam berinteraksi dengan orang sekitar baik
dokter, perawat , mahasiswa pratik, atau bahkan teman-temannya yang sedang di
rawat

8. Kognitif dan persepsi


Saat di lakukan pengkajian pasien nampak kooperatif untuk berespon saat proses
interaksi, dan cepat akrab dengan perawat serta bermain bersama perawat.
Pasien sesekali bermain hp untuk bermain game, dan kadang menggambar, dan
pasien masih dapat mendengar, melihat dan berbicara dengan baik.

9. Nilai
a. Perkembangan moral anak dan perilaku anak
Keluarga mengatakan keseharian pasien anak yang baik,pintar dan cepat
akrab dengan orang lain. Keluarga mengatakan pasien belum sekolah. Akan
tetapi pasien sudah dapat menggambar hewan, buah-buahan, meskipun
belum sesempurna gambar aslinya. Keluarga pasien mengatakan beragama
islam. Dan sebelum sakit pasien sudah tahu sholat dan sembayang dan
sampai saat di rumah sakit keluarga terus mengajarkan untuk selalu
sholat,serta baca doa

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran : Pasien sadar penuh (composmentis) GCS :15
b. TTV :
 TD : 90/60 mmHg
 N : 107x/m
 RR : 24 x/m
 SB : 37,8 0C
c. Respon nyeri
Pasien berespon terhadap nyeri

d. BB : 13,9 Kg TB : 101 cm
Ahli gizi mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan Dari awalnya
turun menjadi 13.9Kg.

2. Kulit
Kulit sawo matang, Klien tidak hidrasi, tidak adanya edema ataupun alergi pada
kulit. Pasien juga tidak ikterik.

3. Kepala
Rambut botak, kepala simetris tidak adanya benjolan ataupun luka maupun
edema dan nyeri tekan.

4. Mata
Tampak simetris kedua mata, Sklera putih, konjungtiva anemis. Penglihatan
jelas, tidak menggunakan kacamata. Wajah terlihat pucat.

5. Telinga
Tidak ada luka pada telinga, , pendengaran baik.
6. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak tampak secret, penciuman baik.

7. Mulut
Mukosa bibir tidak pucat, bibir kering, tidak pecah-pecah, , tidak ada
pembengkakan, maupun rasa nyeri.

8. Leher
Sudah tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening. Tidak ada nyeri pada
leher.

9. Dada
Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi dan pembengkakan. RR : 24 x/m, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak menggunakan oksigen.

10. Paru-paru
Tidak ada masalah pada paru-paru, tidak ada suara napas tambahan.

11. Jantung
Cor : Kesan normal, aorta normal. Tulang-tulang intak. Bunyi jantung terdengar
regular tidak ada bunyi tambahan.

12. Abdomen
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada luka, peristaltic usus 20 x/m

13. Genetalia
Keluarga mengatakan tidak ada kelainan apapun pada genitalia pasien, genitalia
normal tidak ada nyeri ataupun luka.

14. Anus dan rektum


Keluarga mengatakan pasien tidak merasa nyeri saat BAB, dan BAB sudah
lancar. Tidak ada luka disekitar daerah anus/rektum.

15. Muskuloskeletal
Tidak terdapat nyeri otot atau sendi, tidak ada gangguan pada ekstremitas atas
dan bawah dimana dapat digerakan secara normal. Akan tetapi pasien masih
tirah baring karena proses penyakit sehingga pasien masih mengalami
kelemahan.

16. Neurologi
Pasien tidak memiliki masalah persarafan dimana pasien dapat mencium,
mendengar, melihat, merasakan, serta dapat mengubah ekspresi sesuai dengan
keadaan pasien.

