Anda di halaman 1dari 18

An 8 years-old boy came to primary care with his mother.

The mother complained about


recurrent redness in his eyes. He felt itchy and frequently rubbed his eyes. He also complained
about blurr vision. The doctor performed visual examination, he had visual acuity 6/12 on the
right eye, and 6/9 on the left eye. Both of his eyelid were ptosis, and there were papil
hypertrophy (cobblestone appearance) on upper tarsal conjungtiva, injection on the bulbar
conjungtiva and there were Horner-Trantas Dots and Shield ulcer on the cornea. The anterior
chambers were deep and the lens seemed clear. The doctor gave him an eye drops contain of
topical steroid, topical antihistamin and topical artificial tear. Doctor also asked him to avoid the
triggers and told the mother for possible referral to an ophthalmologist.

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke perawatan primer bersama ibunya. Sang ibu
mengeluh tentang kemerahan berulang di matanya. Ia merasa gatal dan sering mengucek
matanya. Dia juga mengeluh tentang penglihatan kabur. Dokter melakukan pemeriksaan visual,
ia memiliki ketajaman visual 6/12 di atas mata kanan, dan 6/9 di mata kiri. Kedua kelopak
matanya ptosis, dan ada papil hipertrofi (tampilan cobblestone) pada konjungtiva tarsal atas,
injeksi pada bulbar konjungtiva dan terdapat ulkus Horner-Trantas Dots dan Shield di kornea.
Anterior ruangan dalam dan lensa tampak jernih. Dokter memberikan obat tetes mata yang
mengandung steroid topikal, antihistamin topikal dan topical air mata buatan. Dokter juga
memintanya untuk menghindari pemicunya dan memberi tahu ibu untuk kemungkinan rujukan
ke dokter mata.

STEP 1

cobblestone appearance  adanya pertumbuhan papil yang besar di area konjungtiva palpebra
superior, biasanya isinya sel limfoid yang berukuran 1mm atau lebih
Horner-Trantas Dots  bintik yang biasanya terdapat pada daerah limbus, merupakan
degenerasi dari sel epitel dan eusinofil
injection on the bulbar conjungtiva  ada 3, injeksi konjungtival melebarnya arteri
konjungtiva posterior,shield  melebarnya pembuluh perikorneal atau arteri shilier anterior dan
sklera melebarnya pembuluh episklera atau shilier anterior
ulkus Shield  bentuk yang lebih parah dari VKC, berbentuk opal dan apabila sembuh akan
menimbulkan bekas luka yang semilunaris dan jarang ditemukan, biasanya pasien merasakan
gatal hebat dan keluar cairan dari mata serta lebih sennsitiv pada cahaya

STEP 2
1. Bagaimana untuk vaskularisasi mata?
2. Mengapa anak mengeluh kemerahan berulang, gatal sering mengucek mata dan
pengelihatan kabur?
3. Mengapa pada anak ditemukan kelopak mata keduanya ptosis dan juga cobblestone
appearance pada konjungtiva atas dan juga injeksi pada konjungtiva bulbar ?
4. Bagaimana interpretasi visual 6/12 mata kanan dan 6/9 mata kiri?
5. Apa dx dan dd dari skenario?
6. Bagaimana klasifikasi dari keadaan
mata merah?
7. Apa etiologi dan faktor resiko dari
kasus di skenario?
8. Bagaimana patofisiologi dari
skenario?
9. Bagaimana tatalaksana dari
skenario?
10. Bagaimana edukasi dari skenario?

