Anda di halaman 1dari 82

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA


ANAK USIA PRASEKOLAH(3-6 TAHUN)
YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
MEDAN

Oleh:
AYU LESTARI SIREGAR
NIM: 012014003

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SANTA ELISABETH
MEDAN
2017
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA
ANAK USIA PRASEKOLAH (3 -6 TAHUN)
YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan DiplomaIII


Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Santa Elisabeth Medan

Oleh:
AYU LESTARI SIREGAR
NIM: 012014003

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SANTA ELISABETH
MEDAN
2017
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama : Ayu Lestari Siregar
NIM : 012014003
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Skripsi : Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak
UsiaPrasekolah (3-6 tahun) Yang Menjalani
Hospitalisasi Di Rumah Sakit Anta Elisabeth Medan

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian studi kasus yang telah saya
buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan studi kasus ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain maka saya bersedia mempertanggung jawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di STIKes
Santa Elisabeth Medan.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.

Penulis

Ayu Lestari Siregar


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

Tanda Persetujuan

Nama : Ayu Lestari Siregar


NIM : 012014003
Judul : Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6
tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan

Menyetujui Untuk Diujikan Pada Ujian Sidang Ahli Madya Keperawatan


Medan, 23 Mei 2017

Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Pembimbing

(Nasipta Ginting, SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Pd) (Nasipta Ginting, SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Pd)


Telah diuji

Pada tanggal, 23 Mei 2017

PANITIA PENGUJI

Ketua :

Nasipta Ginting, SKM., S.Kep., Ns., M.Pd

Anggota :

1. Paska Ramawati Situmorang SST., M. Biomed

2. Rusmauli Lumban Gaol S.Kep., Ns., M.Kep

Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan

(Nasipta Ginting, SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Pd)


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

Tanda Pengesahan

Nama : Ayu Lestari Siregar


NIM : 012014003
Judul : Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6
tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan

Telah Disetujui, Diperiksa dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji


Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
Pada Selasa, 13 Juni 2017 dan Dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI : TANDA TANGAN

Penguji I : Nasipta Ginting, SKM., S.Kep., Ns., M.Pd

Penguji II : Paska Ramawati Situmorang SST., M. Biomed

Penguji III : Rusmauli Lumban Gaol S.Kep., Ns., M.Kep

Mengetahui Mengesahkan
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Ketua STIKes

(Nasipta Ginting, SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Pd) (Mestiana Br.Karo,S.Kep.,Ns.,M.Kep)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini, dapat selesai pada waktunya. Karya tulis ini merupakan salah satu

syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Studi DIII Keperawatan di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Santa Elisabeth Medan.Adapun judul

dari Karya Tulis Ilmiah ini “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia

Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari kesempurnaan baik dari isi maupun penulisan. Hal ini dikarenakan

kekurangan sumber dan kemampuan penulis. Untuk itu Penulis mengharapkan

kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah ini dan menambah pengetahuan penulis dihari-hari yang akan datang.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik moril, maupun material. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Mestiana Br.Karo, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua STIKes Santa

Elisabeth Medan yang telah memberi izin kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di program studi DIII Keperawatan di STIKes Santa Elisabeth

Medan.

1
2

2. Dr.Maria Kristina Abiwiyanti, MARS, selaku direktur Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Nasipta Ginting,SKM.,S.Kep.,NS.,M.Pd selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Studi DIII Keperawatan.

Sekaligus selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah dan Dosen

Penguji 1 yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, dan

masukan, serta dukungan kepada penulis selama penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini

4. Paska R. Situmorang, SSt.,M.Biomed selaku sekretaris prodi DIII

Keperawatan serta Dosen Penguji II saya dalam penyusunan tugas akhir

saya yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan dukungan kepada

penulis selama dalam mengikuti pendidka di STIKes Santa Elisabeth

Medan dan mulai pengajuan judul Karya Tulis Ilmiah sampai kepada

penyusunan Karya Tulis Ilmiah sehingga dapat dengan baik disusun sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan.

5. Rusmauli Lumban Gaol, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Penguji III saya

dalam penyusunan tugas akhir saya yang telah memberikan bimbingan,

motivasi dan dukungan kepada penulis selama dalam mengikuti pendidka

di STIKes Santa Elisabeth Medan dan mulai pengajuan judul Karya Tulis

Ilmiah sampai kepada penyusunan Karya Tulis Ilmiah sehingga dapat

dengan baik disusun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2
3

6. Magda Siringo-ringo, SST.,M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan perhatian kepada

penulis selama penulis mengikuti pendidikanSTIKes Santa Elisabeth

Medan.

7. Staf Dosen, Karyawan/i pendidikan STIKes Santa Elisabeth Medan yang

telah banyak memberikan dukungan, bimbingan kepada penulis selama

mengikuti pendidikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah di STIKes

Santa Elisabeth Medan.

8. Petugas perpustakaan yang dengan sabar melayani, dan memberikan

fasilitas perpustakaan sehingga memudahkan penulis dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiahini.

9. Sr. M. Avelina, FSE selaku coordinator asrama dan seluruh ibu asrama

yang telah menyediakan fasillitas untuk menunjang keberhasilan

pendidikan di STIKes Santa Elisabeth Medan.

10. Orang tua tercinta (Evendi Siregar dan Lasmaria Gultom). Kakak dan

adik-adikku tersayang (Romasi Siregar, Putri Siregar, Morida Siregar, Boy

Gesa Siregar, Farida Siregar, Farel Siregar, Arjuna Siregar) yang telah

memberikan banyak nasehat, bimbingan, doa, dukungan baik secara

material maupun secara moral selama mengikuti pendidikan di STIKes

Santa Elisabeth Medan.

3
4

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

namanya belum disebutkan semoga Tuhan selalu memberikan setiap langkah kita

dan kiranya Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, untuk

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kearah keperawatan yang

propesional.

Medan, Mei 2017


Penulis

Ayu Lestari Siregar

4
5

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan ................................................................................ i


Halaman Sampul Dalam ............................................................................... ii
Halaman Pernyataan Keaslian ...................................................................... iii
Halaman Persetujuan ................................................................................... iv
Halaman Penetapan Panitia Penguji ............................................................. v
Halaman Pengesahan ................................................................................... vi
Halaman Abstrak ......................................................................................... vii
Halaman Abstract ......................................................................................... viii
Halaman Kata Pengantar .............................................................................. ix
Halaman Daftar Isi ....................................................................................... xii
Halaman Daftar Gambar .............................................................................. vi
Halaman Daftar Tabel .................................................................................. xvi
Halaman Daftar Singkatan ........................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1.LatarBelakang ............................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah....................................................................... 5
1.3.Tujuan Studi Kasus ..................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 6
1.4.Manfaat Studi Kasus ................................................................... 6
1.4.1 Bagi Anak ......................................................................... 6
1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Keperawatan .... 7
1.4.3 Bagi Peneiti Selanjutnya ................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8


2.1 Kecemasan ................................................................................. 8
2.1.1 Defenisi Kecemasan .......................................................... 8
2.1.2 Penyebab Kecemasan ........................................................ 8
2.1.3 Tanda Dan Gejala Kecemasan ........................................... 9
2.1.4 Manifestasi Klinik ............................................................. 10
2.1.5 Tingkat Kecemasan ........................................................... 11
2.1.6 Rentang Respon Ansietas .................................................. 15
2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan ................ 15
2.1.8 Mekanisme Koping Kecemasan ........................................ 21
2.2 Hospitalisasi ............................................................................... 24
2.2.1 Defenisi Hospitalisasi ........................................................ 24
2.2.2 Stressor Dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ............. 24
2.2.3 Dampak Hospitalisasi ........................................................ 31
2.2.4 Cara Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak ............. 32
2.3 Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah .................................... 34
2.3.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah ...................................... 34
2.3.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia
Prasekolah ........................................................................ 35

5
6

2.4 Kerangka Konsep ....................................................................... 39


2.4.1 Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang
Menjalani Hospitalisasi ..................................................... 39

BAB 3 Metode Studi Kasus ....................................................................... 40


3.1. Jenis Studi Kasus ........................................................................ 40
3.2. Subjek Studi Kasus ................................................................... 40
3.3 Fokus Studi ................................................................................ 40
3.4. Defenisi Operasional Fokus Studi ............................................... 40
3.5. Instrumen Studi Kasus ............................................................... 42
3.6. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 43
3.7. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus .................................................. 43
3.8. Analisis Data Dan Penyajian Data .............................................. 44
3.9. Etika Studi Kasus ....................................................................... 46
BAB 4 HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN .................................. 47
4.1 HASIL STUDI KASUS ................................................................... 47
4.1.1 Gambaran Lokasi Studi Kasus ................................................ 47
4.1.2 Karakteristik Demografi Responden ....................................... 48
4.1.3 Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Yang Menjalani
Hospitalisasi ........................................................................... 50
4.1.4 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang Menjalani
Hospitalisasi .......................................................................... 51
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 52
4.3 Keterbatasan Studi Kasus.................................................................. 56

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 57


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 57
5.2 Saran ............................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1. Surat Ijin Studi Kasus
2. Informed Consent
3. Instrumen Studi Kasus
4. Data dan Hasil

6
7

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

Gambar 1 Rentang respon Ansietas ........................................................ 51

Gambar 2 Kerangka Konsep Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia


Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ................................... 49

7
8

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Di


Ruangan Anak Santa Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan 2017 ............................................................................. 49
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Anak
Prasekolah 3-6 Tahun Yang Menjalani Hospitalisasi Di Ruang
Anak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2017 ........................ 51
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Dan Tingkat
Kecemasan Pada Anak Prasekolah 3-6 Tahun Yang Menjalani
Hospitalisasi Di Ruang Rawat Internis Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan 2017 ............................................................... 52

8
9

DAFTAR SINGKATAN

1. WHO : World Health Organization

2. SUSENAS : Survei Kesehatan Nasional

3. HRS-A : Hamilton Rating Scale for Axiety

4. (IPTEK) : Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

5. (SDM) : Sumber Daya Manusia

6. (UGD) : Unit Gawat Darurat

7. ICU : Intensive Care Unite

8. MCU : Medical Check Up

9. OK : Operatie Kamer

10. PA : Patologi Anatomi

9
10

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hospitalisasi adalah keadaan dimana seseorang yang sakit berada pada

lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau

pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya (Wong,

2009), menurut Supartini (2012) Hospitalisasi adalah suatu proses yang

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan

perawatan yang sampai pemulangan kembali kerumah, Hospitalisasi adalah suatu

keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini

terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru

yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak

baik terhadap anak maupun orangtua dan keluarga (Priyoto. 2014).

