Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Dakwah dan Politik.


1. Definisi Dakwah.
Secara etimologi, dakwah berasaldari bahasa arab da’a - yad’u - da’wah
yang berarti panggilan, ajakan, atau seruan. Sedangkan secara terminologis,
dakwah mengandung pengertian mendorong manusia agar berbuat kebajikan
dan menurut petunjuk menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang
mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagian dunia dan
akhirat
Sedangkan pengertian dakwah secara terminologi dapat dilihat dari
pendapat beberapa ahli antara lain:
a. M. Munir dan Wahyu Ilaihi (2006) menyebutkan dakwah adalah
aktivitas menyampaikan ajaran Islam, menyuruh berbuat baik dan
mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan
peringatan bagi manusia.
b. Thoha Yahya Omar mengartikan dakwah sebagai usaha mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan
akhirat.
c. Wahidin Saputra (2011) menyebutkan dakwah adalah menjadikan
perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil
alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dakwah
merupakan suatu upaya untuk menyeru, mengajak, memanggil maupun
mengundang obyek dakwah (sasaran dakwah) yang dilakukan baik secara
individual maupun terorganisasi, dengan sistematis dan tearah menggunakan
metode dan media yang sesuai dengan kondisi obyek dakwah guna mencapai
tujuan dakwah, yaitu terwujudnya suatu tatanan kehidupan yang diridhoi oleh
Allah SWT, yaitu kehidupan yang bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.
Dakwah merupakan konsep yang sepenuhnya mengandung pengertian
menyeru kepada yang baik, yaitu baik menurut Islam. Pengertian dakwah
sebagaimana dipahami dalam suratan-Nahl ayat 125 mempunyai makna yang
luas dan mendalam, begitu juga pelbagai definisi yang telah dibaca tentang
pengertianpengertian dakwah. Jelas bahwa dakwah adalah tugas agama yang
luhur dan mulia karena merupakan suatu upaya dan usaha merubah manusia
dari suatu kondisi yang kurang baik kepada kondisi yang lebih baik.
Adapun menurut Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya
Wawasan Islam, pegertian dakwah dalam arti luas, yakni: “Penjabaran,
penerjemahan dan pelaksanaan Islam dalam prikehidupan dan penghidupan
manusia (termasuk di dalamnya: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dll) dakwah dalam arti luas seluas
kehidupan dan penghidupan itu sendiri.
Kegiatan dakwah Islam, sesungguhnya meliputi semua dimensi
kehidupan manusia, berhubung amar ma’ruf dan nahyi munkar, juga meliputi
seluruh kegiatan kehidupan. Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa para
pendukung amar munkar dan nahyi ma’ruf juga menggunakan setiap jalur
kegiatan kehidupan. Dengan demikian, kegiatan budaya, politik, ekonomi,
sosial, dll, dapat dijadikan kegiatan dakwah; baik dakwah Islamiyah (dakwah
ila Allah) maupun dakwah jahiliyah, yakni dakwah yang menjadikan neraka
sebagai muara akhir (dakwah ila an-nar). Dari pemahaman seperti ini mudah
kita mengerti bahwa politik pada hakikatnya menjadi bagian dari dakwah.

