Anda di halaman 1dari 34

1

GUBERNUR LAMPUNG

DRAFT PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG


NOMOR TAHUN 2021
TENTANG
POLA TATA KELOLA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG

Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana
Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. bahwa penerapan PPK BLUD pada Rumah Sakit harus
memenuhi Persyaratan Teknis dan administratif
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan
Umum Daerah;
c. bahwa untuk memenuhi ketentuan huruf b di atas dan
untuk mengatur hubungan, hak dan kewajiban, wewenang,
dan tanggung jawab dari pemilik Rumah Sakit atau yang
mewakili, pengelola Rumah Sakit dan staf medis fungsional
maka perlu ditetapkan Peraturan Internal Rumah Sakit
(Hospital By Laws)/Tata Kelola Rumah Sakit sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. bahwa untuk memenuhi maksud pada huruf a,b dan huruf
c tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan
Gubernur.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Lampung dengan mengubah Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sumatera Selatan menjadi Undang-Undang;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Praktek
Kedokteran;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara;
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa;

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


2

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali


diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015;
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2012;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah;
14. Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 971/MENKES/
PER/XI/2009 tentang Standar kompetensi Pejabat
Kesehatan;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/
PER/IV/2011 tentang Penyelenggaran Komite Medik di
Rumah Sakit;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49
Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018
tentang Badan Layanan Umum Daerah;
20. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 3 tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/
VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah
Sakit (Hospital By Laws);
22. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) Di Rumah Sakit;
23. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/278/2014 tentang Komite Pertimbangan
Klinis (Clinical Advisory);
24. Peraturan Gubernur Lampung nomor 11 tahun 2021
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit pada Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
25. Keputusan Gubernur Lampung nomor G/622/VI.02/
HK/2019 tentang Penetapan Rumah Sakit Jiwa Daerah
sebagai Unit Kerja Perangkat Daerah yang Menerapkan
Badan Layanan Umum Daerah;

MEMUTUSKAN
Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA KELOLA RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG

BAB I
KETENTUAN UMUM
3

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Provinsi Lampung.
2. Gubernur adalah Gubernur Lampung.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Pr.ovinsi Lampung
4. Pemilik adalah pemilik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung
yaitu Pemerintah Provinsi Lampung.
5. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung.
6. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disebut BLUD
adalah sistem yang diterapkan oleh Unit Pelaksana Teknis
Dinas/Badan Daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan
keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah
pada umumnya.
7. Tata Kelola Rumah Sakit adalah peraturan yang berlaku pada
internal Rumah Sakit guna mengatur hubungan antara Pemerintah
Daerah sebagai pemilik dengan Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola
dan Staf Medis beserta fungsi,tugas, tanggung jawab, kewajiban,
kewenangan, dan hak masing-masing pihak.
8. Tata Kelola Staf Medis (Medical Staff Bylaws) adalah peraturan
internal yang mengatur fungsi tugas tanggung jawab, kewajiban,
kewenangan dan hak dari staf medis di Rumah Sakit.
9. Staf Medis Fungsional yang selanjutnya disingkat SMFadalah dokter
dan/atau dokter spesialis serta dokter gigi dan/atau dokter gigi
spesialis yang bekerja purna waktu maupun paruh waktu di unit
pelayanan Rumah Sakit yang telah disetujui serta diterima sesuai
dengan aturan yang berlaku untuk menjalankan profesi masing-
masing di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.
10. Tata Kelola Staf Keperawatan (Nursing Staff Bylaws) adalah
peraturan internal yang mengatur fungsi, tugas, tanggung jawab,
kewajiban, kewenangan dan hak dari staf keperawatan di Rumah
Sakit.
11. Dewan Pengawas adalah organ yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap pengelolaan Rumah Sakit Jiwa Daerah .
12. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara nyata dan tegas
diatur dalam lini organisasi yang terdiri Kepala Bagian, Kepala
Bidang, Kepala Sub Bagian, dan Kepala Seksi.
13. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi
dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan
pada keahlian dan keterampilan tertentu.
14. Pejabat pengelola BLUD adalah pimpinan BLUD yang bertanggung
jawab terhadap kinerja operasional BLUD yang terdiri atas
pemimpin, pejabat keuangan dan pejabat teknis yang sebutannya
disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLUD yang
bersangkutan.
15. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada sesorang dalam rangka kuratif dan
rehabilitatif.
16. Tenaga Medis adalah Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan
Dokter Gigi Spesialis.
17. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
4

18. Kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan adalah


kemampuan dan keahlian yang didapatkan melalui pendidikan
Sarjana Strata 2 (dua) bidang perumahsakitan.
19. Unit pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya
kesehatan rawat Jalan, rawat inap, gawat darurat, rawat intensif,
radiologi, laboratorium, rehabilitasi medis, fisioterapi dan lain-lain.
20. Unit kerja adalah tempat staf medis dan profesi kesehatan lain
yang menjalankan profesinya, dapat berbentuk instalasi, unit, dan
lain-lain.
21. Komite Medik adalah adalah perangkat Rumah Sakit untuk
menerapkan tatakelola klinis (clininal governance) agar staf medis di
Rumah Sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme
kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika
dan disiplin profesi medis.
22. Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural Rumah Sakit
yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan
meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan
etika dan disiplin profesi.
23. Komite Tenaga Kesehatan Lain adalah wadah nonstruktural Rumah
Sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan
meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan lain di Rumah
Sakit melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi, dan
pemeliharaan etika dan disiplin profesi.
24. Satuan Pemeriksaan Internal, yang selanjutnya disingkat SPI adalah
unsur organisasi yang bertugas melaksanakan pemeriksaan audit
kinerja internal Rumah Sakit yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur.
25. Instalasi adalah fasilitas penyelenggaraan pelayanan medik,
penunjang medik dan non medik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Lampung.
26. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus seorang
staf medis yang diberikan oleh Direktur untuk melakukan
sederetan pelayanan medis tertentu dalam Rumah Sakit untuk
suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan
klinis (clinical appointment).
27. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan direktur
kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan
medis di Rumah Sakit berdasarkan daftar kewenangan klinis (white
paper) yang telah ditetapkan baginya.
28. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk
menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical
privilege).
29. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang
telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk
menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut.
30. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap
mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan rekam medis yang dilaksanakan oleh profesi medis.
31. Dokter mitra adalah dokter yang direkrut oleh Rumah Sakit
karena keahliaannya, berkedudukan setingkat dengan Rumah
Sakit, bertanggung jawab secara mandiri dan bertanggung gugat
secara proporsional sesuai kesepakatan atau ketentuan Rumah
Sakit.
32. Dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam
suatu bidang ilmu kedokteran tertentu dan telah menjalani
pendidikan profesi dokter pasca sarjana (spesialisasi).
5

33. Dokter sub spesialis/konsultan adalah adalah dokter spesialis yang


telah menyelesaikan program fellowship dalam bidang tertentu dari
satu spesialisasi serta mendapat pengakuan dari Kolegium
pengampu cabang keilmuan terkait.
34. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang yang
bertugas melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang
pelaksanaan tugas-tugas pelayanan.
35. Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah Pegawai Negeri Sipil dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang diangkat oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan. dan
36. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi
syarat tentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan pemerintahan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
(1) Maksud pengaturan Tata Kelola Rumah Sakit ini adalah sebagai
suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur Pemilik Rumah Sakit
atau yang mewakili, Direktur Rumah Sakit dan staf medis, sehingga
penyelenggaraan Rumah Sakit dapat efektif, efisien dan berkualitas.
(2) Tujuan pengaturan Tata Kelola Rumah Sakit ini adalah:
a. memaksimalkan kinerja pelayanan dengan cara meningkatkan
prinsip transparansi,akuntabilitas, pertanggungjawaban,
kemandirian dan kewajaran agar Rumah Sakit memiliki daya
saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
b. mendorong pengelolaan Rumah Sakit secara profesional,
transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
kemandirian;
c. mendorong agar pengelola Rumah Sakit dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial terhadap stakeholders;
d. meningkatkan kontribusi Rumah Sakit dalam memberikan
pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan di tingkat daerah
dan nasional.

