Anda di halaman 1dari 120

Buku Panduan

Pela han Pembiayaan


Proyek Efisiensi Energi
bagi Lembaga Jasa Keuangan

PEMBIAYAAN
PROYEK
ENERGI EFISIENSI

INDUSTRI LEMBAGA
JASA KEUANGAN (LJK)

UNITED NATIONS
INDUSTRIAL DEVELOPMENT ORGANIZATION
Viena International Centre. P.O Box 300 .1400 Viena - Austria
Tel. : (+43-1) 26026-0 - unido.unido.org
www.unido.org Inclusive and Sustainable Industrial Development
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

Penerbit:
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)
www.unido.org

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit

Tim Penyusun Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

Tim Pengarah:
Ida Nuryatin Finahari (Direktur Konservasi Energi), Farida Zed, Maritje Hutapea

Tim Pendukung:
Mustofa Said, Harris, Dr. Arief Heru Kuncoro, Devi Laksmi, Tianni L. Sihotang, Rahmah, Andi Luxbinatur,
Karmila Seran, Darmadi Eko, Muhamad Taufiq Fahmi, Noordiana Kamilya

Tim Penulis:
Dr. Muhammad Ery Wijaya, Fabby Tumiwa, Aris Ika Nugrahanto

Editor:
Dr. Muhammad Ery Wijaya

Edisi Pertama 2017

Publikasi Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
adalah atas dukungan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) melalui “ Promoting Industrial
Energy Efficiency through System Optimization and Energy Management Standards in Indonesia ” yang
dilaksanakan oleh UNIDO dan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Otoritas Jasa Keuangan.
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga “Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa
Keuangan” ini dapat disusun dan diterbitkan.
Konservasi dan efisiensi energi merupakan bagian dari program Pemerintah di sektor energi
dalam rangka mencapai ketahanan energi yang berkelanjutan. Namun pelaksanaannya belum
optimal terutama karena penerapan konservasi dan efisiensi energi tersebut membutuhkan
pembiayaan yang tidak sedikit mengingat harga teknologi/peralatan yang efisien energi masih
relatif mahal. Di lain pihak, lembaga pembiayaan/perbankan masih sangat kurang dalam
penyediaan kredit/pinjaman untuk program konservasi dan efisiensi energi.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman lembaga keuangan tentang potensi pembiayan, resiko
dan mitigasi resiko pembiayaan konservasi energi, maka “Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan” ini disusun. Buku ini dilengkapi dengan
materi bahan ajar dan panduan untuk pengajar agar dapat dimanfaatkan secara luas.
Melalui buku “Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa
Keuangan” ini, para pihak yang terlibat terutama perwakilan perbankan, industri penyedia jasa
konservasi energi, lembaga internasional yang terlibat dalam pembiayaan konservasi energi dan
industri yang telah dan akan melaksanakan investasi konservasi energi akan mendapatkan
informasi yang cukup tentang pembiayaan konservasi energi.
Semoga upaya ini dapat memberikan satu langkah maju bagi pengembangan implementasi
konservasi dan efisiensi energi di Indonesia sehingga target penghematan energi nasional yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat tercapai.
Akhir kata, terima kasih saya sampaikan khususnya kepada United Nations Industrial
Development Organization (UNIDO) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah mendukung
secara penuh penyusunan dan terbitnya “Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan” ini.
Hemat energi demi kita dan generasi mendatang.

Jakarta, September 2017

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi


Rida Mulyana

Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan i
KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada satu dekade terakhir ini tumbuh dengan laju yang
cukup mengesankan. Sebagai akibatnya, konsumsi energi nasional juga naik hampir dua kali
lipat dalam satu decade ini. Namun, kenaikan tingkat konsumsi energi tidak seimbang dengan
laju sumberdaya energi yang dimiliki oleh Indonesia. Saat ini sumber energi yang kita pakai
sebagian besar berasal dari sumberdaya fosil seperti minyak bumi, gas bumi, dan batubara
yang tidak dapat terbarukan dan jumlahnya sangat terbatas di dalam negeri. Kebutuhan akan
konsumsi energi yang sangat tinggi menyebabkan Indonesia harus mengimpor bahan bakar
minyak.

Konsumsi energi yang sangat tinggi salah satunya disebabkan oleh inefisiensi dalam
pemakaian energi, terutama di sektor industri sebagai sektor terbesar dalam mengkonsumsi
energi. Sehingga, biaya energi yang dikeluarkan oleh industri menjadi sangat tinggi yang
mengakibatkan inefisiensi keuangan dan menurunnya daya saing produk. Dengan alasan
tersebut, masalah pemborosan pemakaian energi menjadi perhatian pemerintah dalam
beberapa waktu ini. Banyak kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mempromosikan efisiensi energi, terutama untuk industri. Program efisiensi energi sebagian
besar memanfaatkan teknologi baru atau tambahan yang memerlukan investasi besar dan
mungkin industri tidak dapat membiayai semua biaya investasinya sendiri. Oleh karena itu,
partisipasi dari investor atau kreditur dari bank/lembaga keuangan berperan sangat signifikan
untuk membiayai proyek-proyek efisiensi energi disektor industri.

Untuk itu, buku ini disusun sedemikian rupa guna memberikan pemahaman kepada staf
lembaga jasa keuangan mengenai potensi pembiayaan proyek efisiensi energi di sektor
industri. Dalam buku ini kami memberikan panduan pelatihan yang penting untuk dicermati
sebelum buku ini digunakan dalam pelatihan, juga petunjuk pelatihan dari setiap sesinya,
disertai lembar kerja dan lembar latihan yang dibutuhkan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang mendukung terwujudnya buku
ini, khususnya kepada penulis Dr. Ery Wijaya, kelompok kerja pembiayaan upaya efisiensi
energi di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE)
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tim proyek

Pengantar
i Panduan
Buku Pembiayaan
Pelatihan ProyekProyek
Pembiayaan Efisiensi EnergiEnergi
Efisiensi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Keuangan
Jasa Keuangan ii
efisiensi energi di industri (UNIDO IEE Project), dan Fabby Tumiwa dari Institute for
Essential Reform (IESR). Buku ini tentu masih jauh dari sempurna, kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk perbaikan kami di edisi revisi berikutnya. Akhir kata, semoga buku ini
bermanfaat bagi pengembangan proyek efisiensi energi di Indonesia. Amin.

Jakarta, September 2017

UNIDO Representative Indonesia


Esam Alqararah

Buku Panduan
iiiBuku Panduan Pelatihan
Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi EnergiEnergi bagi Lembaga
bagi Lembaga Jasa Keuangan
Jasa Keuangan ii
Pengantar Pelatihan

Secara umum, “Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi
Lembaga Keuangan” ini ditujukan bagi staf bank atau lembaga keuangan untuk
memahami pembiayaan proyek efisiensi energi di sektor industri. Sebagai bahan pelatihan,
buku ini secara spesifik ditujukan kepada staf bank atau lembaga keuangan yang akan
melakukan pengembangan produk keuangan terkait dengan proyek efisiensi energi dan yang
akan melakukan analisa atas pengajuan proposal pembiayaan proyek efisiensi energi.

Isi dalam buku ini dapat disajikan dalam rangkaian sesi-sesi pelatihan. Setiap sesi dari
pelatihan ini menggunakan metode yang bervariasi, mulai dari metode ceramah, membaca
bahan bacaan, diskusi kelompok, studi kasus, hingga menyelesaikan lembar kerja. Selain
aspek pengetahuan (knowledge), buku ini juga berusaha membelajarkan aspek keterampilan
(skill) bagi peserta dalam menganalisa proposal pembiayaan proyek efisiensi energi yang
diajukan oleh industri dan analisa kelayakan pembiayaan melalui kunjungan langsung
(site-visit) ke industri yang telah sukses melakukan proyek efisiensi energi.

Melalui bahan bacaan yang disajikan, buku ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca dan
masyarakat secara umum tanpa melalui sebuah pelatihan. Bahan bacaan yang disajikan
mengikuti sesi ini sengaja dihantarkan secara bertahap, mulai dari pemahaman peluang dan
pasar efisiensi energi secara umum sebagai pengantar, prinsip – prinsip konservasi dan
efisiensi energi, persiapan pelaksanaan proyek efisiensi energi, inovasi pembiayaan proyek
efisiensi energi, anatomi proposal pembiayaan efisiensi energi, bedah proposal proyek
efisiensi energi, hingga studi kasus kunjungan ke industri yang telah berhasil melakukan
proyek efisiensi energi.

Catatan bagi Fasilitator


Fasilitator yang akan menggunakan buku ini untuk sebuah pelatihan diharapkan memiliki
kriteria: memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman pekerjaan dalam bidang
ekonomi energi, memahami prinsip – prinsip konservasi energi, memahami kebijakan energi
dan kebijakan perbankan/lembaga keuangan terkait dengan aspek lingkungan, dan memiliki
kemampuan dan pengalaman dalam memfasilitasi sebuah pelatihan.

ivBuku Panduan Pelatihan


Buku Panduan Pembiayaan
Pelatihan Proyek
Pembiayaan Efisiensi
Proyek Energi
Efisiensi bagibagi
Energi Lembaga Jasa
Lembaga Keuangan
Jasa Keuangan iii
Sebelum memfasilitasi pelatihan, beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh seorang
fasilitator adalah :
1. Bacalah bahan pelatihan secara keseluruhan secara seksama
2. Perhatikan tujuan dan metode setiap sesi serta bahan bacaan dan lembar latihan yang
digunakan
3. Persiapkan bahan-bahan yang diperlukan pada setiap sesi
4. Perhatikan latar belakang dan komposisi peserta pelatihan
5. Sesuaikan metode pelatihan yang akan digunakan dengan kondisi peserta
6. Jangan lupa untuk mengevaluasi pelatihan pada periode tertentu sesuai kebutuhan (per
sesi atau perhari)

Catatan bagi Peserta


Dalam mengikuti pelatihan, beberapa petunjuk teknis yang harus diperhatikan oleh peserta
pelatihan adalah :
1. Ikutilah petunjuk yang diberikan oleh fasilitator pada setiap sesinya
2. Bacalah bahan bacaan sesuai dengan sesi yang diberikan oleh fasilitator
3. Ikutilah setiap studi kasus, diskusi kelompok dan pengerjaan lembar latihan secara
bersungguh-sungguh
4. Tanyakanlah hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi, bahan bacaan, maupun
metode pelatihan yang dibawakan oleh fasilitator
5. Berikan masukan terhadap materi, bahan bacaan maupun metode yang dibawakan pada
setiap sesi untuk perbaikan materi pelatihan ke depan.

Excel sheet dari pemodelan pembiayaan pembiayaan proyek energi efisiensi dan versi elektronik
buku ini dapat diunduh pada http://www.ebtke.esdm.go.id. Menu 'Publikasi', sub menu 'Buku
Panduan'

iv Buku
Buku Panduan PanduanPembiayaan
Pelatihan Pelatihan Pembiayaan Proyek
Proyek Energi Efisiensibagi
Efisiensi Energi bagi Lembaga
Lembaga Jasa Keuangan
Jasa Keuangan v
Jadwal Penyampaian Materi dalam Pelatihan
Secara keseluruhan, bahan dalam buku ini dapat dilatihkan secara optimal dalam 3 (tiga) hari
pelatihan efektif, dengan agenda pelatihan sebagai berikut:
Hari Sesi Materi
Kebijakan dan Regulasi Energi dan Perbankan
1. Kebijakan dan Regulasi Konservasi Energi, disampaikan
Sesi I oleh DJEBTKE-KESDM
2. Kebijakan dan Regulasi “Sustainable Finance”, disampaikan
oleh OJK
Sesi II Peluang dan Pasar Efisiensi Energi di ASEAN dan Indonesia
Pertama Prinsip – Prinsip Konservasi dan Efisiensi Energi
Sesi III
Persiapan Pelaksanaan Proyek Efisiensi Energi
Inovasi Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi
Anatomi Proposal Pembiayaan Efisiensi Energi
Sesi IV
Bedah Proposal Proyek Efisiensi Energi
Field Trip Checklist
Sesi I
Field Trip
Kedua Sesi II
Sesi III Diskusi Hasil Bedah Proposal
Sesi I Diskusi Hasil Field Trip
Ketiga
Sesi II Evaluasi Hasil Pelatihan (Post – Test)

Buku
vi Buku Panduan
Panduan Pelatihan
Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan Proyek
Proyek Efisiensi
Efisiensi Energi
Energi bagi
bagi Lembaga
Lembaga JasaKeuangan
Jasa Keuangan v
Daftar Singkatan

ADB : Asia Development Bank


AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
ASHRAE : American Society of Heating, Refrigeration, and Air-Conditioning
Engineers
ECM : Energy Conservation Measures
EEM : Energy Efficiency Measures
ENCON : Energy Conservation Promotion Fund
ESCO : Energy Services Company
ESPC : Energy Saving Performance Contract
HNWI : High Net Worth Individuals
IEA : International Energy Agency
IFC : International Finance Corporation
IGEA : Investment Grade Energy Audit
ISO : International Organization for Standardization
KESDM : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
MDB : Multilateral Development Bank
M&V Measurement and Verification
OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development
PACE : Property Assessed Clean Energy Program
PDB : Produk Domestik Bruto
PROPER : Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
SKKNI : Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
SNI : Standar Nasional Indonesia
UNIDO : United Nations Industrial Development Organization
VSD : Variable Speed Drive

vi Pengantar Pembiayaan
Buku Panduan Proyek
Pelatihan Efisiensi
Pembiayaan Energi
Proyek bagiEnergi
Efisiensi Bank/Lembaga Keuangan
bagi Lembaga Jasa Keuangan vii
Daftar Isi

Sambutan Direktur Jenderal EBTKE ………………………………. i


Kata Pengantar …………………………………………………… iii
Pengantar Pelatihan …………………………………………………… v
Daftar Singkatan …………………………………………………… ix
Daftar Isi …………………………………………………… x
Ringkasan Exsekutif …………………………………………………… xi

Bab 1
Pengantar Bab 1 …………………………………………………………….. 1
Peluang dan Pasar Efisiensi Energi di ASEAN dan Indonesia ..................... 2
Bab 2
Pengantar Bab 2……………………………………………………………... 20
Prinsip – Prinsip Konservasi dan Efisiensi Energi ………………………… 21
Bab 3
Pengantar Bab 3……………………………………………………………... 39
Persiapan Pelaksanaan Proyek Efisiensi Energi …………………………… 40
Bab 4
Pengantar Bab 4…………………………………………………………….. 49
Inovasi Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi ………………………………. 50
Bab 5
Pengantar Bab 5…………………………………………………………..… 57
Anatomi Proposal Pembiayaan Efisiensi Energi …………………………… 58
Materi Virtual Case: Proposal Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi …….. 70
Bab 6
Pengantar Bab 6 …………………………………………………………… 104
Kunjungan ke Industri (Field Trip) ………………………………………… 105
Daftar Pustaka ……………………………………………………. 108

viii Pengantar
Buku Panduan Pembiayaan
Pelatihan Proyek
Pembiayaan Efisiensi
Proyek Energi
Efisiensi bagibagi
Energi Bank/Lembaga Keuangan
Lembaga Jasa Keuangan vii
Ringkasan Eksekutif
Asia Tenggara telah menjadi pilar utama dari pertumbuhan ekonomi baru di Asia. Pesatnya pertumbuhan
ekonomi menyebabkan terjadinya arus urbanisasi dan industrialisasi mendorong pertumbuhan yang tinggi
dalam penggunaan energi di ASEAN. Kebutuhan listrik di Asia Tenggara meningkat sekitar lima kali
lipat antara tahun 1990 dan 2011 menjadi 712 TWh dan total konsumsi energi rata-rata setiap tahun akan
tumbuh pada tingkat 2,4%, meningkat dari 398 Mtoe pada 2011 menjadi lebih dari 700 Mtoe di 2035,
menurut International Energy Agency (IEA). Namun, bauran energi primer di Asia Tenggara lebih dari
tiga-perempat didominasi oleh bahan bakar fosil seperti minyak (25%), gas alam (44%) dan batubara
(31%). Tapi selama beberapa dekade terakhir konsumsi bahan bakar fosil banyak bergeser ke arah batu
bara dan gas alam untuk menggantikan konsumsi minyak di pembangkit listrik dan industri, dan biomassa
tradisional di sektor rumah tangga.
Melihat potensi pertumbuhan konsumsi energi yang signifikan dan guna mengurangi dampak lingkungan
akibat penggunaan bahan bakar fosil, beberapa negara ASEAN telah membuat strategi atau rencana
tindakan dan perkiraan investasi untuk mengurangi intensitas energi melalui berbagai program efisiensi
energi. Kebijakan yang telah direncanakan akan mendorong investasi yang signifikan di masa depan
melalui penyebaran dan adopsi teknologi yang efisien. Indonesia, sebagai konsumen energi terbesar di
ASEAN, memiliki lebih dari setengah dari total potensial investasi efisiensi energi.
Di Indonesia, pertumbuhan konsumsi energi didorong oleh sektor industri dan transportasi. Namun
pertumbuhan konsumsi energi yang cepat tidak diikuti dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi energi
di sektor ini. Sebagai contoh, penggunaan energi di industri baja dan tekstil sangat tidak efisien jika
dibandingkan dengan di India dan Jepang. Intensitas energi yang tinggi dari produk industri di Indonesia
menunjukkan bahwa ada potensi besar untuk melaksanakan efisiensi energi guna mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia. Namun, Indonesia masih kekurangan sumber
daya manusia yang cakap dalam melaksanakan proyek efisiensi energi baik pada aspek teknik dan
pembiayaan.
Sebelum pelaksanaan proyek efisiensi energi, audit energi diperlukan untuk mengevaluasi penggunaan
energi dan mengidentifikasi peluang penghematan energi dan memberikan rekomendasi pada perbaikan
efisiensi energi. Menurut standar internasional, ada tiga jenis tingkat audit yang dapat dikategorikan
berdasarkan rincian inspeksi dan besarnya potensi penghematan energi: 1) Level 1: Audit pendahuluan, 2)
Level 2: Survey energi dan Analisis, dan 3) level 3: Detil Analisis Modal Investasi / Investment Grade
Energy Audit (IGEA). Investment Grade Energy Audit (IGEA) adalah proses perhitungan dan analisis
konsumsi energi untuk mengidentifikasi kemungkinan potensi penghematan energi melalui pelaksanaan
dan penerapan langkah-langkah efisiensi energi, dan teknologi. IGEA menginformasikan laporan rinci
dan mendefinisikan langkah-langkah berbagai konservasi energi, penghematan biaya energi, investasi
yang dibutuhkan, dan pengembalian pada investasi. IGEA adalah alat yang ampuh untuk
menginformasikan kebutuhan investasi pada proyek efisiensi energi kepada lembaga keuangan atau calon
investor karena tidak hanya menunjukkan kelayakan teknis tetapi juga kelayakan finansial proyek itu.
Untuk memastikan bahwa pelaksanaan rekomendasi audit energi telah memenuhi kriteria penghematan
energi dan konsumsi energi sesuai dengan apa yang telah dianalisis dalam audit energi, perlu untuk
dilakukan pengukuran dan verifikasi (M & V). M & V juga untuk memastikan bahwa investasi yang
dilakukan dalam proyek efisiensi energi seperti yang diharapkan atau untuk meminimalkan kerugian
dalam investasi. Menentukan siapa yang harus ditunjuk untuk melaksanakan proyek-proyek efisiensi
energi sangat penting dan dapat dilakukan dengan dua pertimbangan: 1) kompleksitas proyek dan 2)
jaminan atas investasi yang dibutuhkan. Standar dan kriteria dalam menentukan dua faktor ini dapat

ix
bervariasi dari perusahaan ke perusahaan. Untuk investasi kecil biasanya tingkat kompleksitas juga kecil,
karena itu pelaksanaannya dapat dilakukan oleh staf internal. Semakin besar nilai investasi, maka
kompleksitas proyek efisiensi energi akan lebih tinggi, sehingga dibutuhkan tenaga ahli khusus untuk
mendapatkan hasil yang baik. Sumber daya melaksanakan proyek efisiensi energi dapat diperoleh dari
konsultan atau Energy Services Company (ESCO).
Proyek efisiensi energi sebagian besar memanfaatkan teknologi baru atau tambahan yang membutuhkan
investasi besar dan industri mungkin tidak dapat membiayai semua biaya investasi sendiri. Selain itu,
partisipasi dari investor atau kreditor sangat penting untuk membiayai proyek-proyek efisiensi energi
yang akan dilakukan oleh industri. Bicara tentang investasi, tidak akan lepas dari risiko dan keuntungan.
Keuntungan dari sisi keuangan bagi industri dapat langsung diperoleh adalah peningkatan arus kas bebas
yang dihasilkan dari penurunan tagihan listrik dan margin keuntungan yang lebih tinggi sebagai akibat
dari biaya produksi yang lebih rendah. Keuntungan diluar sisi keuangan dari proyek efisiensi energi
adalah meningkatkan tingkat keamanan energi, pasokan energi dan kesenjangan permintaan energi yang
dapat dipersempit, dan efek perubahan iklim dapat dikurangi.
Pada pembiayaan proyek efisiensi energi, ada risiko yang melekat. Ada risiko kredit dimana debitur /
perusahaan / klien tidak dapat mengembalikan pinjaman dari kreditur dan risiko operasional yang melekat
pada proyek yang disebabkan oleh kegagalan sistem untuk bekerja sesuai dengan harapan, kesalahan
manusia, proses internal dan proses eksternal. Risiko lain adalah risiko pasar yang disebabkan oleh pasar
variabel perubahan valuta asing dan suku bunga pasar. Merespon akan pentingnya proyek efisiensi energi
dan kebutuhan akan pembiayaannya, beberapa skema pinjaman inovatif telah dikembangkan untuk
melibatkan lebih banyak konsumen. Fitur dari skema pinjaman dicocokkan dengan kebutuhan dan
kapasitas konsumen, oleh karena itu program efisiensi energi dapat dilakukan untuk memenuhi target
penghematan energi.

x Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Pengantar Bab 1
Peluang dan Pasar Efisiensi Energi di ASEAN dan Indonesia

Tujuan 1. Mengetahui trend proyeksi pertumbuhan konsumsi energi di


ASEAN
2. Mengenal program efisiensi energi di ASEAN dan potensi
investasinya
3. Mempelajari investasi efisiensi energi di salah satu negara ASEAN
4. Konsumsi energi dan potensi investasi efisiensi energi di Indonesia
Waktu 90 menit
Metode 1. Ceramah oleh narasumber/fasilitator
2. Tanya jawab forum
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan
jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Ceramah Narasumber/Fasilitator
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang peluang dan pasar efisiensi energi di
ASEAN dan Indonesia. (waktu : 55 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum antara peserta pelatihan dengan
narasumber/fasilitator terkait dengan paparan yang disampaikan sebelumnya. (waktu : 30
menit)

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 11
BAB 1
Peluang dan Pasar Efisiensi Energi di ASEAN dan Indonesia

1. Pendahuluan
Saat ini Asia Tenggara telah menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi baru di Asia,
bergabung dengan China dan India. Dengan jumlah populasi pada tahun 2011 yang hampir
mencapai 600 juta jiwa, Produk Domestik Bruto (PDB) gabungan dari sepuluh negara
anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) ini telah tumbuh secara signifikan sejak tahun 2000. Sepuluh negara
tersebut adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura, Thailand, Vietnam, China dan India. Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan
ekonomi di beberapa negara di Asia Tenggara. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan
terjadinya arus urbanisasi dan industrialisasi.Hal tersebut mendorong tingginya pertumbuhan
penggunaan energi di ASEAN sejak krisis keuangan Asia terjadi di tahun 1997-1998. Saat ini
pusat gravitasi dari sistem energi global sedang bergeser ke wilayah Asia dan pertumbuhan
permintaan energi di ASEAN terus berlanjut bahkan pada saat krisis ekonomi global yang
terjadi baru-baru ini pada tahun 2008-2009. Hal ini dikarenakan fundamental keuangan dan
makroekonomi domestik yang kuat yang telah melindungi banyak negara maju di dunia dari
masalah yang dihadapi .

Table 1.1 Laju pertumbuhan PDB di beberapa negara ASEAN


1990 – 2011 2011 – 2020 2020 – 2035 2011 – 2035
Indonesia 4,7% 6,2% 4,2% 4,9%
Malaysia 5,8% 5,0% 3,4% 4,0%
Filipina 3,8% 5,6% 4,1% 4,6%
Thailand 4,2% 4,9% 3,8% 4,2%
ASEAN lainnya 6,7% 4,9% 4,4% 4,6%
ASEAN 5,0% 5,5% 4,1% 4,6%
Sumber: IEA, 2013 diolah dari data IMF, OECD dan World Bank

Kebutuhan listrik di Asia Tenggara meningkat sekitar lima kali lipat antara tahun 1990 dan
2011 menjadi sebesar 712 TWh. Seperti di sebagian besar wilayah dunia, bauran energi
primer di Asia Tenggara lebih dari tiga perempat didominasi oleh bahan bakar fosil berupa
22 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
minyak (25%), gas alam (44%) dan batubara (31%). Namun selama beberapa dekade terakhir
konsumsi bahan bakar fosil terjadi banyak pergeseran ke arah batubara dan gas alam untuk
menggantikan konsumsi minyak di pembangkit listrik dan industri, dan biomassa tradisional
di sektor rumah tangga. Meski demikian, minyak tetap menjadi bahan bakar dominan dengan
permintaan saat ini sebesar 4,4 juta barel per hari, atau sekitar 37% porsi dalam bauran energi
primer. Porsi bauran gas alam berada di posisi kedua, yakni sebesar 21% dengan permintaan
sekitar 141 miliar meter kubik. -

Sebagai salah satu wilayah yang paling cepat berkembang di dunia selama 1980-2011,
pertumbuhan ekonomi ASEAN tidak disertai dengan penurunan yang signifikan dalam
intensitas energi. Penurunan intensitas energi di Asia Tenggara yang lambat terjadi, sebesar
12% secara keseluruhan, dikarenakan adanya transformasikan ke arah industri yang lebih
padat energi. . Penurunan tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan yang telah terjadi di
dunia secara keseluruhan sebesar 26%, di negara-negara anggota Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD) sebesar 38%, di Cina sebesar 74% dan di India
sebesar 44% (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1: Intensitas energi dan PDB per kapita di negara-negara ASEAN, 1980 – 2011
(Sumber: IEA, 2013)

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 33
Permintaan energi di Asia Tenggara dikuasai oleh sektor industri, transportasi dan rumah
tangga pada tahun 2011. Sektor industri telah menunjukkan pertumbuhan yang cepat dalam
konsumsi energi sejalan dengan meningkatnya kegiatan manufaktur yang padat energi.
Menurut International Energy Agency (IEA), total konsumsi energi rata-rata setiap tahun
akan tumbuh pada tingkat 2,4%, naik dari 398 Mtoe pada tahun 2011 menjadi lebih dari 700
Mtoe pada tahun 2035 (lihat Gambar 1.2). Permintaan energi sektor industri rata-rata
tumbuh lebih dari 2,7% per tahun dari 2011 – 2035. Hal ini didorong oleh pergeseran
pertumbuhan tipe industri dari kegiatan padat karya menjadi industri padat energi.

Diperkirakan pertumbuhan permintaan energi di sektor industri akan melambat seiring waktu
dikarenakan akan adanya langkah-langkah penerapan efisiensi energi bagi pengguna energi
yang intensif. Permintaan energi sektor transportasi hampir tumbuh dua kali lipat lebih antara
tahun 2011 hingga 2035, atau tumbuh sebesar 2,7% per tahun. Sedangkan permintaan energi
di sektor rumah tangga meningkat 1,8% per tahun.

Gambar 1.2: Proyeksi pertumbuhan konsumsi energi di ASEAN (Sumber: IEA, 2013)

2. Program Efisiensi Energi di ASEAN dan Potensi Investasinya


Melihat potensi pertumbuhan konsumsi energi yang sangat signifikan, beberapa negara di
ASEAN telah membuat strategi atau rencana aksi dan perkiraan investasi untuk menurunkan
intensitas energi melalui berbagai program efisiensi energi (lihat Tabel 1.2). Kebijakan yang
telah dicanangkan tersebut akan mendorong investasi yang signifikan di masa depan melalui
penyebaran dan adopsi teknologi yang efisien dalam mengkonsumsi energi. Kebijakan

44 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
nasional yang agresif dalam menurunkan intensitas konsumsi energi akan mendorong
pertumbuhan investasi di wilayah ASEAN.

Untuk memenuhi target pemerintah dalam program efisiensi energi di beberapa negara
ASEAN pada tahun 2020, Asia Development Bank (ADB) telah memperkirakan investasi
yang dibutuhkan, yaituuntuk Vietnam sebesar 649 juta $, Malaysia sebesar 901 juta $,
Indonesia sebesar 6 milyar $, Thailand sebesar 2 milyar $ dan Singapura sebesar 97 juta $.
Total investasi yang dibutuhkan di seluruh negara ASEAN, termasuk Kamboja, Filipina, Laos,
Myanmar, dan Brunei Darussalam adalah sebesar 11 milyar $.

Potensi investasi yang dibutuhkan di Indonesia lebih dari setengah dari potensi investasi
efisiensi energi di Asia Tenggara, yaitusebesar 57%, diikuti oleh Thailand sebesar 19%,
Malaysia 8%, Vietnam pada 6%, dan Filipina sebesar 5%.

Tabel 1.2 Strategi / rencana aksi dan investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi target
efisiensi energi nasional di berbagai negara ASEAN
Negara Strategi/Rencana Aksi Investasi (juta $)
Vietnam Mengurangi konsumsi energi sebesar 3-5% (2010) 649
dan 5-8% (2010-2015)
Malaysia Mengurangi konsumsi energi sebesar 10% dari 901
tahun 2011-2030
Indonesia Mengurangi intensitas energi sebesar 1% per tahun 6.019
dan mengurangi elastisitas energi dibawah 1 pada
2025
Thailand Mengurangi intensitas energi sebesar 25% pada 2.006
2030
Singapura Mengurangi intensitas energi sebesar 20% (2020) 97
dan 8% (2030)
Sumber: ADB, 2013

Dampak investasi pada efisiensi energi untuk pemenuhan kebutuhan energi pada tahun 2030
dapat dilihat pada Tabel 1.3. Di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, pangsa
investasi efisiensi energi hanya 1% hingga 4% dari investasi energi secara keseluruhan untuk
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 55
memenuhi setidaknya 8% hingga 25% dari proyeksi peningkatan konsumsi energi primer di
masa mendatang. Dinamika ini memperkuat relevansi efisiensi energi sebagai solusi paling
murah untuk memenuhi permintaan energi yang tumbuh di Asia Tenggara.

Tabel 1.3 Proyeksi investasi efisiensi energi dan konsumsi energi primer di Asia Tenggara
tahun 2030
Investasi Efisiensi Energi dari Seluruh Proyeksi Konsumsi Energi Primer
Investasi di Sektor Energi (%) melalui Efisiensi Energi (%)
Vietnam 1% 8%
Malaysia 1% 21%
Indonesia 4% 25%
Thailand 4% 22%
Sumber: ADB, 2013

Industri Komersial
1000
907
808
800
706

582 578
600 521 530
499 479
Juta $

417
400 369
294

200

0
Singapura Malaysia Filipina Thailand Indonesia Vietnam

Gambar 1.3: Potensi investasi efisiensi energi di sektor industri dan komersial di ASEAN
(Sumber: ReEx Capital Asia, 2010)

Potensi investasi efisiensi energi di sektor industri dan komersial memegang bagian terbesar
dibandingkan di sektor lain. Pada tahun 2010 menurut ReEx Capital Asia, potensi investasi
efisiensi energi sektor industri di Indonesia sebesar 808 juta $, sebagai yangtertinggi di Asia
Tenggara. Sedangkan potensi investasi efisiensi energi sektor komersial di Malaysia terbesar
di Asia Tenggara, yaitu sebesar 907 juta $ (lihat Gambar 1.3). Peluang ini akan terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian di kawasan Asia Tenggara.

66 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
3. Studi Kasus Investasi Efisiensi Energi di Thailand
Antara tahun 1990 dan 2010, PDB Thailand tumbuh rata-rata sebesar 4,5 persen per tahun,
dan permintaan energi tumbuh hampir secepat 4,4 persen per tahun. Pesatnya pertumbuhan
permintaan energi menyebabkan emisi CO 2 meningkat menjadi 278 juta metrik ton pada
2010. Selain pertumbuhan emisi gas rumah kaca, isu tentang ketahanan energi dalam negeri
juga menjadi perhatian pemerintah Thailand. Untuk memenuhi pertumbuhan permintaan
energi yang pesat, pada tahun 2009 Thailand mengimpor 60 persen dari total pasokan
energinya. Sehingga pemerintah Thailand menempatkan isu manajemen energi sebagai
prioritas utama.