STEP 3
1. Bagaimana untuk vaskularisasi mata?
Vascular supply and drainage
The arterial input to the eye is provided by several branches from the ophthalmic artery,
which is derived from the internal carotid artery in most mammals (Fig 2.2, left). These
branches include the central retinal artery, the short and long posterior ciliary arteries,
and the anterior ciliary arteries. Venous outflow from the eye is primarily via the vortex
veins and the central retinal vein, which merge with the superior and inferior ophthalmic
veins that drain into the cavernous sinus, the pterygoid venous plexus and the facial vein.
The iris and ciliary body are supplied by the anterior ciliary arteries, the long posterior
ciliary arteries and anatosmotic connections from the anterior choroid (Fig 2.3 and 2.4).
The anterior ciliary arteries travel with the extraocular muscles and pierce the sclera near
the limbus to join the major arterial circle of the iris. The long posterior ciliary arteries
(usually two) pierce the sclera
near the posterior pole, then travel
anteriorly between the sclera and
choroid to also join the major
arterial circle of the iris. The
major arterial circle of the iris
gives off branches to the iris and
ciliary body. Most of the venous
drainage from the anterior
segment is directed posteriorly
into the choroid and thence into the vortex veins.
The retina is supplied by the central retinal artery and the short posterior ciliary arteries
(Fig 2.3). The central retinal artery travels in or beside the optic nerve as it pierces the
sclera then branches to supply the layers of the inner retina (i.e., the layers closest to the
vitreous compartment). Retinal venules and veins coalesce into the central retinal vein,
which exits the eye with the optic nerve parallel and counter-current to the central retinal
artery.
Kiel JW. The Ocular Circulation. San Rafael (CA): Morgan & Claypool Life Sciences;
2010. Chapter 2, Anatomy.

2. Mengapa anak mengeluh kemerahan


berulang, gatal sering mengucek mata
dan pengelihatan kabur?

mengeluh gatal dan sering mengucek matanya?


Imunopatofisiologi konjungtivitis alergi
seasonal meliputi dua proses, yaitu sensitisasi
dan memicu penjamu yang telah
tersensitisasi. Pada proses sensitisasi, alergen
dengan ukuran partikel kecil (pikogram)
misal : polen, debu, dll menempel pada
permukaan mukosa konjungtiva. Kemudian,
partikel akan di proses oleh sel Langerhans,
sel dendrit, dan MHC kelas II. Antigen akan
terpecah secara proteolitik dan berikatan
pada sisi antigen-reseptor MHC kelas II.
Kemudian, dibawa oleh APC menuju sel limfosit Th0 (native) untuk diekspresikan dan dikenali
sebagai peptida antigenik. Proses ini terjadi pada sistem drainase lokal kelenjar getah bening.
Kontak multiple dan
pertukaran sitokin
antara T-cell dengan
APC penting untuk
memicu terjadinya
reaksi tipe Th2. Sitokin
yang dirilis oleh sel
limfosit Th2 (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan granulocyte-macrophage colony stimulate factor – GM-
CSF) akan menstimulasi pembentukan IgE oleh sel B. Proses kedua ialah pencetusan reaksi pada
individu yang tersensitisasi. Paparan terhadap alergen pada indiveidu yang tersensitisasi akan
menyebabkan terjadinya cross-linking Ig E pada membran sel mast, degranulasi sel dan pelepasan
histamin, tryptase, prostaglandin dan leukotrien. Mediator-mediator inilah yang akan memicu
timbulnya manifestasi klinis pada fase akut atau fase awal. Degranulasi sel mast juga menginduksi
terjadinya aktivasi sel endotelial vaskular, ekspresi chemokin, dan adhesi molekul seperti
‘Regulated-upon-Activation Normal T-cell Expressed and Secreted’ (RANTES), monocytes
chemotactic protein-1 (MCP-1), intracellular adhesion molecule (ICAM-1), vascular cell adhesion
molecule (VCAM) dan p-Selectin and chemotactic factors (IL-8, eotaxin). Faktor-faktor inilah yang
menginisiasi terjadinya aktivasi sel inflamasi pada konjungtiva. Reaksi fase lambat pada konjungtiva
muncul berjam-jam setelah paparan alergen dan ditandai oleh adanya rekurensi atau pemanjangan
gejala akibat infiltrasi eusinofil, neutrofil dan sel limfosit T pada mukosa konjungtiva.

Bonini, S., Sgrulleta, R., Coassin, Marco., Bonini, S., 2009, Allergic Conjunctivitis: Update On Its
Pathophysiology And Perspectives For Future Treatmen, Departement of Opthalmology.

Umumnya pada mata merah terdapat beberapa kemungkinan penyebab seperti konjungtivitis
akut, iritis akut, keratitis, tukak kornea, skleritis, episkleritis, glaukoma akut, endoftalmitis, dan
panoftalmitis.