BAB III
CAKUPAN DAN PRINSIP POLA TATA KELOLA (HOSPITAL BYLAWS)

Pasal 3
(1) Pola Tata Kelola/(Hospital Bylaws) merupakan peraturan internal
Rumah Sakit yang terdiri :
a. Tata Kelola Korporasi (Corporate Bylaws);
b. Tata Kelola Staf Medis (MedicalStaf Bylaws);
c. Tata Kelola Staf Keperawatan (Nursing staf Bylaws);
(2) Pola Tata Kelola (Hospital Bylaws)sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat antara lain :
a. struktur organisasi;
b. prosedur kerja;
c. pengelompokan fungsi yang logis;
d. pengelolaan sumber daya manusia;
6

e. pengelolaan sumber daya lain;


f. pengelolaan lingkungan Rumah Sakit;
g. Pembinaan dan pengawasan; dan
h. evaluasi dan penilaian kinerja.
(3) Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. transparansi;
b. akuntabilitas;
c. responsibilitas;
d. Independensi;
e. Kesetaraan dan Kewajaran

Pasal 4
(1) Struktur Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf a, menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas,
fungsi, tanggung jawab, kewenangan dan hak dalam
organisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf
b, menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi
jabatan dan fungsi dalam organisasi.
(3) Pengelompokan fungsi yang logis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf c, menggambarkan pembagian yang jelas
dan rasional antara fungsi pelayanan dan fungsi pendukung yang
sesuai dengan prinsip pengendalian intern dalam rangka efektifitas
pencapaian tujuan organisasi.
(4) Pengelolaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf d, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai sumber daya manusia yang berorientasi pada
pemenuhan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi secara efisien, efektif, dan produktif.
(5) Pengelolaan sumber daya lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf e, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai asset berupa tanah dan bangunan.
(6) Pengelolaan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai pengelolaan lingkungan fisik, kimia, biologi
yang mendukung keselamatan pasien.
(7) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf g, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai pelaku, kriteria, tugas dan fungsi serta
mekanisme pembinaan dan pengawasan.
(8) Evaluasi dan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf h, merupakan pengaturan dan kebijakan
yang jelas mengenai evaluasi oleh pemilik untuk mengukur
pencapaian kinerja aspek keuangan dan aspek non keuangan.

Pasal 5
(1) Transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf
a, merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar
kebebasan arus informasi agar informasi secara langsung dapat
diterima bagi yang membutuhkan serta dapat menumbuhkan
kepercayaan.
7

(2) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b,


merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan
pada Rumah Sakit agar pengelolaannya dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak, yangdiwujudkan
dalam perencanaan, evaluasi dan laporan/ pertanggungjawaban
dalam sistem pengelolaan keuangan, hubungan kerja dalam
organisasi, manajemen sumber daya manusia, pengelolaan aset,
dan manajemen pelayanan.
(3) Responsibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf
c, merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan
organisasi terhadap bisnis yang sehat serta peraturan perundang-
undangan.
(4) lndependensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c,
merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip bisnis yang sehat. Sedangkan
Responsibilitas merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam
pengelolaan organisasi terhadap bisnis yang sehat menurut
perundang-undangan.
(5) Kesetaraan dan Kewajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) huruf d, bahwa Rumah Sakit dalam pelayanan tidak
membedakan pasien dan berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan tingkat kemampuan dan peralatan, tenaga medis yang ada
pada Rumah Sakit dengan pemberian pelayanan yang baik.

BAB IV
POLA TATA KELOLA KORPORASI
(Corporate Bylaws)
Bagian Kesatu
Identitas

Pasal 6
Identitas dari Rumah Sakit Jiwa Daerah adalah:
a. Nama Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung;
b. Jenis Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Jiwa;
c. Kelas Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Jiwa Kelas B;
d. Alamat Rumah Sakit adalah di Jalan Raya Gedong Tataan KM 13
Pesawaran Email: rsjlampung@gmail.com.

Bagian Kedua
Visi, Misi, Tujuan Strategis dan Nilai-nilai Dasar

Pasal 7
(1) Visi Rumah Sakit adalah : “Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung Sebagai Pusat Rujukan Kesehatan Jiwa Yang Unggul Dan
Berkeadilan.”.
(2) Misi Rumah Sakit adalah:
1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa Spesialistik;
2. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
(3) Motto Rumah Sakit adalah " C E R I A "

C : Cepat
E : Empati
R : Ramah
I : Inovatif
8

A : Aktif
(4) Filofofi Rumah Sakit adalah “SEMUT.”
a. Gotong Royong
b. Gigih Mencapai Tujuan
c. Ramah
d. Selalu Berkomunikasi
e. Kecil Tapi Hebat

Bagian Ketiga
Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pasal 8
(1) Rumah Sakit Jiwa Daerah berkedudukan sebagai unsur
pendukung tugas Gubernur di bidang pelayanan kesehatan
perorangan tingkat lanjutan yang dipimpin oleh Direktur yang
berbentuk Unit Khusus yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung.
(2)Rumah Sakit Jiwa Daerah mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan pencegahan,
pemulihan dan rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan kesehatan
jiwa dan pelayanan spesialistik penunjang medik lainnya;
b. pelayanan penunjang medik dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang pelayanan kesehatan jiwa;
c. penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan
pelaporan di bidang pelayanan kesehatan jiwa;
d. pelayanan medis kesehatan jiwa dan pelayanan spesialistik
penunjang medik lainnya;
e. pelayanan penunjang medik dan non medik;
f. pelayanan keperawatan;
g. pelayanan rujukan;
h. pelayanan kesehatan jiwa kemasyarakatan;
i. pelayanan rawat jalan dan rawat inap penyalahgunaan NAPZA;
j. pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan jiwa dan tenaga
kesehatan lainnya;
k. penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat;
l. pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, perencanaan,
hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan
tatalaksana, rumah tangga, perlengkapan dan umum; dan
m.pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh atasan.

Bagian Keempat
Kedudukan Pemerintah Daerah

Pasal 9
(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap perkembangan
dan kemajuan Rumah Sakit Jiwa Daerah sesuai dengan yang
diharapkan oleh masyarakat.
9

(2) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tanggung jawabnya


mempunyai kewenangan:
a. Menetapkan peraturan tentang Rencana Strategi Bisnis, Tata
Kelola Rumah Sakit Jiwa Daerah dan Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit beserta perubahannya;
b. Membentuk dan menetapkan Pejabat Pengelola dan Dewan
Pengawas;
c. Memberhentikan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas karena
sesuatu hal yang menurut peraturannya dibolehkan untuk
diberhentikan;
d. Menyetujui dan mensahkan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA);
e. Memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar ketentuan
serta memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi.
(3) Pemerintah Daerah bertanggungjawab menutup defisit anggaran
Rumah Sakit setelah diaudit secara independen yang bukan
disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan.
(4) Setiap kerugian yang disebabkan oleh tindakan melawan hukum
atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian
daerah.

Bagian Kelima
Pengorganisasian dan Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pasal 10
(1)Struktur organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung terdiri dari:
a. Direktur;
b. Bagian Tata Usaha, membawahi:
1) Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Humas;dan
2) Sub Bagian Keuangan, Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
c. Bidang Pelayanan, membawahi:
1) Seksi Pelayanan Medis; dan
2) Seksi Keperawatan.
d. Bidang Penunjang, membawahi:
1) Seksi Penunjang Medik; dan
2) Seksi Penunjang Non Medik.
e. Komite-Komite;
f. Satuan Pengawas Internal; dan
g. Kelompok Jabatan Fungsional, terdiri dari sejumlah jabatan
fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan
bidang keahlian dan keterampilannya.