2. Definisi Politik.
Secara etimologi kata “politik” berasal dari bahasa yunani,yaitu dari
perkataan “polis” yang dapat mempunyai arti kota dan Negara kota. Kata
“polis” tersebut berkembang menjadi kata lain seperti “politis” yang berarti
warga Negara dan “politikus” yang berarti kewarganegaraan (civic). Dalam
bahasa Indonesia kata politik mempunyai beberapa pengertian, yaitu:
ilmu/pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan
dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan
Negara atau terhadap Negara lain; dan kebijakan, cara bertindak (dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah).
Politik dalam bahasa Inggris Politic yang berarti ilmu yang mengatur
ketatanegaraan Sedangkan dalam kamus politik, ada empat definisi politik,
yaitu:
a. Perkataan “politik“ berasal dari bahasa Yunani dan diambil alih oleh
banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Pada zaman klasik Yunani,
negara atau lebih tepat negara-kota disebut polis. Plato (± 347 sebelum
Masehi) menamakan bukunya tentang soal-soal kenegaraan politea, dan
muridnya bernama Aristoteles (± 322 sebelum Masehi) menyebut
karangannya tentang soal-soal kenegaraan Politikon. Maka “politik”
memperoleh arti seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan.
Politik mencakup kebijaksanaan atau tindakan yang bermaksud mengambil
bagian dalam urusan kenegaraan/pemerintahan termasuk yang menyangkut
penetapan bentuk, tugas dan lingkup urusan negara.
b. “Politik” adalah masalah yang mencakup beraneka macam kegiatan dalam
suatu sistem masyarakat yang terorganisasikan (terutama negara), yang
menyangkut pengambilan keputusan baik mengenai tujuan–tujuan sistem
itu sendiri maupun mengenai pelaksanaannya.
c. “Politik” berarti sebuah kebijakan, cara bertindak dan kebijaksanaan.
d. Dalam arti yang lebih luas “politik” diartikan sebagai cara atau
kebijaksanaan (policy) untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Deliar
Noer “Politik” adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem
politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik juga menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan
pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai
kelompok termasuk partai politik.
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Kata sasa-
yasusu-siyasatan, berarti memegang kepemimpinan masyarakat, menuntun
atau melatih hewan dan mengatur dan memelihara urusan. Politik (siyâsah)
adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan
oleh Negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan
pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam
pengaturan tersebut. Cita-cita politik seperti yang dijanjikan Allah kepada
orang-orang beriman dan beramal saleh dalam al-Qur’an adalah (1)
terwujudnya sebuah sistem politik, (2) berlakunya hukum Islam dalam
masyarakat secara mantap, dan (3) terwujudnya ketentraman dalam kehidupan
masyarakat.

B. Karakteristik dakwah dan politik.


1. Karakteristik Dakwah.
Dakwah yang benar dan lurus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Rabbaniyyah [berorientasi ketuhanan]. Segala elemen di dalam dakwah
diorientasikan kepada Allah; berawal dari Allah, berakhir pun kepada
Allah.
b. Islamiyyah qobla jam’iah [keislaman sebelum organisasi], yang
disampaikan dan menjadi agenda utama dakwah adalah Islam itu sendiri.
Organisasi hanyalah merupakan alat dan cara.
c. Syamil [komprehensif] dan tidak sebagian-sebagian. Islam adalah satu
kesatuan sistem yang bagian-bagiannya tidak terpisahkan satu sama lain.
d. Mu’ashirah [aktual-modern], dan tidak konservatif. Dakwah harus selalu
dapat menjawab dan menyelesaikan problematika zaman. Segala yang
berbau dakwah tidak ada yang kadaluwarsa.
e. Mahaliyah wa’alamiyah [lokal dan internasional]. Islam mempunyai
sifat semestawi. Namun Islam juga memasyarakat. Artinya, dakwah
Islam juga memberikan perhatian yang sama seriusnya kepada
permasalahan lokal.
f. ‘Ilmiyah [selaras dengan logika]. Dakwah Islam selalu berusaha
memberikan kesadaran islami. Karena Islam bukan dogma. Islam
membangkitkan kesadaran atas dasar makrifat dengan hujjah yang nyata.
g. Bashirah Islamiyyah [pandangan Islami]. Gagasan, konsepsi, dan
pemikiran yang ada di dalamnya selalu islami, tidak sekuler, materialis,
kapitalis, liberal dan sejenisnya.
h. Inqilabiyah [perubahan total], bukan reformasi tambal sulam, sehingga
akan jelas antara yang haq dan yang batil. Upaya ini melahirkan
ketakwaan.
i. Mana’atul Islam [kekebalan Islam].

2. Karakteristik Politik.
Secara umum, ciri ciri sistem politik antara lain sebagai berikut :
a. Memiliki tujuan.
b. Mempunyai komponen komponen.
c. Tiap komponen memiliki fungsi fungsi yang berbeda.
d. Adanya interaksi antara komponen yang satu dengan yang lainya.
e. Adanya mekanisme kerja (pengaturan struktur kerja dalam sistem
politik).
f. Adanya kekuasaan, kekuasaan untuk mengatur komponen dalam sistem
maupun diluar sistem.   Tiap komponen memiliki kekuasaan, namun
tingkatanya berbeda beda.
g. Adanya kebudayaan politik (terdapat prinsip prinsip dan pemikiran)
sebagai tolok ukur dalam     pengembangan sistem tersebut.

