Anda di halaman 1dari 7

Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang

Vol 5 No 1 Tahun 2020


p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DENGAN
METODE ATC/DDD DAN PDD DENGAN DU 90%
PADA PENDERITA ISPA NON PNEUMONIA DI
PUSKESMAS KABUPATEN SAMPANG
Rehmadanta Sitepu1, Toni Tri Cahyono2, Eva Monica3
Program Studi Farmasi Universitas Ma Chung,rehmadanta.sitepu@machung.ac.id

INFORMASI ARTIKEL: ABSTRAK

Riwayat Artikel:
Tanggal di Publikasi: Juli 2020 Irasionalitas penggunaan antibiotik memicu peningkatan mortalitas dan
Kata kunci: morbiditas, terutama dikarenakan munculnya resistensi terhadap
ISPA Non Pneumonia antibiotik. Evaluasi penggunaan antibiotik bertujauan untuk mengurangi
Antibiotik penggunaan antibiotik pada ISPA Non Pneumonia serta mendukung
ATC/DDD/PDD program pemerintah bahwa penggunaan antibiotik untuk penyakit ISPA
non-pneumonia tidak lebih dari 20%. Dalam rangka evaluasi penggunaan
antibiotik tersebut, telah dilakukan penelitian deskriptif dengan rancangan
cross-sectional. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan secara
retrospektif dalam rentang periode Januari-September 2019. Data yang
digunakan yaitu penggunaan antibiotik pada ISPA Non Pneumonia di
wilayah Kabupaten Sampang. Evaluasi penggunaan antibiotik ini
menggunakan metode ATC/DDD, PDD, Rasio Perbandingan PDD dan
DDD serta DU 90%. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua senyawa
antibiotik yang masuk dalam DU90% dari tujuh senyawa antibiotik yang
umum dipakai dalam pengobatan ISPA Non-Pneumonia. Kedua antibiotik
tersebut adalah amoksisilin 500 mg sebesar 44,63% dan siprofloksasin
500 mg sebesar 44,58%. Analisis data secara kuantitatif menggunakan
ATC/DDD menunjukkan bahwa antibiotik yang banyak digunakan adalah
amoksisilin 500 mg sebesar 742,58 DDD/1000 pasien-hari. Penggunaan
antibiotik yang tidak tepat dapat meningkatkan kejadian resistensi.
Diperlukan kebijakan dalam mengendalikan penggunaan antibiotik di
Puskesmas untuk mengurangi resistensi antibiotik serta efek samping
yang ditimbulkan.