Pasal 11
(1) Direktur Rumah Sakit Jiwa mempunyai tugas membantu Gubernur
dalam penyelenggaraan Rumah Sakit jiwa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Untuk pengelolaan Rumah Sakit Jiwa Daerah sesuai dengan
visi dan misi Rumah Sakit Jiwa Daerah yang telah ditetapkan
dengan senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan;
b. pengelolaan kekayaan Rumah Sakit Jiwa Daerah;
c. pelaksanaan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola
Rumah Sakit Jiwa Daerah;
d. penyiapan Rencana Strategis Bisnis (RBS) dan Rencana Bisnis
Anggaran
e. (RBA) Rumah Sakit Jiwa Daerah;
f. penyiapan laporan tahunan dan laporan berkala;
10

g. penyiapan dan pertanggungjawaban kinerja operasional serta


keuangan
h. Rumah Sakit Jiwa Daerah;
i. penyelenggaraan kegiatan pelayanan medis, pelayanan
penunjang medik medis, pelayanan keperawatan, pelayanan
pendidikan dan pengembangan SDM;
j. pelaksanaan tugas administrasi Rumah Sakit Jiwa Daerah;
k. pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan Rumah Sakit Jiwa
Daerah; dan
l. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan
oleh atasan
m.sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2) Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direktur mempunyai fungsi:
a. pengelolaan Rumah Sakit Jiwa Daerah sesuai dengan visi
dan misi Rumah Sakit Jiwa Daerah yang telah ditetapkan dengan
senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan;
b. pengelolaan kekayaan Rumah Sakit Jiwa Daerah;
c. pelaksanaan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola
Rumah Sakit Jiwa Daerah;
d. penyiapan Rencana Strategis Bisnis (RSB) dan Rencana Bisnis
Anggaran (RBA) Rumah Sakit Jiwa Daerah;
e. penyiapan laporan tahunan dan laporan berkala;
f. penyiapan dan pertanggungjawaban kinerja operasional serta
keuangan Rumah Sakit Jiwa Daerah;
g. penyelenggaraan kegiatan pelayanan medis, pelayanan penunjang
medik medis, pelayanan keperawatan, pelayanan pendidikan dan
pengembangan SDM;
h. pelaksanaan tugas administrasi Rumah Sakit Jiwa Daerah;
i. pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan Rumah Sakit Jiwa
Daerah;
j. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Bagian Keenam
Pengelola BLUD

Pasal 12
(1) Pejabat Pengelola BLUD Rumah Sakit terdiri dari Pimpinan,
Pejabat Pengelola Keuangan dan Pejabat Teknis disesuaikan
dengan nomenklatur yang berlaku pada Rumah Sakit.
(2) Pejabat Pengelola BLUD Rumah Sakit diangkat dan diberhentikan
oleh Gubernur.

Paragraf Pertama
Pejabat Pengelola

Pasal 13
(1) Susunan Pejabat pengelola, terdiri dari :
a. Direktur sebagai pimpinan BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah;
b. Kepala Bagian Tata Usaha sebagai Pejabat Keuangan.
c. Kepala Bidang Pelayanan sebagai Pejabat Teknis Pelayanan;
d. Kepala Bidang Penunjang sebagai Pejabat Teknis Pelayanan
Penunjang;
11

(2) Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1)


bertanggungjawab terhadap kinerja umum operasional, pelaksanaan
kebijakan fleksibilitas dan keuangan BLUD Rumah Sakit Jiwa
Daerah dalam pemberian layanan.
(3) Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas
Kesehatan atas operasional dan keuangan Rumah Sakit secara
umum dan keseluruhan.
(4) Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c dan huruf d bertanggungjawab kepada Direktur sesuai
bidang tanggungjawab masing-masing.

Paragraf Kedua
Pengangkatan Pejabat Pengelola

Pasal 14
(1) Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan Pejabat Pengelola
Rumah Sakit ditetapkan berdasarkan kompetensi, kebutuhan praktek
bisnis yang sehat dan kebutuhan Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas, pokok dan fungsinya.
(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keahlian berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang
diperlukan dalam tugas.
(3) Kebutuhan melaksanakan tugas, pokok dan fungsi Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam
meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan Rumah Sakit.
(4) Pejabat Pengelola diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai
ketentuan Peraturan Perundangan- undangan.

Paragraf Ketiga
Dewan Pengawas, Pembina Teknis, dan Pembina Keuangan

Pasal 15
(1) Dewan Pengawas, Pembina Teknis, dan Pembina Keuangan adalah
sebagai representasi Pemerintah Daerah pada pengelolaan Rumah
Sakit Jiwa Daerah ;
(2) Dewan Pengawas dibentuk dengan keputusan Gubernur atas usuIan
Direktur;
(3) Jumlah anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang
dan salah seorang diantaranya ditetapkan sebagai Ketua Dewan
Pengawas.;
(4) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas dapat dibentuk
sekretariat yang berkedudukan di Rumah Sakit.
(5) Pembentukan dan jumlah Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan (3), apabila:
a. realisasi pendapatan menurut laporan realisasi anggaran 2 (dua)
tahun terakhir sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh milyar
rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar
rupiah); atau
b. nilai aset menurut neraca 2 (dua) tahun terakhir sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah);

Pasal 16
12

(1) Dalam hal belum terbentuk Dewan Pengawas, untuk pengawasan


dan pengendalian internal yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola
dilakukan oleh pembina teknis dan pembina keuangan.
(2) Pembina teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
(3) Pembina keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Kepala Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Provinsi Lampung.

Pasal 17
(1) Dewan Pengawas dibentuk untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian internal yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola.
(2) Dewan Pengawas, Pembina Teknis, dan Pembina Keuangan bertugas:
a. memantau perkembangan kegiatan Rumah Sakit Jiwa Daerah ;
b. menilai kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan dan
memberikan rekomendasi atas hasil penilaian untuk
ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola;
c. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja dari
hasil laporan auidt pemeriksa eksternal pemerintah;
d. memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya; dan
e. memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah
mengenai;
1. RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola;
2. permasalahan yang menjadi kendala dan pengelolaan Rumah
Sakit Jiwa Daerah;
3. kinerja Rumah Sakit Jiwa Daerah .
(3) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada
Gubernur secara berkala melalui Sekretaris Daerah paling sedikit
1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu jika diperlukan.

Pasal 18
(1) Anggota Dewan Pengawas terdiri dari unsur:
a. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung:
b. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Lampung; dan
c. Tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan Rumah Sakit.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan
waktunya dengan pengangkatan Pejabat Pengelola.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai Dewan Pengawas yang bersangkutan
harus memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. memiliki keahlian, integritas, kepemimpinan, jujur, perilaku yang
baik, dan dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan
Rumah Sakit Jiwa Daerah;
c. memahami penyelenggaran Pemerintah Daerah;
d. memiliki pengetahuan yang memadai tugas dan fungsi Rumah
Sakit Jiwa Daerah;
e. menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
f. berijazah paling rendah S-1 (Strata Satu);
g. berusia paling tinggi 60 tahun untuk anggota Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
h. tidak pernah menjadi anggota Direksi, Dewan Pengawas, atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan badan usaha
yang dipimpin dinyatakan pailit;
i. tidak sedang menjalani sanksi pidana; dan
13

j. tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah


atau calon wakil kepala daerah, dan/atau calon anggota legislatif.

Pasal 19
(1) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5
(lima) tahun, dapat diangkat kembali untuk masa jabatan
berikutnya.
(2) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis
masa jabatannya oleh Gubernur.
(3) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) apabila:
a. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. Tidak melaksanaan ketentuan perundang-undangan;
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit; atau
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak
pidana dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya
melaksanakan pengawasan atas Rumah Sakit.

Pasal 20
(1) Gubernur dapat membentuk sekretariat Dewan Pengawas untuk
mendukung kelancaran tugas Dewan Pengawas.
(2) Sekretariat Dewan Pengawas bukan merupakan anggota Dewan
Pengawas.