Kecemasan adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan

yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari,

kecemasan adalah reaksi/respon tubuh terhadap stressor (tekanan mental/beban

kehidupan (Priyoto. 2014), stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik

terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya respon tubuh seseorang

manakala yang bersangkutan mengalami beban yang berlebihan. Bila ia sanggup

mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka

dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres, tetapi sebaliknya bila ia

mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh maka ia disebut mengalami

stres, menurut Wong (2009) stres hospitalisasi adalah suatu kejadian atau

masalah yang sering terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit terutama pada

10
11

anak-anak. Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang

harus dihadapi anak. Anak–anak sangat rentan terhadap krisis penyakit dan

hospitalisasi karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas

lingkungan, anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk

meyelesaikan stressor (kejadian-kejadian yang menimbulkan stres) stressor utama

dari hospitalisasi antara lain perpisahan dengan orangtua,kehilangan kendali,

cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi

oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan

penyakit, keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan

diagnosis, dan sistem pendukung yang ada.

Kecemasan sudah menjadi bagian dalam hidup, dan bahkan kecemasan

kini menjadi manusiawi selama tidak larut berkepanjangan. Berdasarkan

gejalanya tingkat kecemasan dibagi menjadi tiga yaitu: tingkat kecemasan ringan

yang menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya, cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting dan mengeyampingkan pada hal yang lain,cemas berat sangat

mengurangi lahan persepsi seseorang ( Wong. 2009), anak prasekolah merupakan

anak yang memasuki periode usia antara 3 tahun sampai 6 tahun. Pada usia

prasekolah kemampuan sosial anak mulai berkembang, persiapan diri untuk

memasuki dunia sekolah dan perkembangan konsep diri telah mulai pada periode

perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Keterampilan motorik

seperti berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes tetapi otot dan tulang

belum begitu sempurna (Supartini. 2012).

11
12

Anak usia prasekolah belum mampu mengenal, memahami dan mengatasi

masalah yang dihadapinya. Perawatan anak prasekolah dirumah sakit dapat

menimbulkan dampak terhadap anak saat dirawat, ada berbagai kejadian selama

anak dihospitalisasi yang menimbulkan stressor. Dampak hospitalisasi pada anak

prasekolah saat dirawat dirumah sakit dapat dilihat dari perilaku anak tersebut

diantaranya adalah penolakan terhadap suatu tindakan, menghindar dari situasi

yang membuatnya tertekan dan bersikap tidak kooperatif terhadap petugas

(Nursalam, 2011). Dampak hospitalisasi secara umum pada anak prasekolah yang

dirawat di rumah sakit yaitu cemas terhadap perpisahan, kehilangan kontrol, luka

pada tubuh dan rasa nyeri. Maka keterlibatan orang tua senantiasa dibutuhkan

untuk mendampingi anak, memberi dukungan secara fisik maupun emosional

(Susilaningrum, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Samfriati Sinurat di Ruangan Santa Theresia

tahun 2015 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dampak hospitalisasi pada

anak dari 40 responden sebagian besar dari 24 responden 60% dampak

hospitaisasi pada anak ringan, dan sebanyak 16 orang 40% dampak hospitalisasi

pada anak berat.

Menurut data World Health OrganizationWHO (2010) bahwa 10%pasien

anak yang dirawat di Amerika Serikat mengalami stres selama hospitalisasi.

Sekitar 3 sampai dengan7% dari anak usia sekolah yang dirawat di Jerman juga

mengalami hal yang serupa, 5 sampai dengan 10% anak yang dihospitalisasi di

Kanada dan Selandia Baru juga mengalami stresselama dihospitalisasi.Sumaryoko

(2008) dalam Kholisatun (2013) menyatakan prevalensi mortalitasanak di

12
13

Indonesia yangharusdirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100

anak, yang ditunjukkan dengan selalu penuhnya ruang anak baik di rumah sakit

pemerintah ataupun rumah sakit swasta, berdasarkan survei dari WHO pada tahun

2008, hampir 80% anak mengalami perawatan di rumah sakit. Sedangkan di

Indonesia sendiri berdasarkan survei kesehatan ibu dan anak tahun 2010

didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak mengalami dampak hospitalisasi, dan

33,2% diantaranya mengalami dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami

dampak hospitalisasi sedang, dan 25,2% mengalami dampak hospitalisasi ringan

(Rahma & Puspasari, 2010).

Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun 2010 jumlah anak usia

prasekolah di Indonesia sebesar 72% dari jumlah total penduduk Indonesia, dan

diperkirakan dari 35 per 100 anak menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya

mengalami kecemasan. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding

pasien lain, waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20%

sampai 45% melebihi waktu untuk merawat orang dewasa. Anak yang dirawat di

rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya (Wahyuni.

A.Anggika,2016), menurut hasil penelitian yang dilakukan Januarsih (2014)

dalam jurnal Anggika (2016) diketahui bahwa distribusi dari 20 responden

frekuensi tertinggi anak dengan tingkat kecemasan berat, yaitu sebanyak 14

responden (70%) dan frekuensi terendah anak dengan tingkat kecemasan sedang,

yaitu sebanyak 6 responden (30%) dan berdasarkan penelitian Yuni Sandra tahun

(2012), pada penelitian judul skripsi Hubungan Dukungan Keluarga dengan

tingkat kecemasan pada anak usia prasekolahyang menjalani hospitalisasi di RS

13
14

PKU Muhamadiah Gombong didapatkan data tingkat kecemasan pasien anak

sebagian besar menunjukan 60,7% kecemasan sedang, 39,3% mengalami

kecemasan berat, dan tidak ada yang mengalami kecemasan ringan. Penelitian

Suryanti, Sodikin, dan Mustiah di Rumah Sakit Umum Daerah dr. R Goetheng

Tarunadibrata Purbalingga menunjukan data kecemasan anak yang dirawat 53,3%

mengalami kecemasan sedang, 36,7% kecemasan ringan, dan 6,7% kecemasan

berat. Pada penelitian tersebut, menunjukan penyebab kecemasan pada anak

adalah perpisahan dengan orang terdekatnya, yang menimbulkan perilaku anak

menangis ketika pertama kali dirawat di rumah sakit, menjeri-jerit saat sedang

menangis, dan tidak mau didekati oleh orang lain, mencari-cari orang tua,

menangis ketika orang tua meninggalkan ruangan, menolak dan bahkan menyuruh

pergi orang lain yang dianggapnya asing, dan menolak terhadap tindakan

pengobatan atau perawatan.

Atas pengalaman diatas maka saya tertarik mengambil judul Gambaran

Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Yang Menjalani

Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Prasekolah (3-6 Tahun)

Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

14
15

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat

kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani

hospitalisasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui berapa banyak anak prasekolah (3-6 tahun) yang

mengalami tingkat kecemasan berat yang menjalani hospitalisasi di

Rumah Sakit Elisabeth Medan.

1.3.2.2 Mengetahui berapa banyak anak prasekolah (3-6 tahun) yang

mengalami tingkat kecemasan ringan yang menjalani hospitalisasi

di Rumah Sakit Elisabeth Medan.

1.3.2.3 Mengetahui berapa banyak anak prasekolah (3-6 tahun) yang

mengalami tingkat kecemasan sedang yang menjalani hospitalisasi

di Rumah Sakit Elisabeth Medan.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Anak

Bagi anak diharapkan untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan

pada anak dan mengurangi stressor (penyebab stres) pada anak yang

menjalani hospitalisasi.

15
16

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah wawasan ilmu dan teknoloi dalam menurunkan atau mengatasi

tingkat kecemasan pada anak prasekolah (3-6 Tahun) yang menjalani

hospitalisasi.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan acuan, sumber informasi, dan sebagai data tambahan dalam

mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan pada anak usia

prasekolah(3-6 Tahun) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Defenisi Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan

perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berlanjutan (Hawari,

2013), cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh

situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau

mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti

mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi (Murwani, 2008). Sedangkan

menurut Struart (2009), ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak

ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak

memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2009).Reaksi anak terhadap hospitalisasi

bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkebangan anak,

pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan

kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Wong (2009) berbagai perasaan

yang muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah.

2.1.2 Penyebab kecemasan

Cemas merupakan gejolak emosi yang berhubungan dengan sesuatu di

luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan.

7
8

Menurut Stuart (2009) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang

kecemasan anta lain:

a. Teori Psikoanalisis

Dalam pandangan psikoanalisis, cemas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego.Id mewakili

dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma–norma

budaya seseorang. Ego berfungsi mengetahui tuntutan dari dalam elemen

tersebut, dan fungsi ansietas adalah meningkatkan ego dalam bahaya.

b. Teori Interpersonal

Dalam pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut

terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga

berhubungan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan

dan perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi

diri oleh orang lain atau pun masyarakat akan menyebabkan individu yang

bersangkutan menjadi cemas, namun bila keberadaannya diterima oleh

orang lain, maka ia akan merasa tenang dan tidak cemas.

c. Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustasi yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai

suatu dorongan untuk menghindari kepedihan. Peka tentang pembelajaran

meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya

8
9

dihadapkan pada ketakutan yang berlebih sering menunjukkan cemas pada

kehidupan selanjutnya.

d. Teori Keluarga

Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas merupakan hal yang

biasa ditemui dalam suatu keluarga. Adanya tumpang tindih antara

gangguan cemas dan gangguan depresi.

e. Teori Biologi

Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik

untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin memengaruhi kecemasan.

2.1.3 Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh

seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh

individu tersebut (Hawari, 2013). Keluhan yang sering dikemukakan oleh

seseorang saat mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2013) antara

lain adalah sebagai berikut :

1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut akan

pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang,

gelisah, mudah terkejut.

2. Gangguan pola tidur : mimpi-mimpi yang menegangkan.

3. Gangguan konsentrasi daya ingat.

4. Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan

terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.