Pemerintah Thailand mengembangkan mekanisme keuangan untuk mendukung pertumbuhan


program efisiensi dan pengembangan energi terbarukan untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca yang dihasilkan dari sektor energi. Pemerintah Thailand menemukan bahwa pembiayaan
proyek adalah salah satu hambatan utama untuk menjalankan program tersebut. Sehingga
dikembangkanlah strategi untuk meningkatkan dan menyebarluaskan dana yang diperlukan
melalui kemitraan publik-swasta.

Program Konservasi Energi Thailand dimulai sejak tahun 1992, yaitu sejak disahkannya
Undang-Undang Promosi Konservasi Energi (Energy Conservation Promotion Act).
Undang-undang tersebut menerapkan kewajiban melakukan langkah-langkah efisiensi dan
konservasi energi pada fasilitas komersial besar dan industri. Rencana induk program
efisiensi dan pengembangan energi terbarukan pembangunan dilaksanakan dalam tiga tahap:
Tahap I dilaksanakan pada tahun 1995 - 1999), Tahap II dilaksanakan pada tahun 2000 - 2004,
dan Tahap III dilaksanakan pada tahun 2005 - 2011.

Istimewanya, UU tersebut membentuk Energy Conservation Promotion Fund (ENCON


Fund) yang berasal dari pengeluaran modal awal dari Oil Fund yang telah ada dan dilanjutkan
oleh dana hasil retribusi atau pajak dari penjualan bahan bakar fosil sebesar 0.04 THB/liter
atau 0.001 $/liter. Dana yang terkumpul terus meningkat sebesar 50 juta $/tahun sejak tahun
1992. Dana ini telah disalurkan melalui sejumlah mekanisme yang berbeda, termasuk hibah,
subsidi, insentif pajak, feed-in tariff untuk energi terbarukan, dana bergulir untuk program
efisiensi energi (Energy Efficiency Revolving Fund) and dana untuk Energy Services
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 77
Company (ESCO Fund).

3.1 Energy Efficiency Revolving Fund (EERF)


EERF diluncurkan pada tahun 2003 untuk merangsang investasi dalam proyek-proyek
industri skala besar dengan meningkatkan ketersediaan pembiayaan utang untuk proyek
efisiensi energi dan energi terbarukan, serta meminimalkan biaya pinjaman untuk
pengembang proyek. EERF awalnya didanai sebesar 2 miliar THB (sekitar 50 juta $) dari
ENCON Fund dan dikelola oleh Departemen Pengembangan Energi Alternatif dan Efisiensi
Energi (DEDE), Kementerian Energi Thailand. Selama tahap uji coba program, baik Global
Environment Facility (GEF) dan pemerintah Denmark memberikan bantuan teknis dalam
desain program. Pendanaan pada awalnya tersedia untuk fasilitas yang padat energi seperti
industri besar, namun seiring waktu diperluas untuk pendanaan proyek efisiensi energi pada
bangunan komersial, fasilitas industri, dan ESCOs.

EERF awalnya menyediakan kredit lunak dengan bunga sebesar 0% pada bank-bank lokal
yang berpartisipasi dengan dana sebesar 2,5 juta $ hingga 10 juta $ untuk membiayai
proyek-proyek efisiensi energi. Seiring dengan pertumbuhan volume pembiayaan, bank mulai
ikut membiayai sendiri proyek-proyek efisiensi energi, kemudian tingkat bunga pinjaman
EERF naik menjadi 0,5% untuk menutupi biaya administrasi. Bank lokal diwajibkan untuk
membayar pokok dan bunga ke EERF dalam waktu 10 tahun. Skema EERF dapat dilihat di
Gambar 1.4.

Bank lokal mampu memberikan pinjaman berbunga rendah yang meliputi hingga 100% dari
biaya proyek, tetapi terbatas pada 50 juta THB (sekitar 1,4 juta $) per proyek. Pinjaman yang
diberikan kepada pengembang proyek efisiensi energi dan ESCOs pada tingkat bunga tetap
antara 0% dan 4% (lebih rendah dibandingkan dengan tingkat bunga di pasar sebesar 9%),
sampai dengan masa pinjaman selama tujuh tahun. Pinjaman yang telah dilunasi kemudian
digunakan untuk membiayai proyek-proyek energi efisiensi yang baru. Seperti inilah desain
dari dana bergulir bekerja. Proyek-proyek yang memerlukan dana kurang dari 50 juta THB
dapat mengakses pinjaman hingga 100% dari EERF. Sedangkan proyek-proyek yang
membutuhkan lebih dari 50 juta THB dapat menggunakan dana pinjaman tambahan dari bank
lokal.

88 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 1.4: Skema Energy Efficiency Revolving Fund
(Sumber: Frankfurt School – UNEP, 2012)

Kelayakan pinjaman untuk proyek ditentukan oleh bank lokal melalui aplikasi pinjaman dan
dinilai dengan mengevaluasi neraca dan kualitas aset dibandingkan arus kas masa depan dan
penghematan yang diperoleh dari hasil implementasi proyek efisiensi energi. Sebagai
jaminan untuk pinjaman, bank memerlukan agungan atas tanah, bangunan atau peralatan
yang dimiliki oleh pemohon. Karena pemrakarsa proyek diminta untuk menyerahkan studi
kelayakan pada saat mengajukan kredit, sangat sedikit aplikasi yang ditolak selama program
ini. Selain itu, EERF ini dirancang untuk menghilangkan risiko kredit dari pemerintah, karena
bank diminta untuk membayar kembali jalur kredit untuk EERF dalam kasus gagal bayar.
Dengan demikian, bank-bank juga bebas untuk menghentikan masa pinjaman sebelum jatuh
tempo dan merestrukturisasi pinjaman dengan persyaratan yang mereka tentukan sendiri
untuk mengurangi kerugian.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 99
Gambar 1.5: Pembiayaan proyek efisiensi energi dibawah skema EERF
(Sumber: Frankfurt School – UNEP, 2012)

Total ada 13 bank berpartisipasi dalam program ini dan berhasil membiayai 294 proyek. Total
investasi adalah 15.959 juta THB (521,5 juta $), yang terdiri dari 7.232 juta THB (236.34 juta
$) dari EERF dan 8.727 juta THB (285.2 juta $) dalam pembiayaan utang dari bank lokal.
Gambar 1.5 menunjukkan perkembangan pinjaman proyek efisiensi energi di Thailand.
Pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 0.98 juta ton CO 2 -eq dan total penghematan dari
hasil implementasi efisiensi energi diperkirakan sebesar 5,394 juta THB/tahun (169 juta
$/tahun). Kontribusi bank dalam pembiayaan proyek efisiensi energi terus menerus
meningkat sepanjang waktu.

3.2 Energy Service Company (ESCO) Fund


ESCO Fund dimulai pada tahun 2008 dengan anggaran awal sebesar 500 juta THB (15.7 juta
$) dan ditargetkan pada perusahaan ESCO kecil dan menengah. Dana ini disponsori oleh
DEDE dan dikelola oleh dua organisasi nirlaba yang ditunjuk oleh pemerintah, Yayasan
Konservasi Energi Thailand (Energy Conservation Foundation of Thailand/ECFT) dan
Yayasan Energi untuk Lingkungan (Energy for Environment Foundation/E for E). Dengan
anggaran tetap dari pemerintah, kedua pengelola dana tersebut memiliki kemampuan untuk
melakukan investasi bersama di proyek efisiensi energi atau energi terbarukan dan/atau
ESCO, dan juga dapat memberikan bantuan dalam mengamankan dana dari co-investor lain.

10 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
ESCO Fund menyediakan berbagai mekanisme pembiayaan proyek dan atau ESCOs dapat
memanfaatkannya untuk mendapatkan akses modal dan menaikkan modal mereka. ESCO
Fund meliputi enam instrumen bantuan dana, diantaranya: ekuitas, modal ventura,
penyewaan peralatan, jaminan kredit parsial, perdagangan kredit karbon, dan bantuan teknis.

3.2.1 Investasi Ekuitas


Mekanisme investasi ekuitas menyediakan investasi bersama di proyek efisiensi energi atau
energi terbarukan. Investasi ekuitas memungkinkan pengembang proyek untuk menjual
sejumlah tertentu dari sebuah proyek kepada investor yang (dalam hal ini kepada ECFT atau
E for E dan atau investor swasta), sebagai imbalan atas saham tertentu dalam keuntungan
proyek masa depan. Gambar 1.6 menjelaskan konsep dari investasi ekuitas ini. Mekanisme
ini meningkatkan peluang untuk meningkatkan modal pada proyek efisiensi energi dan energi
terbarukan, sehingga dapat memperbesar kapasitas proyek mereka. Tujuan utama dari ESCO
Fund adalah untuk mendukung dan mempromosikan investasi dalam proyek efisiensi energi
dan energi terbarukan, dan tidak untuk mendapatkan hasil maksimal pada proyek-proyek
tersebut, yang biasanya terjadi dalam pembiayaan ekuitas biasa.

Gambar 1.6: Aliran dana ekuitas (Sumber: Frankfurt School – UNEP, 2012)

3.2.2 Venture Capital (VC) untuk ESCO


ESCO di Thailand secara historis mengalami kendala untuk mengakses pembiayaan karena
mereka adalah usaha kecil dan lebih berfokus pada teknologi (bukan fokus pada modal),
karena itu memiliki nilai kemampuan modal yang rendah. VC adalah mekanisme untuk
investasi bersama pada ESCO yang telah ada guna meningkatkan modal dari perusahaan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 11
untuk investasi baru, dan dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan di sektor ESCO (lihat
Gambar 1.7).

Gambar 1.7: Aliran dana ESCO Venture Capital dan sistem perjanjian kontrak
(Sumber: Frankfurt School – UNEP, 2012)

3.2.3 Fasilitas Penjaminan Kredit


Fasilitas penjaminan kredit mencontoh bentuk BUMN penjamin kredit UKM milik
kementrian Keuangan Thailand atau Small Business Credit Guarantee Corporation (SBCG)
yang diawasi dan dijalankan oleh Departemen Keuangan. SBCG memberikan jaminan kredit
parsial untuk bank-bank komersial untuk pinjaman untuk usaha kecil yang memenuhi syarat
untuk pembiayaan utang. SBCG akan bekerja sama dengan lembaga keuangan dan /atau
lembaga penjaminan kredit untuk membantu pengembang proyek atau ESCOs dalam
mengakses pinjaman jangka panjang dari bank dengan memberikan jaminan kredit yang
besarnya tergantung pada risiko proyek. Gambar 1.8 menjelaskan aliran mekanisme fasilitas
jaminan kredit.

Gambar 1.8: Aliran dana fasilitas penjamin kredit dan sistem perjanjian kontrak
(Sumber: Frankfurt School – UNEP, 2012)

12 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 1.9: Hasil penyaluran ESCO Fund Tahap I (2008-2010)
(Sumber: Chiang Mai University, 2012)

Pada penutupan Tahap 1 tahun 2010, total 330 juta THB (10.8 juta $) telah disalurkan oleh
ESCO Fund (lihat Gambar 1.9), dan berhasil menstimulus total investasi sebesar 3.334 juta
THB (109 juta $). Selama Tahap 1 mayoritas investasi berupa investasi ekuitas (76%),
sedangkan proyek penyewaan peralatan (24%), dan modal ventura (0,2%). Dari keseluruhan
dana dialirkan ke sebanyak 33 proyek, sebagian besar berupa proyek penyewaan peralatan
(23), diikuti oleh investasi ekuitas (9), dan kemudian modal ventura ESCO (1).

4. Konsumsi Energi dan Potensi Investasi Efisiensi Energi di Indonesia


Seiring dengan pulihnya perekonomian di wilayah Asia Tenggara, dan khususnya di
Indonesia pasca krisis moneter di tahun 1998, pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia
sangat tinggi. Pertumbuhan ini terutama didorong dari sektor industri dan transportasi. Tabel
1.4 menunjukkan pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2012.
Dari tahun 2000 sektor industri mengkonsumsi sebesar 193 juta SBM, meningkat hampir
70% di tahun 2012. Sedangkan konsumsi energi di sektor transportasi meningkat lebih dari
dua kali lipat dari tahun 2000 ke 2012. Tingkat peningkatan konsumsi energi berada pada
tingkat rata-rata 2,3%/tahun selama dekade terakhir dari tahun 2000.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 13
Tabel 1.4 Konsumsi energi di Indonesia, tidak termasuk penggunaan biomasa
(dalam juta SBM)
Sektor 2000 2005 2010 2012
Industri 193 219 253 305
Rumah Tangga 88 89 81 92
Komersial 19 25 32 34
Transportasi 139 178 256 311
Sektor Lain 29 29 29 26
Penggunaan non-energi 40 54 84 110
Total 509 595 794 878
Sumber: Pusdatin, ESDM, 2013

Namun pertumbuhan konsumsi energi yang pesat ternyata tidak diikuti oleh upaya
peningkatan efisiensi energi di berbagai sektor. Peluang penghematan energi baik pada sektor
industri maupun sektor bangunan dan komersial di Indonesia cukup besar, yaitu rata-rata
sebesar 10-30%. Pemerintah Indonesia pada tahun 2025 memiliki target untuk melakukan
penghematan energi di sektor industri sebesar 17%, sedangkan di sektor transportasi sebesar
20%. Tabel 1.5 menunjukkan target penghematan energi di berbagai sektor pada tahun 2025.

Tabel 1.5 Target penghematan energi tahun 2025


Potensi Target Penghematan % dari Total
Sektor
Penghematan Energi Energi di 2025 Konsumsi Energi
Industri 10 – 30% 17% 41%
Komersial 10 – 30% 15% 5%
Transportasi 15 – 35% 20% 5%
Rumah Tangga 15 – 30% 15% 37%
Sektor lain 15 – 30% 0% 4%
(Konstruksi, Pertanian
dan Pertambangan)
Sumber: Draft RIKEN

14 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 1.10: Emisi CO 2 yang dihasilkan dari sektor energi (Sumber: ESDM, 2011)

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,3% selama satu dekade terakhir,
pertumbuhan kebutuhan energi nasional juga meningkat pesat. Kenaikan konsumsi energi ini
mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang terlihat jelas pada Gambar 1.10,
dimana emisi CO 2 pada tahun 2000 yang mencapai 244,31 juta ton meningkat menjadi
379,47 juta ton pada tahun 2010. Peningkatan emisi ini terjadi bukan hanya dari sektor
pembangkit listrik, melainkan juga dari sektor industri dan transportasi. Penerapan program
efisiensi energi perlu diberlakukan selain dalam rangka untuk melakukan penghematan
konsumsi energi dan biaya pemakaian energi, juga untuk mengurangi emisi dari sektor energi
di Indonesia yang saat ini tercatat sebagai salah satu kontributor utama disamping dari sektor
kehutanan dan perubahan lahan.

4.1 Konsumsi Energi Sektor Industri


Energi di sektor industri digunakan untuk dua tipe, yakni sebagai bahan bakar dan sebagai
bahan baku (feedstrock). Beberapa sektor energi di Indonesia yang menurut Kementrian
Perindustrian (2012) tergolong sebagai industri padat energi adalah industri besi dan baja,
industri tekstil, industri pupuk dan petrokimia, industri pulp dan kertas, industri pengolahan
kelapa sawit, industri semen, dan industri keramik.

Tabel 1.6 Perbandingan konsumsi energi sektor industri di Indonesia, Jepang dan India

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 15
Industri Negara Konsumsi Energi Unit
Industri Baja
Indonesia 650 KWh/ton
Besi dan Baja India 600 KWh/ton
Jepang 350 KWh/ton
Baja Teknologi Arc Indonesia 464 KWh/ton
Furnace Jepang 300 KWh/ton
Baja teknologi Indonesia 550 KWh/ton
Reheating Furnace Jepang 264 KWh/ton
Industri Semen
Indonesia 800 Kcal/Kg clinker
Semen
Jepang 773 Kcal/Kg clinker
Industri Gelas dan Keramik
Indonesia 16,6 GJ/Ton
Keramik
Jepang 12,9 GJ/Ton
Indonesia 12 MJ/Ton
Gelas
Jepang 10 MJ/Ton
Tekstil
Indonesia 9,59 GJ/Ton
Spinning
India 3,2 GJ/Ton
Indonesia 33 GJ/Ton
Weaving
India 31 GJ/Ton
Sumber: ESDM, 2013

Secara umum intensitas energi/unit produk yang dihasilkan di industri Indonesia masih
terhitung boros. Sektor industri baja dan tekstil sangat tidak efisien pemakaian energinya jika
dibandingkan dengan energi yang sama di India dan Jepang. Namun, beberapa industri di
Indonesia yang berafiliasi dengan perusahaan internasional memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap intensitas konsumsi energi/unit produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat di
Tabel 1.6, sektor industri seperti semen, keramik dan gelas banyak dikuasai oleh perusahaan
multinasional. Sehingga kebijakan global terhadap penurunan intensitas energi yang diatur
oleh perusahaan induk juga diterapkan di Indonesia.

16 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Tingginya intensitas energi/unit produk industri di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat
potensi yang besar dalam mengimplementasikan efisiensi energi guna menurunkan biaya
energi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia. Potensi konservasi energi tersebut
ditunjukkan di Tabel 1.7. Industri baja dan industri tekstil memiliki potensi konservasi energi
yang paling tinggi antara 10% hingga 35%.

Tabel 1.7 Potensi penghematan energi sektor Industri di Indonesia


Industri Potensi Konservasi Energi (%)
Semen 15 – 22%
Gelas dan Keramik 10 – 20%
Baja 11 – 32%
Pulp dan Kertas 10 – 20%
Petrokimia 12 – 17%
Tekstil 20 – 35%
Makanan dan Minuman 13 – 15%
Sumber: Rosenberg, 2009

4.2 Potensi Investasi Efisiensi Energi di Industri


Investasi dalam efisiensi energi pada dasarnya sangat menguntungkan dengan laju payback
period yang sangat singkat, hal ini disokong oleh teknologi-teknologi yang sudah terbukti
performanya dalam menghemat konsumsi energi. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh
ReEx Capital Asian pada tahun 2010 di Indonesia (lihat Gambar 1.11), investasi efisiensi
energi yang dibutuhkan di industri makanan dan minuman sebesar 271 juta $ dengan rata-rata
payback period selama 2,5 tahun. Sedangkan industri tekstil, investasi yang dibutuhkan
sebesar 63 juta $ dengan lama pengembalian investasi selama 3 tahun. Dengan lama
pengembalian rata-rata di bawah 5 tahun, maka pembiayaan proyek efisiensi energi dapat
menjadi daya tarik baru bagi lembaga pembiayaan/keuangan untuk turut berpartisipasi dalam
membiayai pelaksanaan proyek tersebut.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 17
Gambar 1.11: Potensi investasi efisiensi energi di berbagai sektor Industri di Indonesia
(Sumber: ReExCapital Asia, 2010)

EINCOPS 20 Obyek PK 554 Obyek EPS 5 Obyek


Sektor Industri 6 Sektor Industri 350 Sektor Industri 5
Sektor Bangunan 14 Sektor Bangunan 204

579 Obyek
Rp. 982,349,468,152.35

559 Obyek 20 Obyek Industri Pembangkit Energi


Rp. 619,354,468,151,00 Rp 362,995,000,000

341 Obyek Sektor Industri 218 Obyek Sektor Bangunan


Rp. 477.502.529.545,00 Rp 141.851.938.606,00

12 Obyek Biaya Investasi > 10 M 2 Obyek Biaya Investasi > 10 M


Rp. 228.289.662.655,00 Rp. 25.131.640.000,00

64 Obyek 1 M ≤ Biaya Investasi ≤ 10 M 24 Obyek 1 M ≤ Biaya Investasi ≤ 10 M


Rp. 182.717.047.275,00 Rp. 71.755.123.280,00

265 Obyek Biaya Investasi < 1 M 192 Obyek Biaya Investasi < 1 M
Rp. 66.495.819.615,00 Rp. 44.965.175.326,00

Gambar 1.12: Investasi efisiensi energi dari hasil program audit energi tahun 2009 – 2012
(Sumber: ESDM, 2013)

18 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Berdasarkan hasil kajian dari berbagai kegiatan audit energi yang dilakukan oleh ESDM
maupun lembaga donor pada rentang tahun 2009 hingga 2012, diperoleh sekitar 559 obyek
yang terkait langsung dengan kebutuhan untuk dilakukan peningkatan efisiensi energi yang
terdiri dari 341 obyek sektor industri dan 218 obyek sektor bangunan (lihat Gambar 1.12).
Total investasi efisiensi energi yang dibutuhkan di sektor industri sebesar 448 milar rupiah
terdiri dari 12 obyek dengan kebutuhan investasi di atas 10 milyar rupiah, 64 obyek dengan
kebutuhan investasi antara 1 hingga 10 milyar rupiah, dan 265 obyek dengan kebutuhan
investasi di bawah 1 milyar rupiah. Dari hasil audit energi ini, menunjukkan bahwa peluang
pasar dalam investasi efisiensi energi di Indonesia terbuka sangat luas dengan potensi
pengembalian pinjaman rata-rata di bawah 5 tahun.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 19
Pengantar Bab 2
Prinsip – Prinsip Konservasi dan Efisiensi Energi

Tujuan 1. Memahami proses konversi energi dan sistem energi


2. Mengenal langkah-langkah konservasi energi dan konservasi
energi di Industri
3. Mengetahui cara identifikasi potensi penghematan energi baik
melalui manajemen energi, audit energi dan benchmarking
4. Pengenalan metode Measurement and Verification (M&V) untuk
memastikan pencapaian penghematan energi dari suatu proyek
efisiensi energi
Waktu 90 menit
Metode 1. Ceramah oleh narasumber/fasilitator
2. Tanya jawab forum
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan
jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Ceramah Narasumber/Fasilitator
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang prinsip-prinsip konservasi dan efisiensi
energi di sektor industri, termasuk menjelaskan tahapan identifikasi potensi penghematan
energi melalui berbagai tingkatan audit energi dan pengukuran dan verifikasi penghematan
energi. (waktu : 55 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum antara peserta pelatihan dengan
narasumber/fasilitator terkait dengan paparan yang disampaikan sebelumnya. (waktu : 30
menit)

20 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Bab 2
Prinsip – Prinsip Konservasi dan Efisiensi Energi

1. Pendahuluan
Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, energi adalah kemampuan
untuk melakukan kerja atau memindahkan benda yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika,
kimia dan elektromagnetika. Sedangkan sumber energi diartikan sebagai sesuatu yang dapat
menghasilkan energi baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi.
Untuk dapat memanfaatkan energi dari sumber energi melalui berbagai tahapan proses yang
disebut proses konversi dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya, misalkan dari energi
kimia yang tersimpan dalam batubara dikonversi menjadi energi listrik dalam Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini terjadi karena menurut hukum kekekalan energi (atau
disebut sebagai Hukum 1 Termodinamika) berbunyi “Energi tidak dapat diciptakan, tetapi
energi dapat berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya”. Di Tabel 2.1
menunjukkan berbagai proses proses konversi energi dari sumber energi hingga layanan yang
dinikmati dari penggunaan energi.

Tabel 2.1 Contoh berbagai proses konversi energi


Sinar
Sumber Minyak Batubara Gas Alam Biomasa
Matahari

Perlakuan Tambang Pembersihan Pertanian/


Sumur minyak -
Ekstraksi batubara gas Perkebunan

Teknologi Pembangkit
Kilang minyak - Sel surya -
Konversi listrik

Bentuk Energi Bensin, solar, Ethanol,


Listrik Metana Listrik
Layak Pakai avtur, dll. Methanol, arang

Sistem distribusi Jaringan Jaringan pipa Jaringan Truk/tanki/jarin


Distribusi
minyak listrik gas listrik gan pipa

Kendaraan
Teknologi Akhir Kendaraan
Lampu Kompor gas Lampu bermotor,
Penggunaan bermotor
kompor masak

Bentuk Layanan Transportasi,


Transportasi Penerangan Memasak Penerangan
dari Energi dan memasak

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 21
Gambar 2.1: Proses konversi energi dan rugi-rugi yang terjadi

Dalam sistem energi, sebuah sistem yang sederhana dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level,
yakni: 1) produksi dan konversi energi dari sebuah sumber energi (primary energy) menjadi
bentuk energi yang bisa dipakai (secondary energy); 2) distribusi dan penyimpanan energi,
dan; 3) pengkonsumsian energi. Namun, dalam setiap perubahan bentuk energi selalu terjadi
kehilangan sebagian energi yang dikenal dengan rugi-rugi energi (loses), dengan kata lain
tidak akan bisa energi dikonversi dengan efisiensi 100%. Gambar 2.1 menunjukkan proses
konversi energi dan rugi-rugi yang terjadi selama proses konversi.

Untuk mengetahui rugi-rugi yang terjadi selama proses konversi energi, maka perlu
dilakukan pengukuran efisiensi energi pada peralatan atau media pengkonversi energi.
Efisiensi energi adalah nilai maksimal dari perbandingan antara keluaran (output) dan
masukan energi (input) pada proses pemanfaatan energi. Rugi-rugi yang terjadi dapat
dikurangi dengan upaya konservasi energi. Konservasi energi berupa upaya sistematis,
terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya.

2. Langkah – Langkah Konservasi Energi


Upaya untuk melakukan konservasi energi terdiri dari tiga tahap, masing-masing tahap
mempunyai konsekuensi biaya yang berbeda-beda. Tahap pertama berupa pencegahan untuk
menghilangkan buangan energi. Hal ini dapat berupa perubahan kebiasaan untuk mematikan
lampu atau AC pada ruangan yang tidak digunakan, upaya tersebut hampir tidak
menggunakan biaya. Tahap kedua berupa upaya untuk mengurangi rugi-rugi energi, berupa

22 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
pemanfaatan kembali energi yang terbuang atau recovery. Contoh dari upaya tahap kedua
adalah pemanfaatan kembali panas yang terbuang melalui cerobong boiler untuk digunakan
sebagai pemanas (pre-heater) air baru yang akan diumpankan ke dalam boiler, sehingga dapat
menghemat penggunaan bahan bakar untuk memanaskan air di dalam boiler. Biaya yang
diperlukan dalam investasi upaya tahap kedua biasanya rendah hingga menengah.

Tabel 2.2 Tahapan upaya konservasi energi dan biaya yang dibutuhkan
Tahapan Upaya Biaya
Pertama Pencegahan; menghilangkan buangan energi Tanpa biaya atau biaya rendah
Kedua Recovery; mengurangi rugi-rugi energi Biaya rendah hingga menengah
Ketiga Inovasi efisiensi; meningkatkan efisiensi Biaya menengah hingga tinggi
pemanfaatan energi

Upaya konservasi energi pada tahap ketiga adalah meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi
melalui inovasi teknologi. Hal ini berupa penggantian peralatan lama ke peralatan baru yang
menggunakan teknologi lebih canggih dan hemat energi. Misalnya adalah penggantian lampu
neon atau fluorescent menjadi lampu Light Emitting Diode (LED), atau penggantian boiler
teknologi sub-critical ke boiler teknologi supercritical. Investasi yang dibutuhkan untuk
upaya konservasi energi pada tahap ini biasanya menengah hingga tinggi, dikarenakan padat
inovasi. Tabel 2.2 menunjukkan kompilasi tahapan upaya konservasi energi dan investasi
yang dibutuhkan.

3. Konservasi Energi di Industri


Sebagaimana ditunjukkan di Chapter 1, bahwa peluang penghematan energi di sektor industri
di Indonesia masih sangat besar. Peluang tersebut dapat dicapai melalui beberapa pendekatan
seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.2. Namun, peluang penghematan energi di industri
yang paling besar biasanya dicapai melalui penggunaan berbagai teknologi yang lebih efisien.
Berbagai teknologi yang diterapkan tersebut adalah Variable Speed Drive (VSD), capacitor
bank motor dengan efisiensi tinggi, high COP chiller, teknologi heat recovery dan teknologi
sensor dan control.

Di sektor industri, peralatan yang acapkali tidak efisien adalah boiler, sistem pendingin atau
chiller, pompa, kompresor dan motor listrik. Untuk meningkatkan efisiensi energi di industri
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 23
maka perlu dilakukan upaya yang disebut sebagai Energy Conservation Measures (ECM),
yakni sebuah kegiatan atau aplikasi/modifikasi teknologi yang bertujuan untuk melakukan
penghematan energi, dan pada akhirnya untuk mengurangi biaya operasional. Identifikasi
ECM dapat dilakukan melalui sebuah audit energi yang dilakukan oleh pihak internal melalui
manager energi, auditor bersertifikasi atau perusahaan Energy Service Company (ESCO)
yang ditunjuk oleh industri untuk melakukan audit energi.

3.1 Boiler
Boiler adalah bejana tertutup untuk memproduksi uap bertekanan dari air (lihat Gambar 2.2).
Proses perubahan air menjadi uap terjadi dengan memanaskan air yang berada didalam
pipa-pipa dengan memanfaatkan panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Pembakaran
dilakukan secara kontinyu di dalam ruang bakar dengan mengalirkan bahan bakar dan udara
dari luar. Bahan bakar yang digunakan mendidihkan air dalam boiler dapat berupa batubara,
minyak diesel, gas dan listrik. Uap tersebut digunakan untuk pemanas dan penggerak
peralatan yang lainnya, sehingga menjadikan boiler sebagai jantung penggerak kegiatan pada
sebagian besar industri.

Gambar 2.2: Boiler untuk menghasilkan uap bertekanan di industri

Pada boiler, sumber utama rugi-rugi energi berasal dari kehilangan panas dari ketel uap yang
melalui cerobong buang, blowdown dan radiasi. Menurut penelitian dari Carbon Trust (2011),
Secara umum rugi-rugi tersebut adalah rugi-rugi energi ke cerobong (~18%), rugi-rugi energi
konveksi (~2%), rugi-rugi energi radiasi (~2%), dan rugi-rugi energi blowdown (~3%).
Gambar 2.3 mengilustrasikan berbagai rugi-rugi energi yang terjadi di boiler.

24 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 2.3: Rugi-rugi energi yang terjadi di boiler

Gambar 2.4: Cara kerja economiser pada cerobong boiler (Sumber: Carbon Trust, 2011)

Teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi rugi-rugi energi di boiler salah satunya
adalah heat recovery. Menurut penelitian dari Carbon Trust (2011) pada sebuah sistem
biasanya dapat meningkatkan efisiensi hingga 65%. Untuk mengurangi rugi-rugi energi pada
cerobong (stack), salah satu teknologi heat recovery adalah economiser yang dipasang pada
cerobong tersebut. Air input boiler yang suhunya relatif dingin dipompa melalui economiser,
di mana air akan menyerap panas dari gas buang panas sebelum dipompa ke boiler (lihat
Gambar 2.4).

3.2 Motor Listrik


Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 25
menjadi energi mekanik. Motor listrik berfungsi untuk menggerakkan utilitas di industri
seperti pompa, kompresor, AC, ban berjalan, roll mills dan lain-lain. Dari seluruh beban
konsumsi listrik di industri, diperkirakan motor listrik mengkonsumsi sekitar 70% dari beban
listrik total. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% penghematan energi dari
sistem penggerak motor listrik yang berkaitan dengan motor. Sisanya, sekitar 80% terkait
dengan pendekatan pada seluruh bagian sistem termasuk faktor beban dan proses yang
bersangkutan.

Gambar 2.5: Motor listrik untuk menggerakkan berbagai utilitas di industri


Potensi penghematan listrik di motor dapat dilakukan dengan menggunakan penggerak
variabel kecepatan/Variable Speed Drive (VSD) baik pada penggunaan variasi torque maupun
untuk beban torque yang konstan. VSD secara empiris dapat menghemat hingga 20% pada
motor yang dipasang. Pada beban yang bervariasi, VSD kadangkala dapat menurunkan
pemakaian energi listrik pada pompa sentrifugal dan fan sebesar 50% atau lebih.

3.3 Kompresor
Kompresor udara adalah merupakan sistem transmisi daya yang menyediakan udara
bertekanan dan mendistribusikannya ke pengguna melalui pipa, dikontrol dan disesuaikan
dengan menggunakan beberapa katup kendali (lihat Gambar 2.6). Tekanan udara atau gas
dinaikkan dari level rendah menjadi lebih tinggi atau sedikit di atas tekanan yang dibutuhkan
oleh pengguna/konsumen. Keluaran yang dipasok dapat berupa tenaga mekanik yang
disesuaiakan dengan kebutuhan di sisi beban. Kompresor digunakan pada sistem yang
memerlukan tekanan lebih dari 20 psi.

