Anda di halaman 1dari 42

HARMONISASI UU CIPTA KERJA NO.

11/2020, PP NO. 26/2021 TENTANG


PENYELENGGARAAN BIDANG PERTANIAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
UU OMNIBUS/OMNIBUS LAW
UU Cipta Kerja

Satu Undang- Undang (UU) yang merevisi sejumlah UU sekaligus.


Tujuan: Merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran.

OMNIBUS LAW Berpotensi meningkatkan investasi

Membuat biaya supply chain industri manufaktur


nasional lebih produktif dan kompetitif.

Sejumlah negara telah menerapkan omnibus law, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Irlandia. Irlandia
bahkan menerbitkan UU omnibus yang merevisi lebih dari 3.000 UU.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PASAL UU PERKEBUNAN TERDAMPAK UU CIPTA KERJA

Terdapat 33 Pasal dari 118 Pasal dalam UU No. 39 Tahun 2014 ttg Perkebunan
yang terkena dampak UU No. 11 Tahun 2020 ttg Cipta Kerja dengan penjelasan:
 Mengubah konsepsi kegiatan usaha yang semula berbasis izin usaha
(license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis resiko (risk
based approach/RBA) sehingga Mengubah kalimat/norma Izin Usaha
Perkebunan menjadi Perizinan Berusaha.
 Pasal-Pasal yang dihapus sejatinya tidak dihilangkan, namun norma
pengaturannya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, karena sifatnya
yang sangat teknis dan dinamis sehingga dapat lebih aplikatif dalam
pelaksanaannya.
 Penataan Perizinan diatur oleh Pemerintah Pusat yg selanjutnya dalam
praktek di lapangan kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PASAL UU PERKEBUNAN TERDAMPAK UU CIPTA KERJA

 Menghapus ketentuan persyaratan investasi dan pengaturan


terkait penanaman modal dalam UU Perkebunan dan cukup
diatur dalam UU Penanaman Modal.

 Mengubah norma batas waktu pengusahaan kebun, fasilitasi


pembangunan kebun masyarakat sekitar, kewajiban
membangun kebun untuk komoditas perkebunan tertentu.

 Menghapus pengenaan sanksi pidana bagi kegiatan


pelanggaran administratif

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
16 AMANAT UU CK UNTUK SUBSEKTOR PERKEBUNAN

No. Pasal Tentang PP No. Pasal Tentang PP


1. 14 (3) Penetapan luas maksimum dan minimum 26/2021 11. 74 (3) Kewajiban pengolahan perkebunan tertentu yang 26/2021
penggunaan lahan untuk Usaha Perkebunan. berbahan baku impor untuk membangun kebun.
2. 18 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan Perkebunan 26/2021
12. 75 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang mengimpor 26/2021
yang melebihi batas maksimum atau batas
bahan baku tertentu tapi tidak membangun kebun.
minimum.
3. 24 (4) standar mutu dan persyaratan teknis minimal 5/2021 13. 93 (6) Penghimpunan dana dan badan pengelola dana 24/2015
pemasukan benih dari luar negeri. perkebunan
Syarat-syarat dan tata cara pelepasan atau 14. 96 (3) Pembinaan Usaha Perkebunan dilakukan oleh 26/2021
4. 30 (4) 5/2021
peluncuran benih tanaman perkebunan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
Persyaratan minimum sarana dan prasarana kewenangan.
5. 35 (2) 5/2021 Pembinaan teknis
pengendalian OPT. 15. 97 (3) 26/2021
6. 42 (2) Perizinan Berusaha subsektor Perkebunan. 5/2021
16. 99 (5) Persyaratan dan tata cara pengawasan 26/2021
7. 47 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan Perkebunan 5/2021
yang tidak memiliki Perizinan Berusaha.
8. 60 (3) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang tidak 26/2021
melakukan fasilitasi pembangunan kebun
masyarakat.
9. 67 (2) Kewajiban memelihara kelestarian fungsi 26/2021
lingkungan hidup.
10. 70 (2) Sanksi administratif bagi Perusahaan yang tidak 5/2021
membangun sarana dan prasarana di dalam
kawasan kebun.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PP NO. 26 TAHUN 2021 TTG PENYELENGGARAAN BIDANG PERTANIAN

Diundangkan tanggal 2 Februari 2021


Lembaran Negara RI Tahun 2021 Nomor 36
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 6638

Terdiri dari 10 Bab dan 237 Pasal

BAB I  Ketentuan Umum


BAB II  Subsektor Perkebunan
BAB III  Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
BAB IV  Subsektor Tanaman Pangan
BAB V  Subsektor Hortikultura
BAB VI  Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan
BAB VII  Sistem Informasi
BAB VIII  Ketentuan Lain-Lain
BAB IX  Ketentuan Peralihan
BAB X  Ketentuan Penutup

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan
Pasal 2 dan Pasal 3
Penetapan luas maksimum dan minimum penggunaan lahan untuk
usaha perkebunan harus mempertimbangkan jenis tanaman dan/atau
ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat.

