Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Somantri, 2009). Menurut Gleadle (2007) , PPOK merupakan penyakit yang ditandai
oleh keterbatasan jalan nafas progresif yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang membentuk PPOK yaitu bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asma ( Manurung, 2016).

PPOK lebih banyak ditemukan pada pria perokok berat. Merokok merupakan
penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok
dibanding dengan bukan perokok dan merupakan penyebab dari 85-90 % kasus PPOK.
Kurang lebih 15-20 % perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait
dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok dan status merokok yang
terakhir saat PPOK berkembang. Namun demikian tidak semua penderita PPOK adalah
perokok. Kurang lebih 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga beresiko menderita
PPOK (Ikawati, 2016). Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey, prevalensi merokok
di kalangan orang Indonesia berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 34,2% di 2007 ke
34,7% pada tahun 2010, dan menjadi 36,3% pada tahun 2013 (GYTS, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 lebih dari 3 juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2015 yang setara dengan 5% dari semua kematian
secara global (WHO, 2015). Berdasarkan data dari American Lung Association 2013
PPOK merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan lebih dari 11 juta
orang telah didiagnosis dengan PPOK ( ALA, 2013). Data dari United Kingdom sebanyak
10.853 pasien menderita PPOK dengan komplikasi gagal jantung tahun 2015 (Brian
Lpworth, dkk 2016). Di Asia Tenggara tahun 2013 diperkirakan prevalensi PPOK sebesar
6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%) (Ratih, 2013).
B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis di ruangan Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif
kronis di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017 ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronis


1. Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD
(Cronic Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah
dan diatasi yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap,
biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi kronis
saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati, 2016).

PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok


penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. ( Manurung,
2016).

2. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :
a. Derajat 0 (berisiko)

Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal

b. Derajat I (PPOK ringan)

Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 0 (tidak terganggu oleh sesak saat berjalan
cepat atau sedikit mendaki) sampai derajat sesak 1 (terganggu oleh sesak saat
berjalan cepat atau sedikit mendaki) .Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥
80%.

c. Derajat II (PPOK sedang)

Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (jalan lebih lambat di banding orang
seumuran karna sesak saat berjalan biasa). Spirometri : FEV1/FVC < 70%;
50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)

Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 (berhenti untuk bernafas


setelah berjalan 100 meter/setelah berjalan beberapa menit pada ketinggian
tetap) dan 4 (sesak saat aktifitas ringan seperti berjalan keluar rumah dan
berpakaian) Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%;
30% < FEV1 < 50%.

e. Derajat IV (PPOK sangat berat)

Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri FEV1/FVC <
70%; FEV1 < 30% atau < 50% (GOLD 2014).

3. Etiologi

Ketiga penyakit yang menjadi penyebab PPOK yaitu asma, emfisema


paru-paru dan bronchitis. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
bronchial atau sering disebut faktor pencetus adalah :

a. Alergen

Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu, spora, jamur, bulu binatang,
makanan laut dan sebagainya

b. Infeksi saluran nafas

Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza


merupakan salah satu factor pencetus yang paling menimbulkan asma
bronchial. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan

c. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asma akan mendapakan serangan asma bila melakukan


olahraga atau aktifitas fisk yang berlebihan.
d. Obat-obatan

Beberapa klien dengan asma bronchial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

e. Polusi uadara

Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran.

f. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang


2-15 % klien dengan asma (Muttaqin, 2012).

4. Patofisiologi

Bronkitis kronik dan emfisema pada PPOK

a. Bronkitis kronik

Bronkitis kronik dapat disebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi misalnya asap
rokok dan polutan udara. Secara normal silia dan mukus di bronkus melindungi
dari inhalasi iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkannya. Iritasi yang
terus menerus daapat menyebabkan respon yang berlebihan pada mekanisme
pertahanan ini. Karena adanya mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan
silia untuk membersihkan mukus maka pasien dapat menderita infeksi
berulang. Tanda-tanda infeksi adalah perubahan sputum seperti meningkatnya
volume mukus, mengental, dan perubahan warna. Infeksi yang berualang dapat
menyebabkan keparahan akut pada status pulmonar dan berkontribusi secara
signifikan pada percepatan penurunan fungsi pulmonar karena inflamasi
menginduksi fibrosis pada bronkus dan bronkiolus (Ikawati, 2016).

b. Emfisema

Emfisema adalah perubahan anatomi dari parenkim paru yang ditandai oleh
perbesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding
alveolar. Emfisema khusunya melibatkan asinus yaitu bagian dari paru-paru
yang bertanggung jawab untuk pertukaran gas. Emfisema yang paling berkaitan
dengan PPOK adalah emfisema sentrilobular. Emfisema tipe ini yang secara
selektif diserang adalah bagian bronkiolus. Penyakit ini banyak ditemukan pada
orang yang merokok.

Asap rokok dan polusi udara dapat menyebabkan inflamasi paru. Inflamasi
menyebabkan rekrutmen neutrofil dan makrofag ke tempat inflamasi yang akan
melepaskan enzim proteolitik (elastase, kolagenese). Pada orang normal, kerja
enzim ini akan dihambat alpha 1 antitripsin, namun pada kondisi di mana
terjadi defisiensi apha 1 antitripsin, namun pada kondisi dimana terjadi
defesiensi alpha 1 antitripsin, enzim proteolitik akan menyebabkan kerusakan
pada alveolus menyebabkan emfisema.

5. Pathway

Asap Rokok, Polusi udara


Riwayat infeksi saluran udara

Gangguan pembersihan paru


Peradangan bronkus

Produksi secret meningkat

Batuk tidak efektif

Sekret tidak bias keluar


Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Terjadi akumulasi sekret

Obstruksi jalan Intake tidak adekuat


Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas nafas

Pertukaran gas O2 dan Co2 Sesak nafas anoreksia


tidak adekuat

Mual muntah
Ketidakefek
Gangguan pertukaran gas tifan pola
6. Manifestasi Klinik
nafas
Diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala meliputi
batuk kronik, produksi sputum, dispnea dan riwayat paparan suatu faktor risiko.
Selain itu, adanya obstruksi saluran pernafasan juga harus dikonfirmasi dengan
spirometri, di mana angka FEV1/FVC pasca bronkodilator < 0,70 menujukkan
adanya keterbatasan aliran udara persisten yang menjadi ciri dari PPOK (Ikawati,
2016).

Indikator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis PPOk adalah:

1) Batuk kronik: terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi
sepanjang hari ( tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam
hari}.
2) Produksi sputumsecara kronik: semua pola produksi sputum
dapat mengindikasikan adanya PPOK.
3) Bronkitis akut : terjadi secara berulang
4) Sesak nafas (dispnea): bersifat pogresif sepanjang waktu, terjai setiap hari,
memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi
pernafasan.
5) Riwayat paparan terhadap faktor risiko : merokok, partikel dan senyawa
kimia, asap dapur.

7. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rutin
a. Faal paru
a) Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
b) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi: % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1%(VEP1/KVP) < 75%
c) VEP1 merupakanparameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
d) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau verabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%.
b. Uji bronkodilator
a) Digunakan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
b) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-
20 menit kemudian dilihat perubahan VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200 ml
c) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
c. Darah rutin

Hemoglobin, eritrosit, Leukosit

d. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain pada emfisema terlihat gambaran:
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Ruang retrosternal melebar
d) Diafragma mendatar
e) Jantung menggantung

8. Komplikasi
1) Gagal jantung

Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi


kebutuhan metabolisme tubuh. Terutama gagal jantung kanan akibat penyakit
paru, harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.

2) Asidosis respiratory

Merupakan suatu penyakit yang dapat timbul karena terjadi peningkatan nilai
PaCO2 (hiperkapnia). Biasanya timbul dengan gejala nyeri kepala/ pusing, lesu,
dan lelah.

3) Hypoxemia
Merupakan penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg dengan nilai saturasi
oksigen <85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.

4) Cardiac disritmia

Adalah penyakit yang timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek
obat atau asidosis respiratory.

5) Infeksi pernapasan

Infeksi ini terjadi karena peningkatan produksi mukus yang berlebih,


penongkatan rangsangan otot yang polos bronkial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meingkatkan beban kerja otot pernafasan sehingga
timbul dyspnea (Kusumawati 2013).

9. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Berhenti Merokok
2) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophilin
dan adrenalin)
3) Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul
4) Penanganan terhadap komplikasi – komplikasi yang timbul
5) Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan O2 harus diberikan dengan
aliran lambat : 1-3 liter / menit
6) Mengatur posisi dan pola pernafasan untuk mengurangi jumlah udara
yang terperangkap
7) Memberi pengajaran tentang teknik-tekni relaksasi dan cara-cara untuk
menyimpan energy
8) Tindakan rehabilitasi
a. Fisioterapi terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret
bronkus
b. Latihan pernafasan untuk melatih penderita agar bias melakukan
pernafasan yang paling efektif baginya
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmaninya
d. Vocational suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita
agar kembali dapat mengerjakan pekerjaan seperti semula.
e. Pengelolaan psikososial , terutama ditujuakn untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang diseritanya (Padila, 2012).

Penatalaksanaan Keperawatan

1) Mencapai bersihan jalan nafas


a. Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien.
b. Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat
secara tepat dan waspadai kemungkinan efek sampingnya.
c. Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur
peningkatan kecepatan aliran ekspansi dan volume (kekuatan
ekspirasi, lamanya waktu untuk ekhalasi dan jumlah udara yang
diekhalasi) serta dengan mengkaji adanya dyspnea dan memastikan
bahwa dyspnea telah berkurang.
d. Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan
paru, terutama merokok sigaret.
e. Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan
positif intermiten, peningkatan asupan cairan.

2) Meningkatkan pola nafas


a) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat membantu
meningkatkan pola pernafasan
b) Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi
3) Memantau dan menangani komplikasi
a) Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi
b) Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan
takikardia
c) Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan
d) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi atau
komplikasi lain dan laporkan perubahan pada status fisik atau
kognitif (Susan, 2012)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan PPOK


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Penderita berjenis kelamin laki-laki, usia antara 50-60 tahun, biasanya
pasien menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik bekerja di pabrik atau
merokok.

b. Keluhan utama PPOK

Keluhan utama yang sering pada klien Penyakit Paru Obstruksi Krinis
yaitu: sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, ditemukan suara nafas
wheezing.

c. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien
dibawa ke Rumah sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat lain
selain rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya misalnya


bronkitis kronik, riwayat penggunaan obat-obatan (antitrypsin)

e. Riwayat penyait keluarga


Pola dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit paru-
parul lainnya
2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain

a. Keadaan umum

Keadaan umum klien yang mengalami gangguan pernafasan biasanya lemah

b. Penilaian kesadaran, kualitatif, kuantitatif


c. TTV :
 Suhu pada klien PPOK yaitu hipotermia
 Nadi pada klien takipnea
 Tekanan darah pada klien hipertensi
 Pernapasan biasanya mengalami peningkatan
d. System respirasi
Sistem respirasi meliputi batuk, terdapat bunyi nafas ronchi, terdapat
bantuan otot bantu pernafasan, perkusi terdapat hiperresonan.

e. System kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler meliputi nyeri, ketidaknyamanan


dada, palpitasi, sesak napas, dispnea pada aktivitas, dispnea nocturnal

proksimal, edema, perubahan warna kaki, adanya pembengkakan pada


vena jugularis (Mubarak, 2006).

f. System Neurosensory
Sistem ini meliputi sakit kepala, kejang, serangan jatuh, masalah
koordinasi, cedera kepala, vertigo, berkurangnya rasa asin dan panas
(pengecapan), penilaian diri pada kemampuan olfaktorius (penghidu),
pemeriksaan pada sistem pendengaran dan dampak pada penampilan activity
of daily life (ADL). Selain itu juga pemeriksaan pada sistem penglihatan
seperti pemakaian kaca mata, nyeri, air mata, floater, riwayat infeksi, tanggal
pemeriksaan paling akhir. Selain itu dikaji juga kedekatan penglihatan,
keluhan pandangan kabur, salah satu mata tidak dapat berfungsi, kesulitan
untuk memfokuskan, dan ketidakmampuan melihat dalam kegelapan
(Carpenito, 2006).
g. System pencernaan
Konstipasi , konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultas bising usus,
anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.Sistem
Muskuloskeletal Nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokalisasi pada area
jaringan dapat berkurang pada imobilissi, kontraktur atrofi otot.
h. System musculoskeletal
Nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan dapat
berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi.
i. System metabolism-integumen
Sistem metabolisme- integumen meliputi lesi/ luka, pruritus,
perubahan pigmentasi, perubahan tekstur, perubahan kuku, katimumul pada
jari kaki dan kallus, pola penyembuhan lesi dan memar, elastisitas/turgor.
j. System perkemihan
Sistem genitourinaria meliputi disuria (nyeri saat berkemih), frekuensi,
kencing menetes, hematuria, poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia, batu,
infeksi saluran kemih. Pengkajian antara genetalia pria antara lain: lesi, rabas,
nyeri testikuler, massa testikuler, masalah prostat, penyakit kelamin,
perubahan hasrat seksual, impotensi, masalah aktivitas sosial. Sedangkan
pengkajian pada genetalia wanita antara lain: lesi, rabas, dispareunia,
perdarahan pasca senggama, nyeri pelvis, sistokel/rektokel/prolaps, penyakit
kelamin, infeksi, masalah aktivitas seksual, riwayat menstruasi (menarche,
tanggal periode menstruasi terakhir), tanggal dan hasil pap smear terakhir
( Mubarak, 2006).
3. Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan pada klien PPOK
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan
kesehatan
b. Pola Nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan
kesukaan.
c. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
defekasi, masalah nutrisi, dan penggunan kateter.
d. Pola tidur dan istrihat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy, jumlah
jam tidur siang dan malam, masalah tidur dan insomnia
e. Pola aktifitas dan istrihat
Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi,
riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.
f. Pola hubunguan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan.
g. Pola sensori dan kognitif
Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran dan
penghidu. Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedang
tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan
air mata.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Gangguan pertukaran gas
5. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC


Manajemen jalan nafas
1 Ketidakefektifan Setelahdilakukan tindakan
a) Posisikan pasien untuk
bersihan jalan nafas keperawatan diharapakan
memaksimalkan
manajemen diri : penyakit
ventilasi
paru obstruktif kronis
b) Lakukan fisioterapi dada
dengan kriteria hasil :
sebagai mana mestinya
a) Secara konsisten c) Buang secret dengan
menunjukkan memotivasi pasien untuk
menerima diagnosis melakukan batuk atau
b) Secara konsisten menyedot lender
mencari informasi d) Instruksikan bagaimana
tentang cara mecegah agar bias melakukan
komplikasi batuk efektif
c) Secara konsisten e) Auskultasi suara nafas
menunjukkan f) Posisikan untuk
menjalankan aturan meringankan sesak nafas
pengobatan sesuai
resep
d) Secara konsisten
menunjukkan
berpartisipasi dalam
aturan berhenti
merokok
e) Secara konnsisten
menunjukkan
f) Secara konsisten
menunjukkan
memantau perburukan
gejala
Setelah dilakukan a. Manajemen nutrisi
2 Ketidakseimbangan
asuhan keperawatan 1. Tentukan status gizi
nutrisi kurang dari
diharapkan pasien
kebutuhan tubuh
ketidakseimbangan 2. Identifikasi alergi dan
nutrisi kurang dari intoleransi
kebutuhan tubuh terhadap makanan
teratasi dengan kriteria 3. Atur diit yang diperlukan
hasil: 4. Beri obat-obatan
a. Status nutrisi : sebelum makan seperti
asupan makanan antiemeik
dan cairan 5. Anjurkan diit pasien
1. Asupan makanan sesuai kebutuhan
secara oral adekuat 6. Monitor kalori dan
2. Asupan cairan asupan nutrisi
secara oral adekuat
3. Asupan cairan b. Monitor nutrisi
IV adekuat 1. Timbang BB pasien
4. Asupan 2. Identifikasi
nutrisi parenteral adanya penurunan BB
adekuat 3. Monitor turgor kulit
5. Tidak ada mual dan 4. Monitor adanya
muntah mual muntah
b. Nafsu makan 5. Identifikasi
1. Peningkatan perubahan nafsu makan
keinginan untuk 6. Monitor pucat
makan pada konjungtiva
2. Peningkatan 7. Lakukan
rangsangan untuk kemampuan menelan
makan 8. Tentukan faktor
3. Intake makanan yang mempengaruhi
adekuat nutrisi
Setelah dilakukan Manajemen Asam Basa
3 Gangguan
tindakan keperawatan a. Pertahankan kepatenan
pertukaran gas
diharapakan jalan nafas
keseimbangan b. Posisikan klien untuk
elektrolit dan asam mendapatkan ventilasi
basa dengan kriteria yang adekuat
hasil : Monitor kecenderungan
a. frekuensi pernafasan
pH arteri, PaCO2 dan
tidak ada deviasi dari
HCO3 dalam rangka
kisaran normal
mempertimbangkan
b. irama pernafasan
jenis ketidakseimbangan
tidak ada deviasi dari
yang terjadi ( misalnya,
kisaran normal
respiratoriatau
c. serum pH tidak ada
metabolic) dan
deviasi dari kisaran
kompensasi mekanisme
normal
fisiologis yang
d. serum
terjadi (misalnya,
karbondioksida tidak
kompensasi paru atau
ada deviasi dari
ginjal dan penyangga
kisaran normal
fisiologis)
c. Pertahankan
pemeriksaan pH arteri
dan plasma elektrolit
untuk membuat
perencanan perawatan
yang akurat
d. Monitor gas darah
arteri, level serum serta
urin elektrolit jika
diperlukan
e. Monitor pola pernafasan
f. Monitor penentuan
pengangkutan oksigen
ke jarinagn (misalnya
rendahnya PaO2)
g. Monitor intake dan
output
h. Monitor status
hemodinamik, meliputi
level CVP, MAP, PAP
dan PCWP jika tersedia
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran Diharapkan


untuk lebih meningkatkan pelayanan kesesehatan, khususnya pada klien penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK)
DAFTAR PUSTAKA

http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/KTI_SINTYA_TINELA_PUTRI_PDF.pdf

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/151/1/Fenda%20Dwi%20Astuti.pdf

Anda mungkin juga menyukai