26 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 2.6: Kompresor di industri untuk menghasilkan udara bertekanan

Secara umum, sekitar 10% dari listrik di industri biasanya digunakan untuk menghasilkan
udara terkompresi (compressed air). Menurut UNIDO, dari perhitungan siklus biaya hidup
dari kompresor, sekitar 75% adalah biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi energi, 10 %
untuk biaya perawatan, dan hanya 15% adalah biaya yang dibutuhkan untuk membeli
kompresor itu sendiri. Sehingga, compressed air adalah sumber daya yang mahal harganya.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan efisiensinya sangat diperlukan. Rata-rata
penghematan yang diperoleh dapat mencapai 30% dengan biaya sedikit atau bahkan tanpa
biaya.

Berdasarkan hasil kajian dari UNIDO, rugi-rugi energi yang terjadi pada kompresor paling
banyak terjadi di berbagai industri adalah kebocoran pada tabung kompresor. Hampir 100%
dari seluruh industri mempunyai potensi peningkatan efisiensi energi melalui pengurangan
kebocoran (leakage reduction). Penanganan kebocoran pada kompresor dapat menghemat
energi hingga 15%. Gambar 2.7 menunjukkan potensi penghematan energi dengan berbagai
upaya/penerapan teknologi. Potensi penghematan energi di kompresor terbesar berasal dari
penggunaan VSD pada motor kompresor, yakni sebesar 17% dan peluang untuk
mengimplementasikan penggunaan teknologi VSD sangat besar, yakni di 33% dari seluruh
industri. Penggantian kompresor dengan yang lebih baru mungkin akan memberikan peluang
penghematan energi hingga 15%, namun hal ini hanya ekonomis untuk diberlakukan di 6%
dari seluruh industri.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 27
Gambar 2.7: Potensi upaya penghematan energi di kompresor

3.4 Chiller
Chiller adalah mesin refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan air pada sebuah sistem
tata udara (lihat Gambar 2.8). Air kemudian dialirkan ke AHU (Air Handling Unit) untuk
diambil dinginnya dan udara dingin yang dihasilkan dihembuskan ke ruangan. Chiller hampir
digunakan di semua industri dan bangunan. Potensi penghematan energi di Chiller salah
satunya melalui teknologi heat recovery (lihat Gambar 2.9). Sebuah refrigerant-to-water
heat exchanger dapat dipasang di pipa udara panas untuk memulihkan panas guna keperluan
pemanasan alternatif seperti pre-heating air suplai untuk boiler atau keperluan pemanas
lainnya. Hal ini menurut penelitian dari Carbon Trust (2011) dapat memberikan penghematan
energi sebesar 5% hingga 10%.

28 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Gambar 2.8: Chiller sebagai mesin refrigerasi

Gambar 2.9: Penerapan heat exchanger pada chiller untuk menghemat energi

Terdapat berbagai macam teknologi dan upaya yang dapat diimplementasikan dalam upaya
konservasi energi di sektor industri. Teknologi tersebut diterapkan menyesuaikan dengan
utilitas yang menjadi obyek dari peningkatan efisiensi energi. Beberapa teknologi dan upaya
konservasi energi terangkum dalam Tabel 2.3.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 29
Tabel 2.3 Potensi penggunaan teknologi dalam meningkatkan efisiensi energi di utilitas
Average Saving % of Energy
No Action
Consumption
BOILERS
1. Boiler Tune Up 2 - 3%
2. Reduce Operating Pressure 1 - 5%
3. Install Preheater 4 - 7%
4. Install Economizer 4 - 7%
5. Recover Heat from Condensate 3 - 15%
6. Minimize Radiation Heat Loss 1%
7. Select Optimum Steam Pressure 1%
8. Control Heat Using Instrument 1%
9. Clean Heating Surface 1%
WASTE HEAT GENERATOR
1. Waste Heat Recovery 5 - 25%
2. Fuel Additive 1 - 3%
3. Fuel Preheating 1%
ELECTRICAL POWER SYSTEMS
1. Raise Power Factor 5 – 6%
2. Electrical Balance Loads 1 – 5%
3. Lower Excess Transformer Capacity 3 – 3.5%
AIR CONDITIONING SYSTEM
1. Install VAV Controls 12.6%
2. Install Heat Exchanger for Incoming Air 12%
3. Install High Efficiency Chillers 9.6%
4. Maintain Clean AHU Filters, Cooling Coils 7.2%
5. Minimize Outdoor Air Intake 6%
6. Optimize Multiple Chiller Operation 4.9%
7. Raise A/C Condenser Temperature 4.1%
8. Replace Over-Sized Electrical Motor 3.8%
9. Raise Set Point to 25.5 C 3.6%
10. Relocate Office to Lower Cooling Load 3%

30 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
11. Modify Airflow to Condenser 2.8%
12. Reduce A/C Equipment Run Time 2.3%
13. Install Variable Speed Pumps 1.6%
14. Install Small A/C for Separate Space 1.3%
15. Install High Efficiency Pumps 1.3%

4. Identifikasi Potensi Penghematan Energi


Upaya konservasi energi dapat dilakukan setelah dilakukan upaya identifikasi potensi
penghematan energi. Dengan adanya identifikasi ini, maka akan memudahkan pengelola atau
pemilik fasilitas atau manajer energi untuk mengetahui tindakan konservasi energi apa saja
yang perlu dilakukan, berapa investasi yang dibutuhkan, berapa penghematan dan
pengembalian yang akan diperoleh atas investasi tersebut. Identifikasi potensi penghematan
energi dapat dilakukan melalui beberapa pilihan, yakni:
1. Benchmark atau nilai acuan adalah adalah salah satu cara untuk mengetahui status
pemakaian energi pada suatu fasilitas dibandingkan dengan pemakaian energi di
fasilitas lain yang sejenis. Jika pemakaian energi di sebuah fasilitas yang sejenis
memiliki intensitas konsumsi energi per output produksi lebih tinggi dibanding nilai
acuan, maka dapat diduga bahwa ada peluang untuk melakukan konservasi energi
pada fasilitas tersebut. Tabel 1.6 di Bab sebelumnya merupakan salah satu contoh
dari benchmark intensitas energi di industri.
2. Audit energi adalah proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang
penghematan energi. Rekomendasi yang dihasilkan dari audit energi berupa tindakan
konservasi energi apa saja yang perlu dilakukan untuk menghemat pemakaian energi
di suatu fasilitas.
3. Manajemen energi adalah suatu kegiatan untuk memperoleh dan mempertahankan
penyediaan energi dan pemanfaatannya secara optimum dengan tujuan
meminimalkan biaya energi/pemborosan tanpa mengganggu produksi dan
kualitasnya. Ini adalah sebuah sistem yang dibangun untuk melakukan identifikasi
potensi penghematan energi dan upaya konservasi yang direncanakan secara
berkelanjutan.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 31
4.1 Sistem Manajemen Energi
Melalui PP No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, pemerintah telah mewajibkan bagi
industri yang menkonsumsi energi lebih besar atau sama dengan 6.000 setara ton barel
minyak (SBM) per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.
Manajemen energi sebagaimana dimaksud dilakukan dengan: 1) menunjuk manajer energi, 2)
menyusun program konservasi energi, 3) melaksanakan audit energi secara berkala, 4)
melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan 5) melaporkan pelaksanaan konservasi
energi setiap tahun kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
masing-masing.

Di dalam dunia internasional telah disusun sebuah standar internasional oleh International
Organization for Standardization (ISO) dalam mempraktekkan sebuah sistem manajemen
energi. ISO 50001 tentang Standar Sistem Manajemen Energi menyediakan kerangka
berbasis pasar dan praktik terbaik untuk mengintegrasikan efisiensi energi ke dalam budaya
korporat industri dan praktik manajemen sehari-hari. Manajemen energi tidak hanya
digunakan sebagai alat untuk identifikasi potensi penghematan energi, namun juga lebih dari
itu diterapkan sebagai sebuah budaya dalam perusahaan yang melibatkan, didukung dan
diterapkan secara menyeluruh mulai dari pimpinan puncak perusahaan hingga staff teknis
pelaksana di lapangan.

Gambar 2.10: Standar sistem manajemen energi ISO 50001

32 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Di dalam ISO 50001, kebijakan energi dikeluarkan oleh pimpinan puncak perusahaan, dan
kemudian dilakukan perencanaan energi sebagai bentuk implementasi dari kebijakan energi
yang telah dicanangkan (lihat Gambar 2.10). Rencana energi kemudian diimplementasikan
secara menyeluruh, dimonitor dan diukur pelaksanaannya dan kemudian dilakukan audit
secara menyeluruh atas pelaksanaan rencana energi. Hasil dari audit menjadi bahan
pertimbangan pimpinan puncak atas hasil evaluasi kebijakan energi yang telah diterapkan.

Peranan dari manajer energi di dalam sistem manajemen energi telah ditetapkan di dalam
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dari profesi manajer energi yang
meliputi 7 unit kompetensi yaitu:
1. Menerapkan prinsip-prinsip konservasi energi
2. Menjelaskan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan
3. Menyiapkan proses audit energi
4. Melakukan audit energi
5. Menyusun program aksi implementasi konservasi energi
6. Melaksanakan program peningkatan efisiensi energi
7. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi program konservasi energi

4.2 Audit Energi


Salah satu komponen dari sistem manajemen energi terdapat kegiatan audit energi. Kegiatan
audit energi di Indonesia telah distandarisasi dalam SNI 6196 tahun 2011. Di dalam SNI
tersebut audit energi didefinisikan sebagai sebuah proses evaluasi pemanfaatan energi dan
identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada
penggunaa energi dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi energi. Proses audit
dapat berupa inspeksi, survei dan analisis aliran energi untuk konservasi energi pada
bangunan, proses atau sistem untuk mengurangi jumlah masukan energi ke dalam sistem
tanpa menimbulkan dampak negatif pada sisi produktivitas.

Tujuan dari kegiatan audit energi diantaranya adalah


1. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan energi dan biaya yang digunakan
dalam mengkonsumsi energi.
2. Untuk mengidentifikasi kemungkinan pemborosan dalam penggunaan energi.
3. Untuk mengidentifikasi peluang pengurangan pemborosan energi dan biaya
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 33
konsumsi energi, baik melalui pencegahan, perbaikan teknikal/operasional, atau
investasi peralatan baru.
4. Untuk menganalisa kelayakan secara ekonomi peluang pengurangan pemborosan
energi dan memberikan rekomendasi untuk diterapkan.

Audit energi secara umum dapat dilakukan oleh internal perusahaan melalui manajer energi,
namun juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga yakni tim konsultan atau perusahaan penyedia
audit energi. Susunan dari tim audit energi disarankan terdiri dari 4 bidang keahlian yakni,
ahli sistim kelistrikan, ahli mesin dan transfer panas, ahli manajemen dan ahli keuangan.
Auditor energi di Indonesia telah memiliki SKKNI, yakni: menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), menyiapkan proses audit energi, melakukan survei lapangan,
melakukan analisis data lapangan, dan membuat laporan audit energi.

Terdapat beberapa jenis audit energi yang pemilihannya tergantung pada fungsi, ukuran dan
tipe obyek yang akan diaudit, tingkat kedalaman jenis audit yang dibutuhkan, potensi dan
besarnya penghematan energi dan juga besarnya pengurangan biaya energi yang diinginkan.
Untuk standar internasional yang dipakai dalam audit energi mengacu pada standar yang
dibuat oleh American Society of Heating, Refrigeration, and Air-Conditioning Engineers
(ASHRAE). Sedangkan untuk standar nasional yang dipakai dalam audit energi adalah
mengacu pada SNI 6196:2011. Audit energi yang mengacu pada SNI 6196:2011 pada
dasarnya merupakan adopsi secara lokal dari standar ASHRAE. Baik standar internasional
maupun standar internasional merupakan standar untuk pelaksanaan audit energi untuk sektor
bangunan, namun dapat digunakan juga sebagai standar kegiatan audit energi di sektor
industri. Hal ini karena prinsip-prinsip pelaksanaan dari audit energi adalah sama dan hanya
obyeknya saja yang berbeda-beda.

Di dalam standar internasional yang diterbitkan oleh ASHRAE, ada 3 jenis level audit yang
dapat dilakukan berdasarkan perbedaan tingkat kedalaman jenis audit, potensi dan besarnya
penghematan energi, yakni:
1. ASHRAE Level 1: Walk-through Analysis/Preliminary Audit
2. ASHRAE Level 2 :Energy Survey and Analysis
3. ASHRAELevel 3: Detailed Analysis of Capital Intensive Modifications/
Investment Grade Energy Audit (IGEA)

34 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
ASHRAE Level 1: Walk-through Analysis/Preliminary Audit
Melibatkan wawancara singkat dengan personil operasi dari obyek audit, ulasan tagihan
energi dan data operasi lain, dan observasi di fasilitas obyek audit. Audit ini diarahkan untuk
mengidentifikasi potensi penghematan energi, dan memahami sistem energi pada obyek.
Audit menghasilkan berbagai langkah efisiensi energi dalam obyek tersebut yang rendah
biaya/tanpa biaya. Biasanya laporan rekomendasi tidak disampaikan secara rinci.

ASHRAE Level 2: Energy Survey and Analysis


Pengumpulan data audit level 2 dilakukan lebih detail, komprehensif dan waktu yang
diperlukan lebih lama. Dilakukan inspeksi dan pengukuran secara langsung terhadap obyek.
Audit level 2 harus menghasilkan laporan yang jelas dan ringkas dan menggambarkan
berbagai potensi Energy Efficiency Measures (EEM), maupun potensi perubahan operasional.
Potensi tersebut harus dianalisa lebih lanjut berdasarkan potensi penghematan energi, Life
Cycle Cost (LCC) Analysis dan dampak dari implementasinya. Dari analisa ini, diperoleh
penilaian kelayakan modal proyek untuk audit level 3.

ASHRAE Level 3: Detailed Analysis of Capital Intensive Modifications


Beberapa hasil laporan yang disampaikan pada audit level-2 audit terkadang membutuhkan
investasi dengan modal besar, personil, dan sumber daya lainnya. Sebelum membuat
investasi lebih lanjut, pemilik proyek biasanya ingin memiliki pemahaman yang lebih
menyeluruh dan terperinci tentang manfaat, biaya, dan ekspektasi kinerja dari hasil investasi.
Ini adalah tujuan dari audit level 3 atau sering kali disebut “investment grade-audit”. Dalam
kebanyakan kasus, rekomendasi dan ruang lingkup definisi untuk audit Level-3 biasanya
merupakan hasil dari proses Level-2.

Investment Grade Energy Audit (IGEA) adalah proses perhitungan & analisa konsumsi energi
untuk mengidentifikasi potensi kemungkinan penghematan energi melalui pelaksanaan dan
penerapan EEM, dan teknologi. IGEA adalah laporan rinci mendefinisikan berbagai langkah
konservasi energi, biaya penghematan energi, investasi yang dibutuhkan, dan payback atas
investasi tersebut. Analisa yang dilakukan pada audit level 3 adalah:
1. Analisa Teknik
Dilakukan secara spesifik pada langkah-langkah padat modal, dan laporan yang
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 35
dihasilkan dibuat sangat detail.
2. Analisa Finansial
Analisa dari biaya modal dan penghematan biaya yang diharapkan termasuk
biaya implementasi dari kontraktor dan vendor, biaya kontingensi, biaya
manajemen proyek dan konstruksi, biaya komisioning, pajak, biaya pelatihan
awal dan biaya tahunan (M&V, O&M).
3. Analisa Resiko
Analisa resiko mempertimbangkan resiko desain dan konstruksi, resiko kinerja,
finansial, ekonomi dan regulasi, resiko pasar, resiko lingkungan, resiko hukum,
dan force majeure.

Tabel 2.4 Bentuk pelaporan dari kegiatan audit energi di berbagai level

Level 1 Level 2 Level 3 (IGEA)

• Executive Summary • Semua item yang ada pada audit • Semua item pada audit
• Keterangan singkat Level 1 level 2
tentang obyek/fasilitas • Analisa yang lebih komprehensif • Detail informasi pada
target audit terhadap penggunaan energi langkah-langkah yang
• Ruang lingkup • Deskripsi semua jenis peralatan capital intensive,
audit/metodologi pengkonsumsi energi dan deskripsi termasuk skema, jenis
• Preliminary analysis sistem energi peralatan, spesifikasi,
berupa benchmark • Analisa ekonomi dari EEM dan biaya
analysis • Deskripsi EEM yang • Evaluasi ekonomi atas
• List no-cost dan low-cost direkomendasikan/tidak layak secara implementasi EEM
implementasi dari EEM ekonomi yang sangat rinci.
• Potensi penghematan yang • Perhitungan biaya pemasangan,
dapat dipertimbangkan ke penghematan energi, dan
depan penghematan O&M
• Capital intensive yang membutuhkan
audit level 3.
• Analisa perhitungan energi yang rinci
• Measurement and Verification
(M&V)

36 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
4.3 Pengukuran dan Verifikasi Penghematan Energi
Untuk memastikan bahwa implementasi dari rekomendasi hasil audit energi telah memenuhi
kriteria penghematan energi dan biaya konsumsi energi sesuai dengan yang telah dianalisa
dalam audit energi, maka perlu dilakukan pengukuran dan verifikasi atau measurement and
verification (M&V). M&V juga untuk memastikan bahwa investasi yang telah ditanamkan
dalam proyek efisiensi energi berjalan sesuai harapan atau dapat meminimalisir kerugian
dalam investasi. Secara umum, M&V perlu dilakukan dalam sebuah proyek energi efisiensi
dengan tujuan untuk:
1. Secara akurat menilai keberhasilan penghematan energi untuk sebuah proyek,
2. Mengalokasikan risiko kepada pihak yang tepat,
3. Mengurangi ketidakpastian atas keberhasilan proyek ke tingkat yang wajar,
4. Memantau kinerja peralatan/teknologi yang diinstal.
5. Mencari peluang penghematan energi yang baru.
6. Meningkatkan operasional dan pemeliharaan (O & M),
7. Memverifikasi atas jaminan penghematan biaya energi
8. Memungkinkan untuk penyesuaian yang diperlukan di masa depan.

Untuk melakukan M&V penghematan energi dari proyek-proyek energi efisiensi memerlukan
perencanaan khusus dan kegiatan teknis. Sehingga diperlukan tenaga ahli khusus yang
menguasai bidang teknis. Tenaga ini bisa berasal dari pihak internal maupun dari pihak
eksternal. Ada beberapa standar protokol M&V secara internasional, diantaranya adalah the
International Performance Measurement & Verification Protocol (IPMVP 2001), FEMP
M&V Guidelines: Measurement and Verification for Federal Energy Projects Version 2.2
(2000), dan ASHRAE Guideline 14: Measurement of Energy and Demand Savings (2002).
Namun secara umum, protokol M&V bisa dijelaskan sebagai berikut:

Sebelum implementasi proyek:


Step 1: Mendefiniskan kondisi konsumsi energi saat ini dan proyeksinya ke depan/baseline.
Bertujuan untuk memperkirakan penghematan dengan membandingkan penggunaan
energi dasar dengan penggunaan energi pasca-instalasi
Step 2: Membuat rencana rinci M&V. Metode yang dipilih memiliki pengaruh yang
signifikan pada bagaimana baseline didefinisikan dan kegiatan apa saja yang
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 37
dilakukan selama audit.

Setelah implementasi proyek:


Step 3: Commisioning sistem untuk memastikan bahwa peralatan yang dipasang bekerja
sesuai dengan dengan spesifikasi sebelum penerimaan proyek.
Step 4: Verifikasi pasca-pemasangan memastikan bahwa peralatan/sistem terus beroperasi
dengan benar dan memiliki potensi untuk menghasilkan penghematan sesuai dengan
yang diprediksi.
Step 5: Verifikasi reguler terhadap performa peralatan selama periode yang disepakati. Untuk
memastikan bahwa peralatan yang dipasang telah dipelihara dengan baik, terus
beroperasi dengan benar, dan terus memiliki potensi untuk menghasilkan prediksi
penghematan. Data yang dikumpulkan juga dapat digunakan untuk menentukan
penghematan yang sebenarnya dicapai.

Prokol M&V ini harus disertakan dalam proposal pembiayaan proyek efisiensi energi guna
menjadi bahan periksa dan persetujuan oleh pemilik perusahaan atau investor, dan atau
lembaga pembiayaan seperti bank dan asuransi. Bagi pemilik perusahaan atau investor,
dengan mengetahui dan menyetujui M&V sangat berguna untuk memastikan bahwa investasi
yang telah ditanamkan akan berjalan dengan baik. Bagi lembaga pembiayaan, dengan
mengetahui dan menyetujui M&V sangat berguna untuk memastikan bahwa pinjaman yang
diberikan untuk membiayai proyek tersebut akan dapat kembali sesuai dengan tenor yang
disetujui.

38 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Pengantar Bab 3
Persiapan Pelaksanaan Proyek Efisiensi Energi

Tujuan 1. Memahami faktor-faktor pendorong investasi efisiensi energi


2. Mengetahui tahapan implementasi proyek efisiensi energi
3. Mengetahui prosedur pelaksanaan proyek efisiensi energi oleh
ESCO
4. Memahami faktor kunci sukses dalam proyek efisiensi energi
Waktu 90 menit
Metode 1. Ceramah oleh narasumber/fasilitator
2. Tanya jawab forum
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan
jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Ceramah Narasumber/Fasilitator
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang persiapan pelaksanaan proyek efisiensi
energi. (waktu : 55 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum antara peserta pelatihan dengan
narasumber/fasilitator terkait dengan paparan yang disampaikan sebelumnya. (waktu : 30
menit)

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 39
Bab 3
Persiapan Pelaksanaan Proyek Efisiensi Energi

1. Faktor Pendorong Investasi Efisiensi Energi


Keputusan untuk melakukan investasi dalam efisiensi energi didorong oleh berbagai faktor
baik dari internal maupun eksternal, diantaranya adalah:
a) Kebijakan dan regulasi pemerintah
Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan upaya untuk
mendorong peningkatan proyek efisiensi energi. Pasal 25 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2007
tentang Energi menyebutkan bahwa konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat. Selanjutnya melalui
Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi mewajibkan
sektor industri dan komersial yang mengkonsumsi energi lebih dari 6,000 SBM per tahun
untuk menerapkan manajemen energi, membentuk tim manajemen energi, dan
melaksanaan upaya penghematan energi.

Kebijakan dan peraturan tersebut juga diikuti oleh mekanisme pemberian insentif bagi
para pelaku industri, yakni berupa audit energi dalam pola kemitraan yang dibiayai oleh
pemerintah dan/ atau direkomendasikan mendapat prioritas pasokan energi. Pemerintah
juga memberikan disinsentif bagi para pelaku industri yang memenuhi ketentuan dalam
Permen ESDM No. 14 Tahun 2012, yakni berupa berupa peringatan tertulis,
pengumuman di media massa, denda dan atau pengurangan pasokan energi, tergantung
dari upaya konservasi energi yang tidak dilakukan melalui manajemen energi.

Selain itu, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, salah satu komponen dalam faktor penilaian
prospek usaha adalah upaya yang dilakukan debitur berskala besar dan/atau berisiko
tinggi dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang dibuktikan dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini sejalan dengan Penjelasan
Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 10 Tahun 1998, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin
Lingkungan. Hasil AMDAL diperlukan oleh Bank untuk memastikan bahwa proyek yang

40 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
dibiayai telah menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Sementara dalam melakukan penilaian kualitas kredit, khususnya prospek usaha debitur,
Bank harus tetap memperhatikan hasil penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup. Sehingga, bagi industri yang tidak melakukan upaya
konservasi energi dengan baik dimungkinkan mendapatkan penilaian RED atau BLACK
dalam PROPER. Penilaian ini akan menghambat industri untuk mengakses pendanaan
dari dunia perbankan.

b) Harga energi atau biaya atas konsumsi energi


Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi subsidi
bahan bakar minyak dan listrik untuk dialokasikan pada sektor-sektor yang produktif
seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Sebagai akibat dari pengurangan subsidi
energi, maka kenaikan harga energi tidak dapat terhindarkan. Sebagai contoh, harga listrik
untuk sektor industri (lihat Gambar 3.1) mengalami kenaikan sebesar 275% selama 11
tahun, atau dengan kenaikan rata-rata sebesar 25% pertahun.

1400 1250
1200 1087
934 951 965
1000 851 891
791
Rupiah/kWh

800 687
598
600 520
452
400

200

0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 3.1: Tren kenaikan harga listrik untuk sektor industri dari tahun 2003 hingga 2014

Dampak dari kenaikan harga energi yang signifikan menjadikan porsi alokasi biaya
energi dalam proses produksi meningkat. Hal ini dapat berakibat meningkatnya harga

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 41
jual dari produk yang dihasilkan. Untuk mengurangi kenaikan harga produk dan pada
akhirnya untuk memenangkan kompetisi di pasar, maka banyak industri
mempertimbangkan berbagai upaya efisiensi energi di proses produksinya.

c) Kompetisi atau lingkungan bisnis


Pelaksanaan efisiensi energi tidak hanya dikarenakan untuk mencapai harga produk yang
kompetitif untuk memenangkan kompetisi pasar, akan tetapi biasanya juga terkait dengan
lingkungan bisnis yang dijalankan. Banyak perusahaan saat ini menerapkan
prinsip-prinsip hijau dalam proses produksi, termasuk di dalamnya adalah menggunakan
energi dengan efisien dari sumber-sumber yang ramah lingkungan. Penerapan dari
prinsip-prinsip hijau merupakan bagian dari kultur baru di dunia industri.

Di beberapa pasar internasional, telah menerapkan standar-standar tertentu yang harus


dipenuhi oleh suatu produk terkait dengan lingkungan, diantaranya adalah ISO 14000
(Environmental Management System) dan ISO 50000 (Energy Management System).
Persyaratan dari pasar mendorong sektor industri untuk memenuhi standar-standar
lingkungan tersebut agar produknya dapat dipasarkan secara internasional.

d) Akses terhadap teknologi


Dorongan untuk melakukan investasi efisiensi energi terkadang tidak dilakukan
dikarenakan minimnya informasi tentang teknologi hemat energi yang diterima oleh
sektor industri. Terlebih lagi, memperkenalkan teknologi baru bukanlah hal yang mudah
diterima jika tidak terbukti keefektifannya dalam menghemat energi dan menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena mayoritas teknologi di industri yang
hemat energi berasal dari luar negeri, sehingga memerlukan waktu dan upaya untuk
memperkenalkannya di Indonesia. Kurangnya akses baik informasi maupun ketersediaan
teknologi hemat energi menyebabkan rendahnya motivasi untuk melakukan upaya
penghematan energi di sektor industri.

e) Akses terhadap modal atau pendanaan


Beberapa investasi teknologi hemat energi di sektor industri membutuhkan biaya yang
besar, sehingga dibutuhkan akses pendanaan dari pihak ketiga, yakni lembaga keuangan
seperti bank atau asuransi. Namun, saat ini pinjaman dana untuk proyek efisiensi energi

42 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
masih diperlakukan sama dengan pinjaman dana untuk proyek lainnya. Kemudahan untuk
mendapatkan pendanaan dengan suku bunga yang ringan akan meningkatkan keinginan
industri dalam mengimplementasikan proyek efisiensi energi.

f) Ketersediaan sumberdaya manusia baik internal maupun eksternal


Untuk mewujudkan proyek efisiensi energi, dibutuhkan tenaga ahli yang kompeten.
Tenaga ahli tersebut harus tersedia baik dari sisi internal perusahaan maupun dari sisi
eksternal seperti ESCO (Energy Services Company). Keberadaan tenaga ahli internal
diperlukan dalam tahap identifikasi awal sumber-sumber pemborosan energi melalui audit
energi. Sedangkan ketersediaan tenaga ahli eksternal biasanya diperlukan untuk
perencanaan investasi efisiensi energi yang membutuhkan biaya besar. Melalui ESCO,
dapat dilakukan Investment Grade Energy Audit (IGEA) yang menentukan jenis teknologi,
besaran investasi yang dibutuhkan, pengembalian atas investasi dan juga untuk
mendapatkan akses pendanaan dari pihak ketiga.

2. Tahapan Implementasi Proyek Efisiensi Energi


Sebelum memulai memutuskan investasi dalam efisiensi energi, perlu dipahami terlebih
dahulu tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dari proses identifikasi pemborosan energi
hingga pelaksanaan proyek efisiensi energi. Gambar 3.2

Audit Energi
Mengidentifikasi Aspek Teknis
pemborosan energi dan
potensial penghematan Memahami kompleksitas Keputusan Manajemen
energi proyek dan resikonya
Mengidentifikasi prioritas Pelaksanaan
Mengidentifikasi tindakan Tentukan bagaimana
konservasi energi proyek ini akan Strategi eksekusi dilakukan
Analisis biaya dan manfaat
dilaksanakan, oleh siapa, dari sudut pandang oleh internal / eksternal
Perhitungan kebutuhan dan kapan? manajemen
investasi TOR dan Lingkup
Keputusan pada ruang pekerjaan
lingkup proyek, investasi,
sumber daya yang Survei pasar pada konsultan
dibutuhkan, dan waktu, dan / ESCOs / pemasok, dll
strategi

Gambar 3.2: Tahapan menuju implementasi proyek efisiensi energi

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 43
Pada tahap paling awal adalah Audit Energi. Tahap ini berupa identifikasi peralatan yang
boros energi dan langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk menghemat energi.
Perhitungan kebutuhan investasi juga perlu dilakukan dalam tahap ini. Hasil dari proses audit
energi kemudian dibawa untuk dikaji lebih lanjut ke dalam Aspek Teknis. Pada tahap aspek
teknis, ditinjau secara mendalam kompleksitas dari pelaksanaan proyek tersebut berikut
resiko yang akan ditanggung baik resiko teknis maupun resiko finansial. Setelah semua
resiko dipahami dengan baik, lalu ditentukan cara pengerjaan, waktu dan pelaksana dari
proyek efisiensi energi tersebut.

Hasil kajian aspek teknis kemudian dibawa ke manajemen perusahaan untuk ditentukan skala
prioritas dari berbagai peluang penghematan energi yang berhasil diidentifikasi beserta
perkiraan pembiayaan dan resikonya. Pada akhirnya, Keputusan Manajemen yang
menentukan perhitungan dan analisa biaya manfaat atas usulan proyek efisiensi energi yang
diajukan berdasarkan hasil audit energi. Apabila proyek ini dianggap layak berdasarkan
kajian biaya manfaat, maka akan ditentukan proyek mana yang akan dilaksanakan sesuai
dengan alokasi sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumber pendanaan.
Pelaksanaan proyek efisiensi energi dihasilkan dari keputusan pihak manajemen.

Gambar 3.3: Perbandingan tingkat kompleksitas dan jaminan dalam proyek efisiensi energi

Penentuan siapa yang harus ditunjuk untuk melaksanakan proyek efisiensi energi dapat
dilakukan dengan melihan dua faktor: 1) kompleksitas proyek dan 2) jaminan investasi yang
44 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
dibutuhkan. Standar dan kriteria dalam menentukan dua faktor ini bisa bervariasi dari
perusahaan ke perusahaan. Gambar 3.3 menunjukkan perbandingan tingkat kompleksitas
proyek dan garansi yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam proyek efisiensi
energi. Untuk investasi kecil biasanya tingkat kompleksitasnya juga kecil, oleh karena itu
pelaksanaannya cukup dilakukan oleh staff internal. Contoh dari investasi kecil misalnya
adalah penggantian lampu dari compact fluorescent lamp (CFL) ke lampu yang lebih hemat
energi, yakni lampu light-emitting diode (LED). Semakin besar nilai investasinya, maka
kompleksitas dari proyek efisiensi energi akan semakin tinggi, sehingga dibutuhkan keahlian
sumberdaya pelaksana yang lebih baik agar investasi yang digulirkan mendapatkan hasil
yang baik. Sumberdaya pelaksana proyek efisiensi energi bisa diperoleh dari konsultan atau
ESCO.

3. Prosedur Pelaksanaan Proyek Efisiensi Energi oleh ESCO (Energy Services


Company)
Jika berdasarkan audit energi yang dilakukan oleh pihak internal menemukan bahwa terdapat
potensi penghematan energi yang memerlukan investasi yang besar dan pelaksanaan proyek
yang kompleks, maka perlu untuk mengundang pihak eksternal yang berkompeten
menangani hal tersebut, yakni ESCO. Gambar 3.4 memperlihatkan proses yang dilakukan
dalam implementasi proyek efisiensi energi dengan menggunakan jasa ESCO.