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG


- Laboratorium
Tanggal: 11/06/2021

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Hematologi
Leukosit 0.9 5.0-15.0 10^3/uL
Eritrosit 2.73 4.00 – 5.20 10^6/uL
Hemoglobin 7.9 11.0 - 14.0 g/dL
Trombosit 18 200 - 490 10^3/uL
Hematokrit 22.4 34.0 –40.0 %
MCH 28.9 24.0 – 30.0 pg
MCHC 35.3 31.0 – 37.0 gr/dL
001 Eosinofil 15 1-5 %
002 Basofil 0 0-1 %
003 Netrofil Batang 0 2-8 %
004Netrofil Segmen 19 50-70 %
005 Limfosit 59 20 – 40 %
006 Monosit 7 2–8 %
MCV 82.1 75.0 – 87.0 fL
Kimia Klinik
Natrium Darah 133 135-153 mEq/L
Kalium Darah 5.16 3.50-5.30 mEq/L
Chlorida darah 94,9 98.0-109.0 mEq/L
SGOT 34 <33 U/L
SGPT 7 <43 U/L
Ureum Darah 16 10-40 mg/dL
Creatinin Darah 0.3 0.5-1.5 mg/dL
Gula Darah 104 70 – 140 mg/dL
Sewaktu 9.90 8.10 – 10.40 mg/dL
Kalsium 241 26 – 190 U/L
CK Total CKT) < 40 < 50 ng/L
Troponin T <6 < 6.00 mg/L
CRP 37 0 – 24 U/L
CKMB

K. Terapi/Pengobatan

Nama Obat/Terapi Cara Pemberian Dosis


1. Fluconazole PO 150mg/24 jam
2. Ceftriaxone IV 7550mg/12 jam
3. Gentamisin IV 110 mg/24 jam
4. Mercaptopurine (GMP) PO ¼ /24 jam
5. Curliv PO 10ml oral/ 8 jam
6. Ceterizine PO 5 mg/ 24 jam
7. Oralit ad 1
8. Zink PO 20mg/24 jam
9. Sulcralfrat sirup PO 1 cth/ 8 jam PO
10. Paracetamol PO (pulv) 150mg/ 8 jam
11. N-asetilsistein PO (pulv) 100mg/ 8 jam
12. GCSK - 72 mg/ 24 jam
13. Betamethasone salep Tipikal Topik 2 app/ 12 jam
14. Miconazole Salep Tipikal Topik 2 app/ 12 jam
ANALISA DATA

Data Fokus Penyebab Masalah


Data Subjektif: Proses Hipertermi
- Orang tua An. F mengatakan anaknya demam sejak Penyakit
satu hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan
saat ini juga badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah mengalami
penyakit leukemia sejak bulan maret dan telah
dikemoterapi sebanyak 12 kali

Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,9 10*3/uL
Faktor risiko : - Risiko Defisit Nutrisi
Keengganan untuk makan (Penurunan nafsu makan).

Kondisi klinis terkait :


Penyakit yang diderita pasien kanker darah.

Faktor risiko : - Risiko Infeksi


- Penyakit kronis
- Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
penurunan hemoglobin dan leukopenia.
Kondisi klinis terkait :
- Penyakit yang diderita pasien kanker darah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. (D. 0130) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan :
Data Subjektif:
- Orang tua An. F mengatakan anaknya demam sejak satu hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit dan saat ini juga badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah mengalami penyakit leukemia sejak bulan
maret dan telah dikemoterapi sebanyak 12 kali

Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,9 10*3/uL

2. (D. 0032) Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai dengan faktor risiko: Keengganan
untuk makan (Penurunan nafsu makan).

3. (D. 0142) Resiko Infeksi yang ditandai dengan faktor risiko: Penyakit kronis,
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan hemoglobin dan leukopenia.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

(D.0130) Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawaan 3 x 8 Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses penyakit ditandai dengan : jam diharapkan (L.14134) Termoregulasi Observasi
Data Subjektif: membaik. Dengan Kriteria Hasil:
- Orang tua An. F mengatakan anaknya a) Suhu tubuh membaik  Identifikasi penyebab hipertermia.
demam sejak satu hari yang lalu sebelum b) Suhu kulit membaik  Monitor suhu tubuh.
masuk rumah sakit dan saat ini juga  Monitor haluaran urine
badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah
mengalami penyakit leukemia sejak bulan Terapeutik
maret dan telah dikemoterapi sebanyak 12  Sediakan lingkungan yang dingin
kali  Longgarkan atau lepaskan pakaian.
 Berikan cairan oral.
Data Objektif:  Lakukan pendinginan eksternal (kompres hangat
- An. F tampak lemah pada dahi).
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C Edukasi
- Leukosit 0,9 10*3/uL  Anjurkan tirah baring.

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena.