16
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917

PENDAHULUAN kedua adalah penerapan standar


Pembangunan kesehatan dalam 1 kewaspadaan pencegahan penyebaran
dekade terakhir ini telah berhasil mikroba.Penelitian yang dilakukan oleh
meningkatkan umur harapan hidup Antimicrobial Resistant in Indonesia
penduduk Indonesia dari 68,9 di tahun (AMRIN-Study) dari 2000 hingga 2005
2014 hingga 71,39 di tahun 2018. yang dilakukan pada 2494 individu di
Keberhasilan juga ditunjukkan dalam masyarakat, menunjukkan hasil bahwa
menurunkan angka kesakitan dari terdapat 43% spesies Escherichia coli
berbagai penyakit menular, salah yang resisten terhadap beberapa jenis
satunya penyakit ISPA. Pada 2013, antibiotik seperti: kloramfenikol (25%),
prevalensi penyakit ISPA sebesar 13,8% kotrimoksazol (29%), dan ampisilin
sedangkan tahun 2018 prevalensi ISPA (34%) (Hadi dkk, 2013).
turun menjadi 4,4%. Prevalensi ISPA di Penggunaan antibiotik yang tinggi
Propinsi Jawa Timur mengalami memungkinkan terjadinya penggunaan
penurun yang signifikan. Pada tahun yang berlebihan.Penggunaan antibiotik
2013 prevalensi sebesar ± 16% yang tidak rasional berdampak terhadap
mengalami penurunan menjadi ± 6% peningkatan morbiditas dan mortalitas,
(Balitbangkes Kemenkes, 2018). Namun resistensi, dan beban biaya. Hal ini
demikian, Indonesia masih dihadapkan terlilihat pada prevalensi Infeksi saluran
dengan berbagai tantangan dalam pernapasan akut (ISPA) yang ada di
pencegahan dan pengendalian penyakit Jawa Timur masuk dalam kategori
menular, antara lain masih tingginya tinggi (Balitbangkes Kemenkes,
angka kesakitan dan kematian akibat 2018).ISPA kondisi akut merupakan
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) diagnosis yang paling sering ditemukan
(Kemenkes, 2012). pada pelayanan kesehatan dasar
Resistensi mikroorganisme (puskesmas).Pengembangan kebijkan
terhadap antimikrobial (disingkat: yang mengawasi Situasi dari waktu ke
resistensi antimikroba, antimicrobial waktu sangat diperlukan guna menekan
resistance, AMR) dalam dua dekade tingkat resisitesi. Hal ini perlu
belakanan ini mendunia dan merpukan disesuaikan dengan hasil monitoring
masalah kesehatan yang serius. kepekaan kuman yang mutakhir serta
Resistensi antimikrobial memuculkan masukan yang dapat diberikan oleh para
berbagai dampak merugikan dapat klinikus (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
menurunkan mutu pelayanan Simadibrata, & Setiati, 2006).
kesehatan.Studi di Amerika Serikat Dari hal yang dijelaskan di atas,
menunjukkanbahwa hampir 75% kasus diperlukan suatu usaha pengkajian yang
ISPA padausia dewasa diberikan masih terkait dengan antibiotik untuk
pengobatan antibiotik spektrumluas meningkatkan rasionalitas
pada resep mereka (Kemenkes, 2012). penggunaannya. WHO membuat suatu
Pencegahan resistensi antimikrobial pendekatan dengan ATC/DDD
dapat dilakukan menggunakan dua cara, (Anatomical Therapeutic
yang pertama dengan menerapkan Chemical/Defined Daily Dose) dan DU
penggunaan antibiotik secara bijak (Drug Utilization) 90% dalam upaya
(prudent use of antibiotics), dan yang pengkajian penggunaan obat, termsuk
penggunaan obat antimikroba. ATC
adalah suatu sistem klasifikasi dengan

17
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
cara mengelompokkan obat menjadi Dengan menggunakan sistem
beberapa kelompok berbasis tujuan Anatomical Therapeutic Chemical
terapetik, farmakologi, dan struktur (ATC), data yang diperoleh akan
kimianya. Produk obat diklasifikasikan diklasifikasikan dalam kelompok-
menurut penggunaan terapi utama kelompok seperti tujuan terapeutik,
berdasarkan bahan aktif obat.DDD farmakologi, dan struktur kimia
merupakan asumsi dosis pemeliharaan antibiotik. Defined Daily Dose (DDD)
rata-rata per hari untuk indikasi tertentu merupakan asumsi dosis pemeliharaan
pada pasien dewasa. Metode PDD rata-rata per hari pada pasien dewasa
didefinisikan sebagai dosis rata-rata dengan indikasi tertentu. Nilai DDD
yang ditentukan sesuai dengan sampel merupakan unit bakupengukuran yang
yang representatif (WHO, 2013). tidak selalu sesuai dengan dosis yang
Pada penelitian serupa yang diresepkan (PDD). Prescribed Daily
dilakukan Pani (2015) ditemukan bahwa Dose (PDD) merupakan dosis rata-rata
evaluasi penggunaan antibiotik yang telah ditetapkan sesuai dengan
dilakukan di beberapa Puskesmas di representasi sampel (WHO, 2013). Studi
Gorontalo menunjukkan. penggunaan PDD ditentukan dengan penelahaan
terbanyak yaitu amoksisilin (500 mg) resep, catatan medis, dan depo farmasi.
2723 DDD/1000 pasien-hari dan yang Analisis data meliputi jenis, dosis,
paling sedikit yaitu amoksisilin (125 jumlah, dan lama pemakaian antibiotik
mg/5 ml) 1,5 DDD/1000 pasien-hari diolah menggunakan Microsoft Excel
(Pani, Barliana, Halimah, Pradipta, & untuk mendapatkan nilai DDD/1000
Annisa, 2015). penduduk dan PDD(gr/pasien/hari) tiap
Studi ini bertujuan untuk antibiotik yang diresepkan. Persamaan
mengevaluasi penggunaan antibiotik (1) digunakan untuk menghitung nilai
untuk pasien ISPA Non Pneumonia di DDD/1000 penduduk/hari sedangkan
Kabupaten Sampang dengan persamaan (2) digunakan untuk
menggunakan metode analisis ATC menghitung nilai PDD.
/DDD DU 90% dibandingan dengan
PDD pada periode Januari 2019 hingga
September 2019.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di 11
Puskesmas di Kabupaten Sampang pada HASIL DAN PEMBAHASAN
periode Januari–September 2019. Pasien ISPA Non Pneumonia
Pengambilan data dilakukan secara yang mendapatkan terapi antibiotik di
retrospektif yang diperoleh dari laporan Kabupaten Sampang dengan rentang
bulanan dan register rawat jalan. Subyek usia 18 – 65 sebanyak 1724 yang terdiri
penelitian ini mencakup pasien berumur dari laki-laki sebanyak 765 orang
≥ 18-65 tahun yang menderita ISPA (44,37%) dan perempuan sebanyak 959
Non Pneumonia dan mendapatkan terapi orang (55,63%). Usia pasien yang
antibiotik.Data kuantitatif antibiotik terbanyak mengalami ISPA Non
diolah dengan menggunakan metode Pneumonia dan mendapatkan terapi
ATC/DDD dan PDD. antibiotik pada usia 46-55 tahun
sebanyak 406 orang (23,55%).