Pasal 21
Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut:
a. Honorarium Ketua Dewan Pengawas maksimal 40 (empat puluh)
persen dari gaji Direktur.
b. Honorarium Anggota Dewan Pengawas maksimal 36 (tiga puluh
enam) persen dari gaji Direktur.
c. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas maksimal 15 (lima belas)
persen dari gaji Direktur.

Pasal 22
Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Dewan
Pengawas termasuk Sekretariat Dewan Pengawas dibebankan pada
Rumah Sakit dan dimuat dalam RBA.

Bagian Ketujuh
Pejabat Fungsional

Pasal 23
Pejabat Fungsional meliputi:
a. Komite Medik;
b. Komite Keperawatan;
c. Komite Farmasi dan Terapi
d. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
e. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
f. Komite Hukum dan Etik
g. Komite Tenaga Kesehatan lainnya
h. Satuan Pengawas Internal.

Paragraf 1
Komite Medik

Pasal 24
14

(1) Komite Medik adalah perangkat Rumah Sakit untuk menerapkan


tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di Rumah
Sakit Jiwa Daerah terjaga profesionalismenya melalui mekanisme
kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika
dan disiplin profesi medis.
(2) Susunan, fungsi, tugas dan kewajiban, serta tanggungjawab dan
kewenangan Komite Medik dirumuskan lebih lanjut dalam
Peraturan Tata Kelola Staf Medis yang ditetapkan dengan Peraturan
Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah .

Pasal 25
(1) Personalia komite medik berhak memperoleh insentif sesuai
dengan kemampuan keuangan Rumah Sakit.
(2) Pelaksanaan kegiatan komite medik didanai dengan anggaran
Rumah Sakit sesui dengan ketentuan yang berlaku dan dimuat
dalam RBA.
(3) Hal-hal lain terkait Komite Medik ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.

Paragraf 2
Komite Keperawatan

Pasal 26
Guna membantu Direktur dalam menyusun Standar Pelayanan
Keperawatan dan memantau pelaksanaanya yang mengatur
kewenangan (previlege) perawat dan bidan, mengembangkan pelayanan
keperawatan, program pendidikan, pelatihan dan penelitian serta
mengambangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan, maka
dibentuk Komite Keperawatan.

Pasal 27
(1) Komite Keperawatan sebagaimana diatur dalam Pasal 26
merupakan badan non struktural yang berada di bawah serta
bertanggung jawab kepada Direktur.
(2) Susunan Komite Keperawatan terdiri dari seorang Ketua, seorang
Wakil Ketua dan seorang Sekretaris yang kesemuanya merangkap
anggota serta anggota sejumlah 4 (empat) orang.
(3) Komite Keperawatan dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan
Direktur setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Bidang
Keperawatan.

Pasal 28
(1) Dalam menjalankan tugasnya Komite Keperawatan wajib menjalin
kerja sama yang harmonis dengan Komite Medik, Manajemen
Keperawatan, dan lnstalasi terkait.
(2) Hal-hal lain terkait Komite Keperawatan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.
Paragraf 3
Komite/Tim Farmasi dan Terapi

Pasal 29
(1) Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim Farmasi
dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Obat di Rumah Sakit.
15

(2) Komite Komite/Tim Farmasi dan Terapi dibentuk dan ditetapkan


dengan Keputusan Direktur setelah mempertimbangkan usulan dari
Kepala Bidang Penunjang.
(3) Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter
atau seorang Apoteker.
(4) Apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker,
namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah
dokter.

Pasal 30
(1) Komite Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar
rapat diadakan sekali dalam satu bulan.
(2) Komite Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
a. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di
Rumah Sakit;
b. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk
dalam formularium Rumah Sakit;
c. mengembangkan standar terapi;
d. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
e. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat
yang rasional;
f. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
dikehendaki;
g. mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
h. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat
di Rumah Sakit.

Pasal 31
(1) Dalam menjalankan tugasnya Komite Farmasi dan Terapi wajib
menjalin kerja sama yang harmonis dengan Komite Medik,, Komite
Keperawatan, dan lnstalasi terkait.
(2) Hal-hal lain terkait Komite Farmasi Dan Terapi ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.

Paragraf 4
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

Pasal 32
(1) Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien, maka Rumah Sakit perlu mempunyai program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau
keseluruh unit kerja di Rumah Sakit.
(2) Rumah Sakit perlu menetapkan komite untuk mengelola program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, agar mekanisme
koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien dapat berjalan lebih baik.
(3) Komite Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
sebagaimana diatur dalam ayat (1) merupakan badan non
struktural yang berada di bawah serta bertanggung jawab kepada
Direktur.

Pasal 33
(1) Setiap unit terlibat dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
(2) Rumah Sakit menetapkan tujuan, mengukur seberapa baik proses
kerja dilaksanakan dan validasi datanya.
16

(3) Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien bisa berjalan baik,
Direktur Rumah Sakit, para kepala bidang/divisi serta kepala unit
dan departemen di Rumah Sakit :
a. wajib mendorong dilaksanakannya program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP).
b. berupaya untuk mendorong terlaksananya budaya mutu dan
keselamatan (quality and safety culture)
c. secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi;
d. menggunakan data agar fokus kepada prioritas isu.
e. berupaya untuk menunjukan perbaikan yang bekelanjutan
(4) Hal-hal lain terkait komite peningkatan mutu dan keselamatan
pasien (PMKP) ditetapkan dengan Keputusan Direktur.

Paragraf 5
Komite Pencegahan Pengendalian Infeksi

Pasal 34
(1) Pelaksanaan PPI di Rumah Sakit Jiwa sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui pembentukan Komite PPI.
(2) Komite atau Tim PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan organisasi nonstruktural pada Rumah Sakit Jiwa yang
mempunyai fungsi utama menjalankan PPI serta menyusun
kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk
pencegahan infeksi yang bersumber dari masyarakat berupa
Tuberkulosis, HIV (Human Immunodeficiency Virus), dan infeksi
menular lainnya.
(3) Komite atau Tim PPI dibentuk untuk menyelenggarakan tata kelola
PPI yang baik agar mutu pelayanan medis serta keselamatan
pasien dan pekerja di Rumah Sakit Jiwa terjamin dan terlindungi.
(4) Pembentukan Komite atau Tim PPI sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disesuaikan dengan jenis, kebutuhan, beban kerja.

Pasal 35
(1) Komite atau Tim PPI bertugas melaksanakan kegiatan kegiatan
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,
dan pembinaan.
(2) Hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) harus dilaporkan kepada pimpinan Rumah Sakit
Jiwa secara berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun, atau
sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 36
(1). Komite PPI Tugas :
a. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakanPPI.
b. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan dapat
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
c. Membuat SPO PPI.
d. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program
tersebut.
e. Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAIs
(Healthcare Associated Infections).
f. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan
cara pencegahan dan pengendalian infeksi.
g. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan Rumah
Sakitdan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.
h. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan
prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan
17

i. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan


pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) Rumah Sakit dalam PPI.
j. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k. Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan
dan pengendalian infeksi Rumah Sakit, antara lain :
1. Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (TPRA) dalam
penggunaanan antibiotika yang bijak diRumah Sakit
berdasarkan pola kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi
antibiotika.
2. Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun
kebijakan.
3. Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical
governance and patient safety.
l. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik
mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai
kebijakan manajemen Rumah Sakit.
m.Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan
dan pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan,
cara pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai
dengan prinsip PPI.
n. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan
karena potensial menyebarkan infeksi.
o. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans
proses.
p. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksibila ada KLB diRumah Sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.

(2) Ketua Komite PPI Kriteria :


1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.
(3) Tugas Ketua Komite PPI:
1. Bertanggungjawab atas
a) Terselenggaranya dan evaluasi program PPI.
b) Penyusunan rencana strategis program PPI.
c) Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI.
d) TersedianyaSPOPPI.
e) Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi
kebijakan PPI.
f) Memberikan kajian KLB infeksi di RS.
g) Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.
h) Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian
risiko infeksi.
i) Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkaitdengan
PPI.
j) Terselenggaranya pertemuan berkala.