9
10

2.1.4 Manifestasi Klinik

Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan

fisiologis, perilaku dan secara langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya

untuk melawan ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan

peningkatan tingkat kecemasan. Berikut tanda dan gejala berdasarkan klasifikasi

tingkat kecemasan yang timbul secara umum adalah:

a. Tanda fisik

1. Cemas ringan:

a. Gemetaran, renjatan, rasa goyang

b. Ketegangan otot

c. Nafas pendek, hiperventilasi

d. Mudah lelah

2. Cemas sedang:

a. Sering kaget

b. Hiperaktifitas autonomik

c. Wajah merah dan pucat

3. Cemas berat:

a. Takikardi

b. Nafas pendek, hiperventilasi

c. Berpeluh

d. Tangan terasa dingin

10
11

4. Panik

a. Diare

b. Mulut kering (xerostomia)

c. Sering kencing

d. Parestesia (kesemutan pada kaki dan tangan)

e. Sulit menelan

b. Gejala psikologis

1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3. Sulit konsentrasi, hypervigilance (siaga berlebihan)

4. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang

5. Gangguan pola tidur, mimpi – mimpi yang menegangkan

6. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

7. Libido menurun

8. Rasa mengganjal di tenggorokan

9. Rasa mual di perut

2.1.5 Tingkat Kecemasan

Setiap tingkatan ansietas mempunyai karakteristik atau manifetasi yang

berbeda-beda satu sama lain. Manifestasi yang terjadi tergangtung pada

kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi tantangan, harga diri, dan

mekanisme koping yang digunakan (Stuart. 2009)

11
12

1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari–hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas

2. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting dan mengeyampingkan pada hal yang lain, sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah.

3. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak

berfikir tentang hal yang lain, semua perilaku ditunjukkan untuk

mengurangi ketegangan.

4. Panik berhubungan terpengaruh ketakutan dan eror. Rincian terpecah dari

proporsiya karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang panik tidak

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik

melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik terjadi aktivitas

motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran rasional.

Menurut Hawari (2013), tingkat kecemasan dapat diukur dengan

menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating

Scale for Axiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah

sebagai berikut :

12
13

1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan

mudah tersinggung.

2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang,

mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.

3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang

besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.

4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi

yang menakutkan.

5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan

daya ingat buruk.

6. Perasaan depresri (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan

pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot,

gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.

8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan

kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut

jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa

lesu/ lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti

sekejap.

13
14

10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa

tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.

11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,

gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan

terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB

konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat

12. Gejala urogenital (perekmihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak

dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid

berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, mashaid

sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin,ejakulasi

dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.

13. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala

pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.

14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi

berkerut, wajah tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah

merah.

Masing - masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-

3, dengan penilaian sebagai berikut :

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat /panik

14
15

Masing - masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala tersebut

dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang, yaitu : total nilai (score) : kurang dari 14 = tidak ada

kecemasan, 14-20 kecemasan ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41 =

kecemasan berat, 42-56 = kecemasan berat sekali (Hawari, 2013).

2.1.6 Rentang Respon Ansietas

Menurut Stuart(2009) rentang respon individu terhadap cemas berfluktuasi

antara repon adaftif dan maladaftif. Rentang respon yang paling adaptif adalah

antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang

mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah panik dimana

individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi

sehingga mengalami gangguan fisik, perilaku maupun kognitif.

Respon adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Sumber : Stuart dan sudeen dalam buku Asmadi (2008)

2.1.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan

Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal

dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal).

Pencetus ansietas menurut Asmadi (2008) dapat dikelompokkn menjadi dua

kategori yaitu :

15
16

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang

keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan.

a. Intelektual

adalah yang berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan

kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak seperti berbicara,

bermai, berhitung, membaca, serta berkonsentrasi. Dalam intelektual ini

anak mulai mengembangkan kemampuan bahasa yang memungkinkan

untuk berkomunikasi dan bermasyarakat di dunia kecilnya. Pada

permulaannya anak masih mempertahankan sifat egoistik dan bicara

pun lebih banyak digunakan untuk kebutuhan dirinya seperti makan,

minum dan sebagainya. Anak akan mampu untuk bermasyarakat namun

ia masih belum mampu untuk berfikir secara timbal balik, ia

memperhatikan dan meniru tingkah laku orang dewasa.

b. Emosional

adalah tergantung pada kemampuan untuk membentuk perasaan dan

ikatan batin, kemampuan untuk kasih sayang, kemampuan untuk

mengelola ransangan agresif. Berbagai kaitan emosional anak akan

berkembang dan meluas pada lingkungan keluarga lain dan akhirnya

kemasyarakat yang lebih komplek. Ketidakmampuan dalam

mengontrol beberapa aspek dunia luar seperti apa yang harus dibeli atau

kapan harus pergi, sering mengakibatkan kehilangan kontrol internal ,

yaitu watak pemarah, memukul. Mencubit, takut, mudah tersinggung

16
17

dan memiliki firasat buruk, terlalu lelah atau ketidaknyamanan fisik

dapat juga menimbulkan kemarahan. Ketika mereka diperkuat oleh

penghargaan yang intermitten seperti ketika orang tua kadang-kadang

memberi kebutuhan anaknya, kemarahan dapat juga menjadi kubu

strategi untuk mendesak pengontrolan.

c. Genetik

merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh

kembang anak. Melalui intrinsik genetik yang terkandung dalam sel

telur yang telah dibuahi dapat dicantumkan kualitas dan kuantitas

pertumbuhan, ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan,

derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan unsur pubertas dan

berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain

adalah faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku

bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi

dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang

optimal. Gangguan pertumbuhan dinegara maju lebih sering

diakibatkan oleh faktor genetik. Faktor genetik juga faktor lingkungan

yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal,

bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan anak-anak sebelumnya

mencapai usia balita.

2. Faktor eksternal

Segala sesuatu yang berada di luar diri individu yang keberdaannya

mempengaruhi terhadap dinamika perkembangan.

17
18

1. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya bawaan lingkungan yang cukup baik akan meningkatkan

tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan

menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisik-

psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari

konsepsi sampai akhir hayatnya. Lingkungan atau sekitar tempat

tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri

maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman

yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,

ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak

aman terhadap lingkungannya.

a. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan

jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal

ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam

jangka waktu yang sangat lama.

b. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi

seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari

suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-

18
19

perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan.

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa

penyebab dari kecemasan yaitu :

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam

dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya

terlihat jelas didalam pikiran.

b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal

yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering

pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang

terlihat dalam bentuk yang umum.

c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.

Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan

dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang

mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir

karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu

hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga,

sekolah, maupun penyebabnya. Faktor yang memepengaruhi adanya

kecemasan yaitu:

a) Lingkungan keluarga

Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau

penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua

19
20

terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta

kecemasan pada anak saat berada didalam rumah.

b) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan

yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku

yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian

buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya

kecemasan.

Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata

dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari

masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi,

Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :

a. Faktor biologis

Penyebab biologis terjadinya ansietas yang berlawanan dengan penyebab

psikologis. Beberapa individu yang mengalami episode sikap bermusuhan,

iritabilitas, perilaku sosial dan perasaan menyangkal terhadap kenyataan

hidup dapat menyebabkan ansietas tingkat berat bahkan ke arah panik.

b. Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga

memudahkan timbulnya kecemasan.

20
21

c. Faktor psikologis

Penanganan terhadap integritas fisik dapat mengakibatkan ketidak-

mampuan psikologis atau penurunan terhadap aktivitas sehari-hari

seseorang (Stuart & Laraia, 2005; Agustarika, 2009). Demikian pula

apabila penanganan tersebut menyangkut identitas diri, dan harga diri

seseorang, dapat mengakibatkan anacaman terhadap self system.

Ancaman tersebut berupa ancaman eksternal, yaitu kehilangan

orang yang berarti, seperti : meninggal, perceraian, dilema etik, pindah

kerja, perubahan dalam status kerja, dapat pula berupa ancaman internal

seperti: gangguan hubungan interpersonal di rumah, disekolah atau ketika

dalam lingkungan bermainnya. Kecemasan seringkali berkembang selama

jangka waktu panjang dan sebagian besar tergantung pada seluruh

pengalaman hidup seseorang.

d. Faktor keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata

akibat adanya konflik dalam keluarga. Lingkungan kecil dimulai dari

lingkungan keluarga, peran pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam

memberi dukungan. Istri dan anak yang penuh pengertian serta dapat

mengimbangi kesulitan yang dihadapi suami akan dapat memberikan

perhatian kepada kondisi stres suaminya.

2.2.8 Mekanisme Koping Kecemasan

Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka secara

otomatis muncul upaya untuk mengatasi dengan berbagai mekanisme koping.

21
22

Penggunaan mekanisme koping akan efektif bila didukung dengan kekuatan lain

dan adanya keyakinan pada individu yang bersangkutan bahwa mekanisme yang

digunakan dapat mengatasi kecemasannya.

Menurut Asmadi (2008) mekanisme koping terhadap kecemasan dibagi

menjadi dua kategori:

a. Strategi pemecahan masalah (problem solving strategic)

b. Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk mengatasi atau

menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan

pengamatan secara realistis.

c. Mekanisme pertahanan diri ( defence mekanism)

Mekanisme pertahanan diri ini merupakan mekanisme penyesuaian ego

yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan tidak adekuat. Beberapa

ciri mekanisme pertahanan diri antara lain:

1. Bersifat hanya sementara karena berfungsi atau bertahan dari hal – hal

yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung mengatasi

masalah.

2. Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu tidak

menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi.

3. Sering kali tidak berorientasi pada kenyataan

Mekanisme pertahanan menurut Stuart (2009) yang sering digunakan

untuk mengatasi kecemasan antara lain:

1. Rasionalisasi : suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan memberi

alasan yang rasional

22
23

2. Displacement : pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang bentuknya

atau objeknya lain.

3. Identifikasi : cara yang digunakan untuk menghadapi orang lain dan

membuatnya menjadi bagian kepribadiannya, ia ingin serupa orang lain dan

bersifat seperti orang lain.

4. Over kompensasi : tingkah laku yang gagal mencapai tujuan pertama tersebut

dengan melupakan dan melebih – lebihkan tujuan kedua yang biasanya

berlawanan dengan tujuan yang pertama.

5. Instropeksi : memasukkan dalam pribadi sifat – sifat dari pribadi orang lain.

6. Represi : konflik, pikiran, impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan,

di tekan dengan ke alam yang tidak sadar dan sengaja dilupakan

7. Supresi : menekan konflik, impuls yang tidak dapat diterima dengan secara

tidak sadar.

8. Deniel : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak

menyenangkan dirinya

9. Fantasi : apabila seseorang menghadapi konflik frustasi ia menarik diri dengan

berkhayal atau fantasi dan melamun.

10. Sublimasi : penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial karena

dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.