Konjungtivitis alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat
seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap
obat, bakteri, dan toksik. Merupakan'reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan
riwayat atopi. Semua gejala pada konjungtiva akibat konjungtiva bersifat rentan terhadap benda
asing. Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau
berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada
konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan.

Konjungtivitis Vernal
Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik terhadap
antigen bila seseorang terpapar pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperan sebagai
homositotropik yang mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan antigen dengan
antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan terjadinya degranulasi dan
dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti histamin, slow reacting substance of anaphylaxis,
bradikinin, serotonin, eosinophil chemotactic factor, dan faktor-faktor agregasi trombosit. Histamin
adalah mediator yang berperan penting, yang mengakibatkan efek vasodilatasi, eksudasi dan
hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai dengan gejala seperti mata gatal, merah, edema,
berair, rasa seperti terbakar dan terdapat sekret yg bersifat mucoid.

Konjungtivitis Vernalis Siti Budiati Widyastuti, Sjawitri P. Siregar sari Pediatri, Vol. 5, No. 4, Maret
2004

penglihatan kabur?
Konjungtivitis alergi adalah proses peradangan pada mata yang bersifat self limiting. Proses
peradangan pada konjungtivitis alergi diperantarai oleh reaksi hipersensitivitas. Sel mast dan IgE
dalam hal ini mengambil peran yang sangat penting, dimana setelah terpapar oleh suatu alergen
akan terjadi reaksi silang antara sel mast dan IgE.

Dua tahap yang terjadi yaitu yang pertama terjadi paparan oleh suatu alergen yang akan
diproses oleh APC sehingga akan mengaktivasi Th2 untuk merangsang pembentukan IgE oleh sel B.
Tahap kedua akan terjadi reaksi silang antara IgE dengan sel mast sehingga akan terjadi degranulasi
sel mast. Sel mast yang bergranulasi nantinya akan mengeluarkan mediator-mediator inflamator
seperti, histamine, proteoglikan, neutral protease, asam hidrolase, enzim oksidatif, prostalglandin,
leukotrien, platelet factor, interleukin, dan TNF.

Sanchez MC, Parra BF, Matheu V, et al, 2011, Allergic Conjunctivitis, Journal Investigated Allergic
Ophthalmology Clin Immunology, 21, pp. 1-19.

Pada late phase, reaksi stimulasi oleh alergen sampai menimbulkan gejala di perantarai oleh,
eosinofil, neutrofil, limfosit T.

Bonini, S., Sgrulleta, R., Coassin, Marco., Bonini, S., 2009, Allergic Conjunctivitis: Update On Its
Pathophysiology And Perspectives For Future Treatmen, Departement of Opthalmology.

Hipertrofi limbus ini disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai
Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinafil dengan bagian
epithel limbus kornea. (Kena Kornea bisa bikin penurunan visus)
Konjungtivitis Vernalis Siti Budiati Widyastuti, Sjawitri P. Siregar sari Pediatri, Vol. 5, No. 4, Maret
2004

Bentuk campuran VKC memiliki fitur VKC palpebral dan limbal. Keterlibatan kornea dalam VKC
dapat terjadi sebagai keratitis punctate epitel kornea (peradangan pada kornea), dan di mana erosi
epitel dapat menyatu dan membentuk ulkus sheild. Kehadiran ulkus shield akan memperburuk
gejala pasien dan mempengaruhi penglihatan.

Varsha M Rathi et al. 2017. Allergic conjunctivitis. VOLUME 29. ISSUE 99. COMMUNITY EYE
HEALTH JOURNAL.

kemerahan berulang
Konjungtivitis alergi adalah proses peradangan pada mata yang bersifat self limiting. Proses
peradangan pada konjungtivitis alergi diperantarai oleh reaksi hipersensitivitas. Sel mast dan IgE
dalam hal ini mengambil peran yang sangat penting, dimana setelah terpapar oleh suatu alergen
akan terjadi reaksi silang antara sel mast dan IgE.
Sanchez MC, Parra BF, Matheu V, et al, 2011, Allergic Conjunctivitis, Journal Investigated Allergic
Ophthalmology Clin Immunology, 21, pp. 1-19.

Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, pada
iritis dan glaukoma akut kongestif, pembuluh darah arteri perikornea yang letak lebih dalam akan
melebar, sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi
epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan kembali putih. Pada konjungtiva
terdapat pembuluh darah :
Arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi.
Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang
Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior longus bergabung
membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang akan memperdarahi iris dan badan
siliar.
Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Arteri episklera yang terletak di atas sklera, merupakan bagian arteri siliar anterior yang
memberikan perdarahan ke dalam bola mata. Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh
darah di atas maka akan terjadi mata merah.

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2015.

Hiperemia adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas
di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pernbuluh-pembuluh konjungtiva
posterior. (Dilatasi perilimbus atau hiperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau
struktur yang lebih dalam.) Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri, dan tampilan
putih susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi
oleh penyebab fisik seperti angina matahari, asap, dll., tetapi sesekali bisa muncul pada penyakit
yang berhubungan dengan ketidakstabilan vaskular (mis., acne rosacea).

Varsha M Rathi et al. 2017. Allergic conjunctivitis. VOLUME 29. ISSUE 99. COMMUNITY EYE
HEALTH JOURNAL.
3. Mengapa pa pada anak
ditemukan kelopak mata
keduanya ptosis dan juga
cobblestone appearance
pada konjungtiva atas dan
juga injeksi pada
konjungtiva bulbar ?
Clinically, VKC can be
divided into 3 subtypes:
conjunctival, limbal, and
mixed presentations.
Disease severity seems
milder in limbal VKC,
leading some to suspect
that it is the early
presentation of a
spectrum of disease.8
However, there appears
to be variability in the
prevalence of certain
types, based on
geography and atopic
history, which suggests
that the pathogenesis of
the two types may be
different.

On external
examination, the
lids can be
erythematous
and thickened; a
reactive ptosis
may be present
due to
photosensitivity
(Fig. 1). The
classic finding of
giant papillae (>
1 mm diameter)
is located most
commonly on the
upper tarsal
conjunctiva. Lid eversion must
be performed in order to
visualize them (Fig. 2). The
tarsal conjunctiva develops a
cobblestone appearance and, in
active disease, can have mucus
accumulation between the
papillae. In the limbal form, the
conjunctiva may show a fine
papillary reaction. Here the
predominant findings are
gelatinous limbal papillae
associated with epithelial
infiltrates called Horner-
Trantas dots (Fig. 3). These are
focal collections of degenerated
eosinophils and epithelial cells.

The cornea may become involved in VKC, and the corneal changes range from mild
(punctate epithelial erosions) to severe (macroerosions and ulcers). Active palpebral
disease may lead to development of superficial corneal neovascularization.
Macroerosions form when inciting agents (eg, eosinophilic major basic protein) released
from the epithelium of the upper tarsal conjunctiva progress to corneal epithelial
necrosis.9 Epithelial erosions may heal completely, with excellent visual outcomes;
however, in severe or neglected cases, mucus and calcium deposition can prevent re-
epithelialization, and a shield ulcer develops (Fig. 4). Waxing and waning gray-white
lipid deposits in the peripheral, superficial stroma create an arcuate infiltrate known as
pseudogerontoxon.2

Vernal keratokonjunctivitis. Kraus, courtney. 2016. American academy of


ophthalmology.

Ptosis adalah posisi kelopak mata atas yang abnormal rendah. Ptosis dapat disebabkan oleh:
(a) Lesi kelopak mata yang besar sehingga menarik kelopak mata ke bawah.
(b) Edema kelopak mata.
(c) Tertariknya kelopak mata karena parut konjungtiva.
(d) Abnormalitas struktur termasuk disinsersi aponeurosis otot levator, biasanya pada pasien
manula.
Sjamsu Budiono. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya Airlangga University ISBN:978-602-
7924-18-5
Penebalan kelopak mata atas (cobblestone) ini mungkin terkait dengan penurunan kelopak mata
(ptosis).

Varsha M Rathi et al. 2017. Allergic conjunctivitis. VOLUME 29. ISSUE 99. COMMUNITY EYE
HEALTH JOURNAL.