2. Melaporkan kegiatan Komite PPI kepada Direktur.

(4) Sekretaris Komite PPI Kriteria :


1. Dokter / IPCN / tenaga kesehatan lain yang mempunyaiminat
dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.
3. Purna waktu.
18

(5) Tugas Sekretaris Komite PPI :


1. Memfasilitasi tugas ketua komite PPI.
2. Membantu koordinasi.
3. Mengagendakan kegiatan PPI.

(6) Anggota Komite


1. IPCN/Perawat PPI
2. IPCD/Dokter PPI :
a. Dokter wakil dari tiap KSM (Kelompok Staf Medik).
b. Dokter ahli epidemiologi.
c. Dokter Mikrobiolog
d. Dokter Patologi Klinik.
(7) Anggota komite lainnya, dari :
1. Tim DOTS
2. Tim HIV
3. Laboratorium.
4. Farmasi.
5. Sterilisasi
6. Laundri
7. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS).
8. Sanitasi Lingkungan
9. Pengelola Makanan
10. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3).
11. Kamar Jenazah.

(8). IPCD / Infection Prevention Control Doctor memiliki Kriteria IPCD :


1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership.
(9) Tugas IPCD :
1. Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi
yang tepat.
2. Turut menyusun pedoman penggunaan antibiotika dan
surveilans.
3. Mengidentifikasi dan melaporkan pola kuman dan pola
resistensi antibiotika.
4. Bekerjasama dengan IPCN/ Perawat PPI melakukan monitoring
kegiatan surveilans infeksi dan mendeteksi serta investigasi KLB.
Bersama komite PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi,
membuat laporan tertulis hasil investigasi dan melaporkan
kepada pimpinan Rumah Sakit.
5. Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI bekerja sama
dengan bagian pendidikan dan pelatihan (Diklat) di Rumah Sakit.
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalammerawat
pasien.
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
PPI.
(10) IPCN (Infectionrevention and Control Nurse) memiliki :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma III Keperawatan
2. Mempunyai minat dalam PPI.
3. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan IPCN.
4. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau
setara.
5. Memiliki kemampuan leadership dan inovatif.
6. Bekerja purnawaktu.
(11) Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
19

1. Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko di


ruangan setiap hari untuk mengidentifikasi kejadian infeksi
pada pasien di baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan program PPI, kepatuhan penerapan SPO
dan memberikan saran perbaikan bila diperlukan.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada
Komite/Tim PPI.
4. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi KLB.
5. Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius
/tertusuk bahan tajam bekas pakai untuk mencegah
penularan infeksi.
6. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan
memberikan konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus
tertentu yangterjadi di fasyankes.
7. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasyankes dengan
menggunakan daftar tilik.
8. Memonitor pelaksanaan pedoma penggunaan antibiotika bersama
Komite/Tim PPRA.
9. Mendesain,melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan
melaporkan surveilans infeksi yang terjadi di fasilitas
pelayanan kesehatan bersama Komite / Tim PPI
10. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan programPPI.
11. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai
dengan prinsip PPI.
12. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung Rumah Sakit
tentang PPI.
13. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien,
keluarga dan pengunjung tentang topik infeksi yang sedang
berkembang (New-emerging dan re- emerging) atau infeksi
dengan insiden tinggi.
14. Sebagai koordinator antar departemen/unit dalam
mendeteksi,mencegah dan mengendalikan infeksi diRumah
Sakit.
15. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis single use yang
di re use.

(12) IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) memiliki


Kriteria :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma 3, yang
mempunyai minat dalam PPI.

(13) IPCLN sebagai perawat pelaksana harian/penghubung


bertugas::
1. Mencatat data surveilans dari setiap pasien diunit rawat inap
masing-masing.
2. Memberikan motivasi dan mengingatkan tentang
pelaksanaan kepatuhan PPI pada setiap personil ruangan di
unitnya masing-masing.
3. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
penerapan kewaspadaan isolasi.
4. Memberitahukan kepada IPCN apa bila ada kecurigaan
adanyaHAIs pad apasien.
5. Bila terdapat infeksi potensial KLB melakukan penyuluhan bagi
pengunjung dan konsultasi prosedur PPI berkoordinasi
denganIPCN.
20

6. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan


pengunjung dan konsultasi prosedur yang harus
dilaksanakan.

(14) Anggota Lainnya memiliki kriteria:


1. Tenaga di luar dokter dan perawat yang mempunyai minat
dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
(15) Tugas Anggota Lainnya:
1. Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan
berkoordinasi dengan unit terkait lainnya dalam penerapan PPI
2. Memberikan masukan pada pedoman maupun kebijakan terkait
PPI.

Paragraf 6
Komite Etik dan Hukum

Pasal 37
(1) Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite Etik dan
Hukum yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Etik dan ukum di Rumah Sakit.
(2) Komite Etik dan Hukum dan ditetapkan dengan Keputusan
Direktur setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Bidang
Penunjang.
(3) Komite Etik dan Hukum dapat diketuai oleh seorang dokter .
(4) Apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah perawat
atau profesi lain yang dianggap cakap.

Pasal 38
(1) Komite Etik dan Hukum harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar
rapat diadakan sekali dalam satu bulan.

Pasal 39
(1) Fungsi Komite Etik dan Hukum
1. Fungsi Pendidikan
Bekerjasama dengan administrasi Rumah Sakit, instalasi dan
ruangan, staf medis, perawat dan berbagai profesi kesehatan
lainnya, komite akan melakukan upaya pendidikan mengenai
etika klinis dengan cara in house training atau metode pelatihan
dan pendidikan lainnya.
2. Meninjau dan Mengembangkan Kebijakan
Komite akan membantu Rumah Sakit dan staf profesionalnya
dalam mengembangkan kebijakan dan prosedur sehubungan
dengan etika dan hukum kesehatan.
3. Meninjau Kasus
Salah satu fungsi penting dari komite adalah perannya sebagai
forum untuk menganalisa pertanyaan-pertanyaan etika yang
muncul dalam perawatan pasien secara individu. Dalam perannya
ini, komite akan berusaha untuk memberikan dukungan dan
konsultasi bagi mereka yang bertanggungjawab terhadap
pengambilan keputusan meliputi petugas kesehatan, pasien,
pendamping dan anggota keluarga pasien.

(2) Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan


21

1. Mengadakan rapat koordinasi Komite Etik dan Hukum dengan


Komite Medik dan Komite Keperawatan setiap 3 bulan sekali.
2. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang hak dan kewajiban antara pasien dan dokter.
3. Membantu Direktur menyusun dan merumuskan medico etik legal
dan kode etik pelayanan Rumah Sakit.
4. Menyelesaikan masalah pelanggaran etik dan hukum terhadap
pegawai di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.
5. Menyelesaikan masalah pelanggaran etik dan hukum antara
pasien dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.
6. Menyelesaikan konflik etik yang timbul antar profesi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