23
24

2.2 Hospitalisasi

2.2.1 Defenisi Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang menjadi alasan yang berencana

atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi

pengobatan dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak yang

baru pertama kali dirawat di rumah sakit menunjukan perilaku kecemasan. Selain

pada anak, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial dari

keluarga, kerabat, bahkan petugas kesehatan anak menunjukan perasaan cemasnya

pula (Supartini, 2012).

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan

dirawat di rumah sakit. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit merupakan

masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2012).

Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat

menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit.

2.2.2 Stressor Dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit

dan dirawat di rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut

menjadi faktor stresor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan

keluarga. Adapun stresor utama dari hospitalisasi dan reaksi anak prasekolah

menurut Wong (2009) adalah sebagai berikut :

24
25

a. Cemas akibat perpisahan

kecemasan pada anak akibat perpisahan dengan orangtua atau orang yang

menyayangi merupakan sebuah mekanisme pertahanan dan karakteristik

normal dalam perkembangan anak Mendez et al, 2008. Dalam Ramdaniati,

(2011). Jika perpisahan itu dapat dihindari, maka anak – anak akan

memiliki kemampuan yang besar untuk menghadapi stress lainnya.

Perilaku utama yang ditampilkan anak sebagai respon dari kecemasan

akibat perpisahan ini terdiri atas tiga fase (Wong, 2009), yaitu:

1. Fase protes (protest)

Pada fase protes anak-anak bereaksi secara agresif terhadap

perpisahan dengan orang tua. Anak menangis dan berteriak

memanggil orang tuanya, menolak perhatian dari orang lain, dan

sulit dikendalikan.Perilaku yang dapat diamati pada anak usia

prasekolah antaralain menyerang orang asing secara verbal, misal

dengan kata “pergi”,menyerang orang asing secara fisik, misalnya

memukul atau mencubit, mencoba kabur, mencoba menahan orang

tua secara fisik agar tetap menemaninya. Perilaku tersebut dapat

berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Protes

dengan menangis dapat terus berlangsung dan hanya berhenti jika

lelah. Pendekatan orang asing dapat mencetuskan peningkatan

stres.

25
26

2. Fase Putus Asa

Pada fase putus asa, tangisan berhenti dan mulai muncul depresi.

Anak kurang aktif, tidak tertarik untuk bermain atau terhadap

makanan dan menarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat

diobservasi adalah tidak aktif, menarik diri dari orang lain, depresi,

sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif,

mundur ke perilaku awal seperti menghisap ibu jari atau

mengompol. Lama perilaku tersebut berlangsung bervariasi.

Kondisi fisik anak dapat memburuk karena menolak untuk makan,

minum atau bergerak.

3. Fase Pelepasan

Anak menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain

dengan orang lain dan tampak membentuk hubungan baru.

Perilaku yang dapat diobservasi adalah menunjukan peningkatan

minat terhadap lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang asing

atau pemberi asuhan yang dikenalnya, membentuk hubungan

barunamun dangkal, tampak bahagia. Biasanya terjadi setelah

perpisahan yang terlalu lama dengan orang tua. Hal tersebut

merupakan upaya anak untuk melepaskan diri dari perasaan yang

kuat terhadap keinginan akan keberadaan orang tuanya. Perawatan

di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang

dirasakan aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu

lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainan.

26
27

Kebutuhan akan keamanan dan bimbingan dari orang tua

pun akan mengalami peningkatan. Pada anak usia prasekolah, anak

akan cenderung lebih aman secara interpersonal daripada anak usia

1 sampai 3 tahun, maka anak dapat mentoleransi perpisahan

singkat dengan orang tua anak dan dapat lebih cenderung

membangun rasa percaya pada orang dewasa lain yang bermakna

untuknya. Anak usia prasekolah memperlihatkan kecemasan akibat

perpisahan melalui penolakan makan, sulit untuk tidur, bertanya

terus menerus tentang keberadaan orangtuanya atau menarik diri

dari orang lain (Wong, 2009).

b. Kehilangan Kendali

Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah stres akibat

hospitalisasi adalah jumlah kendali yang orang tersebutrasakan.

Kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat

mempengaruhi keterampilan koping anak – anak. Banyak situasi Rumah

Sakit yang menurunkan jumlah kendali yang dirasakan anak. Meskipun

stimulasi sensorik yang biasanya berkurang, namun stimulus rumah sakit

lainnya seperti cahaya, suara dan bau dapat berlebihan. Tanpa pemahaman

tentang jenis lingkungan kondusif untuk pertumbuhan anak yang optimal,

pengalaman rumah sakit dapat menjadi hal yang memperlambat

perkembangan dan yang lebih buruk membatasinya secara permanen.

Karena kebutuhan anak – anak sangat bervariasi yang bergantung pada

usia mereka maka area utama mengenai kehilangan kendali dalam hal

27
28

pembatasan fisik, perubahan rutinitas atau ritual, dan ketergantungan

didiskusikan berdasarkan setiap kelompok usia (Wong, 2009).

Kehilangan kendali yang dirasakan anak saat di rawat dirumah

sakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah stres anak.

kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat

mempengaruhi keterampilan koping anak-anak (Hockenbery & Wilson,

2009, dalam Apriliawati, 2011).

Kontrol diri pada anak bersifat menetap karena anak berada di luar

lingkungan normalnya. Kehilangan kontrol dapat menyebabkan perasaan

tidak berdaya sehingga dapat memperdalam kecemasan dan ketakutan

(Monaco, 1995, dalam Ramdaniati, 2011). Anak akan kehilangan

kebebasan dalam mengembangkan otonominya akibat sakit dan dirawat di

rumah sakit. Anak akan bereaksi agresif dengan marah dan berontak

akibat ketergantungan yang dialaminya (Supartini, 2012).

Anak usia prasekolah sering terjadi kehilangan kontrol yang

disebabkan oleh pembatasan fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan

yang harus anak patuhi. Pemikiran magis anak usia prasekolah membatasi

kemampuan anak untuk memahami berbagai peristiwa, karena anak

memandang semua pengalaman dari sudut pandang anak itu sendiri. Salah

satu ciri-ciri khayalan yang sering dimiliki anak prasekolah untuk

menjelaskan alasan sakit atau hospitalisasi peristiwa tersebut adalah

hukuman bagi kesalahan baik yang nyata maupun khayalan. Respon

28
29

kehilangan kontrol pada usia ini berupa perasaan malu, takut dan rasa

bersalah (Wong, 2009).

c. Cidera tubuh dan adanya nyeri

Nyeri dan ketidaknyamanan secara fisik yang dialami anak saat

hospitalisasi merupakan salah satu kondisi yang mungkin akan dihadapi

selain perpisahan dengan rutinitas dan orang tua, lingkungan yang asing,

serta kehilangan kontrol (Pilliteri, 2009 dalam Ramdaniati, 2011). Konsep

nyeri dan penyakit yang dimiliki oleh seorang anak akan berbeda

bergantung dari tingkat perkembangannya begitu pula dengan respon

terhadap nyeri. Perkembangan kognitif anak menentukan pola pikir dan

konsep terhadap sakit dan rasa nyeri (Wong. 2009).

Pemahaman anak terhadap penyakit dan nyeri muncul pada usia

prasekolah. Pada usia ini anak berada pada fase praoperasional dalam

kemampuan kognitifnya. Anak prasekolah sulit membedakan antara diri

anak sendiri dan dunia luar. Pemikiran anak tentang penyakit difokuskan

pada kejadian eksternal yang dirasakan dan hubungan sebab akibat dibuat

berdasarkan kedekatan antara dua kejadian. Misalnya anak sakit perut

akibat sebelum makan tidak cuci tangan. Pemahaman anak terhadap nyeri

dihubungkan sebagai sebuah hukuman atas kesalahan yang dilakukan

(Wong, 2009).

Reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan anak,

pengalaman dirawat sebelumnya; mekanisme koping anak dan sistem

pendukung yang ada (Wong, 2009).

29
30

1) Usia perkembangan anak

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan

anak. Semakin muda usia anak, maka akan semakin sulit bagi anak untuk

menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit (Supartini,

2012).

2) Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya

Anak yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit, dan

kurangnya dukungan dari keluarga bahkan petugas kesehatan akan

menimbulkan kecemasan. Pengalaman yang tidak menyenangkan anak

akan menyebabkan anak takut dan trauma (Supartini, 2012). Pengalaman

hospitalisasi yang lalu selalu menimbulkan dampak bagi pasien terutama

anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distres emosional

pada anak-anak sering muncul selama menjalani hospitalisasi atau

setelahnya (Luthfi. 2009, dalam Wijayanti. 2009).

3) Mekanisme koping

Pemahaman anak-anak dan mekanisme koping yang digunakan pada saat

hospitalisasi dipengaruhi oleh stresor individu pada tiap fase

perkembangan. Stresor yang utama adalah perpisahan, kehilangan kontrol,

bagian tubuh yang cedera, dan perilaku anak. Setiap anak mempunyai

reaksi mekanisme koping berbeda dalam menjalani hospitalisasi

(Wijayanti, 2009). Mekanisme koping utama anak prasekolah adalah

regresi. Anak prasekolah akan bereaksi terhadap perpisahan dengan regresi

dan menolak untuk bekerja sama.

30
31

4) Sistem pendukung

Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan

tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta

dukungan kepada orang terdekat dengannya. Perilaku ini ditandai dengan

permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit,

didampingi saat dilakukan perawatan padanya, minta dipeluk saat merasa

takut dan cemas bahkan saat merasa ketakutan (Ariffiani, 2008 dalam Yuli

Utami, 2012).

2.2.3 Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi bagi anak tidak hanya akan berdampak pada anak

tersebut,tetapi kepada orang tua serta saudara-saudaranya. Berikut ini adalah

dampak hospitalisasi terhadap anak dan orang tua yaitu:

a. Anak

Perubahan perilaku merupakan salah satu dampak hospitalisasi

pada anak. Anak bereaksi terhadap stres pada saat sebelum, selama dan

setelah proses hospitalisasi. Perubahan perilaku yang dapat diamati pada

anak setelah pulang dari rumah sakit adalah merasa kesepian,tidak mau

lepas dari orang tua, menuntut perhatian dari orang tua dan takut

perpisahan (Supartini, 2012).

Dampak negatif hospitalisasi juga berhubungan dengan lamanya

rawat inap, tindakan invasif yang dilakukan serta kecemasan orang tua.