Luas maksimum yang wajib dipenuhi oleh Perusahaan Perkebunan:

 Kelapa sawit  100.000 ha


 Kelapa  35.000 ha
 Karet  23.000 ha
 Kakao  13.000 ha
 Kopi  13.000 ha
 Tebu  125.000 ha
 Teh  14.000 ha
 Tembakau  5.000 ha
Batasan luas maksimum berlaku untuk satu Perusahaan Perkebunan secara nasional.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 234
Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan
Luas minimum yang wajib dipenuhi oleh Perusahaan Luas maksimum atau minimum dikenai sanksi administratif
Perkebunan: berupa:
 Kelapa sawit  6.000 ha a. peringatan tertulis;
 Tebu  2.000 ha b. denda; dan/atau
 Teh  600 ha c. pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan.
Penetapan batasan luas minimum didasarkan pada skala
ekonomis Usaha Perkebunan.
Batasan luas minimum dipenuhi dari lahan milik
Perusahaan Perkebunan.

Perusahaan Perkebunan yang tidak dapat memenuhi


batasan luas minimum dapat melakukan kemitraan.

Dalam melakukan kemitraan, Perusahaan Perkebunan


harus memiliki lahan minimum 2O o/o dari luas lahan
yang diusahakan sendiri.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan

QUESTION ??

1. Bagaimanakah pengaturan luas maksimum atau minimum penggunaan lahan


usaha perkebunan bagi komoditas selain yang disebutkan di atas?
2. Apakah masih dimungkinkan melakukan usaha budi daya kelapa sawit, tebu atau
teh di bawah luasan minimum?
3. Bagaimanakah perusahaan perkebunan yang telah ada sebelum PP ini
diundangkan, tapi melakukan usaha yang melebihi luasan maksimum atau kurang
dari luasan minimum?

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Luas Maksimum dan Minimum Usaha Perkebunan

ANSWER

1. Pengaturan luas maksimum atau minimum penggunaan lahan usaha perkebunan


bagi komoditas selain yang disebutkan di atas mengikuti peraturan perundang-
undangan yang telah ada contoh Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2019 ttg Izin
Lokasi (Pasal 6).
2. Luas minimum yang wajib dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit = 6.000
ha. Minimal berasal dari lahan milik perusahaan perkebunan (6.000 x 20 % =
1.200) sisanya (4.800) dipenuhi dari kemitraan.
3. Perusahaan perkebunan yang telah ada sebelum PP ini diundangkan, tapi
melakukan usaha yang melebihi luasan maksimum atau kurang dari luasan
minimum dikecualikan dari ketentuan PP ini (Pasal 234).

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Pasal 12 dan Pasal 14

 Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian
lahannya berasal dari:
a. area penggunaan lain yang berada di luar HGU;dan/atau
b. area yang berasal dari pelepasan kawasan hutan,
wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 2O o/o dari luas lahan tersebut.

 Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak lahan
untuk Usaha Perkebunan diberikan HGU.

Fasilitasi pembangunan kebun diberikan kepada masyarakat sekitar yang


tergabung dalam kelembagaan pekebun berbasis komoditas Perkebunan
(kelompok tani, gabungan kelompok tani, lemhaga ekonomi petani
dan/atau koperasi).

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat
Pasal 16, Pasal 23 dan Pasal 25

Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dapat dilakukan Ketentuan lebih lanjut mengenai pola dan
melalui: bentuk fasilitasi pembangunan kebun serta
a. pola kredit; tahapan fasilitasr pembangunan kebun
b. pola bagi hasil; masyarakat sekitar diatur dengan Peraturan
c. bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak;dan/atau Menteri.
d. bentuk kemitraan lainnya

Perusahaan Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kewajiban memfasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar, seluas 2O%o sesuai dengan jangka waktu tertentu dan/atau pelaporan fasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar dikenai sanksi administratif berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau
c. pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERMENTAN 98/2013 DAN;
PERMENTAN 45/2019

