Anda di halaman 1dari 8

Pendidikan Agama:

1.    Coba anda jelaskan tentang pengertian politik , dan anda kaitkan dengan agama !

2.   Apa makna bahwa agama adalah fitrah dari Allah SWT ?

3.   Apa hubungan agama dengan tanggung jawab manusia ?

4.   Al-quran mengajarkan bahwa setiap muslim harus menjalin persudaraan, kepada

pihak siapa saja persaudaraan tersebut harus di jalin ? Jelaskan !

5.   Jelaskan bagaimana langkah kita untuk membangun persaudaraan dan toleransi di

antara Sesama muslim dan Non Muslim ?

Jawaban :

1. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi

kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan

masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang

kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Politik dalam islam, suatu keharusan, sebagaimana tertulis dalam Al Qur’an :

" Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf

dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah "(Ali Imran : 110).

Allah SWT telah menetapkan bahwa kaum muslimin adalah umat yang terbaik

diantara manusia. Status ini diberikan kepada kaum mulimin agar mereka menjadi pemimpin

dan penuntun bagi umat-umat lain. Sayyid Qutb dalam Fii Zhilalil Qur’an menafsirkan

bahwa yang layak menjadi pemimpin umat manusia hanyalah "orang-orang yang

berpredikat terbaik". Karena ingin meraih predikat umat terbaik itulah, umat Islam terdahulu

tidak pernah berhenti ataupun lemah semangatnya dalam perjuangan menyebarkan risalah
Islam ke seluruh permukaan bumi. Mereka yakin bahwa metode untuk mewujudkan

kebangkitan Islam hanyalah dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang lengkap.

Islam dijadikan sebagai pola kehidupan yang menyeluruh. Umat Islam percaya dan yakin

bahwa hanya Islam yang mampu memecahkan seluruh urusan manusia secara sempurna,

menyeluruh, praktis dan sesuai dengan fitrah kemanusiaan.

Namun saat ini umat Islam berada dalam kondisi dan situasi yang lemah serta paling

rendah dalam memahami Islam. Kondisi ini telah terbukti menyebabkan segala bentuk

pemikiran-pemikiran yang merusak menyusup kedalam tubuh umat Islam. Hal inilah yang

mengakibatkan munculnya berbagai gangguan dan keresahan. Umat Islam cenderung mudah

mengabaikan hukum-hukum Islam. Akhirnya kehidupan mereka merosot sampai ke taraf

rendah. Dalam kondisi ini, umat Islam tidak memiliki peranan lagi dalam percaturan politik

internasional.

Sebenarnya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan umat dan membangkitkannya

kembali menempati kedudukan mulia, selain dari mengembalikan umat pada sifat yang

menjadikannya umat terbaik, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar ma’ruf

dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar), sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat

diatas.

Umat yang beriman kepada Allah SWT, konsekuensinya adalah menjadi umat yang

tunduk hanya kepada Allah SWT. Yakni tunduk kepada ketentuan-Nya. Demikian pula umat

yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar berarti umat yang menegakkan tolok ukur

segala sesuatu berdasarkan ridlo dan murka Allah atau baik dan buruk menurut Allah. Hal ini

berarti kedudukan mulia sebagai umat terbaik akan bisa diraih kembali oleh umat Islam, bila

mereka mendasarkan pengaturan segala urusannya, bahkan urusan umat manusia (lainnya)
diatas perintah dan larangan Allah SWT, yang termaktub di dalam kitabbullah dan sunah

Rasul-Nya.

Berpolitik Hukumnya Fardlu

Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat manapun. Ia merupakan upaya untuk

memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Kalau kita memandang seseorang dalam

sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu yang hidup dalam

komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai seorang politikus. Di dalam

hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain

yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya.

Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang memperhatikan

urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah mereka) bisa disebut sebagai

politikus. Kita bisa mengenali hal ini dari tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi

serta tanggung jawabnya.

Islam sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain

sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya), juga

merupakan aqidah siyasiyah (yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya

sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan

masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah mahdloh individu

saja.

Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum muslimin. Ini kalau kita

memahami betapa pentingnya mengurusi urusan umat agar tetap berjalan sesuai dengan

syari’at Islam. Terlebih lagi ‘memikirkan/memperhatikan urusan umat Islam’ hukumnya

fardlu (wajib)sebagaimana Rasulullah bersabda :


"Barangsiapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari

orang itu. Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin

maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)".