Respon yang biasa muncul pada anak akibat hospitalisasi antaralain

regresi, cemas karena perpisahan, apatis, takut, dan gangguan tidur

31
32

terutama terjadi pada anak yang berusia kurang dari 7 tahun (Ramdaniati,

2011).

b. Orang tua

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah

bagi anak, namun juga bagi orang tua. Berbagai macam perasaan muncul

pada orang tua yaitu takut, rasa bersalah, stres dan cemas. Perasaan orang

tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua stres, hal ini akan

membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan

menyebabkan anak akan menjadi semakin stres (Supartini, 2012).

Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak

diungkapkan oleh orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan

keseriusan penyakit dan prosedur medis yang dilakukan. Sering kali

kecemasan yang paling besar berkaitan dengan trauma dan nyeri yang

terjadi pada anak. Perasaan frustasi sering berhubungan dengan prosedur

dan pengobatan, ketidaktahuan tentang peraturan rumah sakit, rasa tidak

diterima oleh petugas, prognosis yang tidak jelas, atau takut mengajukan

pertanyaan (Wong, 2009).

2.2.4 Cara Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak

Mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit dan prosedur

merupakan hal yang dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif yang

ditimbulkan karena hospitalisasi. Semua tindakan atau prosedur di rumah sakit

dilakukan berdasarkan prinsip bahwa ketakutan akan ketidaktahuan (fantasi) lebih

32
33

besar daripada ketakutan yang diketahui. Oleh karena itu, mengurangi unsur

ketidaktahuan dapat mengurangi ketakutan tersebut.

Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan bagi anak

dan keluarga guna mengurangi respon stres anak terhadap hospitalisasi. Intervensi

untuk meminimalkan respon stres terhadap hospitalisasi menurut Hockenberry

dan Wilson (2007), dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Meminimalkan pengaruh perpisahan

2. Meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi

3. Mencegah atau meminimalkan cedera fisik

4. Mempertahankan aktivitas yang menunjang perkembangan,

5. Bermain

6. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

7. Mendukung anggota keluarga

8. Mempersiapkan anak untuk dirawat di rumah sakit.

Persiapan yang dibutuhkan anak pada saat masuk rumah sakit bergantung

pada jenis konseling pra rumah sakit yang telah mereka terima. Jika mereka telah

dipersiapkan dalam suatu program formal, mereka biasanya mengetahui apa yang

akan terjadi dalam prosedur medis awal, fasilitas rawat inap dan staf keperawatan.

Persiapan pemberian informasi yang akurat akan membantu anak mengurangi

ketidakpastian, meningkatkan kemampuan koping, meminimalisasi stres,

mengoptimalkan hasil pengobatan, dan waktu penyembuhan (Jaaniste dkk.2007,

dalam Gordon dkk.2010).

33
34

2.3 Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah

2.3.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah

Wong (2009) menyebutkan bahwa batasan usia anak pra sekolah adalah

antara 3 sampai 6 tahun. Anak dengan usia prasekolah banyak sekali potensi-

potensi yang dimilikinya, potensi tersebut akan menjadi optimal apabila

memperoleh rangsangan yang tepat dan dikembangkan sesuai dengan usia

mereka. Rangsangan yang diperoleh anak dalam tahap tumbang mereka dapat

diperoleh dari rangsangan orang terdekat seperti orang tua, saudara ataupun saat

anak bersekolah. Taman kanak-kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan

prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 3 tahun

sampai 6 tahun atau memasuki pendidikan dasar.

Anak prasekolah merupakan anak yang memasuki periode usia antara 3

tahun sampai 6 tahun. Pada usia prasekolah kemampuan sosial anak mulai

berkembang, persiapan diri untuk memasuki dunia sekolah dan perkembangan

konsep diri telah mulai pada periode ini. Perkembangan fisik lebih lambat dan

relatif menetap. Keterampilan motorik seperti berjalan, berlari, melompat menjadi

semakin luwes tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna (Supartini. 2012).

Peristiwa tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian

sejak terjadi pembuahan sampai masa dewasa, tumbuh kembang sebenarnya

mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan yang sulit

dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan

masalah perubahan dalam jumlah, ukuran, atau tingkat sel organ. Sedangkan

34
35

perkembangan lebih menitikberatkan pada perubahan bentuk atau fungsi

pematangan organ.

2.3.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

1. Pertumbuhan Dan Perkembangan Biologis

Anak usia prasekolah yang sehat adalah periang, cekatan serta memiliki

sikap tumbuh yang baik. Pertambahan tinggi rata – rata adalah 6,25 sampai 7,5 cm

per tahundan tinggi rata – rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan

berat badan rata – rata adalah 2,3 kg per tahun dan berat badan rata – rata anak

usia 4 tahun adalah 16,8 kg. Perkembangan fisik ataupun biologis anak usia

prasekolah lebih lambat dan relatif menetap. Pertumbuhan tinggi dan berat badan

melambat tetapi pasti dibanding dengan masa sebelumnya. Sistem tubuh harusnya

sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting. Keterampilan motorik, seperti

berjalan, berlari, melompat menjadi lebih luwes, tetapi otot dan tulang belum

begitu sempurna (Supartini. 2012).

2. Perkembangan Psikososial

Menurut teori perkembangan Erikson, masa prasekolah antara usia 3

sampai 6 tahun merupakan periode perkembangan psikososial sebagai periode

inisiatif versus rasa bersalah, yaitu anak mengembangkan keinginan dengan cara

eksplorasi terhadap apa yang ada di sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh

adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. Perasaan

bersalah akan muncul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga

merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai (Supartini, 2012).

35
36

3. Perkembangan Psikoseksual

Masa prasekolah merupakan periode perkembangan psikoseksual yang

dideskripsikan oleh Freud sebagai periode Falik, yaitu genetalia menjadi area

yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya

perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya

perbedaan alat kelamin (Supartini, 2012).

Menurut Freud, anak prasekolah akan mengalami konflik Odipus. Fase ini

ditandai dengan kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sejenis dan lebih

merasa nyaman dan dekat terhadap orang tua lain jenis. Tahap odipus biasanya

berakhir pada akhir periode usia prasekolah dengan identifikasi kuat pada orang

tua sejenis.

4. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif yang dideskripsikan oleh Piaget pada anak usia

prasekolah (3 sampai 6 tahun) berada pada fase peralihan antara prakonseptual

dan intuitif. Pada fese prakonseptual (usia 2 sampai 4 tahun), anak membentuk

konsep yang kurang lengkap dan logis dibandingkan dengan konsep orang

dewasa. Anak membuat klasifikasi yang sederhana. Anak menghubungkan satu

kejadian dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif).

Pada fase intuitif (usia 5 sampai 7 tahun), anak menjadi mampu membuat

klasifikasi, menjumlahkan, dan menghubungkan objekobjek, tetapi tidak

menyadari prinsip-prinsip di balik kegiatan tersebut. Anak menunjukan proses

berfikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi ia tidak dapat

mengatakan alasanya). Anak tidak mampu untuk melihat sudut pandang orang

36
37

lain. Anak menggunakan banyak kata yang sesuai, tetapi kurang memahami

makna sebenarnya. Menurut Sacharin dalam Supartini (2012), anak usia 5 hingga

6 tahun mulai mengetahui banyak huruf-huruf dari alphabet, mengetahui lagu

kanak-kanak dan dapat menghitung sampai sepuluh. Anak juga mulai dapat

diberi pengertian, bermain secara konstruktif dan imitatif serta menggambar

gambar-gambar yang dapat dikenal.

5. Perkembangan Moral

Menurut Piaget dalam Supartini (2012) yang menyelidiki penggunaan

aturan-aturan oleh anak-anak dan pandangan mereka mengenai keadilan,

dinyatakan bahwa anak-anak dibawah usia 6 tahun memperlihatkan sedikit

kesadaran akan suatu aturan. Bahkan aturan yang mereka terima tampaknya tidak

membatasi perilaku mereka dalam cara apapun. Menurut Kohlberg, anak usia

prasekolah berada pada tahap prakonvensional dalam perkembangan moral, yang

terjadi hingga usia 10 tahun. Pada tahap ini, perasaan bersalah muncul, dan

penekananya adalah pada pengendalian eksternal. Standar moral anak adalah apa

yang ada pada orang lain, dan anak mengamati mereka untuk menghindari

hukuman atau mendapatkan penghargaan.

6. Perkembangan Sosial

Salah satu bentuk sosialisasi anak usia prasekolah dalam kehidupan sehari-

hari adalah bermain bersosialisasi dengan keadaan bersama atau dekat dengan

anak-anak lain. Selama masa ini anak cenderung bercakap-cakap dengan dirinya

sendiri membeberkan individu, dan dunia berpusat dalam kehidupan dirinya.

37
38

Suparto (2010) menjelaskan bahwa reaksi anak dan keluarganya terhadap

sakit dan ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam

bentuk kecemasan, stres, dan perubahan perilaku. Perilaku anak untuk beradaptasi

terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit dengan cara :

1) Penolakan (Advoidance)

Perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang membuat

anak tertekan, anak berusaha menolak treatment yang diberikan seperti :

disuntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak

kooperatif kepada petugas medis.

2) Mengalihkan Perhatian (Distraction)

Anak berusaha mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang

membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya meminta

cerita saat dirumah sakit, menonton TV saat dipasang infus atau bermain

mainan yang disukai.

3) Berupaya Aktif (Active)

Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara

aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya menanyakan kondisi

kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif pada tenaga

medis, minum obat secara teratur dan beristirahat sesuai dengan peraturan

yang diberikan.

4) Mencari Dukungan (Support Seeking)

Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan atas

penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan pada

38
39

orang yang dekat dengannya, misalnya orang tua atau saudaranya.

Biasanya anak minta di temani selama di rumah sakit, didampingi saat

dilakukan treatment padanya, minta dielus saat merasa kesakitan.

Potter & Perry (2009) juga mengemukakan bahwa selama waktu sakit,

anak usia prasekolah mungkin kembali ngompol, atau menghisap ibu jari dan

menginginkan orang tua mereka untuk menyuapi, memakaikan pakaian dan

memeluk mereka. Selain itu juga anak takut pada bagian tubuh yang disakiti dan

merasakan nyeri.

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.4.1 Kerangka Konsep Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia


Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Anak Yang dirawat di Rumah Sakit

Tingkat kecemasan pada anak usia


prasekolah (3-6 Tahun) yang
hospitalisasi : Tingkat Kecemasan
a. Internal
Hospitalisasi :
1. Intelektual dan emosional
pada anak usia prasekolah 1. Tingkat Kecemasan
2. Genetik
Ringan
b. Eksternal
1. Lingkungan 2. Tingkat Kecemasan
a. Biologis
Sedang
b. Fisik
c. Psikologis 3. Tingkat Kecemasan
d. Keluarga
Berat

39
BAB 3
METODE STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus

Rancangan studi kasus yang digunakan peneliti adalah studi kasus

deskriptif yang dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang bertujuan

untuk melihat gambaran atau fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi

tertentu dengan melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau bagaimana adanya.