(D. 0032) Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 Manajemen Nutrisi (I.03119)
dengan faktor risiko: Keengganan untuk jam, diharapkan L. 03030) status nutrisi Observasi
makan (Penurunan nafsu makan). membaik.  Identifikasi status nutrisi.
Dengan kriteria hasil :  Identifikasi alergi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
Status Nutrisi (L.03030)
a) Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor asupan makanan.
meningkat.
b) Frekuensi makan membaik. Terapeutik
c) Nafsu makan membaik.  Lakukan oral hygiene sebelum makan.
d) Berat badan membaik.  Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
 Berikan makanan yang tinggi kalori dan protein.
 Berikan suplemen makanan.

Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu.

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan.

(D. 0142) Resiko Infeksi yang ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 Pencegahan Infeksi (I.14539)
faktor risiko: Penyakit kronis, jam, diharapkan, (L. 14133) status imun Observasi
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: membaik.  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
penurunan hemoglobin dan leukopenia. sistemik.
Dengan kriteria hasil :
Status Imun (L.14133)
Terapeutik
 Suhu tubuh membaik  Batasi jumlah pengunjung
 Sel darah putih membaik  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.

Kolaborasi
 Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik.

CATATAN PERKEMBANGAN
Jumat , 11 Juni 2021

Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


(D.0130) Hipertermi 08.00 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia. Jam 13.45
berhubungan dengan H: proses penyakit leukemia S:
proses penyakit
 Ibu An. F mengatakan panas badan anaknya
08.05 2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian. sudah menurun karena telah diberikan obat
H: pakaian yang digunakan An. F longgar penurun panas serta telah dikompres hangat

08.07 3. Memonitor suhu tubuh. O:


H: SB 37,80C  Pemberian obat paracetamol + N-asetilsistein
150 mg
08.10 4. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena.  Cairan oral yang masuk 1 botol aqua beisi 600ml
H: An. F sedang tidak diberikan cairan malalui intravena. sejak tadi pagi
Tetapi dimasukan cairan melalui oral yaitu Paracetamol  Telah diberikan kompres hangat pada dahi
dan N-asetilsistein 1 cth  Kamar terpasang AC dengan suhu 200C
 Urine yang keluar sebanyak 100cc
5. Memberikan cairan oral.  SB : 36,6 0C
08.17 H: cairan yang masuk 100cc sekali minum

6. Melakukan pendinginan eksternal (kompres hangat pada A:

08.37 dahi).  Suhu tubuh membaik


H: An.F dilakukan kompres hangat pada dahi
 Suhu kulit membaik
7. Menyediakan lingkungan yang dingin
P:
H: Kamar terpasang AC dengan suhu 200C
08.45  Mengidentifikasi penyebab hipertermia.
8. Memonitor haluaran urine  Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
H: urine yang keluar 200cc  Memonitor suhu tubuh.
09.15  Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
9. Menganjurkan tirah baring. intravena.
H: An. F mengikuti anjuran yang diberikan untuk  Memberikan cairan oral.
09.18 beristirahat  Melakukan pendinginan eksternal (kompres
hangat pada dahi).
 Menyediakan lingkungan yang dingin
 Memonitor haluaran urine
 Menganjurkan tirah baring.

(D. 0032) Risiko 07.45 1. Mengidentifikasi status nutrisi. S:


Defisit Nutrisi yang H: Status gizi anak F dalam rentang normal menurut
ditandai dengan  Ibu mengatakan An.F malas makan. Porsi makan
IMT/U (BB 14 kg, TB: 101 cm)
faktor risiko: tidak dihabiskan. An. F hanya menghabiskan 2-3
Keengganan untuk sendok setiap makan
makan (Penurunan 07.55 2. Mengidentifikasi alergi makanan
 Ibu dan An. F mengatakan bahwa An. F malas
nafsu makan). H: Ibu mengatakan anak F tidak memiliki alergi makanan
untuk makan sayur tetapi suka makan buah

3. Mengidentifikasi makanan yang disukai


07.56 H: Anak F mengatakan makanan kesukaannya ayam ialah O:
ayam goreng dan ikan goreng  Status nutrisi dalam rentang normal (BB 14 kg
dan TB 101 cm )
4. Melakukan oral hygiene sebelum makan.  Makanan tidak dihabiskan hanya 2 – 3 sendok
08.00 H: An. F mengatakan sudah sikat gigi sejak tadi pagi
 An. F makan bubur dan ikan goreng
 Suplemen makanan berupa curliv diberikan
5. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
sehabis makan 80 ml
H: An. F duduk saat makan
08.15 A:
6. Memberikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.  Porsi makanan tidak dihabiskan
08.18 H: Ibu dan anak F mengatakan tidak suka makan sayur  Frekuensi makan belum membaik.
tetapi untuk menggantikan serat dari sayur An. F diberikan  Nafsu makan belum membaik.
buah-buahan (semangka)  Berat badan belum ada peningkatan