Kontrak pekerjaan yang dilakukan antara perusahaan pemilik proyek dengan ESCO biasanya
berisi perkiraan IRR dari proyek tersebut yang disetujui oleh kedua belah pihak dan jaminan
yang diberikan oleh ESCO selama proses pelaksanaan proyek hingga di fase perawatan.
Dalam kontrak juga ditentukan bahwa pemilik proyek dapat menolak melakukan pembayaran
kepada ESCO jika dalam pengerjaan proyek tidak sesuai dengan perjanjian.

Tahap kedua, ESCO akan melakukan Investment Grade Energy Audit (IGEA) untuk
merekomendasikan proyek efisiensi energi mana saja yang diprooritaskan, beserta kajian
kelayakan dari proyek secara teknis, finansial, komersial dan hukum. Selain itu, IGEA juga
menentukan metode measurement and verification baik selama proyek berlangsung maupun
selama pengoperasian dan perawatan (operation and maintenance). Pelaksanaan IGEA
biasanya berlangsung selama 1 hingga 3 bulan.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 45
Gambar 3.4: Tahapan implementasi proyek efisiensi energi dengan menggunakan jasa ESCO

Tahap ketiga adalah penawaran dan pengadaan barang dan peralatan untuk pelaksanaan
proyek. Dalam tahapan ini ESCO akan menjadi penyelenggara proses tersebut dan
melakukan seleksi atas berbagai proposal penawaran yang masuk. ESCO juga akan
melakukan negoisasi selama proses pengadaan barang dan peralatan. Setelah vendor yang
diinginkan terpilih, maka ESCO akan membuat kontrak atas pengadaan barang dan peralatan
proyek efisiensi energi.

Di tahap keempat berupa pelaksanaan proyek efisiensi energi terdiri yang dari manajemen
konstruksi dan instalasi, serta integrasi dengan sistem. Setelah proses konstruksi, instalasi dan
integrasi selesai, maka dilanjutkan dengan komisioning. Total waktu yang dibutuhkan selama
implementasi proyek adalah 3 hingga 24 bulan, tergantung pada kompleksitas dari proyek
tersebut. Dari tahap kedua hingga keempat, pemilik proyek harus membayar kepada ESCO
berupa biaya konsultasi (consulting fee).

Tahap kelima merupakan post-commisioning, di tahap ini ESCO bertugas untuk memastikan
bahwa penghematan energi yang dihasilkan dari proyek tersebut sesuai atau bahkan lebih
besar dari desain teknis awal. Sehingga apabila terdapat kelebihan penghematan energi, maka
ESCO akan mendapatkan bagi hasil sebesar kelebihan dari penghematan energi yang
dijanjikan. Sedangkan apabila penghematan energi di bawah performa yang diharapkan,
46 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
maka ESCO bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

4. Faktor Kunci Sukses dalam Proyek Efisiensi Energi


Keberhasilan dalam implementasi proyek efisiensi energi diukur dari besaran penghematan
energi yang diraih dan tentunya jangka waktu pengembalian dari investasi yang ditanamkan
pada proyek tersebut. Agar keberhasilan tersebut dapat tercapai dengan baik, ada beberapa
faktor kunci yang harus diperhatikan:
1. Efisiensi sistem secara keseluruhan
Efisiensi energi terjadi tidak hanya pada spesifik peralatan tertentu saja, hal ini
dikarenakan ada dalam sebuah sistem terdiri dari berbagai peralatan yang saling
menunjang satu sama lain. Ketika salah satu sistem tidak bekerja secara efisien,
maka kemungkinan efisiensi sistem secara keseluruhan akan juga tidak efisien.
Contoh adalah penggunaan udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor.
Terkadang pemborosan energi bukan karena kebocoran pada tabung kompresor,
akan tetapi dikarenakan penggunaan udara bertekanan yang tidak sesuai
peruntukannya, sehingga kompresor akan terus menerus bekerja.
2. Kontrol emisi di bawah peraturan lingkungan
Regulasi yang meminta industri untuk mengurangi emisi yang dihasilkan akan
mendorong penggunaan teknologi yang hemat energi dan menghasilkan emisi yang
rendah.
3. Optimalisasi desain dari sudut klien
Pemilihan teknologi yang digunakan dalam proyek efisiensi harus disesuaikan
dengan profil dari industri tersebut, bukan berdasarkan dari teknologi yang
ditawarkan oleh vendor semata. Setiap industri mempunyai karakteristik yang khas
dalam konsumsi energi. Sehingga desain teknis yang dirancang harus dioptimalisasi
sesuai dengan karakteristik tersebut.
4. Kajian kelayakan proyek secara menyeluruh
Sebelum proyek efisiensi energi dilakukan, maka perlu dilakukan kajian kelayakan
secara menyeluruh yang meliputi kelayakan teknis, kelayakan finansial, kelayakan
komersial, dan kelayakan hukum. Hasil dari berbagai kajian di atas akan
menentukan keberhasilan dalam penghematan energi.
5. Evaluasi kinerja biaya jangka panjang.
Beberapa kontrak proyek efisiensi energi yang dilakukan bersama dengan ESCO
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 47
bersifat jangka panjang, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi atas biaya manfaat
yang dihasilkan selama periode kontrak tersebut dibandingkan dengan jaminan
penghematan yang dijanjikan oleh ESCO.
6. Proses pengadaan barang dan peralatan yang kompetitif dan transparan
Mengundang sebanyak mungkin vendor dalam proses pengadaan barang dan
peralatan akan menghasilkan penawaran harga dan pilihan barang yang terbaik.
Proses yang transparan juga untuk memastikan bahwa barang yang dibeli melalui
proses pengadaan adalah sesuai dengan kebutuhan proyek. Hal ini pada akhirnya
akan menjaga kualitas proyek sesuai dengan desain yang telah ditentukan
sebelumnya.
7. Sistem Measurement and Verification yang berkualitas
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 2, M&V bertujuan untuk memastikan bahwa
implementasi energi efisiensi telah memenuhi kriteria penghematan energi yang
diharapkan, dan juga untuk memastikan bahwa investasi yang telah ditanamkan
dalam proyek efisiensi energi berjalan sesuai harapan atau dapat meminimalisir
kerugian dalam investasi
8. Proses komisioning yang baku sesuai prosedur
Sistem komisioning dirancang untuk memastikan bahwa peralatan yang dipasang
bekerja sesuai dengan dengan spesifikasi sebelum serah terima proyek.
9. Manajemen kontrak yang baik
Manajemen kontrak yang teratur dengan rapi menentukan kelancaran proses
implementasi proyek efisiensi energi.
10. Pilihan investasi yang tepat
Dari berbagai rekomendasi yang muncul dari hasil IGEA, perlu dipilih dan dipilah
jenis investasi apa yang perlu ditindaklanjuti. Tentu dengan mempertimbangkan laju
pengembalian investasi.

48 Pengantar Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Pengantar Bab 4
Inovasi Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi

Tujuan 1. Mengetahui berbagai skema pembiayaan proyek efisiensi energi


2. Mengetahui skema pembiayaan inovatif atas proyek efisiensi
energi yang potensial untuk dikembangkan.
Waktu 90 menit
Metode 1. Ceramah oleh narasumber/fasilitator
2. Tanya jawab forum
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan
jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Ceramah Narasumber/Fasilitator
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang berbagai skema pembiayaan proyek
efisiensi energi yang saat ini ada dan berbagai skema pembiayaan inovatif yang potensial
untuk dikembangkan. (waktu : 55 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum antara peserta pelatihan dengan
narasumber/fasilitator terkait dengan paparan yang disampaikan sebelumnya. (waktu : 30
menit)

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 49
Bab 4

Inovasi Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi

1. Pendahuluan

Pemakaian energi yang berlebihan telah menyebabkan sumber energi primer seperti minyak,
gas, dan batu bara mengalami penyusutan yang signifikan. Kerusakan lingkungan juga tidak
dapat dihindari jika pemborosan energi terus berlangsung. Biaya pemakaian energi yang
dikeluarkan oleh industri sangat tinggi dan menyebabkan kinerja keuangan menjadi tidak
efisien. Karena beberapa hal tersebut, isu ketahanan energi menjadi prioritas utama bagi
pemerintah dan sektor industri sebagai penyedot energi terbesar. Berbagai kebijakan telah
dikeluarkan untuk mendorong efisiensi energi, khususnya bagi industri. Program efisiensi
energi sebagian besar memerlukan teknologi baru atau teknologi tambahan yang memerlukan
biaya investasi yang besar dan kemungkinan industri tidak mampu untuk menanggung
seluruh biaya investasi dengan modal sendiri. Oleh karena itu, partisipasi dari investor
maupun kreditur menjadi sangat penting dalam membiayai proyek efisiensi energi oleh
industri atau individu/ masyarakat.

Berbicara mengenai investasi, di dalamnya terdapat konsep keuntungan dan resiko.


Keuntungan yang didapat oleh industri dapat lebih dari sebatas keuntungan secara finansial.
Keuntungan secara finansial dapat berupa meningkatnya arus kas bebas sebagai hasil dari
menurunnya biaya utilitas dan meningkatnya laba bersih karena biaya produksi menjadi lebih
rendah. Keuntungan non-finansial dari proyek efisiensi energi dapat berupa meningkatnya
ketahanan energi, menyempitnya gap antara permintaan dan penawaran energi, dan efek
perubahan iklim dapat dimitigasi.

Dari sudut pandang investasi, proyek efisiensi energi adalah seperti proyek pada umumnya,
dengan arus kas keluar yang besar pada awal proyek dan terdapat arus kas masuk secara
periodik di masa mendatang (lihat Gambar 4.1). Suatu bagian dari arus kas masuk akan
digunakan untuk membayar biaya kontraktor/ pengembang dari proyek efisiensi energi,
misalnya Energy Service Company (ESCO) dan bank. Setelah periode kontrak
pengembangan proyek berakhir, perusahaan yang bertindak sebagai klien akan menerima
manfaat dari penghematan energi.
Keuntungan
Finansial bagi Klien
Penghemata

Keuntungan
Efek
Pembayaran

Bunga
Finansial bagi Klien
Modal Investasi

Biaya Utilitas
sxasasa

Biaya Utilitas Biaya Utilitas

Sebelum Proyek EFISIENSI ENERGI Setelah Proyek EFISIENSI ENERGI Setelah Periode Kontrak

Gambar 4.1: Skema proyek efisiensi energi oleh ESCO


50 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
50 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Dalam pembiayaan terhadap proyek efisiensi energi, terdapat beberapa resiko seperti resiko
kredit di mana debitur/ perusahaan/ klien tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap kreditur
dan risiko operasional yang melekat pada proyek karena kegagalan sistem, kesalahan
manusia, proses internal, dan proses eksternal. Selain itu, terdapat pula risiko pasar karena
perubahan variabel pasar seperti nilai tukar dan suku bunga. Gambar 4.2 menujukkan
berbagai resiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan proyek efisiensi energi.

Risiko
Risiko Kredit Risiko Pasar
Operasional

Gambar 4.2: Risiko pembiayaan efisiensi energi

Dalam skema pembiayaan normal, risiko kredit dan pasar akan melekat pada bank,
sedangkan risiko operasional akan melekat pada kontraktor atau klien. Dalam pembiayaan
berbasis insentif, risiko kredit akan ditanggung oleh bank dan masyarakat atau pemerintah
yang bertidak sebagai investor. Dalam skema pembiayaan lain seperti Energy Saving
Performace Contract (ESPC), ESCO akan menjamin risiko kredit. Margin dan fasilitas kredit
akan berbeda pada setiap skema pembiayaan dan tergantung pada tingkat risiko pada masing-
masing skema pembiayaan.

2. Skema Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi

Terdapat beberapa skema pembiayaan yang digunakan pada umumnya. Proyek efisiensi
energi dapat dibiayai dengan hutang, modal, dan hibah.

a) Pembiayaan dengan Hutang

Berdasarkan skema pembiayaan dengan hutang, kreditur mengeluarkan sejumlah


pembiayaan kepada debitur dan mensyaratkan pembayaran dari pokok pinjaman
ditambah dengan bunga sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh kreditur
(lihat Gambar 4.3). Kreditur memberikan pembiayan dengan tujuan mendapatkan bunga
daripada menjadi pemegang saham. Pembiayaan ini memiliki risiko yang paling kecil dan
memungkinkan kreditur untuk mendapatkan prioritas utama terkait pembayaran daripada
pemegang saham, namun keuntungan hanya sebatas pada tingkat bunga yang berlaku di
pasar.

Sumber pembiayaan hutang dapat berasal dari Bank Komersiil baik lokal maupun
internasional, multilateral development bank (MDBs), International Finance Corporation
(IFC), reksadana pendapatan tetap, pemasok, High Net Worth Individuals (HNWI)/
investor individu, perusahaan utilitas, dan sindikasi dari sumber-sumber pembiayaan
tersebut untuk meminimalisir risiko pembiayaan.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 51
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 51
Dalam beberapa kasus, pemerintah memberikan insentif pajak atas pembiayaan hutang
dengan penerbitan obligasi. Pemerintah atau lembaga keuangan lain dapat menjamin
obligasi tersebut, oleh karena itu risiko yang ditanggung oleh kreditur menjadi minimal.
Risiko tersebut ditransfer kepada investor retail dengan cara sekuritisasi aset.

Pemerintah memegang hutang subordinasi, sedangkan bank memegang hutang senior.


Skema pembiayaan ini menguntungkan bank sebagai pemegang hutang senior dengan
tingkat risiko yang lebih rendah sehingga bank dapat meningkatkan pembiayaan dengan
tingkat suku bunga yang lebih rendah.

Fasilitas kredit

SUMBER DANA:
Bank Komersiil Lokal
Bank Komersiil Internasional
Multilateral Development Bank
Proyek Energi Efisiensi
International Finance Corporation
Reksadana Pendapatan tetap
HNWI
Perusahaan Utilitas

Cicilan Kredit + Bunga

Gambar 4.3: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui fasilitas hutang

b) Pembiayaan dengan Modal

Berdasarkan skema pembiayaan dengan modal, investor menyediakan dana dengan tujuan
memperoleh hak kepemilikan atas proyek efisiensi energi. Kepemilikan saham ini
memungkinkan investor untuk memiliki hak pengambilan keputusan atas pengembangan
dan operasi proyek (lihat Gambar 4.4). Investor bersedia menanggung risiko tinggi
seiring dengan potensi keuntungan yang dapat mencapai dua hingga tiga kali lipat dari
tingkat bunga obligasi dalam bentuk dividen dan keuntungan modal. Investor saham
memiliki hak distribusi dari proyek setelah seluruh kewajiban keuangan dan pajak
dipenuhi. Sumber pembiayaan modal dapat berasal dari pengembang proyek, modal
ventura, reksadana saham, pemasok, MDBs, investor institusi (contoh: bank dan
perusahaan asuransi), dan investor individu.
Modal
SUMBER DANA:
Pengembang Proyek
Modal Ventura
Reksadana Saham Proyek Efisiensi Energi
Multilateral Development Bank
Investor Institutional
Investor Individu

Dividen + Keuntungan Modal

Gambar 4.4: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui penyediaan modal

52 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
52 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
c) Hibah

Skema pembiayaan dengan hibah tidak mensyaratkan pengembalian. Investor


memberikan dana tanpa mensyaratkan keuntungan finansial (lihat Gambar 4.5).
Walaupun pembiayaan ini tidak menghasilkan keuntungan secara finansial, namun
terdapat keuntungan non-finansial seperti keuntungan sosial atau politik. Skema ini pada
umumnya digunakan untuk mendorong kebijakan pertumbuhan dan lingkungan, sehingga
pemberi hibah biasanya adalah pemerintah melalui kementrian terkait, yayasan, dan
organisasi dunia seperti Bank Dunia, Global Environment Fund, dan organisasi
pembiayaan bilateral.

Pembiayaan

SUMBER DANA:
Pemerintah
Yayasan
Proyek Efisiensi Energi
Bank Dunia
Global Environment Fund
Organisasi Pembiayaan Bilateral

Gambar 4.5: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui penyediaan modal

3. Skema Pembiayaan Inovatif

Mengingat pentingnya dan pesatnya perkembangan proyek efisiensi energi, berbagai skema
Pembiayaan Inovatif telah dikembangkan untuk menarik minat konsumen secara lebih luas.
Karakter dari skema pembiayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas konsumen,
sehingga target penghematan energi dapat cepat tercapai melalui program efisiensi energi.
Beberapa contoh skema Pembiayaan Inovatif adalah sebagai berikut:

a) Pooled Bond Financing

Obligasi dari berbagai investor dijumlah untuk digunakan sebagai dana pembiayaan.
Skema ini memungkinkan investor untuk berinvestasi ke dalam portofolio proyek
bersama dengan investor lainnya. Sumber dana dapat berasal dari pemerintah, bank
multilateral, asset management, reksadana, atau High Net Worth Individual (HNWI).
Investor dapat membentuk suatu sindikasi dan pemerintah dapat bertindak sebagai
kapten. Sindikasi tersebut akan mendanai portofolio proyek dengan puluhan obligasi
(lihat Gambar 4.6). Pengumpulan entitas tersebut dapat mendorong kepada peringkat
kredit yang lebih baik, yang memungkinkan akses pembiayaan dengan biaya yang lebih
rendah. Mekanisme pengembalian pinjaman kepada pemegang obligasi dapat melalui
penghematan tagihan pemakaian energi.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 53
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 53
SUMBER DANA: Obligasi Proyek A
Pemerintah
Bank Multilateral
Pooled Bond Financing Obligasi Proyek B
Asset Management
Reksadana
HNWI Obligasi Proyek C

Gambar 4.6: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui pooled bond financing

b) Utility On-Bill Financing

Utility On-Bill Financing memungkinkan konsumen (pada umumnya konsumen di


daerah komersiil dan pemukiman) untuk berinvestasi pada proyek efisiensi energi dan
membayar biaya investasi melalui biaya tambahan pada tagihan listrik atau gas. Hasil
dari penghematan energi akan dapat menutup biaya tambahan bulanan, yang berarti
bahwa total biaya tambahan adalah lebih kecil daripada dana pra-investasi. Di samping
itu, program ini memungkinkan konsumen untuk memperoleh jangka waktu kredit yang
lebih lama.

Program ini dapat dibiayai oleh pihak ke-3 (misal: bank), modal pembiayaan utilitas
yang berasal dari dana pajak, dan hibah dari pemerintah. Entitas sektor publik seperti
perusahaan utilitas (misal: perusahaan listrik dan penyedia gas) dapat menjadi
kaptendalam sindikasi pembiayaan dan berperan penting sebagai agen penagih, pemberi
pinjaman, dan penyedia layanan (lihat Gambar 4.7).
Utility On-Bill Financing

SUMBER DANA:
Pemerintah
Bank Multilateral
Perusahaan Utilitas Proyek/ Konsumen
Asset Management
Reksadana
HNWI

Tagihan Bulanan + Cicilan Kredit

Gambar 4.7: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui utility on-bill financing

c) Loan Purchase Program

Dengan Loan Purchase Program, pemerintah menjamin untuk membeli kredit yang
dikeluarkan oleh bank/kreditur yang digunakan untuk membiayai proyek efisiensi energi
dengan prasyarat tertentu. Skema ini memungkinkan bank untuk meminimalisir risiko
kredit (lihat Gambar 4.8).

Skema ini sangat menarik bagi debitur karena mereka dapat memperoleh pembiayaan
dengan tingkat bunga yang rendah. Namun, jumlah investasi pemerintah untuk membeli
hutang yang beredar akan membatasi jumlah pembiayaan dan pemerintah harus
menanggung opportunity cost dengan mengorbankan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan yang lebih tinggi jika dana diinvestasikan pada proyek efisiensi energi lain
yang lebih menguntungkan.
54 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
54 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Jaminan Pembelian Hutang Fasilitas Kredit

Pemerintah Bank/ Kreditur Proyek/ Debitur

Cicilan Kredit

Gambar 4.8: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui loan purchase program

d) Linked Deposit Program

Kredit back-to-back ini dijamin oleh pemerintah. Pemerintah menempatkan dana dengan
tingkat bunga yang rendah. Debitur akan membayar bunga kepada bank, kemudian bank
juga akan membayarkan bunga kepada pemerintah. Debitur dapat mengakses
pembiayaan ini dengan bunga yang rendah, yang berarti simpanan pemerintah ini dapat
menurunkan tingkat bunga kredit (lihat Gambar 4.9).

Bank

SUMBER DANA: Simpanan


Pemerintah Pemerintah sebagai Fasilitas Kredit Proyek
Bank Multilateral Jaminan

Gambar 4.9: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui linked deposit program

e) Energy Savings Performance Contracting

Energy Savings Performance Contracting (ESPC) mengikutsertakan kreditur dan Energy


Services Company (ESCO) dalam sebuah kontrak dimana ESCO akan mengelola
pengembangan proyek efisiensi energi dari tahap permulaan hingga penyelesaian. Di sini,
ESCO akan berperan sebagai kontraktor yang bertanggung jawab atas semua aktivitas
yang berlangsung di dalam proyek yang meliputi studi kelayakan, instalasi proyek, dan
pengawasan proyek. Setelah tahap penyelesaian, proyek efisiensi energi akan diserahkan
kepada klien (pemilik proyek) (lihat Gambar 4.10).

Skema pembiayaan ini berdasarkan kepada turnkey basis di mana proyek akan
diserahkan pada klien setelah tahap penyelesaian. Energy Services Company (ESCO)
disewa untuk menyelesaikan seluruh proyek tanpa campur tangan dari pemilik termasuk
dalam menangani semua permasalahan terkait konstruksi.

Energy Savings Performance Contracting (ESPC) adalah mekanisme yang efektif dalam
penerapan efisiensi energi. Penghematan energi dapat dilakukan oleh klien yang tidak
mempunyai pengalaman atau keahlian teknis dalam proyek efisiensi energi. Dalam
kontrak ini, klien akan membayar pinjaman dari realisasi penghematan energi selama
masa kontrak. Skema pembiayaan ini lebih baik dibandingkan dengan skema lain di
mana pembayaran pinjaman akan sesuai dengan penghematan energi dan tingkat jaminan
mutu adalah tinggi karena terdapat kontrak jaminan kinerja. Energy Services Company

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 55
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 55
(ESCO) akan mendapatkan keuntungan jika kinerja proyek efisiensi energi melebihi
tingkat bunga kepada kreditur.
Fasilitas Kredit Dukungan Keuangan dan
Teknis
Bank ESCO Proyek

Jaminan Cicilan Surplus Keuangan


Kredit dari Penghematan
Energi
Gambar 4.10: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui energy savings
performance contracting

f) Property Assessed Clean Energy Program

Dengan skema Property Assessed Clean Energy Program (PACE), pemilik properti
dapat mengajukan pembiayaan kepada pemerintah untuk mebiayai retrofit energi dan
mebayar pinjaman melalui pajak tahunan atas properti tersebut. Obligasi PACE dapat
dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan pembiayaan dan dana yang terkumpul
dapat digunakan untuk membiayai retrofit pada properti komersiil dan pemukiman (lihat
Gambar 4.11).

Skema pembiayaan ini sangat sederhana dan efektif, sehingga dapat memungkinkan
pemilik properti untuk menghemat dana dan membuat properti mereka mempunyai nilai
tambah. Skema ini dapat digunakan untuk membiayai sistem pendingin dan penghangat
udara, penambahan pencahayaan, pompa air, penyekatan, dan hampir semua jenis
properti untuk perumahan, komersiil, nirlaba, dan pertanian.

SUMBER DANA:
Properti Komersiil/
Pemerintah
Pemukiman
Perusahaan Pembiayaan

Pajak atas Properti + Cicilan Kredit

Gambar 4.11: Skema pembiayaan proyek efisiensi energi melalui property assessed clean
energy program

56 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
56 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Pengantar Bab 5
Anatomi Proposal Pembiayaan Efisiensi Energi

Tujuan 1. Memahami esensi dari proposal proyek efisiensi energi


2. Mengetahui anatomi proposal proyek efisiensi energi
3. Mengetahui anatomi dari memorandum analisis pembiayaan atas
proposal efisiensi energi.
Waktu 90 menit
Metode 1. Ceramah oleh narasumber/fasilitator
2. Tanya jawab forum
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan
jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Ceramah Narasumber/Fasilitator
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang esensi dan anatomi proposal pembiayaan
proyek efisiensi energi yang diajukan oleh industri ke bank atau lembaga keuangan.
(waktu : 55 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum antara peserta pelatihan dengan
narasumber/fasilitator terkait dengan paparan yang disampaikan sebelumnya. (waktu : 30
menit)

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 57
Bab 5

Anatomi Proposal Pembiayaan Efisiensi Energi

1. Pendahuluan

Permintaan energi terus meningkat pada beberapa dekade terakhir seiring dengan
pertumbuhan ekonomi yang telah mendorong industrialisasi. Pertumbuhan sektor industri
kemudian mendorong peningkatan konsumsi energi untuk menggerakkan kegiatan industri
yang sebagian besar menggunakan mesin. -. Kontributor peningkatan permintaan energi yang
lain adalah urbanisasi yang menyebabkan permintaan energi untuk rumah tangga dan
pertumbuhan transportasi menjadi meningkat. Di sisi lain, terdapat isu penting mengenai
ketersediaan energi, yaituminyak, gas, dan batu bara sebagai sumber energi primer telah
mengalami banyak penyusutan. Selain itu, isu terkait lingkungan seperti meningkatnya emisi
𝐶𝐶𝐶𝐶2 dan efek rumah kaca yang diakibatkan oleh penggunaan energi yang berlebihan.

Kesadaran terhadap ketahanan energi dan isu lingkungan telah mendorong pemerintah
negara-negara di dunia untuk menempatkan manajemen energi sebagai prioritas utama.
Berbagai peraturan dan kebijakan telah dikeluarkan untuk menekan konsumsi energi,
khususnya untuk industri sebagai konsumen energi terbesar. Kebijakan insentif-disinsentif
telah mendorong industri untuk mengganti teknologi yang lebih hemat energi. Akan tetapi
pembiayaan masih menjadi hambatan yang utama.

Dalam menghimpun dana untuk investasi pada efisiensi energi, industri/perusahaan


diharuskan untuk menyusun proposal pembiayaan. Proposal Pembiayaan Efisiensi Energi
merupakan dokumen terstruktur yang disusun oleh pihak debitur dan diverifikasi oleh pihak
kreditur untuk menguji kelayakan finansial suatu skema
pembiayaan proyek efisiensi energi. Proposal ini menjadi
PROPOSAL PEMBIAYAAN EFISIENSI ENERGI (EE)
penentu bagi kreditur untuk mempertimbangkan pemberian merupakan dokumen terstruktur yang disusun
oleh pihak debitur dan diverifikasi oleh pihak
fasilitas pembiayaan. Oleh sebab itu, proyek harus dapat kreditur untuk menguji kelayakan finansial suatu
skema pembiayaan proyek efisiensi energi.
dijabarkan dan dijelaskan dengan baik. Penjelasan harus
MEMORANDUM ANALISIS PEMBIAYAAN (MAP)
meliputi latar belakang, tujuan, dan pengaruh proyek terhadap merupakan rekomendasi pembiayaan sebagai
hasil analisis pembiayaan terhadap proposal
makro dan mikroekonomi. Bagaimana cara untuk menghemat Pembiayaan EE, disusun oleh analis kredit, dan
diajukan kepada divisi pembiayaan dalam suatu
energi, manfaat dari proyek, risiko-risiko yang kemungkinan bank.
dapat timbul, dan bagaimana meminimalisir risiko-risiko
58 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
58 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
tersebut, menjadi faktor penting dalam isi proposal. Isu terkait keuangan seperti biaya
investasi, nilai proyek, potensi keuntungan, payback period, dan proyeksi kinerja keuangan
juga merupakan hal-hal yang sangat penting dalam proposal. Agunan pembiayaan juga harus
dijelaskan dalam proposal. Selain itu, debitur harus dapat menjelaskan mengapa proyek
efisiensi energi yang akan dijalankan layak untuk mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu,
debitur harus memiliki kompetensi yang memadai dalam menyusun proposal sesuai yang
dipersyaratkan oleh kreditur.

Kreditur harus memiliki kompetensi yang memadai dalam memverifikasi isi proposal yang
diajukan oleh debitur, menganalisis, dan membandingkan prospek kinerja proyek terhadap
proyek lain dalam industri sejenis sehingga kreditur yakin bahwa mereka membiayai proyek
yang prospektif. Hasil analisis kreditur terhadap proposal Pembiayaan Efisiensi Energi
tertuang dalam analisis pembiayaan. Analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan
debitur dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur. Analisis tersebut akan dituangkan ke
dalam Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) yang akan menghasilkan rekomendasi
pembiayaan untuk debitur. MAP merupakan suatu jenis proposal. Berbeda dari proposal
Pembiayaan Efisiensi Energi yang diajukan oleh debitur, MAP diajukan oleh analis kredit
kepada divisi pembiayaan dalam suatu bank.

2. Esensi Proposal

Proposal Pembiayaan efisiensi energi berisi penjelasan rinci tentang bagaimana debitur akan
menjalankan rencana proyek efisiensi energi. Penjelasan tersebut terkait dengan proyek apa
yang akan dijalankan, dimana proyek tersebut akan dijalankan, dan bagaimana
menyelesaikan proyek tersebut. Sedangkan MAP berisi analisis terhadap proposal
Pembiayaan efisiensi energi dan rekomendasi pembiayaan. Walaupun kedua proposal
tersebut dapat berbeda dalam bentuk penyajian, secara umum keduanya memiliki Esensi
sebagai berikut:

1. Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif adalah dokumen ringkas di awal proposal yang menyoroti hal-hal
terpenting dalam isi proposal. Di dalam proposal Pembiayaan efisiensi energi, Ringkasan
Eksekutif berisi indentitas perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kapasitas keuangan
dan sumber dana pelunasan hutang, agunan, dan tinjauan industri dan bisnis. Selain hal-

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 59
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 59
hal tersebut, dalam MAP disebutkan peringkat kredit internal, kebijakan kreditur, dan
rekomendasi pembiayaan.

2. Tujuan Proyek

Proposal harus menjelaskan tujuan proyek efisiensi energi, beserta pengaruhnya terhadap
makro dan mikroekonomi terkait usaha efisiensi energi. Proposal harus menjelaskan hal-
hal sebagai berikut:
a. Tujuan dari proyek efisiensi energi.
b. Usaha yang dilakukan perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi.
c. Hal-hal yang diharapkan setelah proyek dijalankan.
d. Bagaimana proyek ditujukan untuk pembangunan nasional dalam bentuk program-
program spesifik dan bagaimana proyek dapat berkaitan dengan strategi dan
kebijakan pemerintah.
e. Bagaimana proyek berkontribusi pada peningkatan peradaban.
f. Apakah terdapat program dan aktivitas lain yang melengkapi proyek efisiensi energi
dan pihak lain yang terlibat dalam proyek tersebut.
g. Bentuk bantuan apa yang disediakan oleh pemerintah terkait proyek efisiensi energi.

3. Manfaat Proyek

Proposal harus menjelaskan siapa dan bagaimana pemangku kepentingan dapat


memperoleh manfaat dari proyek efisiensi energi.
a. Bagaimana kinerja dan produktivitas perusahaan dapat meningkat setelah
pelaksanaan proyek efisiensi energi.
b. Bagaimana kreditur dapat memperoleh manfaat dari proyek efisiensi energi tersebut.
c. Bagaimana pemerintah dapat memperoleh manfaat dari proyek efisiensi energi
tersebut.
d. Bagaimana masyarakat dapat memperoleh manfaat dari proyek efisiensi energi
tersebut.
e. Bagaimana pemangku kepentingan dapat berperan dalam perencanaan, implementasi,
dan evaluasi proyek.

Poin 2 dan 3 tergabung dalam Latar Belakang Proposal.

4. Identitas Perusahaan
60 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
60 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Proposal Pembiayaan efisiensi energi dan MAP menjelaskan identitas perusahaan/
debitur.
a. Nama perusahaan.
b. Jenis industri.
c. Lokasi perusahaan.
d. Manajemen
e. Pemegang saham dan pemangku kepentingan.
f. Anak perusahaan yang tergabung dalam grup perusahaan.