Pelaksanaan metode studi kasus deskriptif tidak terbatas sampai pada

pengumpulan dan penyusunan data, tetapi analisis tentang data tersebut, selain itu

semua yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci terhadap apa yang

diteliti oleh sipeneliti.

3.2 Subjek Studi Kasus

Anak-anak usia prasekolah (3-6 Tahun) yang dirawat di Rumah Sakit

Santa Elisabeth.

3.3 Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian studi kasus yang saya teliti adalah Tingkat

Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani

Hospitalisasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

3.4 Defenisi Operasional Studi Kasus

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu terhadap situasi yang

mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,

40
41

perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam

menemukan identitas diri dan arti hidup.

Tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6tahun) yang hospitalisasi

meliputi faktor internal adalah segala sesuatu yang berada dalam diri individu

yang meliputi intelektual dan emosional pada usia prasekolah adalah kemampuan

individu dalam berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang abstrak

untuk membentuk perasaan dan ikatan batin, kemampuan untuk kasih sayang,

kemampuan untuk mengelola ransangan agresif. Genetik adalah modal dasar

dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang pada anak. Tingkat

kecemasan anak berdasarkan faktor ekternal meliputi lingkungan yang terdiri dari

biologis adalah penyebab terjadinya ansietas yang berlawanan dengan psikologis.

Fisik adalah kondisi mental individu sehingga menimbulkan timbulnya

kecemasan, psikologis adalah penanganan integritas fisik yang mengakibatkan

ketidakmampuan psikologis terhadap aktivitas sehari-hari seseorang, keluarga

adalah kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik

dalam keluarga.

Kecemasan ringan adalah ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan individu menjadi waspada untuk meningkatkan persepsi.

Dikatakan cemas ringan apabila dari 25 pernyataan responden mendapatkan skor

atau nilai sebanyak 0-25.

Kecemasan sedang adalah individu untuk memusatkn pada hal yang

penting pada hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang

41
42

selektif namun dapat melakukan yang terarah. Dikatakan cemas sedang apabila

dari 25 pernyataan responden mendapat nilai atau skor sebanyak 26-51.

kecemasan berat adalah seseorang yang cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang lebih terinci, spesifik yang ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Dikatakan cemas berat apabila responden mendapat nilai atau skor

sebanyak 52-72.

3.5Instumen Studi Kasus

Instrumen pengumpulan data dalam studi kasus ini peneliti menggunakan

alat ukur observsai yang disusun dalam beberapa pernyataan berdasarkan

skalaGuttman yang memiliki grade “Ya”, dan “Tidak”. Skala ini merupakan

metode alternatif yang lebih sederhana. Skala Guttman menggunakan teknik

konstruksi tes yaitu alat ukur atribut kognitif, dimana masing-masing responden

diminta melakukan agrement atau disegrement untuk masing-masing item yang

terdiri dari 2 point (“Ya”, “Tidak” ). Semua item yang faforabel kemudian diubah

nilainya dalam angka yaitu untuk point “Ya” bernilai 1, sedangkan untuk point

:Tidak” bernilai 0. Sebaliknya untuk item anforabel nilai skala “Ya” bernilai 0

untuk skala Tidak Bernilai 1.

Dalam instrument penelitian peneliti membuat lembar observasi yang

terdiri dari 25 pernyataan. Dalam 25 pernyataan tersebut peneliti menetukan skala

interval dengan dicarinya rata-rata dari setiap jawaban yang dilakukan peneliti,

untuk memudahkan penilaian data-data tersebut maka dibuat kelas interval.

Dalam penelitian ini penulis menentukan kelas interval sebanyak 3 kategori

( Ringan, Sedang,Berat).
42
43

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

penelitian dan proses pengumpilan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitia (Nursalam,2013).

Pada proses pengumpulan data, peneliti memulai dengan meminta ijin

dari Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, setelah mendapatkan ijin dari

Rumah Sakit selanjutnya peneliti mendatangi semua ruangan dan bertemu dengan

Kepala Ruangan untuk memohon ijin untuk melakukan penelitian pada anak yang

dirawat diruangan untuk menjadi responden dari peneliti.

Peneliti sudah mulai dapat mengambil data dan mengamati responden

yaitu anak dengan memberikan informed consent kepada orangtua untuk

mengijinkan si peneliti untuk mengamati tingkat kecemasan anak, bila responden

menyetujui penelitidapat mengisi data demografi secara lengkap, mengisi lembar

observasi yang akan diamati, setelah kuesioner selesai di isi maka peneliti

memeriksa kembali hasil dari observasi apakah sudah terisi secara keseluruhan

atau tidak, jika pada lembar observasi masih ada yang tidak berisi, maka peneliti

dapat menelitinya kembali kepada responden.

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

3.7.1 Lokasi

Tempat Studi kasus dilakukan di Ruang Rawat Anak (Santa

Theresia) Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

43
44

3.7.2 Waktu Studi Kasus

Studi kasus Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia

Prasekolah Yang Menjalani Hospitalisasi akan dilaksanakan pada

tanggal 8 Mei-15 Mei 2017.

3.8 Analisa Data dan Penyajian Data

Analisa data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan

kuesioner yang berjumlah 25 pernyataan. Analisa data telah dilakukan dengan

cara mengelompokan data-data yang sudah didapatkan berdasarkan masing-

masing jawaban responden yang diperoleh dari lembar observasi. Kemudian data-

data tersebut disajikan dalam bentuk tabel sederhana sehingga memudahkan

peneliti untuk melihat dan menilai jawaban-jawaban responden. Setelah data

terkumpul melalui kuesioner.

Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari –

hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya dikatakan cemas ringan apabila skor atau nilai yang didapat sebanyak

0-25, cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengeyampingkan pada hal yang lain dikatakan cemas Sedang

apabila skor atau nilai yang didapat sebanyak 26-51, cemas berat sangat

mengurangi lahan persepsi seseorang. seseorang cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak berfikir tentang hal yang lain, semua

perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan dikatakan cemas berat apabila

skor atau nilai yang didapat sebanyak 52-72.

44
45

I =(nilai tertinggi – nilai terendah) / banyak kelas interval

I =(25 x1) – (25 x 0) /1

I =25/1 = 25

Skor :

1. Ringan : 0-25

25 x 100 = 100
25
100 = 33.33 % tingkat kecemasan ringan
3

2. Sedang : 26-51

51 x 100 = 104
25
104 = 34.67 % tingkat kecemasan sedang
3

3. Berat : 52-72

72 x 100 = 288
25
288 = 96 % tingkat kecemasan berat
3

45
46

3.9 Etika Studi Kasus

Etika adalah ilmu atau pengetahuan yang membahas manusia, terkait

dengan perilakunya terhadap manusia lain atau sesama manusia

(Notoatmodjo,2012). Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sanagat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia maka segi etika penelitian harus diperhatikan

(Hidayat,2009).

Etika Studi Kasus ini didasarkan atas tiga aspek yaitu informed consent,

anonimity, confidentiality.

informed consent adalah lembar persetujuan yang diberikan kepada

responden yang diteliti yang Memenuhi kriteria untuk Studi Kasus. Setelah

responden memahami atas penjelasan peneliti terkait studi kasus ini, selanjutnya

peneliti memberikan lembar informed consent untuk ditanda tangani oleh sampel

studi kasus. Aspek selanjutnya adalah anonimity yaitu usaha menjaga kerahasiaan

tentang hal–halyang berkaitan dengan data responden. Pada aspek ini peneliti

tidak mencantumkan nama responden akan tetapi digunakan nama inisial atau

kode. Aspek terakhir adalah confidentiality yaitu kerahasiaan informasi

responden, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil studi

kasus. Pada aspek ini, data yang sudah terkumpul dari responden benar – benar

bersifat rahasia yang hanya peneliti dan responden yang dapat mengetahuinya

(Nursalam, 2009).

46
BAB 4
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus

Pada bab ini menguraikan tentang hasil studi kasus mengenai Gambaran

Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani

Hospitalisasi di Rumah Santa Elisabeth Medan. Penyajian data hasil meliputi

tentang jenis kelamin, usia, dan tingkat kecemasan ringan, sedang, dan berat.

4.1.1 Gambaran lokasi Studi Kasus

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan di bangun pada tanggal 11 Februari

1929 dan diresmikan pada tanggal 17 November 1930. Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan merupakan salah satu rumah sakit swasta yang terletak di kota

Medan tepatnya dijalan Haji Misbah Nomor 07 Kecamatan Medan Maimun

Provinsi Sumatra Utara. Saat ini Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan merupakan

Rumah Sakit tipe B. Rumah sakit santa Elisabeth Medan memiliki motto “Ketika

Aku Sakit Kamu Melawat Aku”.

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan memiliki visi memberikan pelayanan

keperawatan yang berkualitas dan memuaskan sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan misi Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan adalah meningkatkan pelayanan keperawatan melalui penerapan asuhan

keperawatan yang profesional, menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang

profesional dan menyediakan sarana dan prasarana dalam penerapan asuhan

keperawatan.

47
48

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan didirikan dengan izin Surat

Kep.Men.RI No.Ym.02.04.2.2.16.10. Pelayanan medis berupa Ruang Rawat Inap,

Poli Klinik, Unit Gawat Darurat (UGD), Operatie Kamer (OK), Intensive Care

Unite(ICU), Medical Check Up(MCU), Hemodialisa, Sarana penunjang,

Radiologi, Laboratorium, Fisioterapi, Ruang Praktek Dokter, Patologi Anatomi

(PA) dan Farmasi. Peningkatan kualitas dalam kegiatan pelayanan Rumah Sakit

Santa Elisabeth, di dukung oleh tenaga medis dan nonmedis.

Ruang rawat inap rumah sakit Santa Elisabeth Medan terdiri dari 7 ruang

internis, 2 ruang rawat pasien bedah, 3 ruang rawat perinatologi, 3 ruang rawat

intensif, dan 1 ruang rawat anak. Adapun yang menjadi ruang studi kasus yaitu

Ruang Rawat Anak (St. Theresia), studi kasus ini dilakukan pada tanggal 8 Mei

2017-15 Mei 2017.