Oleh karena itu setiap saat kaum muslimin harus senantiasa memikirkan urusan umat,

termasuk menjaga agar seluruh urusan ini terlaksana sesuai dengan hukum syari’at Islam.

Sebab umat Islam telah diperintahkan untuk berhukum (dalam urusan apapun) kepada apa

yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yakni Risalah Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam.

Firman Allah SWT:

"….maka putuskanlah (perkara) mereka menurut apa yang Allah turunkan dan

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah

datang kepadamu….." (Al-Maidah : 48)

"…Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir ". (Al-Maidah :44)

Dua ayat di atas dan beberapa ayat lain yang senada, seperti surat Al-Maidah ayat

44,45, 47 dan 49 serta An-Nisaa’ ayat 65 menjelaskan bahwa kaum muslimin harus (wajib)

mendasarkan segala keputusan tentang urusan apapun kepada ketentuan Allah, yakni hukum

syari’at Islam.

Terlaksananya urusan umat sesuai dengan hukum syari’at Islam tidak hanya meliputi

urusan dalam negerinya saja, melainkan juga urusan luar negeri. Hal ini karena kaum

muslimin juga melakukan interaksi dengan negara-negara lain, yang dalam setiap

pelaksanaannya harus selalu terikat dengan syari’at Islam.


Bentuk kepedulian kaum muslimin dengan segala urusan umat ini bisa berarti

mengurusi kepentingan dan kemaslahatan mereka, mengetahui apa yang diberlakukan

penguasa terhadap rakyat, mengingkari kejahatan dan kezholiman penguasa, peduli terhadap

kepentingan dan persoalan umat, menasehati pemimpin yang lalim, mendongkrak otoritas

penguasa yang melanggar syari’at Islam, serta membeberkan makar-makar jahat negara-

negara musuh serta hal-hal lain yang berkenaan dengan urusan umat.

2. Agama adalah fitrah. Maksudnya agama itu sudah dirancang oleh Allah Swt sesuai

dengan fitrah atau sifat asli kejadian manusia. Oleh karena itu di dalam diri manusia sudah

melekat satu potensi kebenaran (dinnullah). Karena agama memberikan batasan-batasan yang

memungkinkan manusia untuk menjadi lebih baik dari pada makhluk lain. Manusia secara

fitrah membutuhkan sebuah pegangan. Karena manusia tidak akan mampu menyelesaikan

masalahnya sendiri tanpa bantuan dan tuntunan dari Tuhan.

Di sinilah peranan agama yang bisa memberi harpan kepada setiap manusia. Bahwa

kehidupan adalah sebuah proses untuk mencapai kehidupan selanjutnya yang leibh baik.

Hidup di dunia adalah tempat mengolah dan menempa diri agar kehidupan selanjutnya nanti

kita lebih baik. Oleh karena itu jika kita menghadapi kesulitan hidup, yang ditandai dengan

adanya kegelisahan, maka kita akan menjalani kehidupan itu dengan tetap optimis, karena

setelah itu kita akan mendapatkan balasan atas kelulusan kita menghadapi ujian di dunia ini.

Ujian hidup berupa kegelisahan, kesusahan dan penderitaan di dunia yang fana ini adalah

bagian penting dari proses mencapai kejayaan manusia itu sendiri. Wa Allah A’lam.

3. Hubungan agama dengan tanggung jawab manusia adalah kefitrahan agama bagi

manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama

merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan cemas,

selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat
digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi

kebutuhan manusia dalam aspek material.

Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam

kehidupan manusia. Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata masih

belum mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya. Manusia dengan akalnya dapat melahirkan

ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh

persoalan yang dihadapi manusia. Terkait dengan hal ini agama sangat berperan dalam

mempertahankan manusia untuk tetap menjaganya sebagai manusia. Kebutuhan manusia

terhadap agama mendorongnya untuk mencari agama yang sesuai dengan harapan-harapan

rohaniahnya. Dengan agama manusia dituntun untuk dapat mengenal Tuhan dengan segala

sifat-sifat-Nya.