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
PERMENTAN 98/2013

• Permentan No.98/Permentan/OT.140/9/13 tentang Pedoman


Perizinan Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 30 September
2013 dan diundangkan tanggal 2 Oktober 2013)
• Permentan No. 29/Permentan/KB.410/5/2016 ttg Perubahan
Peraturan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 31 Mei 2016 dan
diundangkan pada tanggal 6 Juni 2016)
• Permentan No. 21/Permentan/KB.410/6/2017 ttg Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (ditetapkan tanggal 2 Juni 2017 dan
diundangkan tanggal 7 Juni 2017)

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Perizinan Usaha Perkebunan

 Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pemberian pelayanan


perizinan dan pelaksanaan kegiatan Usaha Perkebunan dengan Tujuan untuk
memberikan perlindungan, pemberdayaan Pelaku Usaha Perkebunan secara
berkeadilan dan memberikan kepastian dalam Usaha Perkebunan
 Jenis usaha perkebunan terdiri atas usaha budidaya tanaman perkebunan dan
usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
 Badan hukum asing/perorangan warga negara asing yang melakukan usaha
perkebunan wajib bekerjasama dengan pelaku usaha perkebunan dalam negeri
dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indone sia.
KRITERIA PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

Izin Usaha Perkebunan

Badan hukum (BH) Asing/perorangan Izin Usaha


Izin Usaha WNA harus bekerjasama dengan pelaku
Perkebunan Untuk Perkebunan Untuk
ush bun dalam negeri deng membentuk
Budidaya (IUP-B) BH Ind dan berkedudukan di ind. Pengolahan (IUP-P)

≥ 25 Ha < 25 Ha s/d kapasitas < Kapasitas


IUP-B STD-B Minimal Minimal
Kpd persh (surat IUP-P STD-P (surat
tanda kpd tanda
daftar Perusahaan daftar
budidaya) pengolahan)

IZIN USAHA PERKEBUNAN (IUP)


TERINTEGRASI
≥ Sawit 1000 ha, Teh 240 ha, Tebu 2.000 ha

16
SYARAT PERMOHONAN IUP (Pasal 21, 22, 23)
Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:
 Akte pendirian perusahaan dan  Pertimbangan teknis ketersediaan  Pernyataan kesanggupan memiliki
perubahannya yang terakhir; lahan dari instansi Kehutanan sarana, prasarana dan sistem untuk
 Nomor Pokok Wajib Pajak; (apabila areal berasal dari kawasan melakukan pengendalian OPT;
 Surat keterangan domisili; hutan);  Pernyataan kesanggupan memiliki
 Rekomendasi kesesuaian dengan  Jaminan pasokan bahan baku yang sarana, prasarana dan sistem untuk
RTRW kabupaten/kota dari diketahui oleh bupati/walikota; melakukan pembukaan lahan tanpa
bupati/walikota untuk IUP yang  Rencana kerja pembangunan pembakaran serta pengendalian
diterbitkan oleh gubernur; kebun dan unit pengolahan hasil kebakaran;
 Rekomendasi kesesuaian dengan perkebunan;  Pernyataan kesediaan dan rencana
rencana makro pembangunan  Izin Lingkungan dari gubernur atau kerja pembangunan kebun untuk
perkebunan provinsi dari gubernur bupati/walikota sesuai masyarakat; dan
untuk IUP yang diterbitkan oleh kewenangannya;  Pernyataan kesediaan dan rencana
bupati/walikota;  Pernyataan perusahaan belum kerja kemitraan.
 Izin lokasi dari bupati/walikota yang menguasai lahan melebihi batas
dilengkapi dengan peta calon lokasi luas maksimum;
dengan skala 1: 100.000 atau
1:50.000;
KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERKEBUNAN
Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, IUP sesuai Peraturan ini wajib:
 memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun
perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3
(tiga) tahun.
 melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar;
 melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin secara berkala setiap
6 bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal
Perkebunan;
 menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan di
bidang pertanahan;dan
 merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi
kelayakan, baku teknis, dan peraturan perundang-undangan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMBERI IZIN
 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan usaha perkebunan dilakukan
oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota dalam bentuk
evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dan penilaian usaha perkebunan.
 Evaluasi kinerja Perusahaan Perkebunan dilakukan paling kurang 6 (enam) bulan sekali
melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan perkembangan usaha perkebunan
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan Direktur Jenderal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali
19
terhadap pemberian izin dan pelaksanaan usaha perkebunan.
 Updating data dan informasi dilakukan per semester sesuai format yang telah disepakati
mencakup data Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, data pelepasan kawasan dan HGU.
SANKSI ADMINISTRASI (PERMENTAN NO 98/2013)

 Perusahaan terbukti memberikan pernyataan status perusahaan sebagai usaha mandiri atau
bagian dari kelompok (group) perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas paling luas yg
tdk benar, IUP-B atau IUP dicabut tanpa peringatan dan hak atas tanah diusulkan utuk
dibatalkan.
 Perusahaan yang tidak melaporkan pengalihan kepemilikan perusahaan, dikenai sanksi
peringatan tertulis 3 kali dengan tenggang waktu 4 bulan, apabila tidak diindahkan IUP-B, IUP
dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk dibatalkan.
20
 Perusahaan yang tidak menyampaikan peta digital lokasi IUPB atau IUP, memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat, melakukan kemitraan, melaporkan perubahan kepemilikan
dan kepengurusan, dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali masing-masing dlm tenggang waktu
2 bln. Apbl tdk diindahkan IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan utk
dibatalkan.
PERALIHAN

(1) Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP), Izin Tetap Usaha
Budidaya Perkebunan (ITUBP), atau Izin Tetap Usaha Industri Perkebunan (ITUIP), yang diterbitkan
sebelum peraturan ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku.

(2) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, izin usaha perkebunan yang telah diterbitkan,
dinyatakan tetap berlaku dan pembinaan selanjutnya dilakukan oleh kabupaten/kota yang
merupakan lokasi kebun berada.
21
(3) Apabila pemekaran wilayah mengakibatkan lokasi kebun berada pada lintas kabupaten, maka
pembinaan selanjutnya dilakukan oleh provinsi.

(4) Izin usaha yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam rangka
penanaman modal sebelum diundangkannya Peraturan ini dinyatakan tetap berlaku.
PERMENTAN NO. 29/2016
PERUBAHAN PERATURAN ATAS
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR
98/PERMENTAN/OT.140/9/2013
TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA
PERKEBUNAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
• Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Unit Pengolahan Hasil Perkebunan selanjutnya disebut Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan adalah serangkaian kegiatan penanganan dan
pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi dan memperpanjang
daya simpan.

• Menghapus Pasal 13,14 dan 49


• Pasal 13 dihapus.
1) Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya masyarakat belum ada Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20 % (dua
puluh perseratus) bahan baku dari kebun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 tidak tersedia, dapat didirikan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan oleh
Perusahaan Perkebunan.
2) Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki IUP-P.
3) Untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan
Perkebunan harus memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan dari dinas yang
membidangi perkebunan setempat dan melakukan kerjasama dengan koperasi
pekebun pada wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
• Pasal 14 dihapus.
• Pasal 14 Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit yang melakukan kerjasama dengan koperasi pekebun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), wajib melakukan penjualan saham kepada koperasi
pekebun setempat paling rendah 5% pada tahun ke-5 dan secara bertahap menjadi paling rendah 30% pada
tahun ke-15.

• Pasal 49 dihapus.
1) Perusahaan Perkebunan yang memperoleh IUP-P, tidak melakukan penjualan saham kepada koperasi
pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenai sanksi peringatan tertulis 3 (tiga) kali dalam
tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukan penjualan saham kepada koperasi pekebun.
2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, IUP-P dicabut dan hak atas
tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dibatalkan..
PERMENTAN NO. 21/2017
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
MENTERI PERTANIAN NOMOR
98/PERMENTAN/OT.140/9/2013
TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA
PERKEBUNAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Pasal I
• Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1180)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
29/Permentan/KB.410/5/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 826)
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan IUP-P
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, harus memenuhi sekurang-
kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari keseluruhan bahan baku yang
dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri dan kekurangannya
wajib dipenuhi melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.
(2) Ketentuan mengenai penghitungan bahan baku yang dibutuhkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang
dimandatkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.
2. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal
11A, Pasal 11B, Pasal 11C, Pasal 11D, dan Pasal 11E sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 11A

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dapat diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun, hak guna usaha,
dan/atau hak pakai.
(2) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
tercantum dalam IUP-P.
Pasal 11B

(1) Kebun yang diperoleh dari hak milik atas tanah Pekebun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dapat dilakukan dengan sewa atau
sesuai dengan kesepakatan antara Pekebun dan perusahaan industri
pengolahan hasil Perkebunan.
(2) Kebun yang diperoleh dari hak guna usaha dan/atau hak pakai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11C

(1) Kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


harus dilakukan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sendiri oleh
perusahaan industri pengolahan hasil Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman,
pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan sortasi.
(3) Dalam hal kebun yang diusahakan sendiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 telah terbangun, perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan melanjutkan pemeliharaan tanaman sesuai dengan baku
teknis.
Pasal 11D

(1) Kebun yang diusahakan sendiri yang diperoleh dari hak milik atas tanah
Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B ayat (1) dilakukan untuk
jangka waktu paling singkat 15 (lima belas) tahun dan dibuat perjanjian
tertulis dengan bermaterai cukup.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan
tidak diperpanjang, IUP-P perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11E

Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


ayat (1) berasal dari kebun masyarakat dan/atau Perusahaan Perkebunan lain
yang belum melakukan ikatan kemitraan dengan Usaha Industri Pengolahan
Hasil Perkebunan.
3. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11E dilakukan
untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar, dan
terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Pekebun.
(2) Kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk perjanjian tertulis dan
bermaterai cukup sesuai format tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 98/Permentan/OT.140/9/ 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
(3) Isi perjanjian kemitraan pengolahan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat ditinjau kembali paling singkat setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan kesepakatan.
4. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya IUP-P, perusahaan industri pengolahan hasil
Perkebunan harus telah mengusahakan kebun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-P atau IUP melakukan kemitraan dalam
pemenuhan kebutuhan bahan baku yang mengakibatkan terganggunya kemitraan yang telah ada
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11E, dikenakan sanksi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukan perbaikan.
(3) Perusahan industri pengolahan hasil Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4
(empat) bulan untuk mengusahakan kebun sendiri.
(4) Apabila peringatan ke-3 (ketiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, IUP-P atau
IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang atau pemilik untuk
dibatalkan.
PERMENTAN NO. 45/2019
PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK DI
BIDANG PERTANIAN

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS (Online Single Submission)
untuk dan atas nama Menteri, pimpinan Lembaga, gubernur, atau bupati/walikota
kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

Pendaftaran NIB
melalui OSS

Tim Teknis lingkup Izin Usaha


Eselon 1 O
Kementerian S
Pemenuhan Komitmen
Pertanian / Dinas S
terkait
kepada Pusat
PVTPP/DPMPTSP Izin Komersial/
Operasional
Notifikasi persetujuan/penolakan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Pasal 22
1. Izin Usaha Perkebunan diberikan untuk:
a. Usaha budidaya tanaman perkebunan
b. Usaha industri pengolahan hasil perkebunan
c. Usaha perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan
hasil perkebunan
2. Izin usaha perkebunan huruf a sampai c dalam hal lahan usaha perkebunan berada
pada wilayah lintas provinsi
3. Permohonan izin usaha perkebunan pada ayat (1) dilakukan oleh perusahaan
perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Pasal 23
1. Pemenuhan komitmen untuk Usaha Perkebunan terdiri dari:
a. Rencana kerja pembangunan kebun perusahaan serta fasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar dan/atau unit industri pengolahan hasil perkebunan
b. Pernyataan dari pemohon bahwa telah mendapat persetujuan masyarakat
hokum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat
2. Dalam hal system OSS tidak dapat menyediakan data Perizinan Prasarana, selain
memenuhi Komitmen pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi Komitmen
berupa izin lokasi dan izin lingkungan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kewajiban Pemegang Izin Usaha Perkebunan
Perusahaan perkebunan memiliki kewajiban:
1. Memasok bahan baku yang diusahakan sendiri paling sedikit 20% dari kebutuhan total bahan baku
untuk usaha industry pengolahan hasil perkebunan
2. Mengusahakan lahan perkebunan paling sedikit 30% dari luas hak atas tanah , paling lambat 3
tahun setelah pemberian status hak atas tanah
3. Mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami tanaman
perkebunan, paling lambat 6 tahun setelah pemberian status hak atas tanah
4. Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal
kebun yang diusahakan, paling lambat 3 tahun sejak HGU diberikan
5. Melakukan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar
6. Melaporkan perkembangan usaha perkebunan secara berkala setiap 6 bulan dan data profil
perusahaan perkebunan serta perubahannya kepada Menteri melalui SIPERIBUN

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
lanjutan

7. Menjamin kelangsungan usaha pokok, menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman
sumber daya genetic serta mencegah berjangkitnya OPT, dalam hal melakukan diversifikasi usaha
8. Melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan

Direktorat Jenderal Perkebunan atau Dinas Teknis melakukan pemeriksaan pemenuhan


kewajiban tersebut melalui mekanisme pengawasan (post-audit) dan penilaian usaha
perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan


Kementerian Pertanian http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian

Terima Kasih

Direktorat Jenderal Perkebunan


http://ditjenbun.pertanian.go.id
Kementerian Pertanian

Anda mungkin juga menyukai