5. Fasilitas Nasabah

Analisis Fasilitas Nasabah hanya tercantum dalam MAP. Analisis Fasilitas Nasabah
dilakukan oleh analis kredit untuk mengevaluasi apakah debitur sudah memiliki fasilitas
kredit sebelumnya, dan apabila sudah memiliki, analis
kredit harus menjelaskan beberapa hal berikut:
PROPOSAL ESSENTIALS is basic important points
a. Berapa jumlah fasilitas kredit yang sudah dimiliki. which must be exist in proposal contents.
b. Berapa jumlah fasilitas kredit yang sudah 1. Rigkasan Eksekutif

dicairkan.
2.Tujuan Proyek

c. Apakah anak perusahaan turut menggunakan 3. Manfaat Proyek

fasilitas kredit.
4. Identitas Perusahaan
d. Apakah fasilitas kredit sudah melampaui plafon
5. Fasilitas Nasabah
kredit.
6. Tinjauan Bisnis Perusahaan
Apabila fasilitas kredit telah melampaui plafon,
proposal pembiayaan dapat ditolak. 7. Laporan Keuangan Historis

8. Laporan Keuangan Pro Forma

6. Tinjauan Bisnis Perusahaan 9. Konfigurasi Proyek

10. Estimasi Biaya dan Sumber Dana


Proposal harus menjelaskan bisnis dan operasional
11. Risiko Proyek dan Mitigasi
perusahaan.
12. Penganggaran Modal
a. Pendirian dan rekam jejak perusahaan.
b. Pengalaman dan kualifikasi manajemen. 13. Agunan

c. Tinjauan Lingkungan Bisnis yang meliputi 14. Jadwal Proyek

tinjauan ekonomi, industri, dan persaingan. 15. Risiko Pembiayaan dan Mitigasi

d. Tinjauan pemasaran yang meliputi produk atau 16. Usulan Kredit

jasa yang dijual, pangsa pasar, penjualan, strategi


Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 61
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 61
pemasaran, dan perencanaan penjualan.
e. Tinjauan Produksi yang meliputi kapasitas dan relisasi produksi, proses produksi,
bahan baku produksi, perencanaan produksi, dan AMDAL.
Dalam MAP, analis kredit menggunakan istilah Analisis Kualitatif dalam mengevaluasi
bisnis perusahaan.

7. Laporan Keuangan Historis.

Proposal harus menjabarkan laporan keuangan historis yang meliputi Neraca dan
Laporan Laba/ Rugi minimal dua tahun berturut-turut. Deskripsi laporan keuangan
historis bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan seberapa bagus kondisi
keuangan perusahaan. Penggunaan rasio keuangan seperti rentabilitas, likuiditas,
solvabilitas, dan aktivitas akan lebih merepresentasikan kinerja keuangan perusahaan.

8. Laporan Keuangan Pro Forma

Proposal harus menjabarkan proyeksi kinerja keuangan perusahaan yang disebut sebagai
Laporan Keuangan Pro Forma. Proyeksi Neraca dan Laporan Laba/ Rugi untuk lima
tahun mendatang akan memberi informasi mengenai prospek kinerja perusahaan setelah
investasi efisiensi energi.
a. Bagaimana investasi efisiensi energi dapat mendorong percepatan pertumbuhan
perusahaan dengan memberi sinyal peningkatan penjualan, laba bersih, return on
equity (ROE), atau return on investment (ROI).
b. Bagaimana investasi efisiensi energi dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi
leverage.
c. Bagaimana investasi efisiensi energi dapat meningkatkan aktivitas perusahaan
dengan sinyal peningkatan kebutuhan modal kerja.

9. Konfigurasi Energi Efisiensi

Proposal harus menjabarkan konfigurasi efisiensi energi, misalnya: penggantian mesin


dengan mesin yang lebih hemat energi, penambahan mesin, atau pengembangan sumber
energi alternatif. Selain itu, proposal juga harus menjelaskan tentang potensi
penghematan yang dapat diperoleh dari investasi efisiensi energi.

10. Estimasi Biaya dan Sumber Dana

62 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
62 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Proposal harus menjabarkan perhitungan estimasi biaya investasi dan sumber dana
pembiayaan proyek.
a. Berapa jumlah biaya investasi yang dihitung oleh perusahaan. Biaya investasi dapat
meliputi biaya pengadaan aset (tanah, bangunan, mesin, dll), biaya terkait proyek,
biaya persiapan operasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan.
b. Berapa jumlah biaya yang berasal dari penghasilan perusahaan dan dari pemegang
saham.
c. Berapa jumlah pembiayaan yang diajukan kepada kreditur/ bank.

11. Risiko Proyek dan Mitigasi

Proposal harus menjelaskan prosedur Measurement and Verification (M&V) untuk


menjamin bahwa efisiensi energi yang ditunjukkan dalam laporan Investment Great
Audit (IGA) dapat tercapai. Measurement and Verification dilakukan dalam dua tahap,
yaitu:
(1) Commisioning, yang merupakan inspeksi yang dilakukan pada saat awal dan akhir
dari proses instalasi untuk menjamin bahwa kinerja efisiensi energi telah sesuai.
(2) Risk mitigation, yang merupakan pengawasan terhadap produk efisiensi energi
selama masa pembiayaan sebagaimana tercantum dalam “M&V Plan”.

12. Penganggaran Modal

Proposal harus menjabarkan apakah proyek layak untuk dibiayai. Dalam penganggaran
Modal, terdapat tiga kriteria yang digunakan secara umum.
a. Net Present Value (NPV) harus positif.
b. Internal Rate of Return (IRR) harus lebih besar dari diskonto.
c. Payback Period, yang merupakan periode untuk mencapai break-event point (BEP),
harus pendek, sehingga perusahaan dapat mengumpulkan aliran kas jauh diatas biaya
investasi dalam jangka waktu yang pendek.

Dalam Proposal Pembiayaan efisiensi energi, Poin 7 hingga 12 tergabung dalam


Kinerja Keuangan, atau analis kredit dapat menggunakan istilah Analisis
Kuantitatif dalam MAP.

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 63
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 63
13. Agunan

Proposal harus menjabarkan agunan yang disediakan oleh debitur dalam bentuk properti
atau aset lain beserta spesifikasinya (ukuran aset dan nilai pasar).

14. Jadwal Proyek

Proposal harus menjabarkan jadwal pelaksanaan proyek, dari tahap permulaan hingga
pengakhiran.

15. Risiko Pembiayaan dan Mitigasi.

Berbeda dari analisis risiko proyek efisiensi energi dan mitigasi, pada bagian ini
menjabarkan analisis Risiko Pembiayaan dan Mitigasi terhadap pembiayaan yang
diajukan oleh debitur. Beberapa risiko yang kemungkinan muncul dapat berupa risiko
penyalahgunaan pembiayaan dimana dana digunakan untuk membiayai proyek lain,
risiko bisnis yang mempengaruhi pendapatan dan kondisi keuangan perusahaan, risiko
gagal bayar pada debitur dimana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban terhadap
kreditur, dan risiko dimana hasil dari efisiensi energi tidak seperti yang diharapkan.Bank
dapat menggunakan kebijakan untuk memitigasi risiko-risiko tersebut. Analisis Risiko
Pembiayaan dan Mitigasi dilakukan oleh analis kredit dan tertuang dalam MAP.

16. Usulan Fasilitas Kredit

Fasilitas kredit akan diberikan setelah analisis yang mendalam. Usulan Struktur Fasilitas
Kredit disusun oleh kredit analis untuk menyatakan rekomendasi pembiayaan terhadap
proposal Pembiayaan efisiensi energi yang diajukan oleh perusahaan.

Pada bagian ini tercantum informasi mengenai kreditur/ bank dan debitur/ perusahaan,
tipe fasilitas kredit, limit pembiayaan, tujuan pembiayaan, periode pembiayaan, periode
penarikan, biaya administrasi, margin, biaya lain-lain, instrumen penarikan, biaya penalti
keterlambatan, dan agunan. Selain hal-hal tersebut, dalam bagian ini terdapat rincian
syarat dan ketentuan seperti prasyarat penandatanganan, prasyarat pencairan, positive
covenant, negative covenant, hukum yang berlaku, dan prasyarat lainnya

64 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
64 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
.

3. Anatomi Proposal

Esensi Proposal kemudian akan dituangkan ke dalam Anatomi Proposal, yang merupakan
kerangka terstruktur sebagai acuan dalam menyusun proposal. Proposal Pembiayaan efisiensi
energi dan MAP memiliki anatomi tersendiri yang sedikit berbeda satu sama lain, namun
memiliki esensi yang sama.

Anatomi dari Proposal Pembiayaan efisiensi energi


meliputi:

A. RINGKASAN EKSEKUTIF ANATOMI PROPOSAL adalah kerangka


terstruktur sebagai acuan dalam menyusun
proposal.
Mengacu pada Esensi Proposal Poin 1, bagian ini
menyoroti identitas perusahaan, posisi keuangan
perusahaan, kapasitas keuangan dan sumber dana pelunasan hutang, agunan, dan tinjauan
industri dan bisnis.

B. LATAR BELAKANG

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 2 dan 3


Anatomy of Energy Efficiency Financing (EEF) Proposal
di mana perusahaan harus menjelaskan latar belakang
A. RINGKASAN EKSEKUTIF

dan tujuan proyek efisiensi energi.


B. LATAR BELAKANG

C. IDENTITAS PERUSAHAAN
C. IDENTITAS PERUSAHAAN

Seperti pada Esensi Proposal Poin 4, bagian ini D. TINJAUAN BISNIS

menjabarkan nama perusahaan, jenis industri, lokasi


perusahaan, manajemen, pemegang saham dan
pemangku kepentingan, dan anak perusahaan yang
E. KINERJA KEUANGAN
tergabung di dalam grup perusahaan.

D. TINJAUAN BISNIS

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 6 di F. AGUNAN

mana debitur harus menjelaskan rekam jejak perusahaan, G. JADWAL PROYEK

pengalaman dan kualifikasi manajemen, tinjauan


Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 65
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 65
lingkungan bisnis, dan tinjauan operasi yang meliputi produksi dan pemasaran.

E. KINERJA KEUANGAN

Bagian ini dapat menjadi bagian yang paling kompleks. Bagian ini merupakan gabungan
dari Esensi Proposal Poin 7 hingga 12. Perusahaan harus menjelaskan Kinerja Keuangan
Historis, menyusun Laporan Keuangan Pro Forma, menjabarkan Konfigurasi Proyek
efisiensi energi, menghitung Estimasi Biaya Investasi dan memaparkan Sumber Dana
Perusahaan, menaksir Risiko Proyek dan merancang Mitigasi, dan menyusun
Penganggaran Modal. Bagian ini sangat penting di mana angka-angka yang dihasilkan
dari perhitungan akan memperlihatkan seberapa prospektif proyek efisiensi energi dan
akan menetukan apakan proyek layak untuk dibiayai.

F. AGUNAN

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 13 di mana prusahaan harus menjabarkan
agunan beserta spesifikasinya (ukuran dan nilai pasar) yang disediakan untuk menjamin
kewajiban terhadap kreditur. Agunan dapat berupa properti atau aset lain.

G. Jadwal Proyek

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 14 di mana perusahaan harus
menjabarkan jadwal proyek dari fase permulaan hingga fase pengakhiran dalam
kerangka waktu yang spesifik.

Setelah proposal Pembiayaan efisiensi energi diajukan oleh perusahaan/ debitur kepada bank/
kreditur, analis kredit membuat analisis dan merekomendasikan pembiayaan melalui MAP
kepada divisi pembiayaan dalam suatu bank. Sebagaimana proposal Pembiayaan efisiensi
energi, MAP juga mengacu pada Esensi Proposal.

Anatomi dari MAP meliputi:

A. RINGKASAN EKSEKUTIF

Mengacu pada Esensi Proposal Poin 1, bagian ini menyoroti identitas perusahaan, posisi
keuangan perusahaan, kapasitas keuangan dan sumber dana pelunasan hutang, agunan,
66 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
66 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
dan tinjauan industri dan bisnis, peringkat kredit internal, kebijakan kreditur, dan
rekomendasi pembiayaan.

B. LATAR BELAKANG

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 2 dan 3. Namun berbeda dari proposal
Pembiayaan efisiensi energi yang menjelaskan tujuan dan manfaat proyek efisiensi
energi secara rinci, analis kredit merangkum tujuan proyek efisiensi energi yang telah
dijelaskan oleh debitur dan menyoroti pernyataan debitur untuk mengajukan pembiayaan.

C. IDENTITAS PERUSAHAAN

Seperti pada Esensi Proposal Poin 4, bagian ini menjabarkan nama perusahaan, jenis
industri, lokasi perusahaan, manajemen, pemegang saham dan pemangku kepentingan,
dan anak perusahaan yang tergabung di dalam grup
perusahaan.
Anatomy of Financing Analysis Memorandum (FAM)

D. ANALISIS FASILITAS NASABAH


A. RINGKASAN EKSEKUTIF

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 5. Analis B. LATAR BELAKANG

kredit mengevaluasi apakah sudah terdapat fasilitas


kredit untuk perusahaan, dan apabila sudah terdapat,
C. IDENTITAS PERUSAHAAN

maka analis kredit harus menjabarkan jumlah fasilitas D. ANALISIS FASILITAS NASABAH

kredit, jumlah yang sudah dicairkan, dan apakah fasilitas E. ANALISIS PERUSAHAAN

1. Analisis Kualitatif
kredit sudah melebihi plafon.

E. ANALISIS PERUSAHAAN

Analis kredit mengevaluasi kinerja perusahaan/ debitur 2. Analisis Kuantitatif

melalui Analisis Perusahaan. Analisis tersebut terbagi ke


dalam dua macam, yaitu:

① Analisis Kualitatif F. ANALISIS AGUNAN

G. RISIKO PEMBIAYAAN DAN MITIGASI


Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 6
H. ANALISIS USULAN KREDIT
dimana kredit analis menganalisis rekam jejak
Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 67
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 67
perusahaan, pengalaman dan kualifikasi manajemen, tinjauan lingkungan bisnis, dan
tinjauan operasi yang meliputi produksi dan pemasaran.

② Kuantitatif Analisis

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 7


hingga 12. Kredit analis membuat analisis
mengenai kinerja keuangan perusahaan/ debitur Selain analisis di dalam MAP, terdapat beberapa
KRITERIA PEMILIHAN yang menjadi dasar
yang meliputi analisis Kinerja Keuangan Historis,
pertimbangan bagi analis kredit untuk menyetujui
Laporan Keuangan Pro Forma, Konfigurasi proposal pembiayaan. Hal ini berhubungan dengan

Priyek Efisiensi Energi, Estimasi Biaya Investasi sponsor proyek, yaitu individual atau entitas yang
memulai, memiliki, dan mengembangkan proyek
dan Sumber Dana, Risiko Proyek dan Mitigasi, tersebut dan memiliki kekuatan dalam
serta Penganggaran Modal.It refers to the Point 7 pengambilan keputusan terhadap peminjaman
dan distribusi kekayaan. Kriteria tersebut seperti:
up to 12 of Proposal Essentials. Melalui analisis
a. Rekam jejak dalam menjalankan bisnis dan
ini, kredit analis dapat menyimpulkan seberapa proyek.

layak proyek untuk dibiayai. b. Apakah pemilik proyek mempunyai


kapabilitas dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan perencanaan
F. ANALISIS AGUNAN
manajemen yang sesuai untuk menjamin
keberlanjutan operasi proyek.
Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 13 di c. Berapa kontribusi ekuitas dalam proyek.

mana analis kredit mengevaluasi agunan yang d. Apakah pemilik proyek layak untuk
diberikan kredit.
disediakan oleh debitur, apakah agunan tersebut sesuai
untuk menjamin kewajiban kepada kreditur.

G. RISIKO PEMBIAYAAN DAN MITIGASI

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 15. Berbeda dari analisis Risiko Proyek
dan Mitigasi, pada bagian ini kredit analis menjabarkan risiko pembiayaan, misalnya
risiko penyalahgunaan pembiayaan dan risiko gagal bayar oleh debitur.

H. ANALISIS USULAN KREDIT

Bagian ini mengacu pada Esensi Proposal Poin 16 di mana analis kredit menyatakan
rekomendasi pembiayaan beserta syarat dan ketentuan terkait dengan kontrak
pembiayaan.

68 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
68 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan
Bagan berikut ini menunjukkan hubungan antara Esensi proposal dengan Anatomi
Proposal Pembiayaan efisiensi energi dan MAP.

ANATOMI PROPOSAL

PROPOSAL PEMBIAYAAN EFISIENSI ENERGI Esensi Proposal MEORANDUM ANALISIS PEMBIAYAAN

A. RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Ringkasan Eksekutif A. RINGKASAN EKSEKUTIF

B. LATAR BELAKANG 2. Tujuan Proyek B. LATAR BELAKANG

3. Manfaat Proyek

C. IDENTITAS PERUSAHAAN 4. Identitas Perusahaan C. IDENTITAS PERUSAHAAN

5. Fasilitas Nasabah D. ANALISIS FASILITAS NASABAH

E. ANALISIS PERUSAHAAN

D. TINJAUAN BISNIS 6. Tinjauan Bisnis Perusahaan 1. Analisis Kualitatif

7. Laporan Keuangan Historis

8. laporan Keuangan Pro Forma

9. Konfigurasi Proyek
E. KINERJA KEUANGAN 2. Analisis Kuantitatif

10.Estimasi Biaya dan Sumber Dana

11. Risiko Proyek dan Mitigasi

12. Penganggaran Modal

F. AGUNAN 13. Agunan F. ANALISIS AGUNAN

G. JADWAL PROYEK 14. Jadwal Proyek

15. Risiko Pembiayaan dan Mitigasi G. RISIKO PEMBIAYAAN DAN MITIGASI

16. Usulan Kredit H. ANALISIS USULAN KREDIT

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 69
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 69
Bab 6
Materi Virtual Case:
Proposal Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi

RINGKASAN MEMORANDUM ANALISA PEMBIAYAAN – LONG FORM


MAP No. 054/MAP/SYR/06/2013 tanggal 26/06/2013
1. Nama Nasabah : PT. Empat Sekawan Sejahtera
2. Bidang Usaha : Industri Makanan Minuman Lainnya (Kode Sektor 3190)
3. Group Usaha : PT. Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk.
4. Total Fasilitas : Limit
Jenis Jangka Waktu Margin
(Rp. Juta)
PIE Sublimit 16.067,00 60 bulan sejak tanggal pembukaan 9.50%
Pembiayaan fasilitas L/C atau SKBDN yang
L/C / SKBDN pertama.
Total (IDR) 16.067,00

Fasilitas eksisting Group Usaha a.n PT. Airasia Sawah Jaya (ASJ) dan PT.Cantika
Pratama Oetama (CPO), subsidiary PT. Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk posisi
08/07/2013:
Limit Baki debet Jatuh Kol
Jenis Margin
(Rp. Juta) (Rp.Juta) Tempo
PIE – ASJ 20.599,09 20.599,09 25/11/15 11% 1
PIE – CPO 41.093,32 41.093,32 25/11/15 11% 1
Total Fasilitas 61.692,41 61.692,41
Eksisting Group
Total Fasilitas 77.759,41 61.692,41
Group termasuk
Fasilitas Baru
ESS
.
5. Kewenangan Memutus : Menunjuk PDD No.0003/PDE/02/2013 untuk nasabah baru dengan limit Rp. 50
Milyar s.d Rp. 250 Milyar kewenangan memutus ada pada komite Pembiayaan III
6. Kondisi Keuangan : Kondisi Keuangan Historical pada 3 (tiga) periode terakhir adalah sebagai berikut

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 70

70 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Ratios 2010 2011 2012 % 2012 -2011 Q1 2013
ROE 9% 26% 24% -7% 8%
ROA 2% 6% 7% 11% 2%
A/R DOH 88 141 148 5% 148
INV DOH 194 100 126 26% 138
A/P DOH 41 34 78 127% 82
A/E DOH 2 1 1 3% 2
Net Trade Cycle 239 205 196 -5% 202
Penjualan (Juta IDR) 556,782 853,729 809,473 -5% 193,933
Sales Growth 53.33% -5.18% N/A -4.17%
HPP/Penjualan 71.17% 71.03% 67.87% -4% 69.31%
GPM 22.99% 25.68% 28.95% 13% 27.86%
SGA/Penjualan 6.87% 6.93% 7.45% 7% 4.16%
NOP (Juta IDR) 87,176 157,013 170,807 9% 45,141
Biaya Bunga/Penjualan 11% 8% 8% -4% 6%
NPAUI (Juta IDR) 16,612 62,622 72,470 16% 24,116
NPAUI / Penjualan 2.98% 7.34% 8.95% 22% 12.44%
Current Asset (Juta IDR) 352,067 515,472 537,129 4% 562,252
Net Fixed Asset (Juta IDR) 309,904 281,288 253,635 -10% 248,460
Total Liabilities (Juta IDR) 681,438 743,310 727,931 -2% 667,667
Total Equity (Juta IDR) 175,212 237,834 297,154 25% 321,270
Current Ratio 0.96 1.13 0.96 -15% 1.24
DER 3.48 2.42 1.74 -28% 1.40
Leverage 3.98 3.17 2.47 -22% 2.09
.
7. Kemampuan finansial : Kondisi keuangan Nasabah posisi tahun 2010 - 2012 cukup baik dan pemenuhan
dan sumber pelunasan kewajiban berasal dari hasil operasional perusahaan, dimana selama kurun waktu
kredit tersebut COPAT/FP > 1.

Berdasarkan hasil proyeksi laporan keuangan tahun 2013 – 2018, Proyeksi


NOPAT/FP dan COPAT/FP selama masa pembiayaan > 1.
DEBT
SERVICIN 2013 2014 2015 2016 2017 2018
G ABILITY
FP (81,576) (5,653) (5,248) (4,325) (3,928) (1,835)
NOPAT –
47,041 125,578 132,276 139,574 145,373 149,664
FP
NOPAT /
1.58 23.22 26.20 33.27 38.00 82.55
FP
COPAT –
79,213 161,923 170,309 179,315 186,565 191,457
FP
COPAT /
1.97 29.65 33.45 42.46 48.49 105.32
FP
8. Jaminan : Nilai Security Collateral Ratio sbb:

Fasilitas Limit
PIE - ESS 16,067
Total Fasilitas 16,067
Nilai Nilai
Nilai Pasar
Rasio-Rasio (% atas dasar) Likuidasi Pengikatan
Ad. Limit Ad. Limit Ad. Limit
Fixed Asset / Total PIE 53% 37% 53%
Mesin PIE / Total PIE 143% 100% 143%
Total Agunan / Total PIE 196% 137% 196%

71 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 71
9. Obligor Rating : Rating Internal berdasarkan laporan keuangan audited :
• Tahun 2010 adalah BBB -
• Tahun 2011 adalah A-
• Tahun 2012 adalah A
10. Industri dan Bisnis : Jumlah Penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 200 juta jiwa dan pertumbuhan
perekonomian Indonesia yang pesat memberikan peluang bagi pengembangan
lebih lanjut usaha ESS dan ESSF Group dimasa yang akan datang. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi tersebut, penghasilan masyarakat indonesia juga mengalami
peningkatan. Hal itu terlihat dari trend kenaikan pendapatan perkapita penduduk
indonesia dari tahun ke tahun. Dengan adanya kenaikan pendapatan per kapita
maka permintaan akan barang konsumsi khususnya makanan diharapkan akan
meningkat pula.

Ditinjau dari sisi kinerja ekspor, Pasar non-tradisional Asia merupakan pasar
potensial yang bisa dijadikan tujuan ekspor untuk meningkatkan ekspor Indonesia.
Produk makanan dan minuman olahan merupakan salah satu produk dari industri
makanan dan minuman yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap ekspor non
migas Indonesia. Agar produk makanan dan minuman olahan Indonesia tetap
berkontribusi terhadap ekspor non migas maka industri makanan dan minuman
perlu melakukan pengembangan ekspor ke pasar non-tradisional Asia. Pada tahun
2012, nilai ekspor produk makanan dan minuman Indonesia tercatat 4.49 Milyar
Dolar AS dengan trend dari tahun 2008 – 2012 yang meningkat sebesar 15%.
11. Justifikasi Eksport : Tujuan negara pemasaran ekspor produk pengolahan makanan ESSF Group untuk
permen adalah USA, UK, Australia, Korea dan Jepang . Untuk produk mie instan,
daerah tujuan pemasaran produk ESSF Group adalah Australia. Untuk produk
Biskuit, ESS telah menandatangani kontrak penjualan tahun 2005 dengan World
Food Programme untuk memproduksi dan mensuplay Fortified Biscuit (biskuit
yang diperkaya vitamin dan mineral) untuk dikirim ke negara-negara yang
memerlukan bantuan pangan seperti Irak, Pakistan, Bangladesh, Myanmar dan juga
diekspor ke Italia dan Malaysia. Berdasarkan keterangan nasabah, ekspor
berkontribusi hingga 25% dari total penjualan.
12. Account Strategy : Growth dengan pertimbangan :
Group - Kinerja/Performance perusahaan selama ini baik
- Track Record fasilitas kredit baik dan kolektibilitas selalu lancar
13. Bank Pembangunan : - Pengurus dan pemegang saham perusahaan tidak termasuk dalam perusahaan
Syariah Policy yang termasuk kredit macet dan daftar hitam perusahaan.
- Atas total fasilitas pembiayaan yang diperoleh PT. ESS dan group belum
melampaui BMPP.
14. Rekomendasi : 1. Fasilitas Pembiayaan Investasi Ekspor Sublimit Pembiayaan L/C / SKBDN
untuk pembiayaan Energi Efisiensi senilai IDR 16.067.000.000.
2. Tenor Fasilitas Pembiayaan 60 bulan sejak tanggal pembukaan LC atau
SKBDN.
3. Tenor pembukaan LC / SKBDN maksimal selama 180 hari sejak tanggal
pembukaan LC / SKBDN.
4. Fasilitas Pembiayaan dalam mata uang IDR dengan margin pembiayaan sebesar
9.5% (ALCO Basis).

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 72

72 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
I. MEMORANDUM ANALISA PEMBIAYAAN
SAP No. 057/SAP/SYR/06/2013 tanggal 30/06/2013
Perihal : Permohonan Fasilitas Baru
Nama Pemohon : PT. Empat Sekawan Sejahtera
Dasar Usulan : Surat Permohonan
Komite Pembiayaan Nama Jabatan
Pengusul : 1. Eko Wijaya Relationship Manager Pembiayaan Syariah
2. Joko Santoso Kepala Departemen Pembiayaan Syariah
3. Intan Mutiara Kepala Divisi Pembiayaan Syariah
Reviewer 1. Gama Wisata Risk Analyst Divisi Analisa Risiko Bisnis
2. Irawan Priambodo Ct. Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis
3. Arif Budiman Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis
Komite Pembiayaan II : 1. Trio Wahyudi Direktur Pelaksana I
2. Omar Hamzah Direktur Pelaksana IV
Wewenang Memutus : Komite Pembiayaan tingkat II

Berkas Data
 Surat Permohonan No.212/EMS/V/2013 tgl.17 Agustus  Spreadsheet Lap Keu 3 tahun terakhir
2013
 Laporan Keuangan Audited periode per 31 Desember  Laporan SID BI per tgl. 17/06/2013
2010,2011 dan 31 Desember 2012  Laporan Appraisal KJPP Rizki Djunaedy &
 Laporan Keuangan Inhouse periode 31 Maret 2013 Rekan No.073/D/LP.FR/RDR/X/2011
tgl.13/10/2011
 Laporan Investment Grade Audit (“IGA”) dari
Econoler

A. TUJUAN PROPOSAL

Melalui surat No. 212/EMS/V/2013 tanggal 17 Agustus 2013, PT. Empat Sekawan Sejahtera mengajukan permohonan
pembiayaan Energy Efficiency Project (EEP) dengan kebutuhan investasi sebesar Rp 22.016.000.000,- dan dengan
pembiayaan sebesar 80% dari Project Cost

B. INTERNAL CREDIT RATING SUMMARY


Historical Internal Rating perusahaan adalah sebagai berikut :

Date of Rating : 31/05/2013


Tahun Rating Position Score Outlook
2010 BBB- 48.72 Average
2011 A- 59.77 Good
2012 A 68.63 Good

C. INFORMASI NASABAH / CALON NASABAH & GROUP

• Informasi Umum
• Nama Nasabah : PT. Empat Sekawan Sejahtera (“ESS”)
• Tahun pendirian : 1995
• Bidang Usaha : Industri Pengolahan Makanan
• Group Nasabah : PT. Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk. (“ESSF”)
• Kode Sector Ekonomi Bank : 3190
Pembangunan Syariah
• Alamat Kantor : Gd. Alun-Alun, Jl. Bundaran Jaya Kav. 51, Jakarta Selatan

73 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 73
• Lokasi Pabrik : Semarang, Jawa Tengah.
• Key Person : Budi Luhur, Direktur Utama
• Tahun Hubungan dgn Bank : 2009
• Permodalan : Berdasarkan Akta No.19 tanggal 24 Juni 2008 dihadapan Notaris
Wimar Wijoyo, SH berdomisili di Semarang, modal dasar perusahaan
adalah Rp.150 Milyar dan modal disetor adalah Rp.110 Milyar
dengan rincian sbb :

Jumlah
Nama Pemegang Saham Nilai Saham (IDR ) %
saham
• PT Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk 109.890 109.890.000.000 99.9
• Susilo Bambang 110 110.000.000 0.10
Total 110.000 110.000.000.000 100
• Susunan Pengurus Susunan Pengurus dari PT. Empat Sekawan Sejahtera tercatat pada
Akta No.20 tanggal 24 Juni 2008 dihadapan Notaris Wimar Wijoyo,
SH berdomisili di Semarang sbb :
Dewan Komisaris
Komisaris Utama Susilo Bambang
Komisaris Herry Bengkoestanto
Dewan Direksi
Direktur Utama Budi Luhur
Direktur Budhi Istanto Suwito
Direktur Herry Koeswoyo

• Informasi Nasabah Group


Perusahaan yang tergabung dalam PT. Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk

PT. Empat Sekawan Sejahtera Food, Tbk.


PT Empat Sekawan Sejahtera Food, Tbk (“ESSF”) telah terdaftar sebagai perusahaan publik di Bursa Efek
Indonesia sejak tahun 2003. ESSF Group Perseroan merupakan perusahaan yang bergerak di sektor makanan
dan yang berhubungan dengan makanan melalui Entitas Anaknya. Kegiatan usaha Perseroan saat ini adalah di
bidang pengolahan makanan, pengolahan beras dan kelapa sawit.

Perseroan pada awalnya menjalankan usaha berbentuk perusahaan keluarga dengan nama Pabrik Mie Asia
yang dirintis sejak tahun 1959 di Ular, Sukoharjo, Jawa Tengah dan hanya memproduksi satu jenis produk,
yaitu bihun kering. Sampai dengan tahun 2012, ESSF memiliki 5 lokasi pabrik pengolahan makanan dengan
174 jaringan distribusi, 2 lokasi pabrik pengolahan beras dan 1 lokasi yang terdiri dari 2 pabrik pengolahan
beras baru yang masih dalam tahap pembangunan, serta serta 7 lokasi perkebunan kelapa sawit.

Untuk sektor usaha makanan olahan, Perseroan melakukan kegiatan operasinya melalui Entitas Anak PT
Empat Sekawan Sejahtera (ESS), PT Putra Medan Indonesia (PMI), PT Bumi Biru Pancaran (BBP) dengan
Entitas Anaknya PT Putri Tani Pancaran (PTP) dan PT Sejahtera Pantas Jaya (SPJ).

Beberapa Perusahaan dalam Group ESSF dapat disampaikan sebagai berikut:

PT Empat Sekawan Sejahtera (ESS)


dimiliki oleh PT Empat Sekawan Sejahtera Food sebesar 99.9%, dan didirikan sejak tahun 1992 di Magelang.
PT ESS khusus untuk Basic Food dengan produk utama nasabah adalah mie dan bihun. Total omzet PT ESS
per Maret 2013 berkontribusi hingga 22% dari total omzet group PT ESSF.

PT. Putra Medan Indonesia (PMI)

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 74

74 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Didirikan sejak tahun 1994 di Jakarta dan diakuisisi oleh ESSF pada tahun 2008. PMI bergerak dibidang
industri pembuatan dan penjualan makanan ringan. Produknya termasuk biskuit, wafer stick dan permen
dengan merek dagang Gulas, Gulas Plus dan Growie

PT. Putra Tenaga Nusantara (PTN)


Didirikan sejak tahun 2006 di Magelang dan diakuisisi oleh perseroan pada tahun 2008. PPN bergerak
dibidang usaha pembangkit listrik dengan kapasitas produksi energi sebesar 3 MW yang digunakan untuk
menyuplai kebutuhan listrik dan uap panas bagi fasilitas – fasilitas ESSF. PPN juga membuka kesempatan
bagi ESSF untuk bermain di pasar energi nasional.

