Anda di halaman 1dari 22

Departemen Keperawatan Dasar

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


DASAR MANUSIA DENGAN MASALAH GANGGUAN RASA
NYAMAN (NYERI) DIRUANGAN PERAWATAN
BAJI KAMASE DI RSUD LABUANG BAJI

Oleh:

NURFADILAH
70900120041

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
BAB 1

KONSEP KEBUTUHAN

A. Definisi
Kenyaman merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan dalam sehari-hari), trasenden (keadaan tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri), kelegaan (kebutuhan dapat terpenuhi).
Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang mencakup empat
aspek yaitu fisik (berhubungan dengan sensasi tubuh), sosial (berhubungan
dengan hubungan interpersonal, keluarga, sosial), psikospiritual
(berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan), dan lingkungan
(berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya) (Potter &
Perry, 2006). Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat
individual. Dikatakan individual karena respon individu terhadap sensasi
nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama lain. Secara sederhana
nyeri di artikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu merasa tersiksa,
menderita yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan
lain-lain (Asmadi, 2008)
Setiap individu memberikan persepsi yang berbeda terhadap rasa
nyeri. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat
individual. Dikatakan bersifat individul karena respon individu terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan dengan orang lain. Inilah
dasar bagi perawat dalam mengatasi rasa nyeri pada klien. Nyeri dapat di
artikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori
maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan
jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersisksa, menderita
yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan
lain-lain (Andina dan Yuni, 2017)
Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan
sangat bersifat individual. Stimulus dapat berupa stimulus fisik dan atau
mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada
fungsi ego seorang individu (Haswita & Sulistyowati, 2017)
B. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan di persepsikan oleh individu masih
belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri di rasakan
dan hingga dearajat mana nyeri tersebut mengganggu di pengaruhi oleh
interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta
interpretasi stimulus.
Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendeteksi kerusakan jaringan yang membangkitkan sensasi
sentuhan, panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan
ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat di rangsang oleh stimulus
mekanis, suhu dan kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri
disebut nosisepsi. Proses ini terdiri dari empat fase, yakni :
a. Transduksi
Pada fase ini, stimulus atau rangsangan yang membahayakan
(misalnya bahan kimia, suhu, listrik atau mekanis) memicu pelepasan
mediator biokimia yang mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian pertama,
nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis dua jenis
serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C
yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut
A-. Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.
Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju
batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic
tract (STT)). STT merupakan sistem diskriminatif yang membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus. Selanjutnya
pada bagian ketiga, sinyal tersebut di teruskan ke korteks sensorik
somatic tempat nyeri di persepsikan. Impuls yang di transmisikan
melalui STT mengaktifkan respon otonomi dan limbik.
c. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga
memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.
d. Modulasi
Fase ini di sebut juga “sistem desenden”. Padafase ini, neuron di
batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden
yang membahayakan dibagian dorsal medulla spinalis (Mubarak &
Chayatin, 2008)
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
a. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khusunya
pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang ditemukan diantara
kelompok usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri,
khusunya pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang ditemukan
diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak
dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil (bayi)
mempunyai kesulitan mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
Para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses
penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas
kesehatan (Haswita & Sulistyowati, 2017)
b. Jenis kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat
keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.
Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis
kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai
pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan
alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan
jenis kelamin. Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-
laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun
penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam mengekspresikan nyerinya. Pengobatan ditemukan lebih sedikit
pada perempuan. Perempuan lebih suka mengkominikasikan rasa
sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik oploid lebih sering
sebagai pengobatan untuk nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017)
c. Kebudayaan
Kebudayaan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan
dengan nyeri diberbagai kelompok budaya (Haswita & Sulistyowati,
2017)
Latar belakang etnik dan buadaya merupakan faktor yang
memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh,
individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan
orang lain (Mubarak & Chayatin, 2008)
d. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda.
Arti nyeri bagi seseorang memengaruhi respons mereka terhadap
nyeri. Jika penyebab nyeri diketahui, individu mungkin dapat
mengintepretasikan arti nyeri dan bereaksi lebih baik terkait dengan
pengalaman tersebut. Jika penyebabnya tidak diketahui, maka banyak
faktor psikologis negatif (seperti ketakutan dan kecemasan) berperan
dan meningkatkan derajat nyeri yang dirasakan. Jika pengalaman
tersebut diartikan negatif, maka nyeri yang dirasakan akan terasa lebih
intens dibandingkan nyeri yang dirasakan di situasi dengan hal yang
positif. (Black, Joyce M & Hawks, 2014)
e. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017)
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering
sekali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah
sama dalam nyeri dan ansietas. Ansietas yang tidak berhubungan
dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk
menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Haswita & Sulistyowati, 2017)