18
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917

Tabel 1 Karakteristik Subyek menunjukkan hasil bahwa nilai


Penelitian DDD/1000 penduduk amoksisilin
sebesar 2,7 atau setara 3 orang yang
mendapatkan resep amoksisilin tiap hari.
Amoksisilin merupakan antibiotik
golongan penisilin. Amoksisilin
memiliki spektrum yang luas dan mudah
diabsorpsi di saluran cerna. Amoksisilin
efektif terhadap pengobatan ISK (Infeksi
Saluran Kemih), sinusitis, otitis media
Tabel 2 Kuantitas Penggunaan dan infeksi saluran napas bawah
Antibiotik dengan Metode ATC/DDD, (Ciptaningtyas, 2014). Efek samping
PDD, RasioPerbandingan PDD:DDD yang umum terjadi pada antibiotik beta
dan DU 90% laktam seperti amoksisilin dan
sefadroksil adalah kemerahan, diare,
selain itu kedua obat ini memiliki
potensi alergi yang tinggi sehingga
penggunaannya harus berhati-hati untuk
menghindari efek yang tidak
diinginkan(Heta & Robo, 2018). Reaksi
hipersensitivitas juga sering terjadi
akibat penggunaan antibiotik golongan
penisilin.
Penggunaan antibiotik pada Siprofloksasin merupakan
penyakit ISPA Non Pneumonia di antibiotik golongan kuinolon.
Puskesmas di Kabupaten Sampang Siprofloksasin merupakan antibiotik
terdiri dari 7 jenis antibiotik.Ketujuh yang efektif digunakan untuk ISK dan
jenis antibiotik tersebut terdiri dari diare bakterial yang disebabkan oleh
golongan antibiotik yang shigella, salmonella maupun
berbeda.Antibiotik amoksisilin 500 mg campylobacter. Siprofloksasin juga
dan siprofloksasin 500 mg merupakan digunakan sebagai pengobatan infeksi
antibiotik yang digunakan sering saluran napas yang disebakan oleh
digunakan dalam pengobatan ISPA Non pseudomonas dan enterobacter
Pneumonia di Kabupaten Sampang. (Ciptaningtyas, 2014). Siprofloksasin
Amoksisilin mempunyai nilai mempunyai efektivitas yang baik
DDD/1000/hari sebesar 742,58 artinya terhadap demam tipoid serta dapat
bahwa setiap hari terdapat 0,74 ~ 1 digunakan dalam pengobatan
pasien yang mendapatkan terapi tuberkulosis oleh kuman yang resisten
antibiotik amoksisilin 500 mg. terhadap banyak obat (multidrug
Siprofloksasin mempunyai nilai resistant) (Gunawan, Setiabudy, &
DDD/1000/hari sebesar 741,79 artinya Nafrialdi, 2007). Efek samping
bahwa setiap hari terdapat 0,74 ~ 1 antibiotik golongan kuinolon
pasien yang mendapatkan terapi (siprofloksasin) yaitu mual, muntah dan
antibiotik siprofloksasin 500 mg. diare. Namun tidak meutup
Penelitian serupa yang dilakukan di kemungkinan terjadinya nyeri kepala,
Kabupaten Gorontalo Utara pusing, insomnia, gatal, gangguan