Cobblestone
Hiperkofi papilar adalah reaksi konjungtiva nonspesitik yang terjadi karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas
pembuluh yang membentuk substansi papila (bersama unsur sel dan eksudat) mencapai
membran basai epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung.
Eksudat radang rnengumpul di antara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan
konjungtiva. Pada penyakit-penyakit nekrotik (mis., trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat. Bila papilanya kecil, tampilan konjungtiva umumnya liciry
seperti beludru. Konjungtiva dengan papila merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia
(mis., konjungtiva tarsal merah rnirip beiudru adalah khas pada trakoma akut). Pada inJiltrasi
berat konjungtiva dihasiikan papiia raksasa. Pada keratokonjungtivitis vernal, papila ini disebut
juga "papila cobblestone" karena tampilannya yang rapat; papila raksasa beratap rata, poligonal,
dan berwarna putih susu-kemerahan. Di tarsus superior, papila macam ini mengesankan
keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis papilar raksasa dengan sensitivitas terhadap lensa
kontak di tarsus inferior, mengesankan keratokonjungtivitis atopik. Papila raksasa dapat pula
timbul di limbus, terutama di daerah yang biasanya terpajan saat mata terbuka (antara pukul 2
dan 4 dan antara pukul 8 dan 10). Di sini papila tampak berupa tonjolan-tonjolan gelatinosa
yang dapat meluas sampai ke kornea. Papila limbus khas untuk keratokoniungtivitis vernal,
tetapi jarang pada keratokonjungtivits atopic.
Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Glaukoma. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC; 2015
Setelah paparan dengan alergen, jaringan konjungtiva akan diinfiltrasi oleh limfosit, sel
plasma, eosinofil dan basofil. Bila penyakit semakin berat, banyak sel limfosit akan
terakumulasi dan terjadi sintesis kolagen baru sehingga timbul nodul-nodul yang besar pada
lempeng tarsal. Aktivasi sel mast tidak hanya disebabkan oleh ikatan alergen IgE, tetapi dapat
juga disebabkan oleh anafilatoksin, IL-3 dan IL-5 yang dikeluarkan oleh sel limfosit. Selanjutnya
mediator tersebut dapat secara langsung mengaktivasi sel mast tanpa melalui ikatan alergen
IgE. Reaksi hiperreaktivitas konjungtiva selain disebabkan oleh rangsangan spesifik, dapat pula
disebabkan oleh rangsangan non spesifik, misal rangsangan panas sinar matahari, angina.
Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Glaukoma. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC; 2015
Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe limbal.
Tipe Palpebral.
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior yaitu terdapat pertumbuhan papil yang
besar yang disebut cobble stone. Pada beberapa tempat akan mengalami hiperlpasi dan
diberbagai tempat terjadi atrofi, perubahan mendasar terdapat di substansia propia, dimana
substanti propia ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel limfosit plasma dan eosinafil Pada
stadium yang lanjut jumlah selsel lapisan plasma dan eosinafil akan semakin meningkat
sehingga terbentuk tonjolan-tonjolan jaringan di daerah tarsus dengan disertai
pembentukan pembuluh darah baru kapiler ditengahnya.
Tipe Limbal
Terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe palpebral. Pada bentuk
limbal ini terjadi hipertrofi limbal yang membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Hipertrofi
limbus ini disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai
Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinafil dengan
bagian epithel limbus kornea.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2015.
KONJUNGTIVITIS VERNAL, Arti Lukitasari JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12
Nomor 1 April 2012
perbedaan tipe injeksi
mengapa terjadi ulkus shield?
Two hypotheses can explain the development of shield ulcers. The first is the
mechanical friction generated by the giant papillae, causing a micro-corneal trauma
that later evolves into a shield ulcer. The second is an allergic response produced by
the toxic action of inflammatory mediators released by eosinophils
Reddy JC, Basu S, Saboo US, Murthy SI, Vaddavalli PK, Sangwan VS. Management,
clinical outcomes, and complications of shield ulcers in vernal keratoconjunctivitis.
Am J Ophthalmol. 2013;155:550–9.e1.
Classically, it has been thought of as a type I IgE-mediated hypersensitivity reaction.
Other studies have demonstrated the involvement of neural factors such as substance
P and nerve growth factor in the pathogenesis of VKC, and the overexpression of
estrogen and progesterone receptors in the conjunctiva of VKC patients has
introduced the possible involvement of sex hormones.[3] Thus, the pathogenesis of
VKC is probably multifactorial, with the interaction of the immune, nervous, and
endocrine systems. In a previous immunohistochemical study of patients with VKC,
we reported that estrogen and progesterone receptors were overexpressed on the
conjunctiva by eosinophils and other inflammatory cells. These hormones may bind
to conjunctival receptors and exert a proinflammatory effect through the recruitment
of eosinophils to the conjunctival tissue.[4]
VKC with severe shield ulcer may represent a very aggressive form of inflammatory
disease. The pathogenesis of these ulcers is believed to be mechanical irritation to the
corneal epithelium by giant papillae [Figure 1] and [Figure 2] and toxic
epitheliopathy from inflammatory mediators secreted by the eosinophils and mast
cells.[5]
Shield
ulcer: A
very rare

presentation. Sujit Das. 2017. Kerala journal of ophthalmology. DOI


10.4103/kjo.kjo_73_17

Perbedaan ulkus shield dan ulkus biasa


Ulkus secara umum krn iflamasi
Ulkus shield  krn inflamasi dan bisa diperparah karena gesekan dengan papila
berkeratin di konjungtiva tarsal
4. Bagaimana interpretasi visual 6/12 mata kanan dan 6/9 mata kiri?
6/12  20/40  anak yang di skenario bisa melihat 6 meter
6/9  20/30  anak di skenario bisa membaca pada huruf baris yang menujukan angka
30
Mengapa terjadi penurunan visual ? apa kaitannya dengan coublestone, ulkus shield dan
horner trantas dots
Karena ada ulkus shield  ada di kornea  media refrakta terganggu  menggaggu
cahaya yang masuk  penurunan visual
5. Apa dx dan dd dari skenario?
Dx
Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe l) yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva
tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosonofil atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan
di daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang b,enruarna keputihan yang terdapat di
dalam benjolan. Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan
ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas.
Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada
laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan
gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.
Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama) :
Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Co.ble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema terdapat papil halus dengan kelainan kornea
lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan
berbentuk poligonal dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.
Keratokonjungtivitis vernal biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Kombinasi
antihistamin sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang hingga berat. Pemakaian
steroid topikal atau sistemik akan dapat menyembuhkan, tetapi pada pemakaian jangka panjang
sangat merugikan. Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor, natrium karbonat
membuat pasien rasa nyaman pada mata. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati
dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik.
Budhiastra. Putu, et al. 2017. Ilmu Kesehatan Mata. pp. 1-6. Denpasar : Udayana University
Press. ISBN: 978-602-294-184-2

Ratna Sitompul. April 2017. Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi di Pelayanan Kesehatan
Primer. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas Indonesia- RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Vol. 5, No. 1
Dd
Keratokonjungtivitis atopi à bilateral, hiperemis, kemosis konjungtiva bulbar, secret mucoid,
gatal hebat, terjadi pada pasien Riwayat atopi
Konjungtivitis alergi simple à unilateral/bilateral, hiperemis ringan sampai sedang, kemosis,
seringkali akibat paparan obat mata/larutan lensa kontak
Konjungtivitis seosanal (musiman) à dibagi dua :
Konjungtivitis alergi musiman/konjugtivitis “hay fever” à dengan onset selama musim panas.
Alergen yang paling sering adalah serbuk sari (pollen)
Konjungtivitis perennial à terjadi sepanjang tahun dengan eksaserbasi pada musim gugur Ketika
terpapar debu serangga dan fungal
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2015.

DD mata merah tanpa penurunan visus dan dengan penurunan visus


6. Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus di skenario?
Etiologi
Konjungtivitis alergi seasonal : adanya serbuk sari (pollen), seperti tepung sari, rumput, gulma
dan lain-lain, alergen ini hanya muncul pada musim tertentu saja.
Konjungtivitis alergi parennial : alergen yang biasa kita temui (tidak memerlukan musim
tertentu), seperti tungau.
Keratokonjungtivitis vernal hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan
musim gugur. Alergen spesifik penyebab keratokonjungtivitis vernal berhubungan dengan
sensitivitas terhadap tepung sari rumput.
Keratokonjungtivitis atopik memiliki kaitan erat dengan adanya riwayat keluarga seperti alergi,
asma, dan urtikaria. Biasanya pasien memiliki atopik dermatitis atau eczema ketika kecil yang
kemudian berkembang menjadi gejala okuler ketika dewasa
Bonini, S., Sgrulleta, R., Coassin, Marco., Bonini, S., 2009, Allergic Conjunctivitis: Update On Its
Pathophysiology And Perspectives For Future Treatmen, Departement of Opthalmology.

Fx resiko
Usia dan jenis kelamin. 4-20 tahun; lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan.
Musim. Lebih umum di musim panas
Iklim. Lebih umum di daerah tropis, lebih sedikit dizona beriklim sedang dan hampir tidak
ada diiklim dingin
Comprehensive OPHTHALMOLOGY. A K KHURANA. 4th editions. ISBN:978-81-224-2480-5

7. Bagaimana patofisiologi dari skenario?


Pathophysiology
VKC is characterized by infiltration of the conjunctiva by a variety of inflammatory cell
types, especially eosinophils. Although VKC has previously been thought of as an IgE-
mediated disease,5 several other immunologic pathways have also been implicated.
Patients with VKC have been shown to have an increased number of activated CD4+ T-
lymphocytes, predominantly Th2, indicating that there is a hypersensitivity reaction to an
unknown pathogen.6 Increased levels of inflammatory cytokines IL-3, IL-4, and IL-5
have also been demonstrated.7 Conjunctival papillae formation is related to fibroblast
activation and production, whereas limbal conjunctival nodules are related to infiltration
of inflammatory cells.6

Studies using in vivo confocal microscopy have shown cellular irregularities in patients
with VKC. Patients have been shown to have not only injury to the superficial corneal
epithelial layer but also involvement of the basal epithelium and anterior stroma. Corneal
nerves may be affected in VKC, and they have been shown to have decreased density as
well as increased concentration of adjacent inflammatory cells.8

It is also thought that aberrations in the normal ocular surface microbiome may play a
role in VKC. In a recent study, Staphylococcus aureus was more frequently isolated from
the conjunctival specimens from patients with VKC, and may be a significant cause of
exacerbations, while S. epidermidis was more frequently found in normal control
patients.
Addis H, Jeng BH. Vernal keratoconjunctivitis. Clin Ophthalmol. 2018;12:119-123.
Published 2018 Jan 11. doi:10.2147/OPTH.S129552
8. Bagaimana tatalaksana dari skenario?

Tata laksana konjungtivitis vernalis berdasarkan beratnya gejala dan tanda penyakit, yaitu

Terapi utama : berupa penghindaran terhadap semua kemungkinan alergen penyebab.


Terapi topikal Pemberian vasokonstriktor topikal dapat mengurangi gejala kemerahan dan
edem pada konjungtiva. Namun pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan kombinasi obat vasokonstriktor dan antihistamin topikal (vasocon A) mempunyai
efek yang lebih efektif dibanding pemberian yang terpisah. Pemberian stabilisator sel mast yaitu
natrium kromoglikat 2% atau sodium kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin dapat
mencegah degranulasi dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi kebutuhan
akan kortikosteroid topikal. Pemakaian iodoksamid dikatakan mempunyai efek yang lebih baik
dibandingkan dengan natrium kromoglikat 2% maupun sodium kromolyn 4%. Pemberian obat
antiinflamasi non-steroid topikal seperti diklofenak, suprofen, flubirofen dan ketorolak dapat
menghambat kerja enzim siklooksigenase, namun saat ini hanya ketorolak yang mendapat
rekomendasi dari Food Drug Administration. Bila obat-obatan topikal seperti antihistamin,
vasokonstriktor, atau sodium kromolyn tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan
pemberian kortikosteroid topikal. Allansmith melaporkan bahwa pemberian terapi “pulse”
dengan deksametason 1% topikal, diberikan tiap 2 jam, 8 kali sehari kemudian diturunkan secara
bertahap selama 1 minggu, dapat mengobati inflamasi pada KV, tetapi bila tidak dalam serangan
akut pemberian steroid topikal tidak diperbolehkan. Saat ini preparat steroid digunakan dengan
cara injeksi supratarsal pada kasus KV yang refrakter. Siklosporin bekerja menghambat aksi
interleukin 2 pada limfosit T dan menekan efek sel T dan eosinofil, terbukti bermanfaat
menurunkan gejala dan tanda KV. Terapi untuk kasus berulang yang tidak dapat diobati dengan
natrium kromoglikat atau steroid, diberikan siklosporin topikal 2% dan mitomisin-C topikal
0,01%.
Terapi sistemik Pengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk menambah
efektivitas pengobatan topikal. Pemberian aspirin dan indometasin (golongan antiinflamasi non-
steroid) yang bekerja sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat mengurangi
gejala KV. Kortikosteroid sistemik diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi berat pada
kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan. Pemberian montelukas
dilaporkan dapat mengurangi gejala pada pasien KV yang juga menderita asma atau pada pasien
yang mempunyai risiko terhadap terapi steroid. Namun hal ini masih dalam
perdebatan.Efektivitas pemberian imunoterapi sebagai terapi alergi pada mata sampai saat ini
belum memberikan hasil yang memuaskan.
Terapi suportif, Desensitisasi dengan alergen inhalan. Kompres dingin pada mata dan
menggunakan kacamata hitam, Tetes mata artifisial dapat melarutkan alergen dan berguna
untuk mencuci mata, Klimatoterapi seperti pendingin udara di rumah atau pindah ke tempat
berhawa dingin.
Terapi bedah Terapi bedah yang dapat dilakukan adalah otograf konjungtiva dan krio terapi,
namun kelemahan kedua terapi ini dapat menyebabkan terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi
air mata dan entropion. Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi kornea. Tata
laksana yang diberikan pada pasien ini adalah menghindari penyebab dengan cara mengurangi
frekuensi bermain di luar rumah, menjaga kebersihan lingkungan, memakai kacamata hitam,
diberikan kortikosteroid topikal, stabilisator sel mast (iodoksamid) topikal, dan terapi sistemik
berupa antihistamin, dan kortikosteroid. Kortikosteroid topikal dan sistemik diberikan karena
saat ini pasien termasuk dalam derajat penyakit sedang ke berat. Penggunaan stabilisator sel
mast perlu diberikan dalam jangka panjang (4-6 bulan) untuk mencegah kekambuhan.
Komplikasi yang timbul dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakitnya atau efek samping
pengobatan yang diberikan. Bila proses penyakit meluas ke kornea, dapat terjadi parut kornea,
astigmatisme, keratokonus, dan kebutaan. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat
menyebabkan glaukoma, katarak dan infeksi bakteri sekunder. Komplikasi yang terjadi pada
pasien ini yaitu adanya bintik-bintik epitelial di kornea dan sikatriks di tengah kornea mata kiri
yang disebabkan karena pasien sering menggosok-gosok matanya.
Siti Budiati Widyastuti, Sjawitri P. Siregar. Maret 2004. Konjungtivitis Vernalis sari Pediatri, Vol. 5,
No. 4.

9. Bagaimana edukasi dari skenario?


Prognosis
The prognosis for VKC patients is generally good and the disease is generally self-
limiting with appropriate treatment. Despite an overall good prognosis, up to 6% of
patients will develop vision loss due to complications associated with VKC. In patients
studied, over half will continue to have symptoms after 5 years and the presence of giant
papilla may indicate a worse prognosis.3

Addis H, Jeng BH. Vernal keratoconjunctivitis. Clin Ophthalmol. 2018;12:119-123.


Published 2018 Jan 11. doi:10.2147/OPTH.S129552
Complications

In most cases, allergic onjunctivitis does not present a serious health threat.

Complications of allergic conjunctivitis are rare, but when they do occur, they can be serious and
include:

Severe cases can result in scarring of the eye.

If allergic conjunctivitis progresses to infective conjunctivitis, the infection can spread to other areas of
the body, potentially causing serious secondary infections.

Deterrence and Patient Education

Prevention is the key, and this means making lifestyle changes. Today, many allergists can perform skin
tests to identify the allergen, allowing one to make a long-term preventive strategy.

Shad Baab1; Patrick H. Le2; Eilene E. Kinzer3Allergic Conjunctivitis. [Updated 2021 Mar 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.

Anda mungkin juga menyukai