4.1.2 Tabel Karakteristik Demografi Responden

Berdasarkan Studi Kasus yang dilakukan pada 15 responden di Ruangrawat

anak (St.Theresia) Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, karakteristik demografi

responden maka dapat dilihat hasil pada tabel sebagai berikut:

48
49

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Di


Ruang Anak Santa Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
2017 (n=15)

Data Demografi F %
Jenis Kelamin
Laki –laki 7 46,66 %
Perempuan 8 53,33%
Total 15 100%
Usia
3 Tahun 4 26,66%
4 Tahun 4 26,66%
5 Tahun 4 26,66%
6 Tahun 3 20%
Total 15 100%

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui berdasarkanjenis kelamin,

laki-laki 46,66%, Perempuan 53,33%. Berdasarkan usia, 3 tahun 26,66%, usia 4

tahun 26,66%, usia 5 tahun 26,66%, usia 6 tahun 20%.

49
50

4.1.3 Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah 3-6 Tahun Yang


Menjalani Hospitalisasi Di Ruang Rawat Anak Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan

Setelah dilakukan survei lapangan oleh peneliti pada tanggal 8 Mei-15 Mei

2017 maka di dapatkan hasil tingkat kecemasan anak usia prasekolah 3-6 tahun

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah


3-6 Tahun Yang Menjalani Hospitalisasi Di Ruang Rawat Anak
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2017 (n=15)

Kecemasan F %
Ringan 2 13.33%
Sedang 6 40%
Berat 7 46,67%
Total 15 100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 15 responden, sebagian

besar anak prasekolah memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 46,67%, dan

sebagin besar kecemasan sedang sebanyak 40 %, kecemasan ringan sebanyak

13,33%.

50
51

4.1.4 Karakteristik Demografi Responden Yang Mempengaruhi Tingkat


Kecemasan Pada Anak Prasekolah 3-6 Tahun Yang Menjalani
Hospitalisasi Di Ruang Rawat Anak Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan

Pada hasil studi kasus ini diketahui distribusi frekuensi demografi

responden yang mempengaruhi tingkat kecemasan anak usia prasekolah dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi


Respondenberdasarkan Tingkat Kecemasan Pada Anak
Prasekolah 3-6 Tahun Yang Menjalani Hospitalisasi Di Ruang
Rawat Anak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2017 (n=15)

Ringan Sedang Berat Total


Data F % F % F % F %
Demografi
Jenis
kelamin 1 14.28 3 42.85 3 42.85 7 100
Laki-laki 1 12.5 1 12.5 6 75 8 100
perempuan
Usia
berdasarkan
jenis 4 Tahun 0 0 1 50 1 50 2 100
kelamin 5 Tahun 1 33.33 1 33.33 1 33.33 3 100
Laki-laki 6 Tahun 0 0 1 50 1 50 2 100
Perempuan
3 Tahun 0 0 2 50 2 50 4 100
4 Tahun 0 0 1 50 1 50 2 100
5 Tahun 0 0 0 0 1 100 1 100
6 Tahun 0 0 0 0 1 100 1 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa 7 responden yang jenis

kelamin laki-laki mengalami tingkat kecemasan berat 42.85%, kecemasan sedang

42.85%, kecemasan ringan 14.28%, dari 8 responden jenis kelamin perempuan

mengalami tingkat kecemasan berat 75%, kecemasan sedang 12.5%, kecemasan

ringan 12.5%. Berdasarkan usia, laki-laki usia 4 tahun sebagian besar mengalami

51
52

tingkat kecemasan berat 50%,kecemasan sedang 50%, usia 5 tahun sebagian besar

mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 33.33%, kecemasan sedang

33.33%,kecemasan ringan 33.33%, usia 6 tahun sebagian besar mengalami tingkat

kecemasan berat 50%, kecemasan sedang 50%, sedangkan perempuan yang

berusia 3 tahun sebagian besar mengalami tingkat kecemasan berat 50%,

kecemasan sedang 50%, usia 4 tahun sebagian besar mengalami tingkat

kecemasan berat 50%, kecemasan sedang 50%, usia 5 tahun sebagian besar

mengalami tingkat kecemasan berat 100%, usia 6 tahun mengalami tingkat

kecemasan berat 100%.

4.2 Pembahasan

Hasil studi kasus tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang

menjalani hospitalisasi di Ruangan Santa Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan tahun 2017 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi tingkat kecemasan

pada anak sebanyak 2 orang (13,33%) pada anak tingkat kecemasan ringan,

sebanyak 6 orang (40%) pada anak tingkat kecemasan sedang, sebanyak 7 orang

(46,67%) pada anak tingkat kecemasan berat. Peneliti berpendapat bahwa tingkat

kecemasan anak dipengaruhi oleh hospitalisasi. Semua anak yang mengalami

hospitalisasi memiliki kecemasan yang berbeda–beda. Kecemasanringan yaitu

ketegangan yang dialami individu setiap hari, kecemasan sedang yaitu pusat

perhatian individu berfokus pada satu hal atau masalah, kecemasan berat yaitu

individu berpusat pada hal yang spesifik dan terinci. kecemasan anak prasekolah

berdasarkan perkembanga psikososial dimana anakprasekolah merupakan periode

perkembangan psikososial sebagai periode inisiatif versus rasa bersalah. Perasaan


52
53

bersalah akan muncul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga

mersa tidak puas atas perkembangan yang dicapai. Perkembangan psikoseksual

bahwa anak prasekolah akan mengalami konflik odipus. Fase ini ditandai dengan

kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sejenis dan lebih mersa nyaman

dan dekat terhadap orang tua lawan jenis. Perkembangan kognitif pada masa anak

prasekolah berada pada fase peralihan anatara prakonseptual dan intuitif. Fase

prakonseptual (2-4 tahun) anak membentuk konsep yang kurang lengkap dan logis

dibandingkan dengan yang dewasa, sedangkan pada fase intuitif (5-7 tahun) anak

mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan menghubungkan objek-objek

tetapi tidak menyadari prinsip-prinsip dibalik kegiatan yang dilakukan.

Perkembangan moral anak prasekolah akan menunjukkan sedikit kesadaran akan

suatu aturan. Perkembangan sosial salah satu sosialisasi anak prasekolah dalam

kehidupan sehari-hari bersosialisasi dengan keadaan bersama atau dekat dengan

anak-anak lain. Kecemasan yang sering ditimbulkan anak saat hospitalisasi

merupakan akibat perubahan dari lingkungan dan perpisahan dari hasil pernyataan

anak tampak menangis kuat saat ditinggalkan oleh orangtuanya, anak tampak

menangis apabila bapak dan ibunya meninggalkannya di rumah sakit. Perpisahan

ini menyebabkan krisis situasional pada anak. Perpisahan pada anak meliputi

perpisahan dengan lingkungan yaitu lingkungan rumah, lingkungan keluarga dan

teman bermain. Pada hasil penelitian ini, tingkat kecemasan anak menunjukkan

sebagian besar anak mengalami kecemasan berat sebanyak 46.67% yang

mengalami tanda dan gejala yang paling sering dialami anak seperti mudah lelah,

menangis, cemas, tegang, gemetar, khawatir, dan susah tidur, takikardi (nadi

53
54

cepat), berpeluh, nafas pendek dan tangan terasa dingin. Hal ini sesuai dengan

teori Wong (2009) yang mengatakan bahwa kecemasan akibat perpisahan

merupakan stress terbesar yang ditimbulkan oleh hospitalisasi selama masa

kanak-kanak awal. Anak prasekolah dapat menoleransi perpisahan singkat dengan

orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya pengganti pada orang

dewasa lain yang bermakna untuknya. Akan tetapi, stress karena penyakit

biasanya membuat anak prasekolah menjadi kurang mampu menghadapi

perpisahan, akibatnya mereka menunjukkan bahwa tahap perilaku cemas akibat

perpisahan.

Menurut Wong (2009) reaksi hospitalisasi anak sesuai dengan

perkembangan anak usia 3-4 tahun cenderung mengalami tingkat kecemasan

selama hospitalisasi berlangsung. Reaksi hospitalisasi pada anak prasekolah

berdasarkan tumbuh kembang bahwa anak usia toddler dan anak prasekolah mulai

mengerti tenyang penyakit namun belum paham tentang penyebab sakit. Anak

prasekolah pada tahap hospitalisasi ini berpisah dengan orangtua adalah stressor

yang sangat tinggi pada anak usia 3-4 tahun (Supartini, 2012). Berdasarkan hasil

studi kasus yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa anak pada usia 3-4 tahun

mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 46,67% dibandingkan dengan anak

usia 5-6 tahun sebayak 13,33% hal ini dikarena dengan sifat memberontak atau

ketakutan selama hospitalisasi mulai berkurang.

Berdasarkan interpretasi hasil studi kasus yang dilakukan peneliti pada

anak usia 3-6 tahun yang di rawat di Ruang anak Santa Theresia Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan 13,33%,

54
55

kecemasan sedang 40%, kecemasan berat 46,67%hal ini sesuai dengan pendapat

(Susilaningrum, dkk, 2013) yang menyatakan bahwa hospitalisasi adalah suatu

keadaan krisis pada anak yang sakit dan di rawat di rumah sakit. Keadaan ini

terjadi karena anak mengalami perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas

lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas dalam menghadapi stressor

utama dalam hospitalisasi adalah perpisahankehilangan kendali dan nyeri.

Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak mengalami

tingkat kecemasan ringan dengan tanda dan gejala gemetaran, takut ditinggalkan

sendiri, khawatir nafas pendek dan ketegangan otot. Menurut peneliti dalam studi

kasus ini adalah salah satu cara yang efektif agar dapar meminimalisir atau

menangani cemas anak saat di rawat inap adalah dengan adanya bentuk dukungan

sosial dari orang yang terdekat yaitu keterlibatan anggota keluarga dalam

memenuhi kebutuhan fisik dan emosional anak, karena dalam hubungan keluarga

tercipta hubungan yang saling mempercayai, anak sebagai anggota keluarga akan

menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan tempat bercerita,tempat bertanya

dan mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana anak mengalami permasalahan.

Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas

akibat hospitalisasi adalah hal yang sangat penting dalam menunjang untuk

memenuhi kebutuhan fisik dan emosional anak pada saat dirawat inap. Dengan

adanya dukungan keluarga yang baik maka cemas akibat dari perpisahan dapat

teratasi sehingga anak akan merasa nyaman saat menjali perawatan.

55
56

4.3 keterbatasan Studi Kasus

Pada studi kasus ini ada beberapa keterbatasan yang didapati oleh observer

selama melakukan studi kasus

1. Pada pembuatan studi kasus untuk mendapatkan referensi yang diinginkan

sangat sulit ditemukan di perpustakaan STIKes Santa Elisabeth Medan.

2. Pada saat melakukan studi kasus peneliti kurang memahami dalam

menyelesaikan penelitian ini.

3. Pada saat melakukan studi kasus hanya ada 15 anak prasekolah 3-6 tahun yang

menjalani hospitalisasi di ruangan Santa Theresia.

56
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Anak Santa

Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang Gambaran Tingkat

Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) yang Menjalani Hospitalisasi

dilakukan pada tanggal 8 mei 2017 – 15 mei 2017 maka dapat disimpulkan bahwa

dari 15 orang responden anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi di ruang

rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan memiliki kecemasan berat yaitu

sebanyak 7 orang pasien (46,67%) kecemasan yang dialami anak akibat lelah,

menangis, cemas, tegang, gemetar, khawatir, dan susah tidur, takikardi (nadi

cepat), berpeluh, nafas pendek dan tangan terasa dingin, kecemasan sedang 6

orang (40%) kecemasan yang dialami anak akibat perubahan dari lingkungan dan

perpisahan. Perpisahan ini menyebabkan krisi situasional pada anak. Perpisahan

anak meliputi perpisahan dengan lingkungan yaitu lingkungan rumah, lingkungan

keluarga dan teman bermain, kecemasan ringan 2 orang (13,33%%). Tingkat

kecemasan pada anak prasekolah ada paling tinggi adalah di kecemasan berat

sebagian besar sebanyak 46,67% dan masih ada juga tingkat kecemasan pada anak

prasekolah pada kecemasan sedang sebanyak 40% dan kecemasan ringan

sebanyak 13,33%.

57
58

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisa dan simpulan pada studi kasus ini, maka saran

yang bisa peneliti sampaikan adalah :

5.2.1 Bagi Institusi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Diharapkan agar perawat dalam melakukan tindakan keperawatan selalu

mengikutsertakan orang tua anak untuk menimalkan tingkat kecemasan. Perlu

penyuluhan pendidikan kesehatan kepada orang tua yang menjaga anak usia

prasekolah yang sedang di rawat, dari hasil peneliti masih ada orang tua yang

kurang mengerti untuk mengurangi tingkat kecemasan selama anak di rawat

di rumah sakit.

5.2.2 Bagi Orang Tua Anak

Diharapkan ketika anak dilakukan tindakan keperawatan ataupun saat

perawat atau dokter mendekat orang tua bersama anak. Serta orang tua dapat

terlibat dalam perawatan anak, sehingga dapat meminimalkan kecemasan

pada anak saat anak mengalami rawat inap di rumah sakit.

5.2.3 Bagi Perawat

Perawat diPerawat diharapkan dalam melakukan tindakan keperawatan

kepada anak usia prasekolah dapat menjalin hubungan baik sehingga

membantu menurunkan tingkat kecemasan anak menjadi lebih baik.

58
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Apriliawati, A. (2011). Pengaruh biblioterapi terhadap tingkat kecemasan anak


usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di Rumah Sakit Islam
Jakarta.Tesis. Universitas Indonesia.

Gordon dkk (2010). The Genome of Salmonella enterica Serovar Typhi, viewed 6
May 2011, http://cid.oxfordjournals.org/content/45/Supplement_1/S2
9.full.pdf, diakses tanggal 23 April 2017

Hawari,D. (2013). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi/ FKUI, Gaya Baru :
Jakarta

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and
children. (8 th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.Jeffery, K. (2002).
Therapeutic restrain of children. Paed, 14(9): 20-22

Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis
Missoury: Mosby

Murwani, Arita. (2008). Pengantar konsep dasar keperawatan, Edisi : 1,


Fitramaya : yogyakarta.

Nosoatmodjo.(2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2009). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Edisi:2.Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2012). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Edisi:2.Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry.(2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,


dan Praktik.Edisi 7.Jakarta:Salemba Medika

Priyito. (2014). Konsep Manajemen Stress. Yogyakarta:Nuha Medika

Ramdaniati, Sri. (2011). Analisis Determinan Kejadian Takut Pada Anak Pra
Sekolah dan Sekolah yang Mengalami Hospitalisasi di Ruang Rawat
Anak RSU Blud dr. Slamet Garut. Tesis.Depok: Fakultas Ilmu
Keperawatan ProgramMagister Keperawatan Universitas Indonesia.

47
48

Sinurat, Samfriati. (2015). Hubungan Peran Serta Orangtua Dengan Dampak


Hospitalisasi Pada Usia Prasekolah Di Ruangan Santa Theresia
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.Diakses
darifile:///D:/jurnal20tingkat20kecemasan20anak/27-10-PB.pdfpada
tanggal 21 April 2017

Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Suparto (2012). Perilaku Organisasi. Jakarta : Amus

Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS).(2010). Jumlah anak usia prasekolah di


Indonesia.Diakses dari:http://www.rand.org/labor/bps/susenas.html
pada tanggal 20 April 2017

Susilaningrum, R., Nursalam & Utami, S. (2013).Asuhan Keperawatan Bayi Dan


Anak Untuk Perawat Dan Bidan edisi 2. Jakarta:Salemba Medika

Stuart, G. W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Ursing. St.Louis :


Mosby

Tambun, Amertasari. (2014). Pengaruh Terapi Bermainn Terhadap Tingkat


Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Utami, Yuli. (2014). Hubungan Penerapan Atraumatic care Dengan Tingkat


Kepuasan Orang Tua Anak Selama Proses Hospitalisasi di Ruang
Anak Rumah Sakit Daerah Balung Jember.

Wahyuni. A.Anggika. (2016). Tingkat Kecemasan Pada anak prasekolah yang


mengalami hospitalisasi berhubungan dengan pola tidur di rsu
karangannyar.Stike aisyiyah Surakarta

Wijayanti.(2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan anak


usia prasekolah. Diakses dari http://www.jurnalkecemasangam
barankecemasanpadausiaanakprasekolahhospitalisasi.pdf pada tanggal
20 April 2017

Wong, L.D, Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelsein, M.L., & Schawrtz, P.
(2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 Vol 2.Jakarta: EGC

Wong. (2009), Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi Buku Kedokteran.


Jakarta : EGC

48
49

Zuhdataini, Munfarikatuz.(2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah
(3-6tahun)Di Ruang Anak RSD Balung.
file:///D:/jurnal20tingkat20kecemasan20anak/umj-1x-munfarikat3439
1-artikel-1.pdfDiakses pada tanggal 29 april 2017

49
50

INFORMED CONSENT
(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang
akan dilakukan oleh Ayu Lestari Siregardengan judul Gambaran Tingkat
kecemasan paada anak usia prasekolah (3-6 Tahun) yang menjalani hospitalisasi
Di Rumah Sakit St.Elisabeth Medan.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Medan, Mei 2017

Yang memberikanpersetujuan

Saksi

( )

Medan, Mei 2017


Peneliti

Ayu Lestari Siregar

50
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
Di
Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ayu Lestari Siregar


Nim : 012014003
Alamat : Jln. Bunga Terompet pasar VIII Medan Selayang

Adalah mahasiswa program studi DIII Keperawatan yang sedang menjalankan


penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia
Prasekolah (3-6 tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Anta
Elisabeth Medan”. Penelitian ini hendak mengembangkan ilmu pengetahuan
dalam praktik keperawatan, tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi anda
sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan kesediaan saudara menjadi
responden bersifat sukarela.

Apabila anda bersedia untuk menjadi responden saya mohon kesediaannya


menandatangani persetujuan dan menjawab semua pertanyaan serta melakukan
tindakan sesuai dengan petunjuk yang telah saya buat. Atas perhatian dan
kesediaanya menjadi responden, saya mengucapkan terima kasih.

Hormat Saya

(Ayu Lestari Siregar)

47
48

ISTRUMEN PENELITIAN
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA
PRASEKOLAH(3-6 TAHUN) YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

Hari/Tanggal :

Petunjuk pengisian :

a. Saudara diharapkan bersedia mengisi pernyataan yang tersedia dilembar

kuosioner. Pilihlah sesuai tanpa ada dipengaruhi oleh orang lain dan unsur

paksaan.

b. Bacalah petanyaan-pertanyaan berikut ini dengan baik. Jangan ragu-ragu

dalam memilih jawaban dan jawablah dengan jujur karena jawaban anda

sangat mempengaruhi hasil penelitian ini. Beri tanda centang  pada

jawaban yang saudara pilih.

A. Data Demografi Responden

1. Nama (Initial) :

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Usia :

4. Pendidikan :

5. Agama :

6. Suku :

48
49

B. Lembar observasi Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah


(3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi (Amertasari.2014)

No. Pernyataan Ya Tidak

1 Anak tampak menangis kuat saat ditinggalkan oleh


orangtuanya
2 Anak tidak mau menjawab pertanyaan dari perawat
3 Anak tampak menyerang dengan rasa marah dan mengatakan
pergi saya benci kamu
4 Anak tampak menolak makan, minum, ataupun bergerak
5 Anak tampak tidak berminat untuk bermain
6 Anak tampak sedih dan murung
7 Anak tampak menangis saat melihat perawat
8 Anak tampak menangis terus dan berhenti apabila sudah lelah
9 Anak tampak cepat marah mudah tersinggung dan rewel
10 Anak tampak menolak untuk permainan
11 Anak tampak menarik diri dari hubungan dengan orang
disekitarnya
12 Anak tampak tidak kooperatif (tidak mau bekerja sama)
13 Anak tampak memukul orang yang berada di dekatnya
14 Anak tampak gelisah saat berada di rumah sakit
15 Anak terbangun dari tidurnya saat berada di rumah sakit
16 Anak tampak menangis apabila Bapak dan Ibunya
meninggalkannya di rumah sakit
17 Anak tampak mengompol karena takut selama di rumah sakit
18 Anak tampak kurang berkonsentrasi selama di rumah sakit
19 Anak tampak merasa tegang selama di rumah sakit
20 Anak tampak cemas dan khawatir selama di rumah sakit
21 Anak tampak takut akan keramaian dan orang banyak
22 Anak tampak gemetar dan gelisah selama di rumah sakit

49
50

23 Anak tampak daya ingatnya menurun


24 Anak tampak berkeringat dan wajah pucat selama di rumah
sakit
25 Anak tampak susah tidur selama di rumah sakit

50

Anda mungkin juga menyukai