Sistem politik mempunyai 4 karakteristik atau ciri khas yang berbeda


dengan sistem sosial yang lain, yaitu:
a. Daya jangkauannya universal, meliputi semua anggota masyarakat.
b. Adanya kontrol yang bersifat mutlak terhadap pemakaian kekerasan
fisik.
c. Hak membuat keputusan-keputusan yang mengikat dan diterima secara
sah.
d. Keputusannya bersifat otoritatif, artinya mempunyai kekuatan legalitas
dan kerelaan yang sah.
Ada 3 ciri yang harus dimiliki politik berkualitas tinggi atau oleh
mereka yang menginginkan terselenggaranya ‘high politics’yaitu:
a. Pertama, setiap jabatan politik pada hakikatnya berupa amanah (trust)
dari masyarakat yang harusdipelihara sebaik-baiknya. Amanahini tidak
boleh disalahgunakan. Misalnya untuk memperkaya diri atau
menguntungkan hanya golongan sendiri dan menterlantarkan
kepentingan umum. Kekuasaan harus dilihat sebagai nikmat yang
dikaruniakan Allah untuk mengayomi masyarakat, menegakkan keadilan,
dan memelihara orde atau tertib sosial yang egaliterian. Kekuasaan,
betapapun kecilnya, harus dimanfatakan untuk membangun kesejahteraan
bersama, sesuai yang telah diamanatkanatau ‘mes- sage’ yang telah
dipercayakan oleh masyarakat luas. Seseorang yang dudukdi lembaga
eksekutif, legislatif, yudisial atau duduk dalam ‘pressure group’ yang
berpengaruh atau memegang posisi kunci dalam suatu organisasi,
sesungguhnya memiliki ‘power’ tertentu. Kekuasaan ini tidak boleh
dipisahkan dari amanah yang harus terus mengarahkan penggunaan
kekuasaanitu.
b. Kedua, setiap jabatan politik mengandung dalam dirinya mas’uliyyyah’
pertanggungjawaban (accountability). Sebagaimana diajarkan oleh Nabi
saw, setiap orang pada dasarnya adalah pemimpin yang
harusmempertanggungjawabkan kepemimpinannya atau tugas-tugasnya.
Kesadaran akan tanggung jawab ini sangat
menentukandalamusahakitamenyelenggarakan politik yang berkualitas
tinggi. Akan tetapi, tanggung jawab ini bukan terbatas di hadapan
institusi-institusi atau kelembagaan yang bersangkutan, lebih penting lagi
adalah tanggung jawab di hadapan Allah, di hadapan mahkamah yang
palingadil esok di akhirat.Seorangpolitikus atau pejabat atau negarawan,
yang kesadaran tanggungjawabnya pada Tuhan sangat dalam, secara
otomatis memiliki ‘built-in control’ yang
tidaadataranya.Iamempunyaikendalidiri(self- restraint) yang sangat kuat
untuk tidak terperosok ke dalam rawa-rawa kemunafikan.
c. Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkan secara ketat dengan prinsip
ukhuwwah (brotherhood), yakni persaudaraan di antara sesama umat
manusia. Ukhuwwah dalam arti luas melampaui batas-batas etnik, rasial,
agama, latar belakang sosial, keturunan, dan lain sebagainya.
Masalahnya, setiap orang, terlepas dari latar belakang manapun ia
datang, jika dipukul pasti sakit,jikatidakmakanpastilapar,dan seterusnya.
Oleh karenaitu, perbuatan politik yang berkualitas
tinggiakanmenghindari gaya politikkonfrontatif yang penuhdengan
konflik danmelihatpihaklain sebagai pihak yang harus dieliminasi.
Sebaliknya, gaya politik yang diambil adalah yang penuh dengan
ukhuwwah, mencarisalingpengertiandan membangun kerjasama
keduniaan seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas
kekhilafahan.
‘High politics’ dengan ciri-ciri minimal seperti tersebut di atas sangat
kondusif bagi pelaksanaan amar ma’ruf nahyi munkar.High politics dalam
kenyataan memang terasa sangat ideal, tidak saja di negara-negara
berkembang, tetapi bahkan di negara-negara maju. Bahkan, di Amerika, di
negara yang merupakan jagonya demokrasi, politik kualitas tinggi merupakan
barang yang sangat mewah dan langka. Di negara berkembang, bahkan di
negeri- negeri Muslim, politik berkualitas rendahan pada umumnya justru
dominan. Ditinjau dari sudut pandang Islam, politik semacam ini tidak
mendukung maksud-maksud dakwah, tetapi justru menjegal dakwah,
merusak rekonstruksimasyarakat yang Islami.
Low politics seperti ini dapat terjadi di kalangan umat karena, antara
lain, politik belum didekati secara profesional dan kebanyakan pelaku politik
barangkali saja belum bersedia menggunakan moralitas dan etika Quran
secara konsekuen. Di samping situasi umum memang mencerminkan
berlakunya low politics di atas, sehingga lebih mudah berenang menuruti arus
dari pada melawan arus. Untuk mengatasi amateurisme politik itulah
diperlukan pengembangan profesionalisme politik di kalangan umat, agar
muncul kader-kader politik yangdan memahami dengan baik kaitan
fungsional antara politik dan dakwah. Bila umat secara keseluruhan sudah
mampu memainkan high poli- tics, rekonstruksi masyarakat Islam insya
Allah akan banyak tertolong. Politik di zaman modern menuntut wawasan,
dan kecakapan. Nabi sendiri mengajarkan bahwa kita harus menyerahkan
masing-masing urusan kepada para ahlinya, jika kita tidak ingin melihat
kehancuran.