19
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
fungsi hati, eosinofilia, leukopenia, spektrum luas sehingga meningkatkan
trombositopenia. resistensi antibiotik (Sudoyo et al.,
Amoksisilin dan siprofloksasin 2006).
merupakan antibiotik yang sering Diharapkan pemerintah dapat
digunakan dengan persentase sebesar menerapkan suatu kebijakan yang
44,63% dan 44,58%. Amoksisilin dan berkaitan dengan penggunaan rasional
siprofloksasin termasuk dalam Drug antibiotik pada setiap tingkat
Utilization 90% dengan total persentase pengobatan khususnya pada Fasilitas
sebesar 89,21%. Antibiotik yang masuk Kesehatan Tingkat Pertama
dalam DU 90% yaitu amoksislin dan (FKTP).Efek peresepan penggunaan
siprofloksasin memiliki potensi besar antibiotik dalam jangka pendek pada
terhadap kejadian resistensi, penggunaan FKTP dapat meningkatkan kejadian
di seluruh puskesmas Kabupaten resistensi.Penggunaan antibiotik
Sampang hanya menggunakan rata-rata khususnya di layanan FKTP dalam hal
tiga hari dalam pengobatan dengan ini Puskesmas perlu diperhatikan untuk
antibiotik.ISPA Non Pneumonia adalah menghindari masalah-masalah yang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut ringan berhubungan dengan penggunaan
dan sembuh sendiri dengan gejala pilek, antibiotik. Dinas Kesehatan yang
sakit tenggorokan, batuk, bersin, dan merupakan induk dari Puskesmas agar
hidung tersumbat, penyakit tersebut selalu memantau, mengambil kebijakan
disebabkan oleh virus dan tidak dalam mengendalikan penggunaan
membutuhkan antibiotik dalam antibiotik, salah satunya adalah pada
pengobatan (Zoorob, Sidani, Fremont, & penyakit ISPA Non Pneumonia.
Kihlberg, 2012). Kebijakan tersebut sangat mendukung
Resistensi bakteri dapat dalam upaya mencegah penggunaan
dikendalikan dengan pemberian dosis antibiotik yang tidak terkendali yang
dan lama terapi antibiotik yang berdampak pada resistensi
sesuai.Melalui perhitungan PDD dapat antimikrobial. Penggunaan antibiotik
diketahui rata-rata dosis yang diresepkan yang tidak diperlukan pada pengobata
pada pasien dalam setiap harinya. ISPA Non Pneumonia juga akan
Pengendalian resistensi antibiotik di meningkatkan biaya pengobatan serta
masyarakat tergantung terhadap efek samping yang tidak diinginkan.
pemilihan antibiotika oleh tenaga medis, Penggunaan antibiotik yang berlebih
terutama penggunaan antibiotik juga menunjukkan indeks kualitas suatu
oral.Pada umumnya tenaga medis tidak institusi kesehatan (Yoon et al., 2017).
memperhitungkan efek jangka panjang
yaitu munculnya kuman resistan.Faktor KESIMPULAN DAN SARAN
yang terpenting adalah menggunakan Hasil penelitian yang dilakukan di
antibiotik secara bijak yaitu Kabupaten Sampang tentang evaluasi
menggunakan antibiotik dengan indikasi penggunaan antibiotik dengan metode
yang jelas.Penyalahgunaan penggunaan ATC/DDD, PDD dan DU 90%, maka
antibiotik menjadi masalah penting tidak dapat diambil kesimpulan bahwa
hanya Indonesia tetapi juga di seluruh Penggunaan antibiotik pada ISPA Non
dunia. Terkhusus pada penyakit ISPA, Pneumonia di Kabupaten Sampang
penggunaan antibiotik kebanyaka didapatkan didapatkan nilai DDD/1000
digunakan berlebihan dengan antibiotik penduduk sebagai berikut: amoksisilin