7. Memberikan makanan yang tinggi kalori dan protein. P:


H: An. F makan bubur dan ikang goring  Mengidentifikasi status nutrisi.
 Memonitor asupan makanan.
08.20 8. Memonitor asupan makanan.  Melakukan oral hygiene sebelum makan.
H: Ibu mengatakan makanan tidak dihabiskan setiap kali  Memberikan makanan yang tinggi serat untuk
makan hanya habis 2-3 sendok. mencegah konstipasi.
 Memberikan makanan yang tinggi kalori dan
08.30 9. Memberikan suplemen makanan.
protein.
H: suplemen makanan Curliv diberikan tiap sehabis
 Memberikan suplemen makanan.
makan 80 ml.
 Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
08.40
(D. 0142) Resiko 07.58 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik. Jam 13.30
Infeksi yang H: tanda infeksi ada peningkatan suhu tubuh 37,8 C, S : 0

ditandai dengan badan teraba panas. An. F bersin saat banyak orang di  Ibu mengatakan badan anak F panas
faktor risiko:
dalam ruangan.
Penyakit kronis,
Ketidakadekuatan O:
pertahanan tubuh 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan  Perawat, dokter ataupun mahasiswa yang akan
sekunder: 08.10 pasien dan lingkungan pasien kontak dengan anak selalu mencuci tangan
penurunan H: sebelum masuk ke dalam ruangan dan menyentuh An. terlebih dahulu dan menggunakan sarung tangan
hemoglobin dan F perawat, mahasiswa, maupun orang tua mencuci tangan saat akan melakukan tindakan
leukopenia. terlebih dahulu  Jumlah orang dalam kamar di batasi hanya 3
orang
3. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko  Anak F dapat mencontoh 6 langkah cuci tangan
08.15 tinggi yang benar
H: Membatasi jumlah orang, tidak terlalu berlama-lama A :
dalam ruangan dan mencuci tangan saat masuk dalam  Suhu tubuh belum membaik
ruangan serta menggunakan sarungan tangan saat  Sel darah putih belum membaik
melakukan tindakan.
P:
4. Membatasi jumlah pengunjung  Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
08.32 H: An. F diisolasikan oleh perawat di ruangan. Dengan sistemik.
membatasi jumlah orang yang masuk ke dalam kamar An.  Membatasi jumlah pengunjung
F  Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
09.40  Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
5. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
beresiko tinggi
H: Anak F mengatakan sudah bisa mencuci tangan 6
 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan
langkah dengan baik dan benar
cairan.

10.18
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.
H: Orangtua mengerti dengan tanda dan gejala infeksi
yang dapat muncul seperti demam dan kemerahan pada
tubuh
10.28

7. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.


H: Ibu dan anak F mengatakan akan meningkatkan asupan
nutrisi dengan menaikan jumlah asupan makanan yang
masuk (Nasi, sayur, lauk dan buah-buahan)

Sabtu , 12 Juni 2021

Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


D.0130) Hipertermi 11.20 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia. Jam 13.45
H: Setelah dilakukan transfusi darah badan An. F terasa S:
berhubungan dengan panas dan merasa menggigil dengan
 Ibu An. F mengatakan badan anaknya panas
proses penyakit 2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian. setelah dilakukan transfusi darah
11.25 H: pakaian yang digunakan An. F longgar  Ibu mengatakan An. F telah diberikan obat
penurunan panas dan diberikan minum air
3. Memonitor suhu tubuh. putih
11.28 H: SB 36,80C
O:
4. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena.
 Pemberian obat paracetamol + N-asetilsistein
H: An. F diberikan obat Paracetamol dan N-asetilsistein 1
11.35 150 mg
cth 150 mg
 Cairan oral yang masuk 1 botol aqua berisi
600ml sejak tadi pagi
5. Memberikan cairan oral.  Kamar terpasang AC dengan suhu 200C
H: cairan yang masuk 100cc sekali minum  Urine yang keluar sebanyak 150cc
11.38  SB : 36,6 0C