C. Hubungan dakwah dan politik.


1. Hakikat dari Hubungan Dakwah dengan Politik.
Jika kita berpegang pada pandangan Qur’an maka diciptakannya
manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah Allah atau makhluk
Tuhan, yang bertugas mengelola kehidupandunia
sesuaidengankehendakTuhan.ManusiaMuslim mempunyai peranan yang
dinamik dan kreatif untuk mengembantugaskekhilafahan tersebut. Kegiatan
dakwah Islam, sesungguhnya meliputi semua dimensi kehidupan manusia,
berhubung amar ma’ruf dan nahyi munkar, juga meliputi seluruh kegiatan
kehidupan. Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa para pendukung amar
munkar dan nahyi ma’ruf juga menggunakan setiap jalur kegiatan kehidupan.
Dengan demikian, kegiatan budaya, politik, ekonomi, sosial, dll, dapat
dijadikan kegiatan dakwah; baik dakwah Islamiyah (dakwah ila Allah)
maupun dakwah jahiliyah, yakni dakwah yang menjadikan neraka sebagai
muara akhir (dakwah ila an-nar).Dari pemahaman seperti ini mudah kita
mengerti bahwa politik pada hakikatnyamenjadi bagian dari dakwah. Dakwah
Islam adalahsetiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung
unsur-unsur jahili menjadi masyarakat yang islami. Dakwah Islam
(selanjutnya kita singkat dakwah), oleh karenanya juga berarti Islamisasi
seluruh kehidupanmanusia.
Dakwah Islam yang telah berlangsung sekian lama ini pada intinya
adalah sebuah proses dan upaya tabligh dalam arti menyampaikan kebenaran
ajaran agama untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh kedamaian
dan jauh dari dendam masa lalu serta berusaha menatap ke depan yang lebih
baik. Dalam bahasa fikih dakwah, membawa manusia dari jahiliyah menuju
ilmiah, dari keadaan terpuruk menjadi penuh kemaslahatan, dan keadaan
yang tidak mengindahkan aturan menuju keadaan yang memahami serta
menaati peraturan dan begitu seterusnya.
Dalam hal ini jelas kebenaran ajaran Islam bahwa berpolitik bagian dari
dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik. Karena Islam tidak
hanya hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan dan wilayah kaku
lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad berat untuk mengusungnya.
Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis
demikian.
Tetapi, ketika yang diusung adalah ide kesatuan Islam yang terdiri dari
persoalan akidah, ibadah, akhlak dan muamalah, baik dalam skala individu,
keluarga, dan bermasyarakat serta bernegara tentu wajar jika mengundang
polemik dan pertanyaan yang berterusan. Semestinya setiap kita berusaha
mengangkat sisi keislaman tersebut dari aspek yang digeluti sehari-hari
sehingga kesempurnaan dan komprehensivitas Islam tampak jelas di semua
segi kehidupan.