(3) Tata Cara Penanganan Kasus Etik


1. Direktur mengajukan permintaan kepada komite etik untuk
melakukan peninjauan kasus
2. Tim akan melakukan peninjauan terhadap permintaan tersebut
untuk menentukan :
a. Masalah yang terjadi
b. Status pasien
c. Pertanyaan seputar etika
d. Masalah-masalah yang menyebabkan permintaan
e. Informasi lain yang diperlukan
3. Jika penilaian dari tim bahwa permintaan tersebut tepat, tim
akan menghubungi dokter pasien atau keluarga pasien atau
pembuat keputusan bagi pasien, sesuai kebutuhan kasus, harus
juga diberitahukan bahwa peninjauan kasus akan dilakukan,
dan diundang untuk berpartisipasi. Keputusan mereka untuk
tidak berpartisipasi, atau penolakan mereka untuk
konsultasi, tidak boleh mencegah konsultasi etika formal
berlangsung, dengan asumsi bahwa konsultasi ditentukan tim.
4. Anggota tim dapat menentukan bahwa sangat tepat untuk
mengundang peserta lain dalam pertemuan dimana tim
mendiskusikan kasus. Diantara orang- orang yang dapat
diundang dalam pertemuan tersebut adalah :
a. Anggota staf profesional yang secara langsung terlibat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.
b. Personil dengan keahlian tertentu.
c. Pasien dan/atau anggota keluarga pasien.
5. Jika dalam penilaian peninjauan kasus oleh tim, permintaan
peninjauan kasus tidak tepat, tim juga akan menginformasikan
kepada pihak yang meminta peninjauan kasus dan/atau dokter
yang merawat.
6. Melakukan Pertemuan Peninjauan Kasus :
a. Ketua tim menjelaskan mengapa pertemuan tersebut
dilakukan dan menjelaskan tugas mereka dan perlunya
menjaga kerahasiaan.
b. Jika dokter yang merawat pasien dan petugas kesehatan lain
hadir, akan tepat sekali bila mereka mempresentasikan
kepada tim peninjau mengenai riwayat pasien, kondisi
pasien saat ini, prognosis dan hal-hal yang berkaitan dengan
peninjauan kasus. Anggota tim dapat meminta peserta
pertemuan, termasuk pasien/anggota keluarga jika ada, untuk
menjelaskan apa pertanyaan, masalah atau hal-hal etika yang
diminta untuk ditinjau.
c. Setelah itu diadakan pertemuan tertutup untuk tim untuk
merumuskan rekomendasi.
22

7. Rekomendasi hasil dari peninjauan kasus dan setiap rekomendasi


akan dikomunikasikan kepada individu yang meminta peninjauan
kasus ke dokter yang merawat, Rumah Sakit, dan
pasien/keluarganya. Setelah diskusi ini, dan bersama-sama dengan
dokter yang merawat, tim akan mencatat hasil dari peninjauan
kasus etik dalam rekam medis pasien. Hasil ini juga akan dilaporkan
ke Komite, dan ditinjau oleh Komite pada pertemuan berikutnya.

Paragraf 7
Komite lainnya

Pasal 40
Bila dianggap perlu dapat diterbitkan Surat keputusan Direktur tentang
pembentukan Komite-Komite lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Paragraf 8
Satuan Pengawas Intern

Pasal 41
(1) Direktur selaku Pemimpin BLUD membentuk Satuan Pengawas
Intern pada BLUD.
(2) Satuan pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu
pengawas internal yang berkedudukan langsung di bawah Direktur;
(3) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
mempertimbangkan:
a. keseimbangan antara manfaat dan biaya;
b. kompleksitas manajemen; dan
c. volume dan/atau jangkauan pelayanan.
(4) Pembentukan Satuan Pengawas Intern sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan:
a. tercapainya efektivitas dan efisiensi kegiatan BLUD;
b. keandalan dan integritas informasi keuangan dan kinerja BLUD;
c. pengamanan aset BLUD; dan
d. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
(1) Tugas Satuan Pengawas Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 meliputi:
a. lingkungan pengendalian;
b. penilaian risiko;
c. aktivitas pengendalian;
d. sistem informasi dan komunikasi; dan
e. pemantauan pengendalian intern.
(2) Direktur selaku Pemimpin BLUD menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan disiplin dan terstruktur melalui:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi sumber daya manusia;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur orgamsas1 yang sesuai dengan
kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; dan
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia.
23

(3) Direktur selaku Pemimpin BLUD melakukan penilaian risiko


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melalui:
a. identifikasi risiko; dan
b. analisis risiko.
(4) Direktur selaku Pemimpin BLUD menyelenggarakan aktivitas
pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa
tindakan yang dilakukan dalam suatu proses pengendalian
terhadap kegiatan BLUD pada setiap tingkat dan unit dalam
struktur organisasi BLUD, melalui:
a. reviu kinerja BLUD;
b. pengendalian atas perekrutan dan pembinaan sumber daya
manusia;
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. pengendalian fisik atas aset;

Pasal 43
(1) Untuk dapat diangkat sebagai satuan pengawasan internal yang
bersangkutan harus memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. memiliki keahlian, integritas, pengalaman, jujur, perilaku yang
baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan
mengembangkan Rumah Sakit;
c. memahami penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
d. memahami tugas dan fungsi Rumah Sakit;
e. memiliki pengalaman teknis pada Rumah Sakit;
f. berijazah paling rendah D-3 (Diploma 3);
g. pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun;
h. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55
(lima puluh lima) tahun pada saat mendaftar pertama kali;
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara atau keuangan daerah;
j. tidak sedang menjalani sanksi pidana; dan
k. mempunyai sikap independen dan obyektif.

Bagian Kedelapan
Organisasi Pelaksana
Paragraf 1
Instalasi dan Unit

Pasal 44
(1) Guna penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan
pelatihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan dibentuk
instalasi yang merupakan unit pelayanan non struktural.
(2) Pembentukan instalasi dan Struktur organisasi instalasi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
(3) Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dipimpin oleh
seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur, mempunyai tugas dan fungsi
manajemen dalam membantu Direktur untuk penyelenggaraan
pelayanan fungsional sesuai dengan fungsinya.
(4) Kepala Instalasi bertanggungjawab kepada Direktur melalui
Kepala Bidang dan Kepala Bagian yang membidangi.
24

(5) Dalam melaksanakan kegiatan operasionalpelayanan Instalasi wajib


berkoordinasi dengan bidang/bagian atau seksi/sub bagian terkait.
(6) Kepala Instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga
fungsional dan/atau tenaga non fungsional.
(7) Khusus Instalasi Rawat Inap karena memiliki rentang kendali
tugas cukup luas selain dibantu oleh koordinator dapat membentuk
unit/ruangan/bangsal keperawatan yang dikepalai oleh seorang
Kepala Ruangan/Kepala Bangsal.

Pasal 45
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Instalasi adalah:
a. Seorang sarjana yang memenuhi kriteria keahlian, integritas,
kepemimpinan dan diutamakan yang pengalaman di lingkup
instalasi;
b. Berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan
pelayanan yang profesional;
c. Mampu memimpin, mengarahkan dan melaksanakan koordinasi di
lingkup instalasi;
d. Mampu melaksanakan perbuatan hukum;
e. Berstatus Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Non PNS; dan
f. Memenuhi syarat administrasi kepegawaian.

Pasal 46
(1) Jumlah dan jenis Instalasi disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan Rumah Sakit.
(2) Pembentukan dan Perubahan jumlah dan jenis Instalasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.

Pasal 47
Kepala Instalasi mempunyai tugas dan kewajiban menyusun rencana
program lima tahunan/rencana kerja tahunan/RBA unit,
melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi, serta melaporkan
kegiatan pelayanan di instalasinya masing- masing kepada
Direktur melalui Kepala Bidang/Bagian yang membidangi.

Paragraf
Kelompok Jabatan Fungsional

Pasal 48
(1) Kelompok jabatan fungsional terdiri atas sejumlah tenaga, dalam
jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok
sesuai dengan bidang keahliannya.
(2) Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan
sebagian kegiatan Rumah Sakit Jiwa Daerah secara professional
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kelompok jabatan fungsional dalam melaksanakan tugas
bertanggung jawab kepada Direktur.
(4) Tiap kelompok dikoordinir oleh seorang tenaga fungsional senior yang
ditunjuk diantara tenaga fungsional yang ada di lingkungan Rumah
Sakit Jiwa Daerah .

Pasal 49
(1) Staf Medis Fungsional adalah kelompok dokter yang bekerja di
bidang medis dalam jabatan fungsional.
25

(2) Staf Medis Fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnosis,


pengobatan, pencegahan akibat penyakit peningkatan dan pemulihan
kesehatan, penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
(3) Dalam melaksanakan tugasny a, staf medis fungsional
menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait.

Bagian Kesembilan
Prosedur Kerja

Pasal 50
(1) Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi bawahannya
masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan, wajib mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi
petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan serta
menyampaikan laporan berkala.

Pasal 51
Setiap laporan yang diterima oleh setiap pimpinan satuan organisasi
dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan
perubahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk
memberikan petunjuk kepada bawahannya.

Pasal 52
Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi,
Kepala lnstalasi wajib menyampaikan laporan berkala kepada
atasannya masing-masing.

Pasal 53
Dalam menyampaikan laporan kepada atasannya, tembusan laporan
lengkap dengan semua lampirannya disampaikan pula kepada satuan
organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

Pasal 54
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organsasi
dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka
pemberian bimbingan dan pembinaan kepada bawahan masing-masing
wajib mengadakan rapat berkala.

Pasal 55
(1) Pegawai Rumah Sakit dapat berasal dari Aparatur Sipil Negara atau
Non Aparatur Sipil Negara yang mampu bekerja secara profesional
sesuai dengan kebutuhan yang dipekerjakan sebagai tenaga tetap
atau berdasarkan kontrak.
(2) Pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari Aparatur Sipil
Negara disesuaikan dengan peraturan perundangan-undangan.
(3) Pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari Non
Aparatur Sipil Negara dilakukan berdasarkan pada prinsip efisien,
ekonomis dan produktif dalam rangka peningkatan pelayanan.
(4) Pengangkatan pegawai Rumah Sakit yang berasal dari Non Aparatur
Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Gubernur
Lampung dan/atau pejabat yang berwenang.
26

Pasal 56
Untuk mendorong motivasi kerja dan produktivitas maka Rumah Sakit
menerapkan kebijakan tentang imbal jasa bagi pegawai yang
mempunyai kinerja baik dan sanksi bagi pegawai yang tidak
memenuhi ketentuan atau melanggar peraturan yang ditetapkan.

Pasal 57
Kenaikan pangkat Aparatur Sipil Negara merupakan penghargaan
yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian pegawai yang
bersangkutan terhadap negara berdasarkan sistem kenaikan pangkat
reguler dan kenaikan pangkat pilihan sesuai ketentuan..

Pasal 58
(1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Aparatur Sipil Negara
yang tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu,
termasuk Aparatur Sipil Negara yang:
a. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki
jabatan struktural atau fungsional tertentu;
b. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi
induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional
tertentu.
(2) Kenaikan pangkat pilihan adalah penghargaan yang diberikan
kepada Aparatur Sipil Negara yang menduduki jabatan struktural
atau jabatan fungsional tertentu.

Pasal 59
(1) Rotasi Aparatur Sipil Negara dan Non Aparatur Sipil Negara
dilaksanakan dengan tujuan untuk peningkatan kinerja dan
pengembangan karir;
(2) Rotasi dilaksanakan dengan mempertimbangkan::
a. Penempatan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan
pendidikan dan ketrampilannya;
b. Masa kerja di unit tertentu;
c. Pengalaman pada bidang tugas tertentu;
d. Kegunaannya dalam menunjang karir; dan
e. Kondisi fisik dan psikis pegawai.

. Pasal 60
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi di
lingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan pendekatan lintas fungsi (cross functional
approach) secara vertikal dan horisontal baik di lingkungannya serta
dengan instalasi lain sesuai tugas masing-masing.

Pasal 61
(1) Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban yang
dituangkan dalam:
a. Daftar hadir;
b. Laporan Kegiatan;
c. Sasaran Kerja Pegawai (SKP); dan
d. Penilain Prestasi Kerja (PPK).
(2) Tingkatan dan jenis hukuman disiplin pegawai meliputi:
a. Hukuman disiplin ringan, yang terdiri dari teguran lisan,
teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
27

b. Hukuman disiplin sedang, yang terdiri dari penundaan kenaikan


gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun, penurunan gaji
sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu)
tahun, dan penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun.
c. Hukuman disiplin berat yang terdiri dari penurunan pangkat
setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun,
pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan
pemberhentian tidak hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 62
(1) Pemberhentian pegawai berstatus Aparatur Sipil Negara dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang
pemberhentian Aparatur Sipil Negara.
(2) Pemberhentian pegawai berstatus Non Aparatur Sipil Negara
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pemberhentian atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila
pegawai Rumah Sakit Non Aparatur Sipil Negara mengajukan
permohonan pemberhentian sebagai pegawai pada masa kontrak
dan/atau
b. tidak memperpanjang masa kontraknya.
(3) Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun dilaksanakan
apabila pegawai Rumah Sakit Non Aparatur Sipil Negara telah
memasuki masa batas usia pensiun sesuai ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
(4) Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila
pegawai Rumah Sakit Non Aparatur Sipil Negara melakukan
tindakan-tindakan pelanggaran sesuai dengan ketentuan tentang
disiplin pegawai.

Bagian Kesepuluh
Jasa Dokter Spesialis dan Jasa Pelayanan Medis

Pasal 63
(1) Dokter spesialis yang memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan Rumah Sakit Jiwa Daerah diberikan jasa dokter spesialis.
(2) Besaran dan mekanisme pembayaran jasa dokter spesialis
sebagaimana dimaksud pada pasal (1) dilaksanakan sesuai
ketetentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 64
(1) Jasa pelayanan medis diberikan sebagai insentif kepada Kelompok
Penerima Manfaat guna memberikan motivasi untuk meningkatkan
pelayanan yang optimal kepada pelanggan.
(2) Kelompok Penerima Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. manajemen;
b. dokter umum;
c. perawat ;
d. penunjang medis; dan
e. pegawai umum dan administrasi.
28

(3) Manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah


direktur dan pejabat struktural Rumah Sakit Jiwa Daerah .
(4) Besaran dan mekanisme pembayaran Jasa Pelayanan Medis
sebagaimana dimaksud pasal (1) dilaksanakan sesuai ketetentuan
peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 65
Jasa Pelayanan Medis bagi Pejabat Pengelola dan Pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dihitung berdasarkan bobot
dan indeks dari indikator penilaian yang meliputi:
a. pengalaman dan masa kerja;
b. ketrampilan, ilmu pengetahuan, dan perilaku;
c. risiko kerja;
d. tingkat kegawatdaruratan;
e. jabatan yang disandang; dan
f. hasil/capaian kerja.

Bagian Kesebelas
Standar Pelayanan Minimal

Pasal 66
(1) Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit, Gubernur menetapkan
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dengan Peraturan
Gubernur.
(2) Standar Pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diusulkan oleh Direktur.
(3) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan
kesetaraan layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

Pasal 67
Standar Pelayanan Minimal harus memenuhi persyaratan :
a. fokus pada jenis pelayanan;
b. terukur;
c. dapat dicapai;
d. relevan dan dapat diandalkan; dan
e. tepat waktu.

Pasal 68
(1) Fokus pada jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 huruf a, mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang
terwujudnya tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(2) Terukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b merupakan
kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
(3) Dapat dicapai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf c
merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat pencapaiannya,
rasional, sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya.
(4) Relevan dan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 huruf d merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat
dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(5) Tepat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e
merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah
ditetapkan.

Bagian Kedua Belas


29

Pengelolaan Keuangan

Pasal 69
Pengelolaan keuangan Rumah Sakit berdasarkan pada prinsip
efektifitas, efisiensi dan produktivitas dengan berasaskan
akuntabilitas dan transparansi.

Pasal 70
Dalam rangka penerapan prinsip dan asas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 maka dalam penatausahaan keuangan diterapkan
sistem akuntansi dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Pasal 71
Subsidi dari pemerintah untuk pembiayaan Rumah Sakit dapat berupa
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Bagian Ketiga belas


Tarif Pelayanan

Pasal 72
(1) Rumah Sakit memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan
atas barang dan/atau jasa layanan yang telah diberikan.
(2) Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang telah diberikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam bentuk
tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit
layanan atau hasil per investasi dana.
(3) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk imbal hasil
yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau
sebagian dari biaya per unit layanan.
(4) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa
besaran tarif dan/ atau pola tarif sesuai jenis layanan Rumah
Sakit.