6. Menyediakan lingkungan yang dingin


H: Kamar terpasang AC dengan suhu 230C A:
11.40
7. Memonitor haluaran urine  Suhu tubuh belum membaik
H: urine yang keluar sejak pagi 150cc  Suhu kulit belum membaik
12.05
8. Menganjurkan tirah baring. P:
H: An. F mengikuti anjuran yang diberikan untuk
beristirahat  Mengidentifikasi penyebab hipertermia.
12.07
 Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
 Memonitor suhu tubuh.
 Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena.
 Memberikan cairan oral.
 Melakukan pendinginan eksternal (kompres
hangat pada dahi).
 Menyediakan lingkungan yang dingin
 Memonitor haluaran urine
Menganjurkan tirah baring.
(D. 0032) Risiko 07.30 1. Mengidentifikasi status nutrisi. Jam 13.50
Defisit Nutrisi yang H: Status gizi anak F dalam rentang normal menurut IMT/U
ditandai dengan (BB 14 kg, TB: 101 cm) S:
faktor risiko:  Ibu mengatakan saat pagi makanan An. F
Keengganan untuk 2. Melakukan oral hygiene sebelum makan. dihabiskan. Tetapi saat siang hari setelah
makan (Penurunan 07.55 H: An. F mengatakan sudah sikat gigi sebelum makan
dilakukan transfuse darah anak F tidak ada
nafsu makan).
nafsu makan dan hanya makan 2 sendok
3. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu dengan paksaan untuk minum obat panas
07.56 H: An. F duduk saat makan
O:
4. Memberikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.  Status nutrisi dalam rentang normal (BB 14 kg
07.58 H: Anak F hanya mendapatkan asupan serat dari buah- dan TB 101 cm )
buahan (semangka)
 Makanan pagi dihabiskan, makanan siang
5. Memberikan makanan yang tinggi kalori dan protein. tidak dihabiskan
H: An. F makan nasi dan ikang goreng  Asupan serat dari buah semangka, asupan
08.00 kalori dan protein dari ikan
 Pemberian suplemen makanan curliv sebanyak
6. Memonitor asupan makanan. 80 ml sehabis makan
H: Ibu mengatakan makanan anak F dihabiskan
08.20
A:
7. Memberikan suplemen makanan.
H: Suplemen makanan yang diberikan Curliv sesudah  Porsi makanan tidak dihabiskan
08.25 makan sebanyak 80 ml.  Frekuensi makan belum membaik.
 Nafsu makan belum membaik.
8. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu  Berat badan belum ada peningkatan
H: An. F duduk saat makan
12.50 P:
9. Memberikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.  Mengidentifikasi status nutrisi.
H: Anak F hanya mendapatkan asupan serat dari buah-  Mengidentifikasi alergi makanan
12.55 buahan (semangka)  Mengidentifikasi makanan yang disukai
 Memonitor asupan makanan.
10.Memberikan makanan yang tinggi kalori dan protein.
H: An. F makan nasi dan ikang goreng  Melakukan oral hygiene sebelum makan.
 Memberikan makanan yang tinggi serat untuk
11.Memonitor asupan makanan. mencegah konstipasi.
12.58 H: Ibu mengatakan makanan anak F tidak dihabiskan. An. F  Memberikan makanan yang tinggi kalori dan
hanya makan 2 sendok dengan paksaan protein.
 Memberikan suplemen makanan.
 Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
13.15
12.Memberikan suplemen makanan.
H: Suplemen makanan yang diberikan Curliv sesudah makan

sebanyak 80 ml.