g. Pengalaman terdahulu
Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih
toleran terhadap nyeri dibandingkan dengan orang yang hanya
mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal
ini tidak selalu benar. Sering kali, lebih berpengalaman individu
dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap
peristiwa yang menyakitkan yang akan diakibatkan (Haswita &
Sulistyowati, 2017)
h. Gaya koping
Mekanisme koping individu sangat mempengaruhi cara setiap orang
dalam mengatasi nyeri. Ketika seseorang mengalami nyeri dan
menjalankan perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak
tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak
mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering
menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun
psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama
nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017)
i. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah
kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam
keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport,
mambantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman
terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran
orangtua merupakan hal yang khusus yang penting untuk anak-anak
dalam menghadapi nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017)
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkuan tersebut dapat
memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang
terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi
nyeri individu (Mubarak & Chayatin, 2008)
D. Macam-Macam Nyeri
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan
dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.
a. Nyeri akut dan nyeri kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan
tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut
walaupun lesi sudah sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan
sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual
Analogue Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa,
efisien dan lebih mudah dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan
intensitas nyeri yang dinilai dengan Visual Analog Scale (VAS) adalah
angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti intensitas nyeri paling
berat. Berdasarkan VAS, maka nyeri dibagi atas :
a) Nyeri ringan dengan nilai VAS : < 4 (1-3).
b) Nyeri sedang dengan nilai VAS : (4 -7).
c) Nyeri berat dengan nialai VAS : >7 ( 8-10).
b. Nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang
dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang
menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf
yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non
opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat
kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat
yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik
terhadap analgesic opioid
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Dalam NANDA, 2015, Nyeri di bedakan menjadi 2, yaitu:
a. Nyeri akut
1) Mengkaji perasaan klien
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
3) Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
b. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan
kognitif. Selain itu terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam
memulai mngkaji respon nyeri yang di alami pasien.
Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu
1) P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
2) Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul
dan lain-lain.
3) R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post
operasi,dan lain-lain.
4) S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
5) T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
c. Respon Nyeri
1) Respon simpatik
a) peningkatan frekuensi pernafasan
b) dilatasi saluran bronkiolus
c) peningkatan frekuensi denyut jantung
d) dilatasi pupil
e) penurunan mobilitas saluran cerna
2) Respon parasimpatik
a) Pucat
b) ketegangan otot
c) penuru nan denyut jantung
d) mual dan muntah
e) kelemahan dan kelelahan
3) Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain
perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri
yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis,
mengerutkan alis.
2. Diagnosa keperawatan menurut (SDKI, 2017) (Standar Diagnosa
Keperawatan Indoensia)
a. Gangguan Rasa Nyaman
1) Defenisi
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospritual, lingkungan dan sosial
2) Penyebab
a) Gejala penyakit
b) Kurang pengendalian situasional/lingkungan
c) Ketidak adekuatan sumberdaya (mis. Dukungan finansial,
sosial dan pengetahuan)
d) Kurangnya prifasi
e) Gangguan stimulus lingkungan
f) Efeksamping terapi (mis. Medikasi, radiasi, kemoterapi)
g) Gangguan adaptasi kehamilan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Mengeluh tidak nyaman
b) Objektif
Gelisah
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Mengeluh sulit tidur
(2) Tidak mampu rileks
(3) Mengeluh kedinginan/kepanasan
(4) Merasa gatal
(5) Mengeluh mual
(6) Mengeluh lelah
b) Objektif
(1) Menunjukkan gejala distres
(2) Tampak merintih/menangis
(3) Pola eliminasi berubah
(4) Postur tubuh berubah
(5) Iritabilitas
5) Kondisi klinis terkait
a) Penyakit kronis
b) Keganasan
c) Distres psikologis
d) kehamilan
b. Nausea
1) Definisi
Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau
lambung yang dapat mengakibatkan muntah
2) Penyebab
a) Gangguan biokimiawi (mis.uremia, ketoasidosis diabetik)
b) Ganggaun esofagus
c) Distensi lambung
d) Iritasi lambung
e) Gangguan prankeas
f) Peregangan kapsul limpa
g) Tumor terlokalisai (mis. Neuroma akustik, tumor otak primer
atau sekunder, mesastasis tulang di dasar tengkorak)
h) Peningkatan tekanan intraabdominal (mis. Keganasan
intraabdomen)
i) Peningktan tekanan intrakranial
j) Penignkatan tekanan intraorbital (mis. Glaukoma)
k) Mapuk perjalan
l) Aroma tidak sedap
m) Rasa makanan/minuman yang tidak enak
n) Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
o) Faktor psikologia (mis. Kecemasan, ketakutan, stress)
p) Efek agen farmakologi
q) Efek toksin
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(1) Mengeluh mual
(2) Merasa ingin muntah
(3) Tidak berminat makan
b) Objektif
(tidak tersedia)
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Merasa asam dimulut
(2) Sensasi panas/dingin
(3) Sering menelan
b) Objektif
(1) Saliva meningkat
(2) Pucat
(3) Deaforesis
(4) Takikardia
(5) Pupil dilatasi
5) Kondisi klinis terkait
a) Meningitis
b) Labirinitas
c) Uremia
d) Ketoasidosis diabetik
e) Ulkus peptikum
f) Penyakit esofagus
g) Tumor intraabdomen
h) Penyakit miniere
i) Neuroma akustik
j) Tumor otak
k) Kanker
l) Glaukoma
c. Nyeri akut
1) Defenisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif,
pasien mengeluh nyeri
b) Objektif
(1) Tampak meringis
(2) bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
(3) gelisah
(4) frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur.