PT. Berjaya Investasi (BI)


Didirikan sejak tahun 1993 dan diakuisisi ESSF pada tahun 2008. Bergerak pada bidang usaha perkebunan
kelapa sawit yang terletak di Tanjung Seloka dan Kebun Lontar, kecamatan Pulau Laut Barat dan Pulau Laut
Selatan, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Pada tahun 2010, ESSF melalui BI mengakuisisi 5
perusahaan yang bergerak dibidang kelapa sawit yaitu PT. Medan Jaya Argo Palm yang berlokasi di
Kalimantan Tengah, PT. Astana Sukses Jaya (ASJ) dan PT. Cantika Pratama Oetama (CPO) yang berlokasi di
Kalimantan Barat, PT. Mesti Bisa Pantas berlokasi di Sumatera Selatan dan PT. Tiga Putra Sekawan yang
berlokasi di Riau.

PT. Dunia Pangan (DP)


Didirikan sejak tahun 2006 dan diakuisisi ESSF pada tahun 2010. Bergerak dibidang perdagangan dan
industri. Memiliki 3 entitas yaitu PT. Indonesia Berjaya Ungul (IBU) yang bergerak dalam produksi dan
perdagangan beras dan pabrik beras PT. Jakarta Sukses Raya (JSR) dan PT. Sukses Amanah Kerja Indonesia
(SAKTI). IBU didirikan tahun 2008 dan mulai beroperasi sejak Juni 2010. JSR diakuisisi pada akhir tahun
2010. Sejak akhur November 2012 SAKTI menjadi entitas anak tidak langsung perseroan.

PT. Bumi Biru Pancaran (BBP)


Didirikan tahun 2011 dan merupakan produsen makanan olahan dengan kapasitas terpasang per tahun untuk
biskuit sebesar 27.000 ton. BBP memiliki entitas anak yaitu PT. Putri Tani Pancaran (PTP) dan PT. Sejahtera
Pantas Jaya (SPJ). PTP memproduksi produk makanan ringan KORO yang diakuisisi dari PT. Unimas
Indonesia Tbk dengan fasilitas produksi yang berlokasi di Bogor, Medan dan Kalimantan dengan kapasitas
7.500 ton per tahun.

• Relationship dengan Nasabah


a. Aktivitas Ekspor :
Tujuan negara pemasaran ekspor produk pengolahan makanan ESSF Group untuk permen adalah USA, UK,
Australia, Korea dan Jepang . Untuk produk mie instan, daerah tujuan pemasaran produk ESSF Group adalah
Australia. Untuk produk Biskuit, ESS telah menandatangani kontrak penjualan tahun 2005 dengan World
Food Programme untuk memproduksi dan mensuplay Fortified Biscuit (biskuit yang diperkaya vitamin dan
mineral) untuk dikirim ke negara-negara yang memerlukan bantuan pangan seperti Irak, Pakistan, Bangladesh,
Myanma dan juga diekspor ke Italia dan Malaysia. Berdasarkan keterangan nasabah, ekspor berkontribusi
hingga 25% dari total penjualan.
b. Resume Hasil OTS/Call Report :
- Pertemuan antara pihak ESSF, pihak ADB yang diwakili Econoler serta pihak Bank Pembangunan Syariah
yang diwakili Divisi International dan Divisi Pembiayaan Syariah telah berlangsung selama beberapa kali
dengan perincian progress sebagai berikut :
• 3 Februari 2012 : Presentasi pertama mengenai proyek dan program pembiayaan EEP.
• 7 Februari 2012 : Survey industri telah dikirim dan diisi oleh management energy ESSF
• Maret & April 2012 : Kunjungan pabrik pertama untuk investigasi peluang EEP.
• Juli 2012 : Penandatanganan MOU antara ESSF dan Bank Pembangunan Syariah.
• Agustus & September’12 : Kunjungan pabrik untuk memperoleh informasi detail dan data IGA.
• 30 September 2012 : Presentasi IGA di depan Divisi keuangan dan teknis ESS.

75 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 75
• Desember 2012 : Dewan Eksekutif ESSF menyetujui IGA dan meneruskan proses pinjaman.
• 14 Januari 2013 : Pertemuan dengan Relationship Manager dan Analis Resiko Bisnis untuk
mendiskusikan ketentuan pinjaman EEP.
- Adapun pilot project untuk fasilitas ini dilakukan untuk pabrik ESS yang berlokasi di Magelang Surakarta.
Untuk tahap awal, proyek ini difokuskan untuk pabrik mie kering dan pabrik bihun kering yang dikelola
ESS.

D. FASILITAS NASABAH & GROUP

1. Fasilitas di Bank Pembangunan Syariah (Posisi data tanggal 30/06/2013 )


ESS saat ini belum menjadi Nasabah Bank Pembangunan Syariah, Pembiayaan Bank Pembangunan Syariah
kepada ESSF Group saat ini diberikan kepada PT. Cantika Pratama Oetama (CPO) dan PT. Airasia Sawah Jaya
(ASJ).
No. Jenis Limit Baki debet Jatuh Margin Kol
(Rp. Juta) (Rp.Juta) Tempo
1. PT. Empat Sekawan Sejahtera
NIHIL
2. PT. Airasia Sawah Jaya (ASJ)
PIE – ASJ 20.599,09 20.599,09 25/11/15 11% 1
3. PT. Cantika Pratama Oetama (CPO)
PIE – CPO 41.093,32 41.093,32 25/11/15 11% 1
Total Fasilitas Eksisting Group 61.692,41 61.692,41

2. Review Fasilitas Pembiayaan Investasi a.n PT. Airlangga Sawit Jaya dan PT. Charindo Palma Oetama
• ESSF memperoleh fasilitas pembiayaan investasi ekspor dengan limit fasilitas sebesar IDR 100.000.000.000,-
dari Bank Pembangunan Syariah yang terdokumentasi pada PK No. 83 tgl. 26 Mei 2010 yang dibuat di hadapan
Yualita, SH, Notaris di Jakarta. Tujuan pembiayaan tersebut adalah untuk refinancing pembangunan kebun
kelapa sawit milik PT Airasia Sawah Jaya (ASJ) dan PT Cantika Pratama Oetama (CPO).
• Sehubungan dengan adanya restrukturisasi grup usaha ESSF pada akhir tahun 2010 dimana beberapa
perusahaan dalam grup usaha yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, termasuk ASJ dan CPO
dialihkan kepemilikan sahamnya dari PT Tugu Palma Sejahtera (ESS) kepada PT Bumiraya Investindo (BRI)
dan masuknya investor baru yaitu Bunge Agribusiness Singapore Pte Ltd maka ESSF mengajukan pengalihan
fasilitas PIE yang telah diterimanya kepada ASJ dan CPO.
• Pengalihan fasilitas tersebut telah disetujui Bank Pembangunan Syariah yaitu kepada PT Airlangga Sawit Jaya
vide MKP No. No.065/MKP/ARB/03/2012 tgl 15 Maret 2012 dan a.n PT Charindo Palma Oetama vide MKP
No.066/MKP/ARB/03/2012 tgl 15 Maret 2012.
• Sampai saat ini pembayaran kewajiban baik pokok maupun bagi hasil lancar sesuai jadwal angsuran.

3. Fasilitas di Bank/Lembaga Keuangan Lain


Berdasarkan penelusuran BI Checking atas nama PT. Empat Sekawan Sejahtera dan PT. Empat Sekawan Sejahtera
Food Tbk (Induk Usaha) serta ASJ dan CPO untuk Posisi data tanggal 30 Juni 2013 sbb :
 Fasilitas Pembiayaan kepada PT. Empat Sekawan Sejahtera (No. 15/77202596/DPIP/PIK dan
No.15/77202627/DPIP/PIK tanggal 18/07/2013)
Jenis Limit Baki Debet Suku
No Valuta Jatuh Tempo Kol
Fasilitas (Rp Juta) (Rp Juta) Bunga %
BCA
1 KI 186 186 IDR 02/06/2014 7.8% 1
2 Kend 19 19 IDR 09/10/2013 10.5% 1
3 Kend 16 16 IDR 13/10/2013 10.5% 1
4 Kend 19 19 IDR 09/10/2013 10.5% 1
9 Kend 19 19 IDR 09/10/2013 10.5% 1
10 Kend 16 16 IDR 13/10/2013 10.5% 1
Total 275 275
Keterangan :

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 76

76 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
• Berdasarkan informasi nasabah, per tanggal 8 April 2013 ESS melunasi seluruh hutang perbankan termasuk
fasilitas LC dan SKBDN dari Bank Mandiri sebesar Rp 530.972.652.225 dan Muamalat sebesar Rp
8.550.232.210.
• Adapun dana yang digunakan untuk pelunasan berasal dari ESSF yang dicatat sebagai Hutang Pemegang Saham
Subordinasi.

 Fasilitas Pembiayaan kepada PT. Empat Sekawan Sejahtera Food Tbk (No.15/77202595/DPIP/PIK,
No.15/77202629/DPIP/PIK dan No.15/77202528/DPIP/PIK tanggal 17/06/2013)
Jenis Limit Baki Debet Suku
No Valuta Jatuh Tempo Kol
Fasilitas (Rp Juta) (Rp Juta) Bunga %
Rabobank
1 KMK 10.795 10.795 IDR 21/09/2013 10.83% 1
Sub Total 10.795 10.795
Pan Indonesia Bank
1 SBPM - Obligasi 64.000 64.000 IDR 21/09/2013 10.83% 1
Sub Total 64.000 64.000
Total 74.795 74.795

 Fasilitas Pembiayaan kepada PT. Cantika Pratama Oetama (CPO) (No.15/77204780/DPIP/PIK dan
No.15/77204836/DPIP/PIK tgl.18/07/2013)
Jenis Limit Baki Debet Suku
No Valuta Jatuh Tempo Kol
Fasilitas (Rp Juta) (Rp Juta) Bunga %
ORIX Indonesia Finance
1 KI 317 256 IDR 26/10/2015 13,61% 1
2 KI 279 202 IDR 31/07/2015 10,34% 1
3 KI 4.626 3.039 IDR 13/10/2013 13,61% 1
4 KI 913 574 IDR 09/10/2013 13,61% 1
5 KI 665 289 IDR 03/06/2013 13,61% 1
6 KI 294 144 IDR 03/06/2013 13,62% 1
Sub Total 7.094 4.503
Bank Pembangunan Syariah
1 KI 61.280 41.093 IDR 25/11/2015 11,00% 1
Sub Total 61.280 41.093
Total 68.374 45.596
 Fasilitas Pembiayaan kepada PT. Airasia Sawah Jaya (ASJ) (No.15/77204745/DPIP/PIK tgl.18/07/2013)
Jenis Limit Baki Debet Suku
No Valuta Jatuh Tempo Kol
Fasilitas (Rp Juta) (Rp Juta) Bunga %
Bank Pembangunan Syariah
1 KI 30.721 20.599 IDR 25/11/2015 11,00% 1
Total 30.721 20.599

4. Fasilitas Yang Diusulkan


Limit Pembiayaan Suku
Jenis Fasilitas Jangka Waktu Ket
Existing +/- Total Bunga
PIE Sublimit 0 16.067 16.067 9.50 % p.a 60 bulan sejak tgl pembukaan Baru
Pembiayaan L/C fasilitas L/C/SKBDN pertama.
/ SKBDN
TOTAL 0 16.067 16.067

5. Perhitungan BMPP
Rincian Nilai (IDR juta)
Modal Bank Pembangunan Syariah per Juni 2013 7.946.810
o BMPP Pihak tidak terkait untuk peminjam individu adalah sebesar 1.430.426
o BMPP Pihak tidak terkait untuk kelompok peminjam adalah sebesar 1.788.032
Total Limit fasilitas Pembiayaan atas Group PT Empat Sekawan Sejahtera Food
Tbk
Pembiayaan Investasi Eksport - ESS 16.067

77 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 77
Rincian Nilai (IDR juta)
Fasilitas PIE Eksisting a.n ASJ 20.599
Fasilitas PIE Eksisting a.n CPO 41.093
Total Fasilitas Pembiayaan 77.759
% Terhadap Modal 1%
Kesimpulan : Fasilitas pembiayaan kepada Anak Perusahaan Group PT Empat Sekawan Sejahtera Food
BELUM melampaui BMPP internal Bank Pembangunan Syariah (Inhouse Limit maupun BMPP sesuai PMK
yang berlaku).

E. ANALISA PERUSAHAAN

1. Kualitas Kualitatif
a. Pendirian, Perizinan, Kewenangan dan Track Record Perusahaan
PT. Empat Sekawan Sejahtera (ESS) didirikan pada tanggal 2 Agustus 1990 berdasarkan akta no. 10 dibuat
dihadapan notaris Tjondro Santoso SH dengan nama awal PT. Empat Sekawan Sejati . Kemudian pada
tanggal 29 Januari 1992 berubah nama menjadi PT. Empat Sekawan Sejahtera tertuang pada akta No.72
tanggal 29 Januari 1992. Akta pendirian ini telah disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia tanggal 23 Januari 1993 No. C2-436 HT.01.01.Th93.
Legalitas Perusahaan sbb :
1. Surat Keterangan Domisili Perusahaan : 474/25/II/2012
2. NPWP : 01.545.452.3-528.001
3. SIUP : 517/722/29/2011 berlaku s.d 13/02/2014
4. TDP : 11 14 115 00046 berlaku s.d 13/02/2014
5. Izin Gangguan / HO : 530/1942/35/2008 berlaku s.d 29/08/2013
b. Karakter dan Management
ESS dikelola oleh team yang terdiri dari para profesional dan manajemen yang berpengalaman di Industri
makanan.
1. Budi Luhur, Direktur Utama
Walaupun ESS berdiri pada tahun 1990, bisnis perusahaan telah berjalan sudah hampir 1 abad. Dalam hal
ini Sdr. Budi Luhur merupakan salah satu dari generasi penerus ke-3 yang melanjutkan usaha para
pendahulunya serta melakukan ekspansi dan diversifikasi usaha sesuai dengan peluang bisnis yang ada.
Lulus dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, jurusan Teknologi Pangan pada tahun 1991. Karir
dimulai dengan mendirikan PT Empat Sekawan Sejahtera pada tahun 1992. Di tahun 2003, diangkat
menjadi Direktur Utama PT Empat Sekawan Sejahtera dan telah memimpin Perusahaan hingga kini.
Selain itu, saat ini juga memegang berbagai posisi penting lainnya diantaranya: Direktur Utama PT
Empat Sekawan Sejahtera Food, Tbk sejak tahun 1992 dan Komisaris Utama PT Bumi Raya Investindo
sejak 2006.

2. Budhi Istanto, Direktur


Menyelesaikan pendidikan S1 dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada tahun 1995. Beberapa
posisi yang dijabat hingga tahun 2010 adalah Direktur PT Empat Sekawan Sejahtera Food, Tbk, Direktur
PT Poly Meditra Indonesia sejak 2006, Direktur Utama PT Sriwijaya Panganindo Prima Lestari sejak
2002, dan Komisaris PT Borneo Panganindo Prima Lestari sejak 2001, Komisaris PT Poly Meditra
Indonesia pada tahun 2003 hingga 2006.

3. Herry Koeswoyo, Direktur


Menyelesaikan pendidikan di University of Minnesota Twin Cities di bidang Science in Bio-system and
Agricultural Engineering pada tahun 1998. Memulai karir sebagai Business Development Manager PT
Empat Sekawan Sejahtera pada tahun 1999. Kemudian menjabat sebagai Operational Director PT Empat
Sekawan Food, Tbk sejak tahun 2007 dan pada tahun 2011 diangkat menjadi Komisaris PT Empat
Sekawan Food, Tbk. Selain itu, saat ini juga memegang berbagai posisi penting lainnya diantaranya:
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 78

78 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Direktur PT Poly Meditra Indonesia sejak tahun 2006. Sebelumnya pernah menjabat sebagai komisaris
PT Poly Meditra Indonesia sejak tahun 2003 hingga 2006

c. Industri dan Usaha Nasabah


1. Analisa Ekonomi Makro – Kondisi Umum (www.bi.go.id)
Perekonomian Indonesia pada 2012 tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3% dan diprakirakan akan meningkat
pada 2013 dan 2014. Daya tahan perekonomian selama ini didukung oleh stabilitas makro dan sistem
keuangan yang terjaga sehingga mampu memperkuat basis permintaan domestik. Kinerja konsumsi
rumah tangga dan investasi yang meningkat mampu menahan dampak turunnya pertumbuhan ekspor
terutama mulai paruh kedua 2012. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh
kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, serta sektor Pengangkutan
dan Komunikasi. Dari sisi kawasan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah semakin berkurang,
tercermin dari kontribusi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang semakin baik.
Pada tahun 2013-2014, perekonomian Indonesia diprakirakan dapat mencapai kisaran masing-masing
6,3% - 6,8% dan 6,7% - 7,2%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi yang terus meningkat dan
investasi yang tetap kuat, sementara ekspor diprakirakan akan membaik.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2012 masih mencatat surplus, meskipun
mengalami tekanan defisit transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang
dan merosotnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya kinerja ekspor. Di sisi lain, impor
masih tumbuh cukup tinggi, terutama dalam bentuk barang modal dan bahan baku, sejalan dengan
meningkatnya kegiatan investasi. Tingginya impor juga tercatat pada komoditas migas akibat
melonjaknya konsumsi BBM, sehingga berdampak pada defisit neraca migas yang terus meningkat dan
menambah tekanan pada defisit transaksi berjalan. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat
kenaikan surplus yang cukup besar terutama didukung oleh investasi langsung (PMA) dan arus masuk
modal portofolio, baik dalam pasar saham maupun pasar obligasi, yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Desember
2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah. Ke depan, bank central harus mewaspadai perkembangan defisit transaksi berjalan
dan akan terus mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah agar defisit tersebut menurun ke
tingkat yang sustainable sehingga keseimbangan eksternal tetap terjaga. Nilai tukar Rupiah pada 2012
mengalami depresiasi dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara point-to-point melemah
5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp9.638 per dolar AS. Tekanan depresiasi terutama terjadi pada
triwulan II dan III tahun 2012 terkait dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di
kawasan Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portfolio asing ke Indonesia. Dari sisi
domestik, tekanan Rupiah berasal dari tingginya permintaan valas untuk keperluan impor di tengah
perlambatan kinerja ekspor. Nilai tukar Rupiah kembali bergerak stabil pada triwulan IV-2012 seiring
dengan peningkatan arus masuk modal asing yang cukup besar, baik dalam bentuk arus masuk modal
portofolio maupun investasi langsung.

2. Analisa Industri Makanan & Minuman Indonesia 2013 (Industry Update Bank Mandiri )
Jumlah populasi Indonesia yang besar, didukung oleh index daya beli yang semakin meningkat setiap
tahunnya serta peningkatan pendapatan dari golongan kelas menengah menjadi hal utama yang
mendorong pertumbuhan permintaan akan produk Industri makanan dan minuman. Menurut Gabungan
Asosiasi Pengusahan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memprediksi nilai penjualan seluruh
industri makanan dan minuman pada tahun 2013 mencapai Rp 770 Trilyun. Besarnya potensi pasar,
terutama dari golongan masyarakat kelas menengah diharapkan mendorong konsumsi masyarakat atas
produk makanan dan minuman. Berdasarkan riset dari Mc Kinsey memprediksikan bahwa belanja
tahunan masyarakat terkait dengan produk makanan dan minuman di Indonesia akan meningkat dari USD
73 Milyar ditahun 2011 menjadi sebesar USD 194 Milyar ditahun 2030. Peningkatan populasi middle
class income memiliki efek yang sangat signifikan untuk perkembangan industri pemrosesan makanan
dan minuman dimana produk yang menawarkan kesehatan, kenyamanan serta gaya hidup diperkirakan
akan tumbuh signifikan seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup. Gaya
hidup dari masyarakat middle class dan juga ekspansi dari berbagai perusahaan F&B telah mendorong
konsumsi atas roti, makanan kaleng, mie instant dan lain sebagainya. Tercatat penjualan dari industri roti
dan kue pada tahun 2012 sebesar Rp 18 Trilyun, sedangkan untuk produk makanan kaleng diperkirakan
79

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 79
mencapai Rp 4.4 Trilyun. Industri pengolahan Mie Instant sepanjang tahun 2012 membukukan penjualan
sebesar Rp 20 Trilyun dimana volume penjualan mie instant untuk tahun 2013 diekspektasikan meningkat
sebesar 10%. Sementara itu, penjualan industri biskuit mencapai Rp 11.5 trilyun pada tahun 2012,
dimana biskuit berlapis coklat mencatat pertumbuhan penjualan sebesar 12% sepanjang tahun 2012.
Peningkatan jumlah masyarakat middle class income, perubahan gaya hidup serta tingkat kesadaran atas
kesehatan yang semakin membaik, telah meningkatkan pasar produk susu dan yogurt yang diestimasi
pada tahun 2012 memiliki sales sebesar Rp 2.4 trilyun.

Dari sisi produksi, industri F&B menjadi kontributor terbesar terhadap GDP diluar industri migas dengan
share yang meningkat dari 28.6% di tahun 2005 menjadi 36.3% di tahun 2012. Pertumbuhan industri
makanan dan minuman pada tahun 2013 ditargetkan sebesar 8%, relatif sama dengan realisasi tahun 2012
sebesar 7.7%. Jumlah pemain di industri F&B relatif banyak, dimana jumlah pemain dengan skala
menengah mencapai 5.297 perusahaan di tahun 2011. Beberapa pemain utama dalam industri F&B adalah
Indofood, Mayora, Nippon Indosari Corporindo, Ultrajaya, Siantar Top serta Empat Sekawan. Bahan
baku mendominasi struktur biaya dari industri F&B sebesar 60%-80%. Harga komoditas makanan seperti
gula, tepung dan kelapa sawit di tahun 2013 diprediksikan stabil bahkan cenderung menurun. Selain itu,
nilai tukar rupiah saat ini cenderung untuk terdepresiasi sepanjang tahun 2013. Tantangan lain yang
dihadapi oleh industri F&B adalah peningkatan UMR serta TDL walaupun secara struktur biaya relatif
kecil (<10%), Masih rendahnya kualitas infrastruktur menyebabkan gangguan distribusi dari bahan baku
serta kompetisi dari produk makanan import. GAPMMI memperkirakan nilai import F&B pada tahun
2013 dapat mencapai Rp 66 Triyun. Sementara itu, data dari Kementrian Perdagangan menunjukkan
bahwa impor dari produk F&B sepanjang 2007 – 2011 tumbuh sekitar 17% per tahun.

3. Analisa Persaingan Sektor Industri


a) Barrier to Entry

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 80

80 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Untuk bersaing dalam industri makan dan minuman di Indonesia, ESS dan ESSF Group akan
menghadapi berbagai tantangan atau hambatan yang dapat dipandang sebagai barrier-to-entry,
misalnya :
• Untuk menjadi pemain utama dibidang consumer good maka dibutuhkan rantai usaha yang kuat
mulai dari supply bahan baku, produksi hingga jaringan distribusi. ESS melalui ESSF telah
berpengalaman selama lebih dari 20 tahun dalam mengembangkan rantai tersebut hingga memiliki
skala usaha yang besar seperti saat ini
• ESSF merupakan perusahaan yang telah memiliki reputasi yang baik di Industri consumable food
dan telah mendukung program World Food Program selanjutnya ESSF mulai melebarkan
usahanya dengan menggeluti Perkebunan Kelapa Sawit
• ESSF menyadari akan industri yang berpotensi dan menguntungkan ini akan memikat banyak
investor dan menarik pemain baru untuk masuk dalam industri ini. Karena intu, ESSF telah
melakukan berbagai riset yang sudah berjalan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualtas
produk dan menperbaiki proses produksi agar semakin efisien dan efektif. ESSF juga berencana
untuk melakukan banyak perbaikan terhadap fasilitas dan infrastruktur untuk melakukan banyak
perbaikan terhadap fasilitas dan infrastruktur produksi sebagai antisipasi peningkatan target
kapasitas produksi serta persiapan untuk masuk ke beberapa produk makanan baru.

b) Posisi tawar pembeli (buyer)


Untuk mendukung strategi pemasarannya, ESS memiliki jaringan distribusi yang handal. Saat ini ESS
memiliki kurang lebih 60 distributor utama, diluar outlet-outlet, yang tersebar di seluruh wilayah
nusantara. Sementara ESS Food memiliki 174 distributor dan kurang lebih 62 ribu outlet untuk
memasarkan produknya. ESS telah memiliki hubungan track record yang lama dengan para
distributornya, dan posisi tawar pembeli (buyer) terhadap ESS selama ini relatif terkendali mengingat
ESS memiliki reputasi mampu memberikan produk dengan kualitas yang semakin memadai dan
menerapkan standar kualitas yang tinggi dengan harga yang kompetitif. Untuk mendukung strategi
pemasarannya, ESS juga berencana untuk menambah jumlah distributornya.

c) Posisi tawar produsen (supplier).


Lebih dari 60% omzet ESS berasal dari produk mie kering dan instan dengan bahan baku utama
untuk produksi adalah tepung terigu. Sebagian besar kebutuhan terigu dipasok oleh perusahaan
nasional, seperti Sriboga dan Bogasari. ESS telah menjalin kerjasama sejak lama dengan para
pemasok sehingga relatif tidak menemui kesulitan dalam menjaga ketersediaan pasokan bahan baku.

d) Barang Substitusi
ESS memfokuskan untuk memproduksi basic food, yaitu produk makanan yang harus diolah dahulu
sebelum dikonsumsi. Adapun produk basic food yang diproduksi berupa mie kering dan bihun kering
dan juga mie instant dan bihun instant. Produk subtitusi dari mie kering dan bihun kering berupa
makanan pengganti seperti makanan berbasis beras, kentang ataupun spagetii yang dihasilkan oleh
produsen lain. Namun, khusus untuk mie kering dan bihun kering, ESS telah memiliki market share
yang cukup besar 23% sehingga kemungkinan untuk pelanggan berpindah ke produk lain relatif kecil
dikarenakan merek mie kering ESS seperti mie ayam cap 2 telor sudah menjadi pilihan utama dari
restoran maupun pedagang makanan.

e) Kondisi Persaingan
Khusus untuk kategory basic food yang diproduksi oleh ESS merupakan market leader dalam
penguasaan market share dari produk basic food di Indonesia. Tercatat pada akhir tahun 2011, khusus
untuk mie kering dan bihun kering ESS memiliki pangsa
pasar sebesar 23%.

Produk ESS seperti Mie Kering cap ayam 2 telor dan


bihun kering superior telah memiliki pangsa pasar yang
cukup solid dikalangan pedagang makanan olahan dan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 81
menjadi merek pilihan para pedagang untuk memenuhi kebutuhan mie kering dan bihun kering.
Selain ESS, terdapat beberapa perusahaan besar yang masuk kedalam industri basic food khususnya
mie kering dan bihun kering, seperti Indofood melalui mie telor cap 3 ayam, PT. Kuala Pangan
melalui mie atom cap bulan dan PT. Wijaya Panca Sentosa melalui mie telor kuda menjangan.

Sedangkan untuk mie instant dan bihun instant, market share ESS masih terbilang sangat kecil karena
masih belum dapat bersaing secara optimal dengan merek – merek mie instant dari Indofood, Wings
Group, ABC, Nissin dan lain sebagainya.

d. Pemasaran
1. Produk/Jasa yang dipasarkan.
ESS sendiri memproduksi Basic Food seperti mie kering dan bihun kering serta mie instant dan bihun
instant.
Adapun merek – merek yang diproduksi ESS sbb :
• Mie Kering : Mie Ayam cap 2 dara, Superior, Filtra, Kurma, Spider, New Bossmi
• Mie Instant : Hahamie
• Bihun Kering : Superior (Putri Agung), Superior (Yumi), Superior (Raja), Tanam Jagung
• Bihun Instant : Bihunku

Pada tahun 2005, ESS menandatangani kontrak dengan WFP untuk penyediaan biskuit, namun perusahaan
yang memproduksi adalah PT. Poly Meditra Indonesia (pihak berelasi – Anak perusahaan ESSF yang
khusus memproduksi Consumer Food) sehingga pendapatan ESS dari Kontrak WFP sebenarnya adalah
pendapatan untuk PT. Poly Meditra Indonesia. Pada komponen penjualan ESS terdapat penjualan produk
lain – lain berupa penjualan bahan baku yang layak konsumsi tapi tidak memenuhi standard kualitas ESS
kepada pihak ketiga.

2. Market Share
Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 200 juta jiwa dan pertumbuhan perekonomian
Indonesia yang cukup pesat memberi peluang bagi pengembangan lebih lanjut usaha ESSF secara group.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi makan penghasilan masyarakat dan disposable income juga
mengalami peningkatan, yang terlihat dari tren kenaikan pendapat per kapita penduduk Indonesia dari
tahun ke tahun. Diharapkan dengan kenaikan pendapatan per kapita, permintaan akan barang konsumsi
khususnya makanan akan meningkat juga.

Untuk produk basic food khusunya mie kering ESS dan bihun kering merupakan market leader dengan
pangsa pasar 23%. Sedangkan untuk mie instant dan bihun instant masih dibawah produsen utama seperti
Indofood, Wings Food, ABC Food dsb, jadi masih merupakan follower.

3. Realisasi Penjualan
Realisasi penjualan ESS selama periode 2010 – 2012 sbb :
Penjualan Bersih 2010 2011 Δ 2012 Δ
Mie Kering dan Instan 312.824 490.500 57% 514.032 4,80%
Bihun Kering dan Instan 92.130 119.487 30% 183.512 53,58%
Biskuit WFP 135.687 159.449 18% 93.407 -41,42%
Lain-lain 36.689 110.241 200% 38.385 -65,18%
Subtotal 577.330 879.677 52% 829.336 -5,72%
Dikurangi Retur & Potongan Penjualan 20.549 25.948 26% 19.863 -23,45%
Penjualan Bersih 556.781 853.729 53% 809.473 -5,18%
Proporsi % % % Avg
Mie Kering dan Instan 54% 56% 62% 57%
Bihun Kering dan Instan 16% 14% 22% 17%
Biskuit 24% 18% 11% 18%
Lain-lain 6% 13% 5% 8%

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 82

82 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Penjualan Bersih 2010 2011 Δ 2012 Δ
Subtotal 100% 100% 100% 100%

Penjualan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 5.18%. Penurunan ini disebabkan adanya
penurunan penjualan biskuit WFP sebesar 41% serta produk lain – lain sebesar 65%. Sedangkan dari
produk inti ESS yaitu Mie Kering dan Mie Instan serta Bihun Kering dan Bihun Instan mengalami
peningkatan sebesar 4.8% dan 53%. Penurunan biskuit WFP disebabkan adanya perubahan schedule
pengiriman barang ke Iraq sesuai supply contract dengan UN, beberapa schedule pengiriman yang
seharusnya dilakukan pada tahun 2012 dimundurkan ke tahun 2013.

4. Pasar yang dituju


Produk yang dijual oleh ESS berupa Basic Food serta Biskuit untuk kontrak kepada WFP. Basic Food
adalah jenis produk yang harus diolah lebih dahulu sebelum dikonsumsi, biasanya banyak digunakan oleh
pedagang sebagai bahan masakan yang akan mereka sajikan kepada konsumen akhir. ESSF melalui ESS
telah menjadi pemimpin pasar dibidang bihun kering dan mie kering di Indonesia dengan market share
sebesar 28%. Konsumen Mie Kering pada umumnya restoran, perusahaan katering, ibu rumah tangga dan
pedagang kaki lima. Sedangkan produk bihun kering umumnya memiliki target konsumen terutama ibu
rumah tangga dan pedagang makanan olahan.

ESSF melalui ESS dipercaya sebagai pemasok makanan bagi berbagai program kemanusiaan oleh World
Food Program (WFP) sejak tahun 2005. Kepercayaan ini diraih dengan penuh karena perseroan telah
memenangkan tender yang diikuti perusahaan seluruh dunia untuk memasok produk – produk makanan
tersebut. Adapun penyaluran produk kontrak WFP diantaranya Myanmar, Bangladesh, Filipina, Pakistan
dan Irak.

5. Strategi Pemasaran
Pemasaran dari produk ESS disalurkan melalui ESSF sebagai induk usaha. Industri makanan merupakan
industri yang dinamis baik dari segi selera maupun dari segi permintaan. Dalam upaya meningkatkan
penjualan produk yang dihasilkan, ESS melalui ESSF berupaya memperkuat positioning setiap produk dan
melakukan diferensiasi melalui strategy quality dan strategy value.

Strategy Quality adalah memberikan produk produk dengan kualitas yang lebih baik dibanding produk
kompetitor sehingga menghasilkan kepuasan dan loyalitas dari pelanggan. Strategy value yang diterapkan
adalah dengan memberikan nilai yang lebih bagi kustomer baik melalui layanan yang lebih baik maupun
dengan mempertahankan harga yang terjangkau. Selain itu ESSF juga aktif melakukan berbagai invasi
baik untuk produk yang dihasilkan maupun promosi dan proses distribusinya. Dalam melakukan agenda
promosi, ESSF selalui melakukan aktifitas trade promo dan consumer promo. Trade Promo diberikan
dalam bentuk insentif kepada jalur distribusi dan toko ritel. Sedangkan consumer promo melalui kampanye
pemasaran melalui Iklan TV, Billboard dan promo kustomer.

6. Rencana Penjualan
Rencana penjualan ESS untuk tahun 2013 – 2014 diproyeksikan cukup konservatif hanya sebesar 5% per
tahun, untuk tahun 2015 sebesar 2,75% per tahun dan untuk tahun 2016 – 2018 tidak ada pertumbuhan
dengan asumsi sbb :
• Pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2013 berdasarkan asumsi makro APBN-P 2013 sebesar 6.3%.
• Komposisi produk menggunakan komposisi tahun 2012.
• Pertumbuhan penjualan pada tahun 2010 – 2011 tercatat sebesar 53% dan untuk tahun 2011 – 2012
menurun sebesar -5%. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, penurunan penjualan ini berasal dari
penurunan penjualan biskuit (-41%) serta produk lainnya (-65%). Namun untuk produk inti dari ESS
yakni mie kering serta bihun kering selama tahun 2011 – 2012 naik masing – masing 5% dan 53%.
• Produksi mie kering + instant diasumsikan mencapai puncak kapasitas produksi (utilisasi telah
mencapai 90%) pada tahun 2015, sehingga penjualan mie kering + instant tahun 2016 – 2018
diasumsikan stagnan

83 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 83
• Produksi Bihun Kering + instant diasumsikan mencapai puncak kapasitas produksi pada tahun 2014
sehingga penjualan Bihun Kering + instant tahun 2015 – 2018 diasumsikan stagnan
• Tidak ada penambahan kapasitas produksi.

Dengan asumsi tersebut, maka proyeksi penjualan 2013 – 2019 sbb :


Item % 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Nilai Penjualan 849.946 892.443 937.065 982.201 1.020.511 1.036.384
% 5,0% 5,0% 5,0% 4,8% 3,9% 1,6%
Mie Kering dan Instan 62% 526.806 553.146 580.804 609.844 640.336 648.000
Bihun Kering dan Instan 22% 188.072 197.476 207.350 216.000 216.000 216.000
Biskuit 11% 95.728 100.515 105.540 110.817 116.358 122.176
Lain-lain 5% 39.339 41.306 43.371 45.540 47.817 50.208

e. Teknis Produksi
1. Lokasi Proyek / Usaha
Lokasi pabrik dari ESS terletak di Jalan Solo – Magelang Km. 7,7, Desa Dagen, Kec. Jaten, Kab.
Karanganyar – Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan kantor pusat dari Empat Sekawan Group / PT. Empat
Sekawan Sejahtera Food Tbk beralamat di Plaza Mutiara lantai 9, CBD Kuningan, Jakarta.

2. Kapasitas Produksi dan Realisasi Produksi


Saat ini ESS memproduksi 4 jenis produk yaitu Mie Kering, Mie Instant, Bihun Kering dan Bihun Instant.
Adapun untuk memproduksi ke empat jenis produk tersebut, ESS memiliki 4 pabrik yang berada dalam 1
kompleks yaitu :
• Mie Kering : 8 Line
• Mie Instant : 4 Line
• Bihun Kering : 7 line
• Bihun instant + mie kering : 4 line
Total Line : 23 line

Untuk Mie Kering dan Mie Instant, total kapasitas dari ESS adalah sebesar 54 juta ton per tahun. Berikut
adalah perbandingan antara tingkat produksi, kapasitas terpasang dan utilisasi dari produk mie kering dan
mie instant selama periode 2010 – 2012 sbb :

ITEM 2010 2011 2012 CGAR

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 84

84 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
ITEM 2010 2011 2012 CGAR
Penjualan 312 490 514 28%
%Δ 57% 5%
Produksi 25 36 42 29%
%Δ 44% 16%
Kapasitas Terpasang 54 54 54
Utilisasi 46% 66% 77% 29%

Sedangkan untuk Bihun Kering dan Bihun Instant, total kapasitas dari ESS adalah sebesar 24 juta ton per
tahun. Berikut adalah perbandingan antara tingkat produksi, kapasitas terpasang dan utilisasi dari produk
Bihun Kering dan Bihun Instant selama periode 2010 – 2012 sbb :

30 Ribu Ton / Thn 85% 90%


80%
25
70%
56%
20 60%
48%
50%
15
40%
24 24 24
10 20 30%
14 20%
5 12
10%
0 0%
2010 2011 2012

Produksi Kapasitas Terpasang Utilisasi

ITEM 2010 2011 2012 CGAR


Penjualan 92 119 183 41%
%Δ 29% 54%
Produksi 12 14 20 33%
%Δ 16% 51%
Kapasitas Terpasang 24 24 24
Utilisasi 48% 56% 85% 33%

Sedangkan untuk produk biskuit untuk WFP, diproduksi oleh PT. Poly Meditra Indonesia, sister company
dibawah ESSF Group. Berdasarkan keterangan nasabah, Penjualan yang diterima ESS dari produk Biskuit
untuk WFP ditransfer kepada PT. Poly Meditra Indonesia. Sehingga produk yang benar – benar diproduksi
oleh ESS hanyalah basic food berupa mie kering – instant serta bihun kering – instant.

3. Proses Produksi
Proses produksi mie kering dan mie instant sbb :

85 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 85
Proses untuk pembuatan mie dan bihun pada umumnya adalah sama. Adapun alur produksi dapat diawali
dengan penuangan bahan tepung ke dalam secrew conveyor, pengadukan (mixing), pembentukan adonan
menjadi lembaran (roll-sheeting), pembelahan lembaran menjadi untaian mie (slitting), pengukusan
(steaming), pemotongan dan pelipatan (cutting and folding), penggorengan (frying), pendinginan (cooling)
dan pengemasan (packing).

4. Bahan Baku dan Bahan Penolong


Bahan baku utama untuk produksi makanan ESS adalah tepung terigu. Sebagian besar kebutuhan tepung
terigu dipasok oleh perusahaan nasional. Bahan baku lainnya adalah tepung jagung, beras, tepung tapioka,
minyak goreng dan pati gandum dimana sebagian besar dipasok dari dalam negeri dan sebagian kecil
berasal dari impor antara lain dari Australia, Malaysia dan Pakistan. ESS telah menjalin kerjasama sejak
lama dengan para pemasok sehingga relatif tidak menemui kesulitan dalam menjaga ketersediaan bahan
baku. Selain kualitas bahan baku yang tinggi, bahan baku yang digunakan juga memenuhi persyaratan
standar makanan dari Departement Kesehatan dan mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama
Indonesia.

5. Rencana Produksi
Dengan asumsi rencana penjualan sebesar 5 %, maka proyeksi produksi selama periode 2013 – 2018
sebagai berikut :

Mie Kering dan


Instant 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Harga Rata - Rata 12 12 12 12 12 12
Produksi 43,901 46,096 48,400 48,400 48,400 48,400
Kapasitas 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000
Utilisasi 81% 85% 90% 90% 90% 90%
Bihun Kering &
Instant 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Harga Rata - Rata 9 9 9 9 9 9
Produksi 20,897 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600
Kapasitas 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000
Utilisasi 87% 90% 90% 90% 90% 90%
Keterangan :
• Produksi mie kering + instant tahun 2013 diproyeksikan sebesar 43.901 ton atau meningkat 6%
dibandingkan tahun 2012 sebesar 41.503 ton.
• Tingkat utilisasi produksi mie kering + instant diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada tahun
2015 dimana tingkat utilisasi mencapai 90% atau sama dengan 48.400 ton per tahun.
• Produksi Bihun Kering + Instant tahun 2013 diproyeksikan sebesar 20.897 ton atau meningkat 2%
dibandingkan tahun 2012 sebesar 20.457 ton.
• Tingkat utilisasi produksi Bihun Kering + Instant diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada tahun
2014 dimana tingkat utilisasi mencapai 90% atau sama dengan 21.600 ton per tahun.

6. Aspek Sosial dan Amdal


Sebagian besar bahan baku yang digunakan dan diolah ESSF berasal dari produk-produk pertanian dan
bahan baku lainnya yang bersifat alamiah. Dalam proses produksinya hanya sedikit limbah produk yang
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 86

86 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
dihasilkan. Minyak goreng yang telah digunakan disaring dengan mesin penyaringan agar dapat
dipergunakan kembali, remah remah makanan olahan yang terbuang dari proses produksi dikumpulkan
dan dijual kembali ke pedagang kecil. Limbah cair dari proses pencucian bahan baku akan ditampung
terlebih dahulu sebelum diolah UPL.

Berdasarkan Surat Keterangan Nomor 660.1/623-19/2007 yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup
tanggal 13 Desember 2007 ESS telah melakukan pengurusan terhadap Izin Pembuangan Limbah Cair.
Selain itu juga telah mendapatkan Certificate of Registration No. LTIPB-SRACCP-020-2006 tertanggal 12
Juni 2006 tentang Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis Keamanan Pangan dengan ruang lingkup
biskuit dan wafer stick peringkat level 1 (satu).

2. Kualitas Kuantitatif
a. Analisa Laporan Keuangan Historical
Laporan keuangan yang dipergunakan untuk melakukan analisa kuantitatif adalah sbb :
• Laporan keuangan posisi Maret 2013 menggunakan laporan inhouse
• Laporan keuangan tahun 2012 – 2011 diaudit oleh KAP Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto (KAP
terdaftar sebagai Rekanan Bapepam dan rekanan Bank Pembangunan Syariah) melalui laporan
No.R/265.AGA/dwd.2/2013 tanggal 28 Maret 2013 dengan opini wajar tanpa pengecualian.
• Laporan keuangan tahun 2010 – 2011 diaudit oleh KAP Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto (KAP
terdaftar sebagai Rekanan Bapepam dan rekanan Bank Pembangunan Syariah) melalui laporan
No.R/339.AGA/dwd.1/2012 tanggal 11 April 2012 dengan opini wajar tanpa pengecualian.

(Rp Juta)
Thn Thn
Thn 2012 Q1 2013
Balance Sheet 2010 2011
Audited Audited Audited Inhouse
AKTIVA
· Current Asset 352.064 515.471 537.129 552.297
· Net Fixed Asset 309.904 281.288 253.634 248.460
· Non Current Asset 194.682 184.385 234.322 178.180
Total Asset 856.650 981.144 1.025.085 988.937
PASIVA
· Current Liabilities 368.959 455.648 558.564 443.733
· Long Term Liabilities 312.479 287.662 169.368 213.933
· Net Worth 175.212 237.834 297.153 321.271
Total Liabilities + Net Worth 856.650 981.144 1.025.085 978.937

AKTIVA
• Perbandingan Nilai Aset 2010 – 2011
Total Asset selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 15% dibandingkan dengan tahun 2010.
Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan yang signifikan di sisi current asset sebesar 46%. Dimana
pertumbuhan Current Asset didorong oleh Trade receivable pihak ketiga yang meningkat sebesar 145%
yang bersumber dari peningkatan AR kepada PT. Semar Kencana Sejati dari Rp 30 Milyar (2010) menjadi
Rp 104 Milyar (2011) dan PT. Tata Makmur Sejahtera (2010) menjadi Rp 65 Milyar (2011). Walaupun
AR meningkat namun AR DOH relatif stabil . Peningkatan Trade receivable yang sangat signifikant juga
menyebabkan perubahan komposisi AR yang sebelumnya sebesar 16% dari asset menjadi sebesar 34%
dari asset. Sedangkan dari Net Fixed Asset mengalami penurunan sebesar 9% dikarenakan tidak ada
penambahan asset dan semakin berkurang dengan peningkatan akumulasi depresiasi. Dari Non Current
Asset terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari advance on purchases dari Rp 16 M menjadi Rp 41
M berupa peningkatan uang muka untuk pembelian tepung terigu dan bahan pembantu lainnya sebagai
dampak dari peningkatan pembelian bahan baku, dimana pada tahun 2010 pembelian bahan baku sebesar
Rp 272 Milyar sedangkan tahun 2011 meningkat menjadi Rp 360 Milyar.
• Perbandingan Nilai Aset 2011 – 2012

87 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 87
Total Asset selama tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4% dibandingkan dengan tahun 2011.
Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan yang signifikan di sisi current asset sebesar 4%. Dimana
pertumbuhan Current Asset didorong oleh peningkatan inventory sebesar 16% yang disumbangkan oleh
peningkatan inventory raw material dari Rp 140 Milyar menjadi Rp 160 Milyar. Peningkatan yang cukup
signifikan juga terjadi pada due to affiliated dari Rp 135 Milyar menjadi Rp 185 Milyar.
• Perbandingan Nilai Aset 2012 – Q1 2013
Total Asset selama Q1 2013 mengalami penurunan sebesar 5%. Penurunan ini disebabkan due to related
parties yang menurun dari Rp 185 Milyar menjadi Rp 113 Milyar. Selain itu juga terjadi penurunan dari
AR sebesar 5% walaupun dari keseluruhan total current asset meningkat sebesar 3%.

PASSIVA
• Perbandingan Nilai PASSIVA 2010 – 2011
Total Passiva selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 15% dibandingkan dengan tahun 2010.
Peningkatan ini disebabkan pertumbuhan baik dari sisi total liabilities maupun dari sisi net worth. Tercatat
Total Liabilities meningkat sebesar 9% yang bersumber dari current liabilities yang meningkat sebesar
23%, sedangkan dari sisi Long Term Liabilities menurun sebesar 8%. Peningkatan Current Liabilities
disebabkan oleh peningkatan STD sebesar 14%, CPLTD sebesar 27% serta tax payable sebesar 175%.
Hutang bank jangka pendek dipergunakan untuk modal kerja perusahaan baik berupa cash loan, LC untuk
pembelian bahan baku serta Non Cash Loan lainnya, sedangkan fasilitas bank jangka panjang perusahaan
dipergunakan untuk pembiayaan kembali atas komplek pabrik yang berlokasi di Desa Sepat, Magelang.
Peningkatan Net Worth tercatat sebesar 36% yang disebabkan oleh peningkatan laba ditahan perusahaan.
• Perbandingan Nilai PASSIVA 2011 – 2012
Total Passiva selama tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4% dibandingkan dengan tahun 2011.
Peningkatan ini disebabkan oleh pertumbuhan Net Worth yang mengalami peningkatan sebesar 25%.
Sedangkan dari sisi total liabilities mengalami penurunan sebesar 2%. Walaupun dari sisi Current
Liabilities meningkat sebesar 23% maka dari sisi LTD mengalami penurunan sebesar 41%. Pengkatan
Current Asset disebabkan oleh AP yang meningkat sebesar 108% serta tax payable sebesar 83%.
Sedangkan STD hanya meningkat sebesar 6%.
• Perbandingan Nilai PASSIVA 2012 – Q1 2013
Total Passiva selama tahun Q1 2013 mengalami penurunan sebesar 5% dibandingkan dengan tahun 2012.
Penurunan ini disebabkan oleh Total Liabilities yang menurun sebesar 10% dikarenakan penurunan
Current Liabilities sebesar 22%. Dari sisi Net Worth terjadi peningkatan sebesar 6% dari akumulasi laba
ditahan. Berikut rincian dari hutang bank selama periode Q1 2013 – 2012 sbb :

Limit Q1 O/S
Detail Δ
2013 2012 Q1 2013
STD
Mandiri
KMK Revolving 120.000 120.000
KMK Fixed Loan 110.000 110.000 252.200
LC 170.000 65.798
Total STD 400.000 295.798 252.200 -15%
CPLTD
Mandiri 280.000 50.000 -100%
Muamalat 100.000 18.559 -100%
Total CPLTD 380.000 68.559 - -100%
LTD
Mandiri 149.546 187.047
Muamalat - 8.423
Total LTD - 149.546 195.470 31%
Total Bank Loan 780.000 513.903 447.670 -13%

LABA RUGI

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 88

88 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
(Rp Juta)
Thn Thn Thn
INCOME STATEMENT Q1 2013
2010 2011 2012
NET SALES 556,782 853,729 809,473 193,817
Cost of Goods Sold (COGS) 396,274 606,386 549,388 134,420
Depreciation Expense 32,523 28,129 25,761 5,484
GROSS PROFIT 127,985 219,214 234,324 53,913
Sales General & Adm. Expense
38,236 59,195 60,303 7,954
(SGA)
Depreciation Expense 2,573 3,006 3,214 818
NET OPERATING PROFIT
87,176 157,013 170,807 45,141
(NOP)
Other Expense / (Income)
· Interest Expense 62,341 69,013 62,988 11,393
· Interest Income (294) (150) (209) (22)
· FX Losses (Gains) 73 43 (25) (137)
· Sundry Expense (Income) 2,267 11,968 10,889 14,868
NPBT 22,789 76,139 97,164 19,039
· Income Tax - Current 6,150 17,349 25,905 4,923
· Income Tax - Deferred
NPBUI 16,612 62,622 72,470 14,116
NPAUI 16,612 62,622 72,470 14,116

RATIO Thn Thn 2011


Thn 2012 Q1 2013
2010
ROE 9.48% 26.33% 24.39% 4.36%
ROS (RETURN ON
2.98% 7.34% 8.95% 7.25%
SALES)
ATO (ASSET TURN
0.65 0.87 0.79 0.20
OVER)
ALEV (ASSET
4.89 4.13 3.45 3.08
LEVERAGE)
PROFITABILITAS
· SALES 556,782 853,729 809,473 193,933
· % CHANGE 53% -5% -4%
· CGS / SALES 71.17% 71.03% 67.87% 69.31%
· SGA / SALES 6.87% 6.93% 7.45% 4.16%
· NOP 87,176 157,013 170,807 45,141
· NOP / SALES 15.66% 18.39% 21.10% 23.28%
· NPBUI / SALES 2.98% 7.34% 8.95% 12.44%
· NPBUI 16,612 62,622 72,470 24,116
· NPBT / SALES 4.09% 8.92% 12.00% 14.97%
· NPAUI 16,612 62,622 72,470 24,116
· NPAUI / SALES 2.98% 7.34% 8.95% 12.44%
Keterangan:
• Penjualan nasabah tumbuh sebesar 53.33% di tahun 2011 namun mengalami penurunan sebesar 5.18% di
tahun 2012 yang terutama disebabkan pada penurunan di lini produksi biskuit dan produksi lain-lain.
Produk biskuit yang mengalami penurunan diproduksi oleh PT. Poly Meditra Indonesia (afiliated
company) yang merupakan bagian dari kontrak dengan World Food Programe.
• Berikut rincian penjualan pada tahun 2011-2012 (dalam jutaan Rupiah):

89 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 89
Penjualan (dalam juta Rp) Pertumbuhan Komposisi
2012 2011 % % 2012 % 2011
Mie Kering dan Instan 514.032 490.500 4,80% 63,50% 57,45%
Bihun Kering dan Instan 183.512 119.487 53,58% 22,67% 14,00%
Biskuit 93.407 159.449 -41,42% 11,54% 18,68%
Lain-lain 38.385 110.241 -65,18% 4,74% 12,91%
Subtotal 829.336 879.677 -5,72% 102,45% 103,04%
Dikurangi Retur & Potongan Penjualan 19.863 25.948 -23,45% 2,45% 3,04%
Penjualan Bersih 809.473 853.729 -5,18% 100,00% 100,00%
• Penurunan penjualan juga disebabkan oleh penurunan pada penjualan ke United Nations untuk World
Food Programme yang turun hingga sebesar 63.58% dibandingkan tahun sebelumnya. Turunnya penjualan
ini disebabkan adanya perubahan schedule pengiriman barang ke Iraq sesuai supply contract dengan UN,
beberapa schedule pengiriman yang seharusnya dilakukan pada tahun 2012 dimundurkan ke tahun 2013.
Penurunan penjualan tahun 2012 murni karena permintaan WFP untuk merubah schedule dan disanggupi
oleh ESS karena WFP merupakan salah satu prime customer dari ESS dan untuk menjaga hubungan baik
dengan WFP. Menurut info dari ESS, bahwa pengunduran kontrak ini hanya terjadi untuk tahun 2012 saja
namun untuk tahun 2013 – 2014 masih normal.
• Buyer utama dari nasabah dengan nilai penjualan bersih melebihi 10% dari total net sales adalah sebagai
berikut:
Penjualan (dalam juta Rp) % terhadap Net Sales
2012 2011 % 2012 % 2011
PT Semar Kencana Sejati 240.086 205.429 29,7% 24,1%
PT Tata Makmur Sejahtera 166.619 132.868 20,6% 15,6%
PT Kereta Kencana Mulia 78.052 58.814 9,6% 6,9%
United Nations for World Food Programme 51.463 141.301 6,4% 16,6%
Total 536.220 538.412 66,2% 63,1%
• Rasio COGS/Sales pada tahun 2010 dan 2011 berada pada kisaran 71%, turun menjadi sebesar 67.87% di
tahun 2012, sementara rasio SGA/Sales mengalami peningkatan menjadi sebesar 8.47% dari sebelumnya
sebesar 7.45%. Secara umum cost structure baik COGS dan SGA relatif stabil selama tahun 2010 – 2012.
Untuk Q1 2013 COGS/Sales tercatat sebesar 69% dan SGA/Sales hanya sebesar 4%.
• ROE pada tahun 2012 tercatat sebesar 24.39% menurun dari tahun 2011 sebesar 26.33%. Penurunan ini
disebabkan pertumbuhan NPAUI pada tahun 2012 sebesar 16% masih lebih kecil dibandingkan dengan
pertumbuhan net worth sebesar 25%.
• Usaha yang dijalankan Nasabah selama tiga tahun terakhir masih menguntungkan yang terlihat dari
NPAUI/Sales (ROS) bernilai positif dan menunjukkan peningkatan selama tiga tahun terakhir, berkisar
antara 2.98% s.d. 8.95%.

ASSET EFFICIENCY
ASSET EFFICIENCY Thn Thn Thn
Q1 2013
2010 2011 2012
ASSETS TURNOVER 0,65 0,87 0,79
0,20
A/R DOH 88 141 148
148
INV DOH 194 100 126
138
A/P DOH 41 34 78
82
A/E DOH 3 1 12
TRADE CYCLE 239 205 196
202
WORKING INVESTMENT 297.458 435.214 405.317
400.095
Keterangan:
• Selama tiga tahun terakhir, trade cycle nasabah cenderung menurun dimana TC pada tahun 2010 tercatat
sebesar 239 hari sedangkan pada tahun 2012 tercatat sebesar 196 hari , dengan asset turnover berkisar
antara 0.65 s.d. 0.87 kali.
• Di tahun 2012, A/R dan Inventory DOH cenderung lebih panjang dari posisi tahun sebelumnya,
dikarenakan posisi piutang dagang dan inventory yang meningkat, sementara nilai sales dan COGS yang
sedikit menurun. Hal ini pun mengakibatkan perputaran A/R dan Inventory menjadi lebih lambat.
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 90

90 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
• Sementara A/P DOH pun menjadi lebih panjang dikarenakan posisi hutang dagang nasabah yang
meningkat menjadi dua kali lipat, dan nilai COGS yang menurun. Nilai A/E DOH cenderung turun, namun
tidak signifikan.
• Kebutuhan modal kerja yang dilihat dari nilai Working Investment tercatat sedikit mengalami penurunan
di tahun 2012, disebabkan penurunan pada penjualan dan nilai hutang dagang serta accrued expenses dari
nasabah.

LIQUIDITY & LEVERAGE


LIQUIDITY & LEVERAGE Thn Thn Thn
Q1 2013
2010 2011 2012
CURRENT RATIO 0,95 1,01 0,96 1,20
QUICK RATIO 0,38 0,68 0,62 0,78
DEBT TO EQUITY RATIO 3,48 2,42 1,74 1,40
LEVERAGE 3,98 3,17 2,47 2,09
Keterangan:
• Likuiditas nasabah ditinjau dari Current Ratio berkisar di 1, namun sedikit menunjukkan penurunan di
tahun 2012 menjadi sebesar 0.96 disebabkan peningkatan asset lancar perusahaan sebesar 4% masih di
bawah pertumbuhan kewajiban lancarnya sebesar 23% yang sebagian besar disebabkan peningkatan
hutang dagang nasabah.
• Rasio DER nasabah cenderung menurun selama tiga tahun terakhir. Di tahun 2012, rasio DER nasabah
sebesar 1.74, turun dari posisi tahun lalu sebesar 2.42 disebabkan penurunan pada hutang jangka panjang
Bank dan CPLTD, sementara modal nasabah meningkat. Penurunan DER menunjukkan peningkatan
struktur pemodalan nasabah dan peningkatan kemampuan nasabah untuk dapat membayar hutang banknya.
Secara umum posisi leverage nasabah juga menunjukkan penurunan yang menggambarkan peningkatan
kemampuan modal nasabah untuk mengcover total kewajiban perusahaan.

DEBT SERVICING ABILITY


DEBT SERVICING Thn 2010 Thn 2011 Thn
Q1 2013
ABILITY 2012
TOTAL FINANCING
-62.341 -130.795 -141.364 -81.359
PAYMENT
NOPAT – FP 32.508 36.977 36.421 -47.232
NOPAT / FP 1,52 1,28 1,26 0,54
COPAT – FP 67.603 68.111 65.401 -40.930
COPAT / FP 2,08 1,52 1,46 0,62

Keterangan:
• Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas relatif baik. Hal ini tercermin dari NOPAT yang
dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan Financing Payment yang harus dibayarkan. NOPAT/FP di
tahun 2012 sedikit menurun menjadi sebesar 1.46 dibandingkan tahun 2011 sebesar 1.52.
• COPAT/FP selama kurun periode 2009 – 2011 selalu berada diatas 1. Hal ini menunjukkan kemampuan
nasabah atas pembayaran atas kewajiban – kewajiban perbankan yang relatif baik.

b. Analisa Proyeksi Keuangan


Asumsi
Pos Realisasi 2012 2013 -2018 Keterangan
Sales Rp. 809 2013 : Rp. 849 Tahun 2013 – 2014 diproyeksikan naik 5%
Milyar Milyar per tahun, kemudian pada tahun 2015 naik
2014 : Rp. 892 2.75%, 2016 - 2018 pertumbuhan stagnan
Milyar dengan asumsi full capacity tanpa ada
2015 : Rp. 917 penambahan kapasitas dan harga relatif tetap.
Milyar

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 91
Pos Realisasi 2012 2013 -2018 Keterangan
2016 : Rp. 917
Milyar
2017 : Rp. 917
Milyar
2018 : Rp. 917
Milyar
INV DOH 148 Hari 126 Hari
AR DOH 126 Hari 140 Hari
Rata – rata 3 tahun terakhir,
AP DOH 78 Hari 51 Hari
khusus COGS/Sales telah memasukkan unsur
AE DOH 1 Hari 1 Hari
Saving From Energy Efficiency sebesar
Trade Cycle 196 hari 213 hari
Rp.6.515 Milyar per tahun.
COGS/Sales 67.87% 69.31% - 70.02%
SGA/Sales 7.45% 7.08%
Kurs USD  Rp 9.800 / USD

(Rp Juta)
BALANCE SHEET 2013 2014 2015 2016 2017 2018
AKTIVA
· Current Asset 723,932 889,198 1,058,351 1,225,859 1,393,676 1,563,510
· Net Fixed Asset 244,306 207,962 170,687 133,412 96,137 58,863
· Non Current Asset 178,223 178,223 178,223 178,223 178,223 178,223
Total Aktiva 1,146,461 1,275,382 1,407,260 1,537,494 1,668,036 1,800,595
PASIVA
· Current Liabilities 165,155 168,499 170,428 170,379 168,593 166,808
· Long Term Liabilities 31,054 26,889 23,269 19,698 17,913 17,913
· Net Worth 410,252 539,995 673,564 807,417 941,530 1,075,874
Total Passiva 1,146,461 1,275,382 1,407,260 1,537,494 1,668,036 1,800,595

• AKTIVA
Total asset dari tahun 2013 s.d. tahun 2019 cenderung meningkat. Posisi current asset menunjukkan
peningkatan yang berasal dari asumsi pertumbuhan Trade Receivables dan Inventory sebagai dampak dari
peningkatan nilai penjualan perusahaan (penjualan tahun 2013 diproyeksikan tumbuh sebesar 10%
dibandingkan tahun 2012). Sementara dari sisi Net Fixed Asset cenderung mengalami penurunan
dikarenakan efek dari akumulasi depresiasi fixed asset.
• PASSIVA
Berdasarkan keterangan dari pihak ESS, terkait dengan penerbitan bond ESSF sebesar Rp 900 Milyar
pada tanggal 4 April 2013, Maka pada tanggal 8 April 2013 ESS melunasi seluruh hutang perbankan.
Adapun total hutang bank yang dilunasi sebesar Rp 539.522.884.465,- dengan perincian sbb :
- Bank Mandiri sebesar Rp 530.972.652.255,-
- Bank Muamalat sebesar Rp 8.550.232.210,-
Adapun dana dari ESSF dicatatkan sebagai hutang pemegang saham subordinasi.
Sedangkankan pada tahun 2013 diasumsikan ESSF mendapatkan fasilitas perbankan dari Bank
Pembangunan Syariah sebesar Rp 15.9 Milyar yang digunakan untuk fasilitas Energy Efficiency Project.
Sedangkan pertumbuhan Passiva bersumber dari peningkatan net worth yang berasal dari akumulasi laba
ditahan perusahaan.

(Rp Juta)
INCOME STATEMENT 2013 2014 2015 2016 2017 2018
NET SALES 849,947 892,444 917,025 917,025 917,025 917,025
Cost of Goods Sold (COGS) 595,161 618,404 635,617 635,617 635,617 635,617
Depreciation Expense 27,907 31,866 32,673 32,673 32,673 32,673
GROSS PROFIT 226,878 242,173 248,735 248,735 248,735 248,735
SGA 60,206 63,217 64,958 64,958 64,958 64,958

92 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Depreciation Expense 4,265 4,478 4,601 4,601 4,601 4,601
NET OPERATING PROFIT 162,407 174,478 179,175 179,175 179,175 179,175
· Interest Expense 11,610 1,488 1,083 705 358 50
NPBT 150,797 172,991 178,092 178,471 178,817 179,125
· Income Tax - Current 37,699 43,248 44,523 44,618 44,704 44,781
NPAUI 113,098 129,743 133,569 133,853 134,113 134,344
• NET SALES
Penjualan untuk tahun 2013 – 2014 diproyeksikan bertumbuh sebesar 5% per tahun. Pada tahun 2014
diproyeksikan kapasitas produksi dari lini bihun kering + instant mencapai puncaknya sehingga proyeksi
penjualan untuk bihun kering + instant menjadi stagnant. Hal ini menyebabkan penjualan untuk tahun
2014 diproyeksikan meningkat sebesar 2.75%. Untuk tahun 2015 diproyeksikan kapasitas produksi dari
lini mie kering + instant mencapai puncak sehingga proyeksi penjualan untuk miekering + instant menjadi
stagnant. Hal ini menyebabkan penjualan untuk tahun 2016-2018 diproyeksikan tidak ada pertumbuhan.
• COST STRUCTURE
Cost Structure baik COGS/Sales maupun SGA/Sales selama tiga tahun terakhir relatif stabil. COGS/Sales
selama periode 2010 – 2012 berada pada kisaran 68%-71%, proyeksi menggunakan rata-rata COGS/Sales
tiga tahun terakhir yaitu 70.02%. Sementara SGA/Sales berada pada kisaran 7%-an proyeksi menggunakan
rata-rata SGA/Sales tiga tahun terakhir yaitu sebesar 7.08%.
• NET OPERATING PROFIT
Net Operating Profit diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan kemampuan ESS dalam
meningkatkan penjualan dan menjaga cost structure perusahaan.
• NPAUI
Seiring dengan peningkatan NOP, NPAUI nasabah juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun

RATIO 2013 2014 2015 2016 2017 2018


ROE 27.57% 24.03% 19.83% 16.58% 14.24% 12.49%
ROS (RETURN ON SALES) 13.31% 14.54% 14.57% 14.60% 14.62% 14.65%
ATO (ASSET TURN OVER) 0.74 0.70 0.65 0.60 0.55 0.51
ALEV (ASSET
2.79 2.36 2.09 1.90 1.77 1.67
LEVERAGE)
PROFITABILITAS
· SALES 849,947 892,444 917,025 917,025 917,025 917,025
· % CHANGE 5.00% 5.00% 2.75% 0.00% 0.00% 0.00%
· CGS / SALES 70.0% 69.3% 69.3% 69.3% 69.3% 69.3%
· SGA / SALES 7.1% 7.1% 7.1% 7.1% 7.1% 7.1%
· NOP 162,407 174,478 179,175 179,175 179,175 179,175
· NOP / SALES 19.11% 19.55% 19.54% 19.54% 19.54% 19.54%
· NPBUI 113,098 129,743 133,569 133,853 134,113 134,344
· NPBUI / SALES 13.31% 14.54% 14.57% 14.60% 14.62% 14.65%
· NPBT / SALES 17.74% 19.38% 19.42% 19.46% 19.50% 19.53%
· NPAUI 113,098 129,743 133,569 133,853 134,113 134,344
· NPAUI / SALES 13% 15% 15% 15% 15% 15%

• RETURN ON EQUITY (ROE)


ROE diproyeksikan menurun dikarenakan tingkat pertumbuhan Net worth selama masa proyeksi sebesar
rata-rata 20% per tahun lebih besar dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan NPAUI sebesar rata-rata
14% per tahun.
• NPAUI/Sales relatif stabil pada kisaran 15%.

Proyeksi Rasio Likuiditas & Leverage


LIQUIDITY & LEVERAGE 2013 2014 2015 2016 2017 2018
CURRENT RATIO 4.38 5.28 6.21 7.19 8.27 9.37
QUICK RATIO 3.00 3.87 4.78 5.76 6.82 7.91

93 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 93
DEBT TO EQUITY RATIO 0.04 0.02 0.01 0.01 0.00 0.00
LEVERAGE 0.48 0.36 0.29 0.24 0.20 0.17
• Current ration (CR) selama periode proyeksi diproyeksikan > 1 dan relatif akan mengalami peningkatan
setiap tahunnya.
• DER diproyeksikan rendah, jauh dibawah 3x.

Proyeksi Rasio Asset Efficiency ESS


ASSET EFFICIENCY 2013 2014 2015 2016 2017 2018
TRADE CYCLE 213 213 213 213 213 213
A/R DOH 126 126 126 126 126 126
INV DOH 140 140 140 140 140 140
A/P DOH 51 51 51 51 51 51
A/E DOH 1 1 1 1 1 1
WORKING INVESTMENT 435,437 455,643 468,236 468,236 468,236 468,236
• TRADE CYCLE
Trade Cycle selama tahun 2013 – 2019 diproyeksikan sebesar 213 hari, dengan komposisi A/R DOH
selama 126 hari, INV DOH selama 140 hari, A/P DOH selama 51 hari serta A/E DOH 1 hari.
• WORKING INVESTMENT
Proyeksi kebutuhan modal kerja nasabah yang direpresentasikan dari nilai Working Investment relatif
terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan aktivitas usaha nasabah.

Proyeksi Repayment Capacity ESS


DEBT SERVICING ABILITY 2013 2014 2015 2016 2017 2018
NPAUI 113,098 129,743 133,569 133,853 134,113 134,344
NOPAT 128,617 131,231 134,652 134,558 134,471 134,394
COPAT 160,789 167,575 171,927 171,832 171,746 171,669
FINANCING PAYMENT (81,576) (5,653) (5,248) (4,325) (3,928) (1,835)
NOPAT – FP 47,041 125,578 129,404 130,233 130,543 132,559
NOPAT / FP 1.58 23.22 25.66 31.11 34.23 73.23
COPAT – FP 79,213 161,923 166,679 167,508 167,817 169,834
COPAT / FP 1.97 29.65 32.76 39.73 43.72 93.54
 Repayment Capacity
Repayment capacity dari ESS ditinjau dari nilai NOPAT/FP dan COPAT/FP relatif terus meningkat.
Selama masa proyeksi baik NOPAT/FP dan COPAT/FP diproyeksikan > 1.

c. Analisa Kebutuhan Pembiayaan Investasi


1) Tujuan Fasilitas Pembiayaan
Pengajuan pembiayaan investasi adalah untuk tujuan penambahan atau penggantian alat-alat di pabrik
yang akan menghasilkan penghematan energi bagi perusahaan. Sesuai hasil Investment Grade Audit (IGA)
pada tanggal 23 November 2012 yang telah dilakukan oleh Econoler (Konsultan ADB untuk Energy
Efficiency yang dibiayai dengan menggunakan dana Technical Assistance dari ADB) terdapat enam
potensi penghematan yang dapat dilakukan di dalam perusahaan, yaitu sebagai berikut:

a. Retrofit Lampu (Lighting Retrofit) di area produksi dan kantor (mengganti 65 sistem penerangan)
b. Pemasangan Insulasi baru untuk pipa steam, keran steam, boiler untuk feed water tank dan dryer untuk
mie di Plant 14
c. Sistem pengatur temperatur (temperature controller) yaitu pemasangan 2 keran kontrol uap baru untuk
14 dryer, bertujuan untuk meningkatkan kontrol produksi, dan mengurangi penggunaan uap di proses
pengeringan
d. Pemasangan Variable Speed Drives (VSD) pada motor di zona kipas individual pada 14 mesin
pengering mie
e. Pemasangan condensing economizers pada dua boiler utama, untuk memanaskan make up water dan
condensate return

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 94

94 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
f. Perbaikan Condensate Return System untuk meningkatkan jumlah air yang diolah untuk kemudian
dikembalikan ke boiler. Bertujuan untuk mengurangi produksi uap dan penggunaan batu bara

2) Perhitungan Fasilitas Pembiayaan Investasi


IDR (Million) USD ($000) @ 9,800
# Energy Savings Measure SAVINGS Capital SAVINGS Capital
("ESM") Electric Thermal TOTAL Cost Electric Thermal TOTAL Cost
1 Lighting Retrofit 73 73 249 $ 7 $ 7 $ 25
2 Insulation on Steam System & Dryers 2.917 2.917 12.348 298 298 1.260
3 Temperature Control for Dryers 1.555 1.555 4.312 159 159 440
4 VSDs on Fans for Dryers 401 401 1.389 41 41 142
5 Condensing Economizers 1.231 1.231 3.871 126 126 395
6 Condensate Return on Building #3 (49) 454 405 784 (5) 46 41 80
TOTAL 425 6.157 6.582 22.953 $ 43 $ 628 $ 672 $ 2.342

PROJECT FUNDING:
Project Construction Cost 22.953
Development Fees -
Legal and Due Diligence Costs -
Interest During Construction @ 9,5% 545
Guarantee Fees to 3rd Parties -
Loan Commitment Fee 1,0% 230
Total Financed Amount 23.728
Less Deposits: -
Total Project Financed Amount 23.728
Interest % of Capital
FINANCED AMOUNT: Rate Capital Cost
EIB Debt 9,5% 70% 16.067
Shareholder Loan 0,0% 0% -
Equity Investment 30% 7.661
TOTAL PROJECT 100% 23.728
• Total biaya investasi diestimasikan sebesar USD 2.3 juta atau ekuivalen Rp 22.9 miliar dengan asumsi
kurs Rp 9800. Nasabah berencana untuk melakukan pinjaman dalam mata uang IDR. Biaya bunga
selama konstruksi (interest during construction) selama 6 bulan sebesar Rp 545 juta akan dikapitalisasi
ke dalam project cost, sehingga total pembiayaan investasi yang diperlukan menjadi sebesar Rp 23.728
miliar. Atas hal ini, project cost PIE mengeluarkan perhitungan IDC tersebut.
• Porsi Bank Financing direncanakan sebesar 70% dari project construction cost atau sebesar Rp 16.067
miliar, sementara sisanya sebesar Rp 7.661 miliar atau 30% dari total kebutuhan investasi akan dibiayai
dari dana perusahaan (porsi self financing). Fasilitas Interest During Construction tidak ditawarkan
kepada nasabah mengingat jumlahnya yang tidak signifikan serta secara kondisi financial, Cash Flow
ESS diproyeksikan sangat mampu untuk membayar kebutuhan Interest During Construction.
• Fasilitas yang diusulkan berupa fasilitas pembiayaan investasi sub limit pembiayaan fasilitas LC /
SKBDN. Tenor opening LC atau SKBDN diusulkan maksimal selama 180 hari (6 bulan) dan jangka
waktu pembiayaan selama 60 bulan sejak tanggal opening LC / SKBDN yang pertama.
• Pembiayaan yang diusulkan dalam mata uang IDR dengan tingkat margin sesuai dengan ALCO sebesar
9.5%

3) Risiko dan Mitigasi Pembiayaan Energi Efisiensi


• Dalam melakukan pembiayaan Energy Efficiency, dilakukan prosedur Measurement and Verification
(M&V) untuk memastikan bahwa penghematan energi yang diindikasikan dalam laporan IGA dapat

95 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 95
tercapai, karena secara ideal penghematan energi tersebut yang akan digunakan oleh perusahaan untuk
membayar kewajibannya kepada Bank.
• Sistem M&V untuk Energy Efficiency Project ESS dilakukan dalam 2 langkah:
1. Commissioning: Inspeksi awal di akhir pemasangan untuk mengonfirmasi spesifikasi performa
EE cocok
2. Mitigasi Resiko dan M&V: Memonitor performa EEP selama periode pinjaman seperti yang
disetujui dalam ‘Rencana M&V’.
• Resiko dalam mencapai target penghematan energi beragam tergantung peralatan dan dapat
dikategorikan Tinggi, Sedang, Rendah tergantung tipe teknologi dan aplikasinya.
• Prosedur M&V spesifik untuk project Energy Efficiency ESS sebagai berikut:
1. RETROFIT LAMPU
• Pengecekan Awal (Commissioning) – Tim Konsultan melakukan pengecekan sampel dari
sistem lampu baru untuk mengonfirmasi besar watt yang dihasilkan.
• Mitigasi Resiko dan Monitoring (M&V) – Penghematan tercapai dari berkurangnya besaran
watt lampu per jam produksi. Tiga kemungkinan resiko:

2. INSULATION
• Pengecekan Awal (Commissioning) – Tim Konsultan akan mengambil sampel mengukur
berkurangnya panas yang keluar (panas yang dihasilkan sebelum dan setelah insulasi
dipasang) yang berdampak pada berkurangnya peralatan pemanas dan panas yang harus
dihasilkan dari boiler bertenaga batu bara.
• Mitigasi Resiko dan Monitoring (M&V) – Penghematan diperoleh dari berkurangnya panas
yang lepas dan uap yang digunakan per kg produksi dan berdampak pada pengurangan
belanja batu bara. Tiga resikonya di antaranya

3. TEMPERATURE CONTROLLER

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 96

96 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
• Pengecekan Awal (Commissioning) – Meteran untuk uap akan dipasang untuk masing-
masing dryer selama beberapa waktu, SEBELUM instalasi, untuk mendapat baseline energi
per unit produk dimana SETELAH pemasangan, suhu uap akan diukur lagi.
• Mitigasi Resiko dan Monitoring (M&V) – Penghematan didapat dari pengurangan uap per kg
produksi berdampak pada pengurangan belanja batu bara. Dua kemungkinan resiko adalah:

4. VARIABLE SPEED DRIVES


• Pengecekan Awal (Commissioning) – Alat perekam KWH meter digunakan selama satu
minggu setelah instalasi VSD untuk mengukur pengurangan (KWH) listrik di motor
berdasarkan baseline (penggunaan listrik per motor saat ini seperti yang dikalkulasi di IGA).
• Mitigasi Resiko and Monitoring (M&V) – Penghematan dicapai dari pengurangan
penggunaan listrik per waktu produksi yang tercatat. Dua kemungkinan resiko adalah:

5. CONDENSING ECONOMIZERS
• Pengecekan Awal (Commissioning) – Untuk mengukur penghematan energi, Tim Konsultan
akan mengukur perbedaan suhu air yang memasuki boiler (make-up water) SEBELUM dan
SETELAH pemasangan alat.
• Mitigasi Resiko dan Monitoring (M&V) – Penghematan dicapai dari pengurangan
penggunaan bensin untuk boiler per ton uap yang dihasilkan. Dua kemungkinan resiko
adalah:

97 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 97
6. CONDENSATE RETURN SYSTEM
• Pengecekan Awal (Commissioning) – Tim Konsultan mengukur kondensat dari aliran air
yang dikembalikan ke tempat boiler menggunakan flow rate meter yang dipasang selama satu
minggu – yang digunakan untuk menghitung pengurangan batu bara oleh boiler berkat uap
dari condensate return.
• Mitigasi Resiko dan Monitoring (M&V) – Penghematan diperoleh dari pengurangan
konsumsi batu bara oleh boiler untuk memproduksi uap. Dua kemungkinan resiko adalah:

d. Analisa Viabilitas Pembiayaan Investasi


Analisa Sensitivitas diperhitungkan dari Corporate Cashflow (Proyeksi laporan keuangan PT. Empat Sekawan
Sejahtera) serta dari cashflow proyek energy efficiency (Discount Factor = 9.5%)

Viabilitas dari corporate cashflow ESS


Proj Proj Proj Proj Proj Proj
Description
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Net Income(1-tax) 97.308 102.331 107.396 111.708 113.588
Bunga Bank 1.488 1.083 705 358 50
Beban Depresiasi & Amortisasi 32.172 36.344 38.033 39.742 41.192
Investment Cost (22.953)
Proceed (EBITDA) - 130.967 139.759 146.133 151.808 154.829
Free Cash Flow (22.953) 130.967 139.759 146.133 151.808 154.829
akumulasi FCF (22.953) 108.014 247.773 393.907 545.715 700.544
Tahun 0 1 2 3 4 5
DF 1,00 0,91 0,83 0,76 0,70 0,64
PV Akumulasi FCF (22.953) 98.643 206.646 300.021 379.585 445.005
PV Proceed - 119.605 116.560 111.303 105.594 98.352

NPV 440.742
IRR 576,89%

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 98

98 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
BCR / PI 24,02
Payback Period 1 tahun 2,10 bulan

Viabilitas Project EEP (USD Ribu)


Berdasarkan perhitungan viabilitas proyek EEP dengan penyesuaian kurs IDR (Asumsi EEP Rp 9.400 / USD
menjadi Rp 9.800/USD) dan penyesuaian jangka waktu perhitungan IRR (Asumsi EEP selama 10 tahun
disesuaikan menjadi selama 5 tahun sesuai dengan tenor pembiayaan), berikut adalah project saving dari
proyek EEP sbb :

Year 0 1 2 3 4 5 Total
PROJECT SAVINGS 672 678 685 692 699 3.426
Interest Expense of Debt -149 -122 -91 -58 -21 (441)
Depreciation Expense - Years @ 8 -303 -303 -303 -303 -303 (1.515)
Earnings Before Taxes (EBT) 220 254 291 331 375 1.471
Corporate Income Taxes @ 25% -55 -64 -73 -83 -94 (369)
NET PROFIT 165 191 218 249 281 1.104
Depreciation Expense 303 303 303 303 303 1.515
Principal Repayment of EIB Debt -278 -306 -336 -369 -406 (1.695)
IRR on Equity Investment 14% 190 188 185 182 178
Investment Cost
(2.342)
Proceed 672 678 685 692 699
Free Cash Flow (2.342) 672 678 685 692 699
Akumulasi FCF (2.342) (1.670) (992) (307) 385 1.084
DF 1,00 0,91 0,83 0,76 0,70 0,64
PV Akumulasi DF (2.342) (1.525) (827) (234) 268 689
PV Proceed - 614 565 522 481 444

NPV 260
BCR/PI 1,12
Payback Period 3 tahun 5,3 bulan

Keterangan :
• Berdasarkan perhitungan viabilitas, proyek ini layak dibiayai karena :
 NPV yang dihasilkan sebesar USD 260 ribu atau positif
 BCR/PI > 1
 IRR sebesar 14% lebih besar dari Dicsount factor yang digunakan sebesar 9.5%
• Dari proyek ini, ESS dapat menghasilkan penghematan total dalam jangka waktu lima tahun sebesar USD
3.426.000,-, lebih besar dibandingkan dengan investment cost yang hanya sebesar USD 2.342.000,-.

e. Margin Pembiayaan
• Penerapan margin pembiayaan untuk perusahaan dengan rating A dengan jangka waktu pembiayaan 3 <
Tahun ≤ 5 tahun berdasarkan Minuta ALCO Meeting bulan Juni 2013 No.MR.0023/CEO/06/2013 tanggal
14 Juni 2013 adalah 9.5% p.a.

F. LAIN-LAIN

Program Energi Efficiency Financing dilatarbelakangi oleh Fasilitas Non Sovereign Loan dari Asian Development
Bank dengan total fasilitas sebesar USD 200 juta. Dari USD 200 juta tersebut, sebesar USD 30 juta didedikasikan
khusus untuk pembiayaan Energy Efficiency, dimana ADB juga memberikan grant berupa dana Technical Assistance
sebesar USD 1.1 juta untuk membiayai konsultan yang akan membantu IEB dalam implementasi program Energy
Efficiency tersebut. Dana USD 30 juta sudah ditarik oleh IEB sejak 31 Maret 2012 dan Econoler telah ditunjuk

99 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 99
sebagai konsultan Energy Efficiency ADB sejak 21 November 2011. Manual untuk Energy Efficiency telah disahkan
pada bulan Maret 2012. Karakter utama dari pembiayaan Energy Efficiency yang membedakannya dengan Corporate
Financing pada umumnya adalah bahwa penghematan (savings) dari Energy Efficiency Project yang akan
diperhitungkan sebagai sumber pembiayaan yang primer, terlepas dari cash flow perusahaan secara umum. Karakter
lainnya adalah adanya tahapan Investment Grade Audit (IGA) yaitu proses untuk memastikan potensi penghematan
yang dapat dilakukan di perusahaan dan investasi yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan
penghematan tersebut. Proses IGA sendiri dilakukan oleh konsultan EE dari ADB, dimana untuk 5-10 project pertama
yang diajukan, proses IGA dapat dibiayai oleh dana Technical Assistance dari ADB.

Keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan dengan melakukan pembiayaan Energy Efficiency adalah sebagai
berikut:
• Capital cost Energy Efficiency project dapat dibayarkan dari penghematan (savings) yang dihasilkan.
• Dari penghematan yang dihasilkan, akan menghasilkan positive cash flow, yang selain digunakan untuk
pembayaran installment kewajiban, juga dapat menjadi tambahan cash flow bagi perusahaan.
• Adanya bantuan Technical Assistance dari ADB untuk pembiayaan proses Investment Grade Audit (IGA)
yang dilakukan oleh konsultan EE.
• Dengan penghematan energi yang dilakukan di perusahaan akan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan secara berkesinambungan dari tahun ke tahun, sehingga menghasilkan kegiatan produksi
yang lebih efisisen.
• Dengan proses produksi yang lebih efisien, diharapkan dapat meningkatkan daya persaingan perusahaan di
tingkat global.

Sementara keuntungan yang dapat diperoleh IEB dalam menyalurkan pembiayaan EE ini adalah:
• Sebagai bentuk komitmen Management atas dana pinjaman USD 200 juta yang telah disalurkan oleh ADB
• Sebagai salah satu alternatif produk baru yang dapat ditawarkan kepada customer IEB.
• IEB merupakan pilot project pembiayaan Energy Efficiency di Indonesia, dan diharapkan langkah ini dapat
diikuti oleh bank-bank lain.
• Merupakan salah satu sumber dana dengan tenor panjang dan bunga yang cukup kompetitif.
• Semakin banyak lembaga multilateral dan donor yang menawarkan pinjaman atau grant untuk tujuan energy
efficiency, dengan keberhasilan IEB dalam menyalurkan pembiayaan EE ini diharapkan dapat menarik lebih
banyak lembaga multilateral maupun donor untuk menyalurkan pinjaman dengan dana yang kompetitif
melalui IEB.

G. AGUNAN DAN COVERAGE

1. Agunan yang Diserahkan

Nilai Nilai Nilai


No Jaminan Lokasi Sertifikat Atas Nama Luas
pasar Likuidasi pengikatan
1 Tanah Jl. Solo - SHM 450 Priyo 6,477 8,492 5,944 8,492
Pabrik Magelang, Desa & Hadisutanto
Dagen, Kec. Jaten 415
2 Mesin Desa Dagen, PT.ESS - 22,953 16,067 22,953
Jateng
Total Nilai Agunan 31,445 22,011 31,445
Keterangan :
• Jaminan Fixed Asset diserahkan berupa tanah pabrik serta mesin/ peralatan yang dibiayaai oleh Bank
Pembangunan Syariah.
• Tanah Pabrik yang dijadikan agunan telah dilakukan penilaian oleh KJPP Rizki Djunaedy & Rekan (KJJP
rekanan Bank Pembangunan Syariah dan Bapepam) No. Laporan 039/D/LP.FR/RDR/VI/2013 tanggal 27 Juni
2013.
• Tanah pabrik yang dijaminkan terdiri atas 2 buah SHM No.450 dan 415 a.n Priyo Hadisutanto. Luas masing -
masing SHM adalah 3.496 m2 (SHM No.450) dan 2.981m2 (SHM No.415) dengan total luas bangunan seluas

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 100

100 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
4.081 m2 yang berlokasi di di jalan solo – Magelang KM 7.7 Desa Dagen, Kecamatan Jaten, Kab.
Karanganyar Jawa Tengah.
• Sdr. Priyo Hadisutanto tercatat sebagai paman dari Sdr. Stefanus Joko Mokoginta selaku CEO dari PT. Empat
Sekawan Sejahtera Food Tbk.
• Agunan Tanah Pabrik memiliki nilai pasar sebesar Rp.8.492 Juta dengan nilai likuidasi sebesar Rp.5.944 juta
Pengikatan dengan menggunakan hak tanggungan sebesar nilai pasar agunan.
• Agunan mesin berupa mesin / peralatan yang dibiayai Bank Pembangunan Syariah dengan nilai pasar sebesar
Rp 22.953 juta dengan nilai likuidasi sebesar Rp 16.067 juta. Pengikatan dengan menggunakan Fiducia
sebesar nilai pasar agunan.

2. Security Coverage Ratio Fasilitas Pembiayaan


Fasilitas Limit
PIE - ESS 16,067
Total Fasilitas 16,067
Nilai Pasar Nilai Likuidasi Nilai Pengikatan
Rasio-Rasio (% atas dasar)
Ad. Limit Ad. Limit Ad. Limit
Fixed Asset / Total PIE 53% 37% 53%
Mesin PIE / Total PIE 143% 100% 143%
Total Agunan / Total PIE 196% 137% 196%

H. RISIKO DAN MITIGASINYA

No Identifikasi Risiko Mitigasi


1 Risiko Penyimpangan Tujuan Penggunaan
Kredit
Risiko penyimpangan tujuan penggunaan Pembelian barang akan dilakukan melalui
pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat pembukaan LC / SKBDN kepada Bank
pembiayaan yang ditarik tidak didukung oleh Pembangunan Syariah. Sedangkan
adanya underlying yang jelas dan pembiayaan pembiayaan dicairkan dengan underlying LC /
digunakan untuk yang lain. SKBDN jatuh tempo. Hal ini mempermudah
kontrol BANK PEMBANGUNAN
SYARIAH untuk mengawasi penggunaan
dana.
2 Risiko Pemasaran Bisnis
Risiko bisnis merupakan risiko yang timbul akibat Walaupun sales pada tahun 2012 menurun,
dari situasi dan kondisi bisnis usaha yang tidak namun porsi penjualan yang bersumber dari
kondusif antara lain kemungkinan tagihan kepada bisnis inti ESS yakni penjualan mie dan bihun
buyer tidak sesuai scedule dan tidak tertagih karena terus meningkat. Hal ini didukung olehg
memburuknya kondisi keuangan buyer atau proyek jaringan distribusi yang luas serta konsep
yang dihentikan oleh buyer sebagai dampak dari pemasaran yang terencana dengan baik.
kondisi ekonomi global yang kurang kondusif yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi
keuangan Nasabah
3 Pengembalian / Pembayaran .
Resiko bisnis yang diakibatkan ketidak mampuan DER dari ESS terhitung sangat rendah, karena
nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pada bulan April 2013 ESS melunasi seluruh
Bank Pembangunan Syariah hutang bank kepada Bank Mandiri dan Bank
Muamalat. Beban bank yang harus
ditanggung hanya beban bank dari BANK

101 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 101
PEMBANGUNAN SYARIAH .
4 Resiko Output Proyek tidak sesuai
Resiko yang muncul dimana hasil penghematan Telah terdapat laporan Investment Grade
dari implementasi proyek energy efficiency tidak Audit (IGA) untuk proyek energy efficiency
seperti yang diharapka n / diekspektasikan untuk ESS dari Econoler sebagai konsultan
proyek energi efisiensi yang didanai oleh
ADB. Dalam laporan IGA tersebut
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi nilai
pengehematan yang dihasilkan ESS jika
mengimplementasikan proyek energi efisiensi
dan nilai penghematan ini dapat dijadikan
cara untuk membayar kewajiban kepada
BANK PEMBANGUNAN SYARIAH.

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 102

102 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Lembar Kerja

Setelah membaca proposal pembiayaan proyek efisiensi energi tersebut, diskusikan dalam kelompok
beberapa pertanyaan berikut:
1. Dengan kondisi perusahaan saat ini dan proyeksi pertumbuhan ke depan, apakah proyek ini
layak/feasible?
2. Apakah proposal proyek tersebut layak/bankable untuk mendapatkan pembiayaan dari
bank/lembaga keuangan?
3. Konsep financing scheme seperti apakah yang cocok untuk diterapkan pada proposal proyek
tersebut?

103 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 103
Pengantar Bab 6
Kunjungan ke Industri (Field Trip)

Tujuan 1. Mengerti bentuk implementasi proyek efisiensi energi di industri


2. Memahami faktor pendorong atas investasi proyek efisiensi energi
3. Memahami analisa keuangan dan investasi efisiensi energi
Waktu 360 menit
Metode 1. Observasi ke industri
2. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok
3. Diskusi forum dan rekomendasi sesi
Alat dan Bahan Alat Tulis, Proyektor, Pointer, Kertas Plano dan Laptop

Tahapan Fasilitasi Pelatihan :


1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini dan
memberikan penjelasan atas checklist pertanyaan dasar yang harus ditanyakan pada saat
kunjungan industri. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan
memberi masukan jika diperlukan. Fasilitator membagi kelompok diskusi yang
proporsional sesuai dengan jumlah peserta (waktu : 15 menit)
2. Kunjungan Industri
Fasilitator mengantar para peserta ke industri yang telah berhasil menerapkan proyek
efisiensi energi. Setiap kelompok dibebaskan untuk mengeksplorasi berbagai informasi
yang diperlukan pada saat kunjungan tersebut. (waktu : 240 menit)
3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok
Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap
kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada
(waktu : 30 menit)
Fasilitator mempersilahkan setiap kelompok untuk membuat presentasi atas hasil akhir
diskusi kelompok berdasarkan lembar kerja yang diberikan. (waktu : 15 menit)
4. Diskusi Forum
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap
kelompok. Fasilitator juga memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal
penting dan titik kunci dari tema pembahasan. (waktu : 60 menit)

104 Pengantar
104 Pembiayaan
Buku Proyek Efisiensi
Panduan Pelatihan Energi
Pembiayaan bagi Efisiensi
Proyek Bank/Lembaga Keuangan
Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Bab 6

Kunjungan ke Industri (Field Trip)

1. Pendahuluan

Kunjungan ke industri merupakan salah satu cara untuk memberikan pemahaman lebih baik
tentang implementasi proyek efisiensi energi. Kunjungan dilakukan di industri yang telah
berhasil mendapatkan penghematan energi dan biaya energi melalui implementasi proyek
efisiensi energi, baik melalui pendanaan internal maupun dari eksternal.

2. Case Study: PT. Unitex, Tbk.

PT. Unitex, Tbk. adalah perusahaan patungan Indonesia Jepang untuk bidang textile terpadu
dgn saham +/-70% Unitika (Jepang). Berlokasi di Jl. Raya Tajur No. 1, Bogor, perusahaan ini
telah beroperasional sejak tahun 1972 dan melakukan go public pada Mei 1982. Kondisi
keuangan perusahaan pada tahun 2012 merugi. Namun pada tahun 2013 hingga 2014
perusahaan berhasil meraih keuntungan. Proses produksi yang dilakukan di perusahaan ini
berupa spinning, weaving, dyeing finishing dan yarn dyeing.

Pada awalnya, untuk mendukung proses produksi, PT. Unitex, Tbk membangkitkan energi
listrik sendiri melalui genset berbahan bakar diesel yang dimiliki oleh perusahaan. Proyek
efisiensi energi di bermula sejak tahun 2005 ketika terjadi kenaikan atas harga bahan bakar
diesel. Maka, perusahaan beralih dari menggunakan listrik yang dihasilkan oleh genset milik
sendiri menjadi menggunakan listrik yang dihasilkan oleh PT. PLN.

Pada tahun 2012, terjadi kenaikan drastis atas standar Upah Menengah Regional (UMR) di
Kota Bogor sebesar 70% yang berakibat pada kenaikan biaya operasional perusahaan. Oleh
karena itu, dilakukan program pemercepatan usia pensiun karyawan. Sebanyak 400 karyawan
berpartisipasi dalam program pensiun dini. Pengurangan biaya operasional tidak hanya
dengan mengurangi jumlah karyawan, namun juga melalui penghematan energi. Hal ini
dikarenakan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk sektor industri sebesar 40% di tahun
2014.

Berbagai program implementasi proyek efisiensi energi di PT. Unitex, Tbk yang telah
berhasil dilaksanakan adalah
Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 105

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 105
1. Pengadaan 3 unit boiler dengan kapasitas masing-masing 4 ton dengan kecanggihan
dan tingkat efisiensi tinggi untuk menggantikan 2 unit boiler yang masing-masing
berkapasitas 7 dan 6 ton.
2. Penggantian 3 kompressor lama dengan 1 unit kompressor baru yang lebih efisien,
dan
3. Pembaruan 2 unit chiller.

Biaya untuk proyek efisiensi energi tersebut berasal dari shareholder loan (Unitika) sebesar
Rp. 15 Milyar selama 3 tahun.

106 Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan

106 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan
Lembar Kerja

Sebelum pelaksanaan kunjungan industri, beberapa pertanyaan dasar perlu dipersiapkan


dengan maksud untuk mendapatkan informasi sebesar-besarnya mengenai pelaksanaan
proyek efisiensi energi di industri tersebut. Beberapa pertanyaan dasar tersebut diantaranya
sebagai berikut:

1. Latar belakang dan penjelasan proses operasional atau produksi di perusahaan.


2. Latar belakang, pengalaman, dan bentuk penghematan dalam proyek efisiensi energi
3. Teknik/metodologi kajian effisiensi energi dan teknologi yang akan digunakan.
4. Biaya proyek efisiensi energi dan sumber pendanaan
5. Proyeksi saving atas implementasi proyek efisiensi energi dan analisa investasinya.
6. Metode M&V atas implementasi proyek efisiensi energi.

Pengantar Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Bank/Lembaga Keuangan 107

Pengantar
Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan
Pembiayaan ProyekProyek Efisiensi
Efisiensi Energi Energi bagi Bank/Lembaga
bagi Lembaga Jasa KeuanganKeuangan 107
Daftar Pustaka

1. USAID Asia, 2009, Innovative Approaches to Financing Energy Efficiency in Asia,


Bangkok, Thailand
2. U.S. Department of Energy, 2007, Introduction to Measurement & Verification for DOE
Super ESPC Projects, USA.
3. KfW Development Bank, 2008, Mainstreaming Environmental Finance Market -
Small-Scale Energy Efficiency and Renewable Energy Finance, Jerman
4. Center for Clean Air Policy, 2012, How Financial Mechanisms Catalyzed Energy
Efficiency and Renewable Energy Investments, Case Study: Thailand’s Energy
Conservation (ENCON) Fund, Washington, USA.
5. U.S. Department of Energy, 2011, A Guide to Energy Audits, USA
6. Anja Rosenberg, 2009, Greenhouse Gas Emissions released by the Manufacturing
Industries in Java, GTZ, Jakarta, Indonesia
7. Center for Clean Air Policy, 2012, Revolving and ESCO Funds for Renewable Energy
and Energy Efficiency Finance, Washington, USA.
8. UNIDO, 2010, Global Industrial Energy Efficiency Benchmarking; An Energy Policy
Tool Working Paper, Vienna, Austria.
9. ADB, 2013, Same Energy, More Power; Accelerating Energy Efficiency in Asia,
Filipina.
10. The National Governors Association, 2011, State Clean Energy; Financing Guidebook,
USA.
11. IEA, 2013, Southeast Asia Energy Outlook, Paris, France.

108
108 Buku Panduan Pelatihan Pembiayaan Proyek Efisiensi Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

Anda mungkin juga menyukai