13.18
(D. 0142) Resiko 07.30 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Jam 13.30
Infeksi yang dan lingkungan pasien S:
ditandai dengan H: sebelum masuk ke dalam ruangan dan menyentuh An. F  Ibu mengatakan badan anak F panas setelah
faktor risiko: perawat, mahasiswa, maupun orang tua mencuci tangan
diberikan transfuse darah sebanyak 230cc
Penyakit kronis, terlebih dahulu
Ketidakadekuatan 20gtt/menit
pertahanan tubuh 2. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
sekunder: 07.35 H: Membatasi jumlah orang, tidak terlalu berlama-lama O :
penurunan dalam ruangan dan mencuci tangan saat masuk dalam  Perawat, dokter ataupun mahasiswa yang akan
hemoglobin dan ruangan serta menggunakan sarungan tangan saat melakukan kontak dengan anak selalu mencuci tangan
leukopenia tindakan.
terlebih dahulu dan menggunakan sarung
tangan saat akan melakukan tindakan
3. Membatasi jumlah pengunjung  Jumlah orang yang masuk dalam kamar di
07.40 H: Orang yang masuk ke dalam kamar An. F hanya boleh 3 batasi hanya 3 orang
orang dan tidak boleh terlalu banyak orang di dalam A:
 Suhu tubuh belum membaik
 Sel darah putih belum membaik
4. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.
H: Ibu dan anak F mengatakan akan meningkatkan asupan P :
07.55
nutrisi dengan menaikan jumlah asupan makanan yang
masuk (Nasi, sayur, lauk dan buah-buahan)  Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau
sistemik.
 Membatasi jumlah pengunjung
5. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik.  Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
H: Badan teraba panas. Setelah dilakukan tindakan diberikan dengan pasien dan lingkungan pasien
 Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
11.35 beresiko tinggi
transfuse darah sebanyak 230cc 20gtt/menit
 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan.
OUTLINE JURNAL PENELITIAN
Metodepenelusuranjurnal: Google Scolar
Judul : PENERAPAN INTERVENSI BERMAIN, MAKANAN, SPIRITUAL DAN
AKUPRESUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP ANAK PENDERITA
LEUKEMIA
Penulisa : Ramdaniati, Sri1, Cahyaningsih, Henny, Rukman.
TujuanPenelitia : untuk menganalisis pengaruh penerapan intervensi tersebut terhadap
kualitas hidup anak yang dirawat di rumah sakit..
MetodePenelitia :
Metode penelitian menggunakan desain one group pre-test-posttest dipergunakan pada
penelitian ini dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang yang diambil secara consecutive
sampling. Setiap responden diberikan intervensi selama 4 kali dalam durasi waktu 1 bulan.
Kualitas hidup diukur menggunakan Pediatric Quality of Life (PedsQL) modul cancer 3.0
dan hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan skor ratarata kualitas hidup anak (p value
0,001) antara sebelum dan setelah perlakuan.
Kesimpulan :
bahwa skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia sebelum penerapan intervensi
adalah 65,21. Sedangkan skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia setelah
penerapan intervensi adalah 75,19. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan
skor rata-rata kualitas hidup anak penderita leukemia yang bermakna antara sebelum dan
setelah penerapan intervensi (p value 0,001).

P I C O
(PATIEN/P ( INTERVENSION) (COMPRATIVE (OUTCAME)
ROBLEM) INTERVENSION)
anak Intervensi yang Fitriyah(19) telah Leukemia adalah kanker
penderita dilakukan adalah melakukan penelitian jaringan yang
leukemia dan playing, eat, spiritual dengan menerapkan menghasilkan sel darah
sedang dan akupresure yang bimbingan rohani putih (leukosit), leukosit
menjalani dilakukan secara islam secara yang dihasilkan bersifat
periode terpadu untuk langsung dengan imatur atau abnormal dan
kemoterapi di mengurangi dampak tatap muka maupun dalam jumlah yang
RS Al Islam kemoterapi anak dengan tidak langsung berlebihan, selanjutnya
Bandung leukemia terutama dengan leukosit tersebut
penurunan mual, dan menggunakan media. melakukan invasi ke
peningkatan semangat Hasil dari berbagai organ tubuh. Sel-
hidup. Intervensi penelitiannya sel leukemik berinfiltrasi
tersebut meliputi menunjukkan bahwa ke dalam sumsum tulang,
permainan edukatif penggunaan mengganti unsur-unsur sel
pada anak untuk bimbingan rohani yang normal, akibatnya
menurunkan tersebut dapat adalah dihasilkannya sel
kecemasan, pemberian meningkatkan darah merah dalam jumlah
makanan yang motivasi hidup bagi yang tidak mencukupi
mengandung para pasien penderita sehingga timbul anemia.
antioksidan, pendekatan kanker payudara di
spiritual berupa RS Islam Sultan
pelajaran mengaji dan Agung Semarang.
keagamaan serta
tindakan penekanan
pada titik tertentu untuk
mengurangi mual dan
muntah..

Anda mungkin juga menyukai