4. Persaudaraan wajib dijalankan oleh sesama Muslim. Dalam QS. Al-Hujurat/49: 10

ditegaskan bahwa orang-orang mukmin adalah bersaudara adalah sebagai berikut:

۟ ُ‫ُوا بَ ْينَ أَخَ َو ْي ُك ْم ۚ َوٱتَّق‬


َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬ ۟ ‫إنَّما ْٱل ُم ْؤ ِمنُونَ إ ْخ َوةٌ فَأَصْ لِح‬
ِ َ ِ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah

(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya

kamu mendapat rahmat”.

Persaudaraan yang diperintahkan Al-Quran tidak hanya tertuju kepada sesama

muslim, namun juga kepada warga masyarakat yang non-muslim. Salah satu alasan yang

dijelaskan Al-Quran adalah bahwa manusia itu satu sama lain bersaudara karena mereka

berasal dari sumber yang satu seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Hujaraat ayat 13 :

‫ٰ ٓيا َ ُّيها ال َّناسُ ا َّنا َخ َل ْق ٰن ُكم مِّنْ َذ َكر َّوا ُ ْن ٰثى وجع ْل ٰن ُكم ُشع ُْوبًا َّو َقب ۤإىل ل َتعارفُ ْوا ۚ اِنَّ اَ ْكرم ُكم ْندَ هّٰللا‬
ِ ِ‫َ َ ْ ع‬ َ َ ِ َ ِِٕ َ ْ َ َ َ ٍ ْ ِ َ
‫هّٰللا‬
‫اَ ْت ٰقىك ْم ۗاِنَّ َ َعلِ ْي ٌم َخ ِب ْي ٌر‬
ُ
Artinya :

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al-quran tidak hanya persaudaraan satu

aqidah namun juga dengan warga masyarakat lain yang berbeda aqidah. Hal ini berarti bahwa

persaudaraan harus kita jalin kepada seluruh umat manusia. Namun, ada rambu-rambu yang

harus diperhatikan ketika menjalin persaudaraan dengan warga masyarakat non-muslim.

5. langkah kita untuk membangun persaudaraan dan toleransi di antara Sesama

muslim dan Non Muslim dalam kehidupan masyarakat majemuk bukanlah persoalan mudah

untuk membangun integrasi sosial. Perbedaan-perbedaan yang ada, sangat potensial untuk

menjadi sumber konflik. Pengalaman perjalanan bangsa Indonesia telah membuktikan itu.

Selain perlu dijauhinya sikap-sikap yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat majemuk

seperti etnosentrisme, primordialisme, stereotip etnik, dan eksklusivisme, juga perlu

dikembangkan sikap-sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakat majemuk, diantaranya:

1. Toleransi

Toleransi, sikap ini diperlukan agar masyarakat bisa saling menghormati dan

menghargai perbedaan yang ada. Tidak saling merendahkan dan menghina kebudayaan yang

satu dengan yang lain. Bisa hidup berdampingan dengan masyarakat yang berbeda-beda

suku, agama, dan ras.


2. Empati.

Dengan sikap ini akan tumbuh kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Suatu

permasalahan sosial yang muncul bisa dirasakan menjadi milik dan tanggung jawab bersama

sehingga akan menciptakan semangat saling membantu dan gotong royong dalam

keberagaman.

3. Inklusif.

Sikap ini akan menjauhkan dari sikap tertutup dan menganggap bahwa kelompoknya

sendirilah yang paling baik dan benar. Sikap eksklusif harus dihindari karena akan menuntun

sikap tertutup terhadap kelompok lain yang bisa mempersubur sentimen antarkelompok, rasa

saling curiga yang dapat mempersulit bagi terciptanya integrasi sosial.

Sumber :
https://kumparan.com/aan-fatih/politik-dalam-islam-suatu-keharusan/full
Bintu Syai, Aisyah, Manusia Dalam Perspektif Alquran, PEnerjemah, Ali Zawawi,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)
Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta : UNY Press,2015
Shadikin, R. Abuy, Pengantar Studi Islam, Fak Tarbiyah IAIN SGD Bandung, 1986
Nasution,Halim., Pengangkatan Manusia Sebagai Khalifah Dan Impliksinya Terhadap
Perumusan Tujuan Pendidikan Dalam Islam

Anda mungkin juga menyukai