20
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
500 mg sebesar 2,063 DDD/1000 untuk Mahasiswa Kedokteran.
penduduk, siprofloksasin 500 mg Penerbit Buku Graha Ilmu,
sebesar 2,061, sefadroksil 500 mg Yogyakarta.
sebesar 0,384, kotrimoksazol 480 mg
sebesar 0,047, kotrimoksazol 960 mg Gunawan, S. G., Setiabudy, R., &
sebesar 0,053, metronidazol 250 mg Nafrialdi, E. (2007). Farmakologi
sebesar 0,0033, kloramphenicol 250 mg dan terapi. Edisi, 5, 139–160.
sebesar 0,0055 dan tetrasiklin 500 mg
sebesar 0,0066 DDD/1000 penduduk. Hadi, U., Kuntaman, K., Qiptiyah, M.,
Nilai PDD yang diperoleh dari & Paraton, H. (2013). Problem of
penelitian yaitu amoksisilin 500 mg Antibiotic Use and Antimicrobial
sebesar 1,358 gr, sefadroksil 500 mg Resistance in Indonesia: Are We
sebesar 1,167 gr, siprofloksasin 500 mg Really Making Progress?
sebesar 1,074 gr, kotrimoksazol 480 mg Indonesian Journal of Tropical
sebesar 1,008 gr, kotrimoksazol 960 mg and Infectious Disease, 4(4), 5.
sebesar1,92 gr, metronidazol 250 mg https://doi.org/10.20473/ijtid.v4i4.
sebesar 0,5 gr, chloramphenicol 250 mg 222
sebesar 0,5 gr dan tetrasiklin 500 mg
sebesar 1 gr. Nilai yang diperoleh dari Heta, S., & Robo, I. (2018). The side
perbandingan antara PDD dan DDD effects of the most commonly used
(WHO) antara lain: terdapat satu group of antibiotics in periodontal
antibiotik yang memiliki PDD > DDD treatments. Medical Sciences, 6(1),
yaitu siprofloksasin 500 mg, antibiotik 6.
yang memiliki nilai PDD < DDD yaitu
amoksisilin 500 mg, sefadroksil 500 mg, Kemenkes, R. I. (2012). Pedoman
kotrimoksazol 480 mg, metrronidazol Pengendalian Infeksi Saluran
250 mg dan kloramphenicol 250 mg, Pernafasan Akut. Jakarta:
sedangkankotrimoksazol 980 mg dan Direktorat Jenderal Pengendalian
tetrasiklin 500 mg mempunyai nilai Penyakit Dan Penyehatan
PDD=DDD. Antibiotik yang termasuk Lingkungan Kemenkes RI.
kedalam DU 90% yaitu, amoksisilin 500
mg dan siprofloksasin 500 mg. Pani, S., Barliana, M. I., Halimah, E.,
Penelitian dengan metode yang Pradipta, I. S., & Annisa, N.
sama dapat dilakukan kembali untuk (2015). Monitoring the Use of
pengobatan injeksi pada myalgia untuk Antibiotics by the ATC/DDD
menetapkan Penggunaan Obat Rasional Method and DU 90%:
(POR) pada kelompok pasien dengan Observational Studies in
pengobatan tersebut. Community Health Service
Centers in North Gorontalo
DAFTAR PUSTAKA District. Indonesian Journal of
Balitbangkes Kemenkes, R. I. (2018). Clinical Pharmacy, 4(4), 275–280.
Riset Kesehatan Dasar 2018 https://doi.org/10.15416/ijcp.2015.
(Riskesdas 2018). Kemenkes RI, 4.4.280
Jakarta.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Ciptaningtyas, V. R. (2014). Antibiotik Simadibrata, M., & Setiati, S.

21
Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang
Vol 5 No 1 Tahun 2020
p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
(2006). Buku ajar ilmu penyakit
dalam.

WHO. (2013). Collaborating centre for


drug statistics methodology.
Guidelines for ATC Classification
and DDD Assignment, 3.

Yoon, Y. K., Park, C.-S., Kim, J. W.,


Hwang, K., Lee, S. Y., Kim, T. H.,
… others. (2017). Guidelines for
the antibiotic use in adults with
acute upper respiratory tract
infections. Infection &
Chemotherapy, 49(4), 326–352.

Zoorob, R., Sidani, M. A., Fremont, R.


D., & Kihlberg, C. (2012).
Antibiotic use in acute upper
respiratory tract infections.
American Family Physician,
86(9), 817–822.

22

Anda mungkin juga menyukai