2. Politik Sebagai Alat Dakwah.


Dakwah adalah rekonstruksi masyarakat sesuai ajaran Islam. Semua
bidang kehidupan dapat dijadikan arena dakwah dan seluruh kegiatan hidup
manusia dapat digunakan sebagai sarana alat dakwah. Kegiatan politik,
sebagaimana halnya dengan kegiatan ekonomi, usaha-usaha sosial, gerakan-
gerakan budaya, kegiatan-kegiatan iptek, kreasi seni serta kodifikasi hukum
dll, seharusnya memang menjadi alat dakwah bagi seorang Muslim.
Politik dapat didefinisikan dengan berbagai cara, akan tetapi bagaimana
pun didefinisikan satu hal yang pasti, yaitu politik menyangkut kekuasaan
dan cara penggunaan kekuasaan. Di samping itu, dalam pengertian sehari-
hari, politik juga berhubungan dengan cara dan proses pengelolaan
pemerintahan satu negara. Oleh karena itu, kegiatan politik merupakan salah
satu kegiatan hidup yang cukup penting, mengingat suatu masyarakat hanya
bisa hidup teratur kalau masyarakat tersebut hidup dan tinggal dalam sebuah
negara dengan segala perangkat kekuasaannya. Demikian pentingnya peranan
politik dalam masyarakat moderen, sehingga banyak orang berpendapat
bahwa politik adalah panglima. Artinya, politik sangat menentukan corak
sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan berbagai aspek kehidupan
lainnya.
Bagi setiap Muslim, kegiatan politik juga harus menjadi bagian integral
dari kehidupannya yang utuh. Tidak benar seorang Muslim menjauhi, apalagi
membenci kegiatan tertentu yang menentukan arah kehidupan dan nasibnya.
Misalnya, menjauhi kehidupan ekonomi atau kehidupan politik. Kehidupan
dunia harus ‘direbut’ dan dikendalikan sesuai dengan ajaran-ajaran Tuhan.
Nabi Muhammad sendiri hanya menjelang kenabiannya saja berkontemplasi
di goa Khira, tetapi kemudian terjun ke arena kegiatan dunia sampai akhir
hayatnya. Beliau tidak pernah sekalipun surut dan kembali lagi ke goa Khira.
Ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin, sebagai pengikut Nabi, juga harus
memperhatikan nasibnya di dunia. Bahkan hanya di dunia ini sajalah kita
punya kesempatan untuk menunaikan tugas sebagai khalifah Allah. Tidak
seyogianya kaum Muslimin menyerahkan urusan dunianya atau nasibnya
kepada orang lain.
Oleh karena politik adalah alat dakwah maka aturan permainan yang
harus ditaati juga harusparalel dengan aturan permainan dakwah. Misalnya,
tidak boleh menggunakan kekerasan atau paksaan, tidak boleh menyesatkan,
tidak boleh menjungkirbalikkan kebenaran dan juga tidak tidak
diperkenankan adanya penggunaan-penggunaan induksi-induksi psikotropik
yang mengelabui masyarakat. Di samping itu, keterbukaan, kejujuran, rasa
tanggung jawab, serta keberanian menyatakan “yang benar adalah benar dan
yang batil adalah batil” harus menjadi ciri-ciri politik yang berfungsi sebagai
sarana dakwah.
Politik yang memiliki ciri-ciri di atas sudah tentu fungsional terhadap
tujuan utama dakwah. Sebaliknya, bila aturan permainan yang digunakan
dalam politik tidak paralel dengan aturan permainan dakwah pada umumnya,
maka mudah diperkirakan bahwa politik semacam itu disfungsional terhadap
dakwah. Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa aturan-aturan permainan itu
sesungguhnya hanyalah refleksi dari moralitas dan etika yang lebih dalam.
Moralitas dan etika kegiatan dakwah dalam bidang apa pun harus bersumber
pada tauhid, sehingga moral dan etika para politisi Islam juga harus bersandar
pada tauhid. Bila moral dan etik yang tauhidi dilepaskan dari politik hal itu
akan berjalan tanpa arah dan bermuara pada kesengsaraan orang
banyak.Politik yang fungsional terhadap tujuan dakwah adalah politik yang
sepenuhnya mengindahkan nilai-nilai Islam.
Politik sebagai alat dakwah, oleh karena itu, harus menunjang
rekonstruksi masyarakat berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Rekonstruksi
masyarakat itu dapat dilakukan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, iptek
dan sudah tentu juga dalam bidang politik. Pengelolaan tugas-tugas
kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif, dan dalam masyarakat
luas harus bersendikan pada tauhid dan diwarnai dengan spirit ‘dakwah ila
Allah’.

3. Dakwah Dalam Bidang Politik.


Dalam konteks modern politik adalah sebuah tata cara dalam mengatur
kehidupan masyarakat di dalam pemerintahan. Politik terkait dengan cara
bagaimana mengelola sumber kehidupan masyarakat banyak, seperti air,
sumber daya alam dan sumber daya hayati. Maka, memiliki anggapan bahwa
Islam tidak memiliki aturan dalam tata cara mengelola lingkungan sosial
adalah cara berfikir pendek dan itu mustahil bagi Islam sebagai sebuah agama
yang meliki aturan yang kafah bagi manusia. Sehingga demikian pula dengan
politik, seperti halnya kehidupan ekonomi dan sosial budaya sudah memiliki
norma-norma Islam di dalamnya.
Menurut Saifuddin Zuhri, politik sebenarnya memiliki tujuan yang
positif, antara lain: Pertama, menata masyarakat dengan landasan akhlak al-
karimah, Kedua, menggugah mereka dengan hikmah yang mulia, ketiga,
mempersatukan mereka dengan sikap persaudaraan dan kasih sayang,
keempat, menegakkan keadilan, kesejahteraan dan tolong menolong, kelima,
menegakkan kepemimpinan yang mengabdi kepada kepentingan umat,
mencitai dan dicintai umat, keenam, menata masyarakat dengan hukum yang
tidak berat sebelah, ketujuh, menegakkan martabat manusia yang mulia
dalam rangka membina peradamaian dan kemajuan yang bermanfaat.
M. Natsir mewajibkan setiap umat Islam untuk berpolitik sebagai
sarana dakwah Islam, katanya, sebagai seorang muslim, kita tidak dapat
melepaskan diri dari politik. Sebagai orang politik, kita tidak dapat
melepaskan diri dari ideologi kita, yakni ideologi Islam. Bagi kita
menegakkan Islam itu tidak dapat dilepaskan dari menegakkan masyarakat,
menegakkan negara dan menegakkan kemerdekaan. Perkataan lain dari M.
Natsir adalah ”kalau dulu kita berdakwah lewat politik, tetapi sekarang kita
berpolitik lewat dakwah.
Dakwah di bidang politik adalah ajakan mengembalikan tata cara
pengurusan masyarakat ke dalam suasana yang teduh dan Islami. Inilah
panggilan yang sesuai dengan fitrah manusia di mana pun dia berada. Tidak
ada manusia di dunia ini yang tidak diciptakan Allah SWT dan tidak satu pun
mahluk manusia yang tidak akan kembali kepada Allah SWT. Jadi wajarlah
bahwa manusia yang berakal menghormati aturan pencipta-Nya dan kepada
siapa dia kembali. Dakwah dalam politik mungkin masih asing terdengar, itu
disebabkan manusia sudah jauh dari nilai-nilai Islami dalam kehidupan
bermasyarakat. Mereka lebih puas dengan aturan misalnya tatanan
demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai