Anda di halaman 1dari 18

A.

Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah
akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai
aktivitas domestik lainnya.

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena
tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia
Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Pengolahan limbah[sunting | sunting sumber]

Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan
pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan
dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

B. Pencemaran lingkungan
1. Pencemaran air
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air
tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu
bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar
danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi
sebagai objek wisata.

Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga
mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai
pencemaran.

Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi
kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air
pribadi dan sumur). Telah dikatakan bahwa polusi air adalah penyebab terkemuka di dunia
untuk kematian dan penyakit,[1][2] dan tercatat atas kematian lebih dari 14.000 orang
setiap harinya[2]. Diperkirakan 700 juta orang India tidak memiliki akses ke toilet, dan 1.000
anak-anak India meninggal karena penyakit diare setiap hari[3]. Sekitar 90% dari kota-kota
Cina menderita polusi air hingga tingkatan tertentu[4], dan hampir 500 juta orang tidak
memiliki akses terhadap air minum yang aman[5]. Ditambah lagi selain polusi air
merupakan masalah akut di negara berkembang, negara-negara industri/maju masih
berjuang dengan masalah polusi juga. Dalam laporan nasional yang terbaru, kualitas air di
Amerika Serikat, 45% dari mil sungai dinilai, 47% dari danau hektare dinilai, dan 32% dari
teluk dinilai dan muara mil persegi diklasifikasikan sebagai tercemar[6].

Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika
tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami
pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas penyusun biotik,
seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, ledakan alga, kebinasaan ikan, badai,
dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan status ekologi
air.
2. Pencemaran udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di
atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan


manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi
cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak
pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan manusia sama


buruknya dengan pencemaran udara di ruang terbuka
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di
atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan


manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi
cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak
pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan manusia sama


buruknya dengan pencemaran udara di ruang terbuka.
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber
pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer
karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi
pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer.
Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara
sekunder.

Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global
dan hubungannya dengan pemanasan global yg memengaruhi;
Aktivitas manusia

Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar)
termasuk pembakaran biomassa secara tradisional[2][3]
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC
Sumber alami

Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Denitrifikasi
Dalam kondisi tertentu, vegetasi dapat menghasilkan senyawa organik volatil yang
signifikan yang mampu bereaksi dengan polutan antropogenik membentuk polutan
sekunder[4]
Sumber-sumber lain

Transportasi
Kebocoran tangki gas
Gas metana dari tempat pembuangan akhir sampah
Uap pelarut organik
Jenis-jenis bahan pencemar udara (polutan)[sunting | sunting sumber]
Karbon monoksida
Oksida nitrogen
Oksida sulfur
CFC
Hidrokarbon
Senyawa organik volatil[4]
Partikulat[5]
Radikal bebas[6][7]

3. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan
mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran
limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan
kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan
sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi
syarat (illegal dumping).

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat
menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke
dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah
tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat


meningkatkan kemungkinan terkena leukemia.

Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk
ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam
pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal
sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta
kerusakan ginjal pada seluruh populasi. Kuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena
terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat dapat menyebabkan
ganguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan
pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam
dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam
kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar,
pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian.

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem[1]. Perubahan


kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya
bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan
metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah
tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai
makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari
rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut
rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-
kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari
efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan
rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat kematian anakan dan kemungkinan
hilangnya spesies tersebut.

Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya
dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak
lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah
dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada
kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.

c. dampak polusi bagi manusia dan lingkungan

 
c. Dampak polusi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

1. Dampak Polusi Udara


Polusi udara dapat terjadi jika jumlah atau konsentrasi polutan (zat
pencemar) di udara sudah melebihi baku mutu lingkungan. Untuk masing-
masing polutan di udara mempunyai nilai baku mutu yang berbeda. Udara
yang telah tercemar oleh polutan tertentu dapat menyebabkan turunnya
mutu udara di lingkungan tersebut. Udara yang telah tercemar dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya secara langsung. Tetapi udara yang tercemar juga dapat
berdampak yang cukup luas seperti pemanasan global dan hujan asam.
Peristiwa pemanasan global ditimbulkan karena peristiwa rumah kaca.
Sedangkan hujan asam adalah meningkatnya konsentrasi asam di udara
seperti peningkatan jumlah SO2 (sulfur dioksida) diudara sebagai hasil dari
pembuangan asap kendaraan bermotor dan industri atau hasil pembakaran
bahan bakar fosil yaitu bahan bakar minyak dan batubara.
1. Dampak bagi kesehatan

Polusi udara yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia dan


lingkungan adalah:

1. Gas Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) di atmosfer dalam keadaan normal


konsentrasinya sangat sedikit sekitar 0,1 ppm. Di daerah perkotaan dengan
aktifitas penggunaan kendaraan bermotor dan industri yang padat,
kkonsentrasi gas CO dapat mencapai 10 – 15ppm. Gas CO di dalam paru-
paru bereaksi dengan hemoglobin pada sel darah merah yang dapat
menghalangi pengangkutan oksigen ke seluruh bagian tubuh.

Tabel: Konsentrasi gas CO di udara dan pengaruhnya pada tubuh manusia


bila kontak terjadi pada waktu cukup lama

Konsentrasi gas CO di Konsentrasi COHb


udara (ppm) dalam darah (%) Gangguan pada tubuh
3 0,98
Tidak ada

5 1,30
Belum begitu terasa

10 2,10
Gangguan sistem saraf sentral

20 3,70
Gangguan panca indera

40 6,90
Gangguan fungsi jantung

60 10,10
Sakit kepala

80 13,30
Sulit bernafas

100 16,50
Pingsan hingga kematian

(Ernawati dkk. 2008)

Dampak yang ditimbulkan adalah :

a)       Pusing/sakit kepala

b)       Rasa mual

c)       Pingsan (ketidak sadaran)

d)       Kerusakan jaringan otak

e)       Sesak nafas

f)        Kematian

g)       Gangguan pada kulit

h)       Gangguan penglihatan (efek jangka panjang)


1. Gas sulfur oksida (SO), nitrogen oksida (NO) dan ozon (O3)
Dampak negatif adanya penigkatan konsentrasi gas SO, NO dan
O3 adalah :
a)       Iritasi mata

b)       Radang saluran pernafasan

c)       Gangguan pernafasan kronis (bronkitis, emfisema dan asma)

d)       Gangguan pada tumbuhan hingga kematian tumbuhan

1. Materi partikulat

Materi partikulat adalah partikel-partikel yang berukuran kecil seperti


serbuk batu bara, serbuk kayu, serbuk batu, serbuk pasir, serbuk kapas,
serbuk kwarsa, serbuk asbes. Materi partikulat banyak terdapat di daerah
industri, pertambangan, daerah perkotaan yang padat penduduk dan daerah
konstruksi (pembangunan gedung).

Dampak yang ditimbulkan adalah penyakit paru mulai dari peradangan


hungga kangker paru-paru.

Materi partikulat yang lain adalah timbal (Pb) yang bersifat toksit (racun).
Timbal yang masuk ke dalam tubuh dan sudah terakumulasi dalam
kosentrasi tertentu dapat menyebabkan :

a)       menyerang berbagai sistem tubuh seperti sistem pencernaan dan


sistem syaraf.

b)       Radang paru-paru sampai kanker paru-paru

c)       Gangguan jantung

d)       Gangguan ginjal

e)       Keterbelakangan mental pada anak-anak


f)        Gangguan kesehatan pada hewan

1. Asap rokok

Rokok terbuat dari tembakau mengandung Nikotin dan TAR

Nikotin adalah zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan / kecanduan

Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatik

Undang-undang pengendalian rokok mensyaratkan kandungan Nikotin


tidak boleh dari 1,5 mg dan kandungan tar tidak boleh lebih dari 50 mg.

Tar bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker)

Asap rokok mengandung berbagai zat berbahaya yaitu :

–       formaldehide, benzo-α-pyrene, (bagian dari tar)

–       nikotin,

–       gas CO.

Dampak yang ditimbulkan adalah :

a)       Gangguan pernafasan

b)       Penyakit jantung

c)       Flek di paru-paru

d)       Kanker paru-paru

1. Zat-zat penyebab kanker

Zat-zat penyebab kanker banyak ditemukan dalam ruangan atau jenis


polutan udara dalam ruangan (indoor air pollutants). Polutan udara dalam
ruangan antara lain:
a)       kloroform
b)       para-diklorobenzena

c)       tetrakloroetilen

d)       trikloroetan

e)       radioaktif (Radon (Ra))

Jika konsentrasinya berlebih bisa menyebabkab kanker.

1. Suara

Polusi suara terjadi jika amplitudo suara melebihi ambang batas yaitu 50
dB. Kekuatan suara yang lebih dari 50 dB sudah mulai bising hingga
memekakkan telinga yang dapat menimbulkan :

a)       Gangguan organ pendengaran

b)       Kerusakan organ pendengaran

c)       Tuli

d)       Gangguan jantung

e)       Sakit kepala

f)        Stress secara psikologis

1. Asbut (asap kabut)

Asap kabut atau disingkat asbut (smog adalah singkatan dari smoke (asap)
dan fog (kabut)). Istilah ini muncul sekitar awal abad 20, ketika itu asap
dan kabut tebal menyelimuti kota London dampak dari revolusi industri
besar-besaran di kota tersebut.

Berdasarkan jenis polutan penyebabnya:

a)          Asbut industri


Plolutan penyebab asbut industri adalah sulfur oksida (SO) dan materi
partikulat yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil oleh industri.
Materi partikulat yang terkandung dalam asbut industri menyebabkan
warnanya menjadi keabu-abuan.

b)         Asbut fotokimia

Polutan utama penyebab asbut foto kimia adalah senyawa gas nitrogen
oksida (NO) yang berasal dari asap kendaraan bermotor dan senyawa
hidrokarbon yang berasal dari berbagai sumber. Gas nitrogen oksida dan
hidrokarbon diudara mengalami reaksi fotokimia membentuk ozon (O3).
Ozon diudara juga dapat bereaksi dengan polutan udara lainnya
membentuk senyawa-senyawa jenis polutan sekunder yang berbahaya bagi
kesehatan manusia dan lingkungan.
Nitrogen oksida diudara menyebabkan asbut fotokimia berwarna
kecoklatan.

Asap kabut/ asbut dapat mengganggu penglihatan dan pernafasan.

1. Hujan Asam

Sejarah Hujan Asam

Fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17, hal ini diketahui
dari buku karya Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul “A General
History of the Air“. Buku tersebut menggambarkan fenomena hujan asam
sebagai “nitrous or salino-sulforus spiris“.

Revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar awal abad ke 18 memaksa


penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai sumber utama
energi untuk mesin-mesin. Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor
(faktor penyebab) dari hujan asam yakni gas-gas SO2, NOx dan HCl
meningkat. Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Robert Angus
Smith pada tahun 1872. Ketika itu, Robert Angus Smith berhasil
menemukan hubungan antara hujan dengan polusi udara. Hujan asam
dilaporkan pertama kali terjadi di Kota Manchester, Inggris. Smith
menjelaskan fenomena hujan asam pada bukunya yang berjudul “Air and
Rain: The Beginnings of Chemical Technology“.
Derajat keasaman adalah tingkat kandungan hidrogen (H+) dan ion
OH– dalam air. Semakin banyak kandungan hidrogen (H+) maka derajat
keasaman air turun  atau pH turun atau air menjadi asam, sedangkan jika
kandungan  ion OH– meningkat maka derajat keasaman naik atau pH naik
atau air menjadi basa. Kandungan/konsentrasi hidrogen (H+) dan ion
OH– dalam air sangat tergantung kandungan/konsentrasi zat atau mineral
dalam air.  Lihat gambar berikut
(Asam)

(Basa)

Skala nilai pH adalah ditunjukkan dengan angka dari 0 – 14. Jika cairan
mempunyai pH kurang dari 7 maka bersifat asam dan jika cairan
mempunyai pH lebih dari 7 maka bersifat basa. Air murni adalah zat
dengan derajat keasaman netral atau air  mempunyai pH = 7.

Hujan normal adalah hujan dengan air yang tidak membawa polutan
didalamnya dan nilai pH nya adalah antara 7 – 5,6. Pada peristiwa hujan
normal terjadi pembentukan senyawa asam karena reaksi antara gas
CO2dengan air hujan membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3).
CO2  + H2O3                 H2CO3
(Bersifat asam lemah/ pH ≥5,6)

Asam tersebut mempengaruhi air hujan yang turun sehingga derajat


keasamannya (pH) menjadi ± 5,6 bersifat asam lemah. Air yang bersifat
asam tersebut berguna untuk melarutkan mineral-mineral yang dibutuhkan
oleh tumbuhan.
(asap pabrik mengandung sulfur oksida dan nitrogen oksida)

(asap kendaraan bermotor sulfur oksida dan nitrogen oksida)

Peningkatan aktivitas manusia seperti banyaknya industri dan


pengguanaan kendaraan bermotor meningkatkan jumlah bahan bakar fosil
yang dibakar. Bahan bakar fosil menghasilkan limbah berupa senyawa gas
SO2 , NOx.
Meningkatnya jumlah polutan di udara mengakibatkan meningkatnya
derajat keasaman air hujan, menjadi lebih asam dengan derajat keasaman
(pH) dibawah 5,6. Peristiwa tersebut di sebut hujan asam.  Polutan yang
menyebabkan hujan asam adalah gas SO2 , NOx dan Freon (CFC / chloro
fluoro carbon). Gas SO2 di udara bereaksi dengan uap air membentuk
asam sulfat (H2SO4), sedangkan gas NO diudara bereaksi dengan uap air
membentuk asam nitrat (HNO3). Freon (CFC) bereaksi secara fotokimia
menghasilkan Klor (Cl) dan jika bereaksi dengan uap air membentuk asam
klorida (HCl).
Berikut ini pembentukan asam di atmosfer:

1. Pembentukan asam sulfat (H2SO4)


SO2 + H2O -> H2SO4
1. Pembentukan asam nitrat (HNO3)
NO2 + H2O -> HNO3
1. Pembentukan asam klorida

Reaksi pembentukan asam klorida dari freon (CFC) melalui beberapa


tahapan, yaitu tahapan reaksi fotokimia dan reaksi kimia. Asam klorida
biasanya terbentuk di lapisan stratosfer, dimana reaksinya melibatkan
Chloroflorocarbon (CFC) dan radikal oksigen O*

CFC + hv(UV) -> Cl* + produk


CFC + O* -> ClO + produk
O* + ClO -> Cl* + O2
Cl + CH4 -> HCl + CH3

(http://4.bp.blogspot.com/_cwzKfItnUCk/TPYOe4MtjjI/AAAAAAAAAC
0/DP-Jj-jowcE/s1600/acid-rain-1a.jpg)
Reaksi diatas merupaka bagian dari rangkaian reaksi yang menyebabkan
deplesi lapisan ozon di stratosfer. Perbandingan ketiga asam tersebut
dalam hujan asam biasanya berkisar antara 62 persen oleh Asam Sulfat, 32
persen Asam Nitrat dan 6 persen Asam Chlorida.

Pulau Jawa memiliki tingkat emisi penyebab hujan asam tertinggi di


Indonesia, terutama disebabkan oleh sebagian besar kegiatan
perekonomian yang terpusat di pulau ini. Pada tahun 1989, tingkat
precursor SOx di Indonesia mencapat 157.000 ton per tahun, sedangkan
NOx mencapai 175.000 ton per tahun. Kota Surabaya pada tahun 2000
tercatat mengemisikan 0,26 ton SO2 dan 66,4 ton NOx ke udara dari
berbagai sumber pencemar.

Catatan:

Pulau Jawa memiliki tingkat emisi penyebab hujan asam tertinggi di


Indonesia,

Pada tahun 1989, tingkat precursor SOx di Indonesia mencapat 157.000 ton
per tahun, sedangkan NOx mencapai 175.000 ton per tahun.
Kota Surabaya pada tahun 2000 tercatat mengemisikan 26 ton SO2 dan
66,4 ton NOx ke udara dari berbagai sumber pencemar.
Dampak negatif peristiwa hujan asam adalah :

1. mempengaruhi kualitas air permukaan atau air menjadi lebih asam


sehingga mempengaruhi biota air yang hidup di dalamnya, karena biota
air terpengaruh oleh pH air. (pH air kurang dari 5,6)
2. dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan bahkan menyebabkan
kematian tanaman.

3. dapat melarutkan logam berat dalam tanah kemudian mencemari air.


air yang tercemar oleh logam berat sangat berbahaya bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya.

4. dapat bersifat korosif artinya dapat merusak atau mengkorosi logam,


seperti motor, mobil, sepeda, kotruksi bangunan atau komponen
bangunan, seperti gedung, patung, candi, monumen dan lain-lain.

5. menyebabkan gangguan pernafasan.

6. dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau meninggal pada ibu


hamil.

d. pengolahan limbah
pengolahan menurut tingkatan perlakuan

pengolahan menurut karakteristik limbah


Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan
permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat
selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan
sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni
rumah, seperti jamban misalnya.

Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
Jamban yang layak harus memiliki akses air bersih yang cukup dan tersambung ke unit
penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu
memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.[1]
Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan
sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan
sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat
pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Di beberapa wilayah
pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh
masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan
upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran
drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke
badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung
limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki
kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam
jumlah yang cukup, karena air bersih memang sangat berguna di masyarakat.

e. Global warming (pemanasan global )


Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dandaratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir.Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak
pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-
gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains
nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwanyang tidak setuju
dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan
dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun
walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas
kalor lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain


seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,
[2]
 serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-
perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga
saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan
yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk
beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto,
yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Penyebab pemanasan global[sunting | sunting sumber]


Efek rumah kaca[sunting | sunting sumber]
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi
tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba
permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang
menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan
kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat
menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur
dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin


meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena
tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F),
bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah
kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan
pemanasan global.

Efek umpan balik[sunting | sunting sumber]


Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang
dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan
lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah
kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara,kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak
menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara
perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat
dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan
memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung
pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini
sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila
dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125
hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).
Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan
umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang
digunakan dalam Laporan PandanganIPCC ke empat.[3]

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh


es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya
akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal
ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah


beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain
itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini
diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

Variasi Matahari[sunting | sunting sumber]

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan kemungkinan


diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.
[6]
 Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak
tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut
tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi
Mataharidikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
[8][9]

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari mungkin telah


diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan
bahwa matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global
selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu
vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-
dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan


bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" darimatahari pada
seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam
tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi
terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985,
baik melalui variasi dari output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]

Anda mungkin juga menyukai