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) pola nafas berubah
(3) nafsu makan berubah
(4) proses berpikir terganggu
(5) menarik diri
(6) berfokus pada diri sendiri
(7) diaforesis.
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) glaukoma
d. Nyeri Kronis
1) Defenisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
2) Penyebab
a) Kondisi dan muskuloskeletal kronis
b) Kerusakan sistem saraf
c) Penekanan saraf
d) Infiltrasi tumor
e) Ketidak seimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan
reseptor
f) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus
varicella-zoster)
g) Gangguan fungsi metabolik
h) Riwayat posisi kerja statis
i) Peningkatan indeks massa tubuh
j) Kondisi pasca trauma
k) Tekanan emosional
l) Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis seksual)
m) Riwayat penyalahgunaan obat/zat
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
(1) Mengeluh nyeri
(2) merasa depresi (tertekan).
b) Objektif
(1) Tampak meringis,
(2) gelisah
(3) tidak mampu menuntaskan aktivitas.
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
Merasa takut mengalami cedera berulang.
b) Objektif
(1) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
(2) Waspada
(3) pola tidur berubah
(4) anoreksia, fokus menyempit
(5) berfokus pada diri sendiri.
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi kronis (mis. Arthritis reumatoid)
b) Infeksi
c) Cedera medula spinalis
d) Kondisi paca trauma
e) Tumor
3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguam rasa nyaman
Terapi Relaksasi
Observasi :
a. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
b. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah efektif digunakan
c. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan tehnik
sebelumnya
d. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
e. Monitor respons terhadap relaksasi
Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
b. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur tehnik
relaksasi
c. Gunakan pakaian longgar
d. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
e. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain jika sesuai
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang bersedia
(mis music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
b. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
c. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
d. Anjurkan rileks dan menrasakan sensasi relaksasi
e. Anjurkan sering mengulangi dan melatih tehnik yang dipilih
f. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi (mis napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing) (SIKI, 2018)
2) Nyeri Akut
Manajemen Nyeri
Observasi
a. Idemtifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan meperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Idetifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
h. Monitor efek samping pemberian analgetik
Terapeutik
a. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis
TENS, hinpnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, tehnik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahayaan, kebisigan)
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan monitor myeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu (SIKI, 2018)
3) Nyeri Kronis
Manajemen Nyeri
Observasi
a. Idemtifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan meperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Idetifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
h. Monitor efek samping pemberian analgetik
Terapeutik
a. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis
TENS, hinpnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, tehnik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahayaan, kebisigan)
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan monitor myeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi :
a. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
b. Identifikasi tehnik relaksasi yang pernah efektif digunakan
c. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan tehnik
sebelumnya
d. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
e. Monitor respons terhadap relaksasi
Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
b. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur tehnik
relaksasi
c. Gunakan pakaian longgar
d. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
e. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain jika sesuai
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang bersedia
(mis music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
b. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
c. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
d. Anjurkan rileks dan menrasakan sensasi relaksasi
e. Anjurkan sering mengulangi dan melatih tehnik yang dipilih
f. Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi (mis napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing) (SIKI, 2018)
4) Nausea
Manajemen Muntah
Observasi
a. Identifikasi karakteristik mutah (mis warna, konsistensi, adanya
darah, waktu, frekuensi dan durasi)
b. Periksa volume muntah
c. Identifikasi riwayat diet (mis makanan yang disuka, tidak disukai,
dan budaya)
d. Identifikasi faktor penyebab muntah (mis pengobatan dan
prosedur)
e. Identifikasinkerusakan esophagus dan faring posterior jika muntah
terlalu lama
f. Monitor efek manajamen muntah secara menyeluruh
g. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik
a. Kontrol faktor lingkungan penyebab muntah (mis bau tak sedap,
suara dan stimulasi visual yang tidak menyenangkan
b. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah (mis
kecemasan, ketakutan)
c. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
d. Pertahankan kepatenan jalan napas
e. Bersihkan mulut dan hidung
f. Berikan dukungan fisik saat muntah (mis membantu membungkuk
atau menundukkan kepala)
g. Berikan kenyamanan selama muntah ( mis kompres dingin di dahi,
atau sediakan pakaian kering dan bersih)
h. Berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi
a. Anjurkan membawa kantong plastic untuk manampung muntah
b. Anjurkan memperbanyak istirahat
c. Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologis untuk mengelola
muntah ( mis biofeddback, hypnosis, relaksasi, terapi music,
akupresur)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antimetik, jika perlu

Daftar Pustaka

Andina dan Yuni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Asmadi. (2008). Prosedural Keperawatan: Konseo Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Black, Joyce M & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Jilid
3. Singapura: PT Salemba Medika.

Haswita & Sulistyowati. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: TIM.

Mubarak & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2017). Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Potter & Perry (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.:Konsep,Proses dan


Praktik. Edisi 4, volume 2. Jakarta:EGC

Tamsuri A.(2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai