Kemerdekaan negeri ini di raih semata-mata karena adanya persatuan. Mungkin akan menjadi sebuah kenistaan untuk dapat meraih
kemerdekaan ketika musuh yang dihadapi bersenjata modern serba lengkap dan canggih, sedangkan bangsa Indonesia hanya
bermodalkan bambu runcing dan sebuah tekad. Tapi pada kenyataannya persatuanlah yang menjawab. Dialah yang mewujudkan
sesuatu yang mustahil itu menjadi sesuatu yang nyata.
Tidak dapat dipungkiri, akar persatuan adalah sebuah hari bersejarah 83 tahun lalu, ketika untuk pertama kalinya lagu Kebangsaan
Indonesia Raya diperdengarkan di depan publik. Pada saat yang sama ratusan pemuda dari organisasi Jong Java, Jong Ambon, Jong
Sumatranen Bond, Jong Celebes dll, meninggalkan egoisme organisasi dan rasa kedaerahan masing-masing untuk kemudian
meleburkan diri, merumuskan semangat nasionalisme dalam sanubari mereka demi masa depan bangsa dan negara yang begitu
mereka cintai.
Ternyata dampak yang ditimbulkan luar biasa. Setelah hari bersejarah itu, pergerakan untuk merebut kemerdekaan tidak lagi dilakukan
one by one melainkan dilakukan secara terorganisir dan terkonsep dengan baik antara organisasi satu dengan organisasi lain, antara
daerah satu dengan daerah lain. Mereka menyadari bahwa perjuangan tanpa disertai persatuan tidak akan menghasilkan apa-apa
mengingat luasnya wilayah NKRI dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi.
Sumpah Pemuda, sebuah kata yang terdengar begitu indah ketika diperkenalkan untuk pertama kali. Tapi kini, ketika puluhan tahun
berlalu, semua terasa hambar tanpa makna. Tanggal 28 Oktober akan tetap ada setiap tahun, tetapi orang-orang hanya akan
mengingatnya sebagai salah satu hari yang ada dalam buku sejarah. Yang paling menyedihkan adalah ketika mereka memaknai hari
itu seperti hari Senin, Selasa, Rabu, tak ubahnya hari biasa. Jarang di antara masyarakat negeri dengan jumlah penduduk terbesar ke
4 di dunia ini benar-benar paham hakikat dari Sumpah Pemuda. Dengan begitu, akan sangat mustahil mereka akan menerapkan nilai-
nilai yang terkandung ketika mereka sendiri tidak benar-benar memahami hakikat sumpah pemuda. Padahal Sumpah Pemuda pada
dasarnya adalah sebuah konsepsi persatuan yang begitu sempurna.
Zaman yang berkembang begitu pesat, kecanggihan teknologi, perubahan ideologi, dan kecenderungan sistem ekonomi Indonesia
yang kini mengarah pada sistem ekonomi kapitalis menjadi beberapa penyebab lunturnya rasa persatuan dan kesatuan. Setiap orang
sibuk mengejar materi untuk kebahagiaan duniawi yang tak ada habisnya, para politisi sibuk dengan agenda mempertahankan
kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan partai politiknya, dan para pemuda terlenakan dengan gaya hidup hedonisme yang
disebarkan melalui ideologi liberalisme. Maka tidak heran, mereka tidak sempat memikirkan rasa persatuan.
Kini memang bukan zamannya perang, yang harus bersama-sama mengangkat senjata melawan penjajah. Kini juga bukan zaman
menuju reformasi yang mengharuskan mahasiswa dari berbagai universitas meninggalkan kuliah demi bersatu padu di depan gedung
DPR, orasi menuntut mundurnya Sang Presiden. Kini memang zaman yang secara kasat mata terlihat tentram. Tetapi persatuan dan
kesatuan itu masih mutlak untuk dimiliki demi eksistensi dan perkembangan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Mungkin kini bangsa ini memang berada dalam tataran krisis persatuan. Dengan begitu konsep persatuan dalam sumpah pemuda itu
kini tercampakkan. Tidak ada hal-hal yang memperlihatkan secara jelas bagaimana wujud persatuan dan kesatuan yang di amalkan di
Indonesia. Justru persatuan dan kesatuan kini hanya menjadi konsep yang digembar-gemborkan di sekolah-sekolah dan bangku
kuliah dalam sistem mata pelajaran yang dikenal sebagai civic education. Tetapi apa yang diserukan tersebut sebagian besar hanya
menjadi sebuah formalitas dan sebuah konsep yang tidak ada realisasinya dalam kehidupan nyata.
Setiap negara memang pernah mengalami krisis persatuan. Sebut saja Irak ketika menyatakan perang terhadap Kuwait. Pada saat itu
persatuan di dalam negerinya sendiri dalam keadaan genting. Bangsa Kurdi yang merupakan salah satu suku di Irak berkeinginan
untuk melepaskan diri dari pemerintahan resmi Irak. Namun ketika Saddam Husein menyatakan perang terhadap Kuwait, maka
bangsa Kurdi merasa senasib dengan warga Irak lainnya sehingga ia tetap membantu Irak. Meskipun dalam perang tersebut akhirnya
Irak kalah, namun bangsa Kurdi tidak melepaskan diri. Contoh lainnya adalah Indonesia sendiri, yaitu ketika Presiden Soekarno
menyatakan perang terhadap Malaysia. Pada saat itu, kondisi persatuan dan kesatuan di dalam negeri memang cukup buruk. Seruan
“Ganyang Malaysia” tersebut juga efektif mengajak orang untuk bersatu kembali.
Persatuan dan kesatuan Indonesia memang tidak sepenuhnya hilang. Lihatlah bagaimana kondisi ketika pertandingan sepak bola
diselenggarakan PSSI. Rakyat Indonesia baik tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin berduyung-duyung menuju tempat yang
sama, dengan warna pakaian yang sama, dan bernyanyi dengan yel-yel yang sama untuk mendukung Tim Garuda meskipun tim itu
sendiri jarang menang. Atau ketika para penegak hukum dan politisi saling tutup menutupi kesalahan mereka masing-masing untuk
memperlancar korupsi dan melepaskan diri dari jerat hukum. Itulah bukti yang menguatkan bahwa persatuan itu masih ada.
Persatuan kini menjadi sorotan bangsa. Tidak perlu ada lagi “Ganyang Malaysia”, “Ganyang Koruptor”, dan ganyang lain. Yang
diperlukan saat ini setidaknya melepaskan sejenak kepentingan pribadi dan golongan. Mari bersatu demi kepentingan dan
kemakmuran bangsa.[]
Contoh Essay
PEMUDA sekarang akan lain dengan para pemuda zaman dulu yang sekarang menjadi para pemimpin bangsa. Kekuatan dan
kekekalan suatu bangsa terletak di tangan para pemudanya. Apakah bangsa itu akan menjadi sebuah bangsa yang rusak dan
amburadul, atau menjadi bangsa yang tetap jaya. Setiap zaman tentunya mempunyai seorang pemimpin. Zaman memperjuangkan
dan mempertahankan kemerdekaan, Indonesia dipimpin oleh generasi Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Syahrir, Adam Malik, dan banyak
tokoh nasional yang lain. Dan pada masa Reformasi, Indonesia dipimpin oleh KH. Abdurrahman Wahid dan generasinya seperti Ir.
Akbar Tanjung, Prof. DR. Amien Rais, Prof, Ir. BJ. Habibie, Megawati, dan banyak lagi tokoh zaman sekarang yang dulunya (pada
zaman Ir. Soekarno) adalah para pemudanya.
Pemuda dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang muda; remaja. Sedangkan kata remaja berarti mulai dewasa. Dan
dewasa berarti sampai umur; akil baligh (bukan kanak-kanak atau remaja lagi). Dalam suatu masyarakat kita dapat menemukan
tingkatan umur manusia. Bayi, anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua. Berbicara tentang pemuda, kita juga akan menemukan
makna “semangat”. Masa muda adalah masa yang penuh dengan ujian. Siapa yang semangat dan berhasil dalam segala ujian di
dalam masa muda tersebut maka selamatlah dalam menghadapi masa tua.
Kaum muda secara umum ditafsirkan sebagai sekelompok orang yang berusia muda dalam pengertian fisik. Namun ukuran
muda sebenarnya bukan hanya terletak pada faktor usia, yang lebih penting adalah jiwa (psikis) yang penuh semangat muda, kuat,
dan berpihak pada rakyat: berkualitas, inovativ, berani dan amanah. Yang terakhir adalah modal penting menjadi seorang pemimpin.
Dalam kehidupan bernegara harapan kepada para pemuda sangatlah besar. Karena mereka adalah para penerus yang akan
melanjutkan jalannnya kehidupan generasi tua dalam bernegara. Seorang pemuda harus sadar bahwa masa depan bangsa dan
kepemimpinan negara berada di tangannya. Karena asas kepemimpinan adalah kesadaran dan kemauan.
Maka di negara manapun, sosok kaum muda selalu menjadi perhatian yang khusus oleh banyak kalangan. Sebab di tubuh
kaum muda inilah segenap tumpuan masa depan bangsa dipertaruhkan. Orang bijak sering mengatakan, masa depan bangsa yang
baik adalah masa depan yang memiliki kaum muda yang unggul, kompetitif dan baik pula saat sekarang. Sebagai contoh kita lihat
misalnya di India, melalui tangan Manmohan Singh, menteri keuangan India, yang menyekolahkan anak-anak muda India ke luar
negeri dan menyerap ilmu terbaik langsung dari sumbemya telah mengubah wajah India saat ini. Sehingga Bangalore dan Hyderabad
telah menjadi semacam technopark seperti halnya Lembah Silikon di Amerika Serikat.
Begitu pula yang kita saksikan dengan kebijakan Deng Xiao Peng untuk mengkapitalisasi perekonomian Cina kemudian
membuka kesempatan besar bagi pemuda-pemuda Cina untuk belajar ke luar negeri, hasilnya telah mengubah wajah Cina menjadi
raksasa ekonomi di awal abad 21 yang ditakuti oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dengan begitu pentingnya sosok kaum muda.
Perhatian dan optimisme bangsa bersama kaum muda untuk melakukan sebuah perubahan tentu benar adanya demikian,
sebab sosok kaum muda adalah sosok yang memiliki karakter yang unik. Di antara keunikannya itu adalah, bahwa kaum muda
memiliki semangat baru dan senantiasa bergejolak, keberanian untuk mengambil resiko besar, serta memiliki pandangan yang jauh
menembus masanya. Buktinya, melalui tangan kaum mudalah kemerdekaan Republik ini bisa direbut dari jajahan kolonial.
Ditengah krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini, tampilnya kepemimpinan kaum muda menjadi harapan banyak kalangan.
Bahkan menjadi sebuah solusi yang tepat saat ini. Banyak catatan sejarah yang telah menunjukkan keberhasilan kepemimpinan kaum
muda tersebut. Saat sekarang saja misalnya, munculnya sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran, Hugo Cavez sebagai
presiden Venezuela, Evo Morales sebagai Presiden Bolivia, dan munculnya kandidat Barac Obama dalam pemilihan presiden Amerika
Serikat nanti yang merepresentasikan kepemimpinan kaum muda menunjukkan apresiasi publik terhadap mereka. Apalagi ketika para
pemimpin tersebut mampu membawa institusi negara atau kekuasan yang dimiliki sebagai sarana mewujudkan kedaulatan bangsa
dan membangun tatanan perikehidupan yang berkeadilan dan demokratis, menuju kemandirian secara ekonomi, politik dan budaya.
Sikap dan ciri kepemimpinan yang baik adalah: (1) Pemimpin berilmu, berakhlak, berintegritas, professional dan pandai; (2)
Pemimpin membuat keputusan dan bertangguing jawab atas keputusannya; (3) Pemimpin menetapkan yang betul; (4) Pemimpin
dapat mempengaruhi bukan dipengaruhi; (5) Pemimpin harus bersedia mendengar dan berlapang dada; (6) Pemimpin dapat memberi
semangat dan motivasi; (7) Pemimpin menjadi contoh; (8) Pemimpin pemegang obor pemikiran dan tindakan. Oleh karena itu seorang
pemuda perlu mengetahui pengetahuan tentang kepemimpinan.
Dari apa itu pemimpin, ciri-ciri, dan tugasnya. Pemimpin adalah seseorang yang pandai dan menggunakan kepandaian tersebut
untuk menggerakkan diri, organisasi dan masyarakat. Di antara kepandaian yang harus dikuasai adalah, (1) Pandai mengurus diri dan
organisasi, termasuk mengatur waktu –keperluan diri sendiri dan kerja; (2) Pandai mendengar dan menghormati; (3) Pandai
memperoleh informasi; (4) Pandai menganalisa dan membuat keputusan; (5) Pandai bermusyawarah; (6) Pandai mengatur keuangan;
(7) Pandai berkomunikasi; (8) Pandai akan teknologi; (9) Pandai dalam pengucapan awam (dalam bermasyarakat); (10) Pandai
menulis dan mendokumentasi. Begitulah kiranya beberapa poin yang perlu dikuasai oleh para pemuda sekarang agar dapat
meneruskan perjuangan mempertahankan dan memajukan bangsa dan negara.
Seorang pemuda dituntut untuk tidak apatis (masa bodoh) atas segala masalah yang menimpa bangsa dan negara. Baik itu
masalah bencana alam sampai bencana sosial ekonomi dan politik yang dimana alam bernegara dirusak oleh kebanyakan generasi
tua yang haus akan kekuasaan. Pemuda sebagai generasi penerus pemegang tali kekuasaan nantinya harus melawan segala
kebobrokan yang ada di depannya, baik itu di area sosial, atau pun politik.***
“Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia . Kami putra dan putri Indonesia, mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia . Kami putra dan putri Indonesia mengjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Bunyi Sumpah pemuda di atas, hemat saya, merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa Indonesia
dilahirkan. Oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia juga memperingati momentum 28 oktober sebagai hari lahirnya
bangsa Indonesia . Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun
tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudia mendorong para pemuda pada
saat itu untuk membulatkan tekad demi “mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia”, tekad inilah yang menjadi komitmen
perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Kita sepakat bahwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, adalah ikrar bersatunya berbagai komponen bangsa yang diwakili kaum
muda untuk merajut cita-cita Indonesia merdeka. Melalui pemikiran yang panjang, kaum muda menyadari pentingnya keterikatan
sesama warga bangsa untuk mengenyahkan imperialisme dan kolonialisme dari tanah persada. Kesadaran membangun kekuatan
bangsa dengan eratnya persatuan dan kesatuan merupakan tuntutan mutlak agar negeri ini menapak ke arah kemajuan.
Zaman memang telah berubah dan tentu tantangan juga berbeda. Apa yang telah ditorehkan para pemuda masa lalu tentu memiliki
pengaruh besar dalam sejarah perjalanan bangsa. Bagi pemuda sekarang, prestasi masa lalu itu seyogyanya menjadi motivasi untuk
menorehkan sejarah baru. Yang perlu diingat, sejarah mencatat pemuda memiliki peran penting. Kita pun harus menciptakan sejarah
itu dengan berpikiran dan bekerja keras buat Indonesia . Jadi, kalau Indonesia ingin tetap tegak berdiri dan bergerak maju, pemuda
harus bisa dan mampu menciptakan prestasi dan sejarah baru. Bentuk prestasi dan sejarah baruseperti apa yang bisa ditorehkan
pemuda masa kini untuk kehidupan bangsa yang Iebih baik?
Dengan berubahnya zaman, justru ini membuka spektrum yang lebih luas untuk berprestasi sebagai dampak dari kemajuan bangsa
Indonesia sampai saat ini. Dulu, prestasi dan sejarah dicatat melalui keberanian mengangkat bambu runcing, melawan penjajah baik
melalui pikiran dan fisik maupun dengan pertarungan ideologi negara, dan lain sebagainya. Sekarang prestasi itu bisa diciptakan
melalui keterlibatan dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterlibatan dalam pemikiran dan gerak pengembangan
kepemimpinan bangsa, menjadi pejuang kepentingan rakyat miskin, pembela kebenaran dan keadilan, dan banyak bidang lagi.
Karena sudah terlalu banyak medan kiprahnya, mungkin tidak akan sepopuler dan se-fenomenal dulu. Hanya saja dari sejarah
Sumpah Pemuda, yang paling penting, anak muda punya komitmen terhadap masalah bangsa dan negara kita. Itu poin pentingnya,
seperti yang menjadi pesan Bung Karno, mantan Presiden RI pertama: ”Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”.
Dengan semakin majunya zaman, semakin banyak ilmu yang berkembang, semakin banyak pula tantangan untuk berkembang. Bagi
pemuda Indonesia masa kini, tantangan apa yang mungkin menghambat sehingga pemuda tidak bisa berperan optimal? Tentu
tantangan dan hambatannya sangat besar. Gejala penyakit masyarakat di mana tidak peduli terhadap urusan selain diri sendiri,
budaya instan, hilangnya semangat berprestasi, dan berbagai penyakit sosial lainnya, seperti narkoba, seks bebas telah menjadi
hambatan utama anak-anak muda sekarang untuk berprestasi. Dengan adanya perubahan latar belakang sosial, keterbukaan
informasi, dan bergesernya nilai-nilai dasar dalam pendidikan kita yang belum terantisipasi sebagai dampak kemajuan bangsa,
menjadi beberapa penyebab yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Namun demikian, peluang menjadi manusia yang berprestasi dan menjadi pemimpin-pemimpin Indonesia masih sangat terbuka lebar.
Sekarang tinggal tergantung kita para anak muda. Apakah kita mau meningkatkan kualitas diri kita dengan meningkatkan kapasitas
intelektual kita, kepemimpinan kita, dan moral kita. Pemuda juga harus melakukan konsolidasi atau membangun jaringan yang kuat di
antara sesama pemuda, memantapkan visi kebangsaan kita, serta komitmen untuk senantiasa bekerja, bekerja, dan bekerja demi
rakyat, bangsa, dan negara.
Semangat dan jiwa Sumpah Pemuda perlu digelorakan kembali dalam jiwa kaum muda sekarang. Masa depan bangsa ini terletak
pada etos kerja dan semangat kaum muda. Dalam sejarah bangsa manapun di dunia, kaum muda tetap menduduki posisi penting
pada setiap perubahan tatanan sosial.
Sungguh, arah dan perjuangan bangsa terletak pada sikap kritis dari kaum muda!. Perbaikan keadaan yang buruk tertumpu pada
kaum muda. Akan lebih tragis jika kaum muda terpengaruh dan menuruti jejak keadaan bangsa yang memburuk. Ini tak kita
kehendaki. Kaum muda adalah harapan seluruh warga, sama dengan harapan di masa lalu, saat Sumpah Pemuda dikumandangkan.
Gelora dan semangat kaum muda ini juga dituntut di masa sekarang, tapi dalam bentuk lain, dengan tujuan memperbaiki kondisi
ekonomi bangsa dan menyejahterakan rakyat.
“Menjadi” Pahlawan
Kemerdekaan negeri ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dari perjuangan gigih, pemikiran, bahkan darah para pahlawan kita
dulu. Untuk itulah, bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Kita baru saja memperingatinya kemarin.
Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan
dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut, 65 tahun silam
para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya. Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk
senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan
penjajah. Tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo.
Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita
sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Karena
itu, tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman.
Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala
untuk mengenang jasa-jasa mereka.
Akan tetapi tidak cukup begitu, kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut
untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam
membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah
perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?
Padahal, semangat dan tindakan kepahlawanan sangat diperlukan tatkala kita kini masih menghadapi banyak masalah,
terlebih dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak usah terlalu jauh, ketika kini banyak musibah bencana
melanda tanah air, mulai dari banjir bandang di Wasior, Papua, gempa dan tsunami di Kepulawan Mentawai Sumatera Barat, hingga
letusan Gunung Merapi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, saat itulah semangat dan tindakan kepahlawanan seyogyanya kita
tunjukkan.
Kita patut menyampaikan apresiasi, rasa hormat mendalam kepada segenap relawan yang telah terjun langsung membantu
para korban yang terkena musibah bencana. Mereka layak disebut sebagai “pahlawan” karena telah mendarmabaktikan dirinya
membantu saudara-saudari kita yang menjadi korban. Para relawan yang telah bertugas di lokasi bencana telah berbuat nyata, tanpa
pamrih, demi membantu sesama bahkan tanpa memperhatikan keselamatan jiwa sendiri.
Begitupun dengan masyarakat, saudara kita yang terkena bencana, layak kita sebut pahlawan ketika mereka tetap tabah,
sabar dan tegar menghadapi musibah bencana yang demikian dahsyat. Semangat dan harapan mereka yang bertahan menghadapi
cobaan yang demikian berat tentulah punya makna manakala dilandasi semangat perjuangan hidup, bertahan dengan disertai
keimanan kepada Tuhan YME. Semangat ini tidaklah mudah, terlebih ketika menghadapi kenyataan ada keluarga yang tewas, harta
benda yang hancur, dan bahkan diri sendiri dalam kondisi terluka. Bukankah kenyataan yang mereka hadapi tidak berbeda seperti
mengalami peperangan, pertempuran masa perjuangan kemerdekaan yang lalu?.
Semangat dan tindakan kepahlawanan selalu perlu kita gelorakan, tidak hanya setiap bulan Nopember tetapi setiap saat.
Terlebih lagi bagi umat Islam yang kebetulan beberapa hari lagi akan merayakan Idul Adha dengan mengedepankan semangat dan
tindakan pengorbanan, lagi-lagi juga sangat terkait dengan pahlawan. Kata kunci dari pahlawan memang tidak lain adalah “kerelaan
mau berkorban”. Semangat pengorbanan menunjukkan adanya rasa solidaritas tinggi terhadap sesama, apalagi bagi masyarakat yang
menghadapi bencana.
Kecenderungan pemahaman terhadap ajaran Islam yang teosentris perlu ditarik ke ranah sosial dan horizontal (hablu
minannas), bukan semata vertikal (hablu minallah). Praksis Islam harus aplikatif, realistis dan mengedepankan pertimbangan
kemaslahatan, bukan pemuasan spiritual individual. Momentum perayaan Hari Raya Kurban adalah salah satu pintu mengusung panji-
panji kemartabatan dan kesederajatan korban bencana alam, di samping peran pemerintah dan asosiasi-asosiasi atau elemen-elemen
solidaritas sosial lainnya. Hampir-hampir tidak ada ajaran Islam yang lepas dari aspek sosial. Zakat, puasa, infak, adalah perintah
Islam yang tujuan dan hikmahnya tidak cuma ibadah individual, tapi memupuk kesalehan sosial. Sebagian kalangan memang menilai
bahwa berkurban adalah ibadah yang ketentuan praktiknya sudah pasti dan tidak boleh mengalami perubahan. Tidak boleh diganti
dalam bentuk apapun. Hanya, bila momentum perayaan Hari Raya Kurban kali ini terjebak pada pemahaman yang normatif dan baku,
relevansinya akan terkurangi–untuk tidak mengatakan kehilangan substansi. Karenanya, perlu ada reaktualisasi dan rekontekstualisasi
sesuai dengan tuntutan aktualitas dan konteks. Tanpa ada inisiasi cerdas dan ijtihad kreatif, ibadah kurban akan kehilangan aspek
kemaslahatannya. Atas dasar itulah, hemat saya, hewan kurban seyogyanya diganti dalam bentuk bantuan untuk korban bencana.
Sungguh, Nopember tahun ini kita benar-benar dihadapkan dalam kehidupan antara realitas, emosionalitas, rasionalitas, dan
spiritualitas yang satu sama lain terkait atau tersambung. Tanpa perlu banyak kita berfikir atau merenung, apa yang tengah kita hadapi
saat ini sesungguhnya telah menggugah hati nurani kita yang paling dalam untuk menunjukkan semangat dan tindakan kepahlawanan.
Bukankah demikian?.***
Saat ini, degradasi nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia muncul karena kegagalan dalam merevitalisasi dan mendefinisikan
pemahaman nasionalisme. Kegagalan tersebut menyebabkan sepinya sosok pemuda Indonesia yang dapat diteladani. Akibatnya,
peran orang tua masih mendominasi segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi semakin parah karena kurang
maksimalnya distribusi pembangunan sehingga menumbuhkan semangat etnosentrisme yang jika dibiarkan akan mengancam
eksistensi NKRI. Selain itu, pemuda Indonesia umumnya belum sadar akan ancaman arus globalisasi yang menggerogoti identitas
bangsa. Runtuhnya nasionalisme tidak terlepas dari ekspansi tanpa henti dari pengaruh globalisasi. Saat ini, pemuda Indonesia seperti
kehilangan akar yang kuat sebagai bagian dari elemen bangsa. “Westernisasi terus menggerus nasionalisme, pemuda lebih enjoy
clubbing sebagai salah satu budaya hedonis daripada berdiskusi mengenai nasionalisme,” perilaku kebarat-baratan itu sudah semakin
parah menjangkiti pemuda, setidaknya di kota-kota besar. Tergerusnya tradisi sebagai bangsa akibat globalisasi bisa menjadi
ancaman besar bagi eksistensi NKRI.
Sedangkan berbicara mengenai kreatifitas pemuda saat ini, patut disyukuri bahwa mulai banyak yang kembali berkembang, tidak
hanya berupa kesenian. Misalnya komunitas-komunitas di kampus-kampus, yang mendorong para pemuda menggali potensi
intelektual. Di komunitas-komunitas ini para pemuda dibina dalam mempelajari iptek dan keilmuan lainnya. Terbukti pada ajang
olimpiade, pemuda Indonesia berhasil memperoleh emas. Hal-hal seperti ini seharusnya mendapat apresiasi yang besar dari
pemerintah, agar nantinya makin banyak pemuda yang mengasah kreatifitasnya sehingga menciptakan mahakarya-mahakarya bagi
negeri ini dan dapat dijadikan teladan untuk para pemuda lainnya. Karya-karya kreatif pemuda penting bagi Indonesia di masa
mendatang; pemuda perlu mengukir pretasi di kancah dunia serta membuktikan eksistensi pemuda Indonesia di kancah Internasional.
Pemuda Masa Kini Menuju Masa Depan: Dari sekadar Angka Menjadi Aksi Nyata
Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30
tahun. Indonesia dengan struktur kependudukan yang memiliki jumlah pemuda yang besar (berkisar antara 27% dari jumlah penduduk)
memberikan dampak yang besar bagi kemajuan dan kemunduran perekonomian bangsa. Dalam hal ini menunjukan bahwa posisi
pemuda tidak hanya semata-mata sebagai sumber daya produksi yang berkuantitas besar saja, namun sumber daya yang memiliki
kualitas. Di samping fungsinya sebagai penggerak perekonomian bangsa, pemuda juga memiliki peran besar dalam penggerak bidang
sosial politik, budaya, olahraga serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemuda dengan berbagai perubahan, masalah, serta potensi yang mereka miliki akan menjadi landasan utama bagi arah kemajuan
suatu bangsa. Masalah yang terjadi saat ini setidaknya akan dapat menjadi gambaran bagi kita mengenai karakteristik pemuda di
masa yang akan datang. Tingginya sifat konsumtif, rendahnya minat baca, serta minimnya rasa kebangsaan yang mereka miliki saat
ini menyebabkan masih kurangnya angka produktivitas kaum muda.
Namun di balik itu semua, masih ada critical mass, sebagian kecil dari para pemuda yang mau mengubah tren yang cenderung terjadi
saat ini. Hal ini dapat dilihat dari mulai meningkatnya partisipasi aktif pemuda dalam membantu memecahkan masalah-masalah sosial
di sekitar mereka melalui LSM atau komunitas-komunitas yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, seperti Indonesian Future
Leaders dan garuda youth community. Sebuah perubahan kontribusi yang cukup positif ini cukup berdampak bagi penyelesaian
masalah-masalah kepemudaan yang terjadi. Jika hal ini terus dikembangkan kontribusi pemuda di tahun 2025 pun akan berdampak
positif bagi kondisi kemajuan bangsa dari berbagai sektor, yang pada akhirnya dapat membuat Indonesia sejajar bahkan selangkah di
depan, dibanding negara-negara maju di dunia.