Pasal 73
(1) Tarif layanan Rumah Sakit diusulkan oleh Direktur kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
(2) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur.
(3) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya
beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat.
(4) Gubernur dalam menetapkan besaran tarif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat membentuk tim.
(5) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
oleh Gubernur yang keanggotaannya dapat berasal dari:
a. pembina teknis;
b. pembina keuangan;
c. unsur perguruan tinggi; dan
d. organisasi profesi.

Pasal 74
(1) Peraturan Gubernur mengenai tarif layanan Rumah Sakit dapat
dilakukan perubahan sesuai kebutuhan dan perkembangan
keadaan.
30

(2) Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat


dilakukan secara keseluruhan maupun per unit layanan.
(3) Proses perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2), berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61.

Bagian Keempat belas


Pendapatan dan Belanja

Pasal 75
Pendapatan Rumah Sakit dapat bersumber dari:
a. jasa layanan;
b. hibah;
c. hasil kerja sama dengan pihak lain;
d. dana dari APBD; dan
e. lain-lain pendapatan Rumah Sakit yang sah.

Pasal 76
(1) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari jasa layanan dapat
berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat.
(2) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari hibah dapat berupa
dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat yang diperoleh
dari masyarakat atau badan lain.
(3) Hasil kerjasama dengan pihak lain dapat berupa perolehan dari
kerja sama operasional, sewa menyewa dan usaha lain yang
mendukung tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(4) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat berupa pendapatan
yang berasal dari Pemerintah Provinsi Lampung yang dipergunakan
untuk Belanja Operasional dan Belanja Modal.
(5) Lain-lain pendapatan Rumah Sakit yang sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf f, adalah:
a. jasa giro;
b. pendapatan bunga;
c. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
d. komisi, potongan atau bentuk lain sebagai penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Rumah Sakit;
e. investasi; dan
f. pengembangan usaha.

Pasal 77
(1) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65, kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola
langsung untuk membiayai pengeluaran Rumah Sakit sesuai RBA.
(2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan
sesuai peruntukannya.
(3) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 huruf a,b, c, dan f dilaksanakan melalui rekening kas
Rumah Sakit dan dicatat dalam kode rekening kelompok
pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah dengan obyek pendapatan Rumah Sakit.
(4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap bulan.
(5) Format laporan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
31

Pasal 78
(1) Belanja Rumah Sakit merupakan belanja operasional dan belanja
modal.
(2) Belanja operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup seluruh biaya yang menjadi beban Rumah Sakit dalam
rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit dan
kegiatan penunjang.
(3) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
seluruh belanja guna menambah aset Rumah Sakit;
(4) Belanja Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dialokasikan untuk mendanai program peningkatan pelayanan,
kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung pelayanan;
(5) Pendanaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis, program
dan kegiatan.

Pasal 79
(1) Belanja operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(2), terdiri dari:
a. belanja barang dan jasa;
b. belanja bunga;
c. belanja lain-lain.
(2) Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) terdiri
dari :
a. belanja tanah;
b. belanja peralatan dan mesin;
c. belanja gedung dan bangunan;
d. belanja jalan, irigasi dan jaringan;
e. belanja aset tetap lainnya; dan
f. belanja modal aset lainnya.

Pasal 80
(1) Seluruh belanja untuk pengeluaran Rumah Sakit yang bersumber
dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1)
dilaporkan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Provinsi Lampung sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Seluruh belanja untuk pengeluaran Rumah Sakit yang bersumber
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
menerbitkan SPM Pengesahan yang dilampiri dengan Surat
Pernyataan Tanggungjawab (SPTJ).
(3) Format SPM Pengesahan dan SPTJ sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan format laporan pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 81
(1) Pengeluaran belanja Rumah Sakit diberikan fleksibilitas dengan
mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan.
(2) Fleksibilitas biaya pengeluaran Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), merupakan biaya pengeluaran yang disesuaikan dan
signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA
yang telah ditetapkan secara definitif.
(3) Fleksibilitas biaya pengeluaran rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), hanya berlaku untuk biaya Rumah Sakit yang berasal
dari pendapatan selain dari APBD dan hibah terikat.
32

(4) (4)Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, Direktur mengajukan


usuIan tambahan anggaran dari APBD kepada Gubernur melalui
Sekretaris Daerah.

Pasal 82
(1) Ambang batas RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2),
ditetapkan dengan besaran persentase.
(2) (2)Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan
operasional Rumah Sakit .
(3) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dalam RBA dan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA)
Rumah Sakit.
(4) Persentase ambang batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), merupakan kebutuhan yang dapat dipredikasi, dapat dicapai,
terukur, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

Bagian Kelima belas


Pengelolaan Sumber Daya Lain

Pasal 83
(1) Pengelolaan sumber daya lain yang terdiri dari sarana, prasarana,
gedung dan jalan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengelolaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan mutu
pelayanan dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Rumah Sakit.

Bagian Keenam Belas


Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial, Lingkungan, dan Limbah Rumah
Sakit

Pasal 84
(1) Bentuk tanggung jawab sosial Rumah Sakit dapat dalam bentuk
pemotongan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien tidak mampu.
(2) Rumah Sakit wajib menjaga lingkungan baik internal maupun
eksternal.
(3) Pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
mendukung peningkatan mutu pelayanan yang berorientasi pada
keamanan, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, kerapian,
keindahan dan keselamatan.

Pasal 85
(1) Pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat
(3) meliputi pengelolaan limbah Rumah Sakit.
(2) Pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
limbah medis dan non medis.
(3) Tata laksana pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

BAB V
PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS
33

(MEDICAL STAF BYLAWS)

Pasal 86
(1) Rumah Sakit Umum Jiwa Daerah wajib menyusun peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staf By Laws) Dengan berpedoman
pada peraturan perudang-undangan tentang Peraturan Internal
Rumah Sakit.
(2) Peraturan Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
oleh Komite Medik dan ditetapkan oleh Direktur.
(3) Peraturan Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
pedoman yang digunakan oleh Komite Medik dan Staf Medis dalam
melaksanakan tata kelola medik yang baik di Rumah Sakit Jiwa
Daerah.

Pasal 87
(1) Dalam melaksanakan penyusunan Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staf By Laws) sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal
85, Komite Medik dapat dibantu oleh Panitia Adhoc.
(2) Panitia Adhoc ditetapkan oleh direktur berdasarkan usul Ketua
Komite.

Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staf By laws) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur.

BAB VI
PERATURAN INTERNAL STAF KEPERAWATAN
(NURSING STAF BYLAWS)

Pasal 89
(1) Rumah Sakit wajib menyusun peraturan internal staf keperawatan
dengan mengacu pada Peraturan Perundang- undangan yang
berlaku.
(2) Peraturan internal staf keperawatan disusun oleh Komite
Keperawatan dan disahkan oleh Direktur Rumah Sakit.
(3) Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berfungsi sebagai aturan yang digunakan
oleh Komite Keperawatan dan staf keperawatan dalam
melaksanakan tata kelola klinis yang baik di Rumah Sakit.

Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Internal Staf Keperawatan
(Nursing Staf ByLaws) diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur
dan disahkan oleh Gubernur.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 91
34

(1) Peraturan Gubernur Lampung Nomor 13 Tahun 2013 tentang Tata


Kelola Korporasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Semua peraturan yang terkait Rumah Sakit yang sudah ada sebelum
berlakunya Peraturan Gubernur ini dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Gubernur ini.

Pasal 92
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Provinsi Lampung.

Ditetapkan di Bandar Lampung


pada tanggal ………….. 2021

GUBERNUR LAMPUNG,

Ir.ARINAL DJUNAIDI

Diundangkan di Bandar Lampung


pada tanggal ………….. 2021

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG,

Ir.FAHRIZAL DARMINTO,MA

BERITA DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019 NOMOR

Anda mungkin juga menyukai