Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPOROSIS

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Osteoporosis merupakan penurunan masa tulang yang disebabkan
ketidak seimbangan resorpsi tulang dan pembentukkan tulang. Pada
osteoporosis terjadi peningkatan resorporsi tulang atau penurunan
pembentukan tulang (Asikin;dkk 2012: 101).
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO
adalah penyakit sekeletal sistemik dengan karakteristik masa masa tulang
yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan
akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan
terhadap patah tulang (Lukman, ningsih 2013: 141).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous. Osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang -lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa
massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang ( Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference,
di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas
berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang,
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan
akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang
(Suryati, 2006).
2. Etiologi
Osteoporosis dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor menurut (Asikin;dkk
2012: 103). Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi osteoporosis yaitu :
a. Defesiensi kalsium yaitu dapat disebabkan oleh :
1) Asupan kalsium dalam makanan yang tidak adekuat sehinga mudah
mempercepat penurunan masa tulang.
2) Tidak adekuatnya asupan vitamin D.
3) Pengunaan obat tertentu, misalnya pengunaan kortikoteroid dalam
jangka panjang.
b. Kurangnya latihan teratur yaitu mobilitas dapat menyebabkan proses
penurunannya massa tulang. Sedangkan olahraga yang teratur dapat
mencegah penurunan masa tulang. Tekanan mekanisme pada latihan
akan membuat otot berkonstrasi yang dapat merangsang formasi tulang.
c. Perbedaan jenis kelamin yaitu kekuatan tulang dipengaruhi oleh horman
reproduksi. Pada perempuan postmenopause, hormon reproduksi dan
timbunan kalsium tulang menurun.hormon reproduksi yang dimaksud
yaitu estrogen. Hal ini menyebabkan resorpsi tulang yang berlebihan
tanpa disertai pembentukan tulang yang cukup. Oleh karena itu,
perempuan lebih cepat mengalami osteoporosis dibandingkan dengan
laki-laki. Selain tiga hal tesebut, gangguan pada kelenjar endokrin;
kurangnya terkena sinar matahari: banyak mengonsumsi alkohol,
nikotin atau kafein.
3. Faktor yang mempengaruhi penurunan masa tulang pada usia lanjut sebagai
berikut menurut (Asikin;dkk 2012: 103) :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang.pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat
dibandingkan dengan bangsa kaukasia.
b. Faktor mekanisme
Selain faktor genetik, beban mekanisme juga berpengaruh terhadap
massa tulang. Penambahan akan mengakibatkan bertambahnya massa
tulang, sedangkan pengurangan beban akan mengakibatkan
berkurangnya masa tulang.
c. Faktor makanan dan hormone :
1) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting bagi tulang.
Perempuan pada masa perimenopause dengan asupan kalsium yang
rendah dan absorpsinya tidak baik, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsium menjadi negatif, sedangkan bagi mereka yang
asupan kalsiumnya baik dan asbsorpsinya juga baik akan
menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
2) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium.
3) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan masa tulang, terlebih jika disertai asupan
kalsium yang rendah.
4) Alkohol
Alkoholisme merupakan masalah yang sering kali ditemukan pada
saat ini.
4. Patofisiolgi

Dalam keadaan normal, proses resorpsi dan proses pembentukkan


tulang(remodeling) terjadi secara terus-menerus dan seimbang. Jika terdapat
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorpsi lebih besar
dibandingkan dengan proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan
meningkatkan masa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Sementara itu,
proses pembentukan secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun
untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagian trebekula. Setelah
itu, secara berlahan resorpsi tulang akan lebih cepat dibandingkan dengan
pembentukan tulang. Pucak masa tulang akan dipengaruhi oleh faktor
genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup, serta aktivitas fisik (Asikin;dkk 2012:
106).

5. Gejala-gejala osteoporosis menurut (umi 2017: 120);


a. Kekuatan otot tulang melemah. Klien merasa kekuatan melemah
sehingga tak mampu mengankat beban atau naik tangga.
b. Penurunan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan menunjukkan
penurunan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, misalnya tubuh
memendek 3cm selama tiga tahun. Hal ini munkin disebabkan adanya
frraktur pada vertebra.
c. Bungkuk. Osteoporosis menimbulkan fraktur kompresi atau terjadinya
kolaps. Kondisi ini menyebabkan tulang menjadi bungkuk.
d. Tulang rapuh. Kondisi tulang yang semakin rapuh walaupun belum
pernah mengalami post traumatic(patah atau retak).
e. Patah tulang. Kasus umum penyebab osteoporosis yang sering kali tidak
menyadari adalah ketika pasien pernah mengalami patah tulang.
f. Dowager’ hump. Kondisi ketika tulang belakang menjadi condong ke
arah depan dan memunculkan punuk diatas punggung.
g. Stress fratures. Kondisi tress facture umumnya jarang disadari
penderita.
h. Nyeri pungggung. Rasa nyeri pada bagian punggung juga mungkin
menjadi gejala osteoporosis, terutama jika nyeri muncul akibat fraktur
vertebra.
6. Manifestasi klinis
Kepadatan tulang berkurang secara berlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehinga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan
gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang
menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk (Lukman, ningsih 2013: 144).
7. Diagnosis
Pada seorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis
ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan rontgen tulang.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirnya keadaan
lainnya yang menyebabkan osteoporosis.
Pemeriksaan yang paling akurat adalah dual-energy x-ray
absorptimetri((DXA). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri
bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit (Lukman, ningsih 2013: 145).

8. Penatalaksanaan dan pencegahan


Menurut (Asikin;dkk 2012: 109) :
a. Penatalaksanaa farmakologi. Prinsip pengobatan pada osteoporosis yaitu:
1) Meningkatkan pembentukkan tulang. Obat-obatan yang dapat
meningkatkan pembentuka tulang, misalnya steroid anabolik.
2) Menghambat resorpsi tulang. Obat-obatan yang dapat menghambat
resorpsi tulang yaitu estrogen, kalsitonim, difosfat, dan modulator
Reseptor selektif. Seluruh pengobatan iniharus ditambah dengan
konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup.
b. Pencegahan. Terapi pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sedini
mungkin yaitu sejak masa kanak-kanak. Pencegahan osteoporosis pada
usia muda mempunyai tujuan mencapai masa tulang dewasa (proses
konsolidasi yang) yang optimal. Sejumlah pencegahan yang dapat
dilakukan di antaranya:
1) Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup
2) Latihan/olah raga secara teratur setiap hari
3) Mengonsumsi protein hewani
4) Menghindari perilaku yang meningkatkan risiko osteoporosis,
misalnya merokok, alkohol, dan kafein.
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Asikin;dkk 2012: 107) yaitu, sejumlah pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada osteoporosis yaitu pemeriksaan sinar X, CT scan
densitas tulang, rontgen, pemeriksaan laboratorium, dan penilaian masa
tulang.

10. Dampak psikologis


Dampak psikologis osteoporosis pada wanita, merupakan bahasan yang
banyak disampaikan dan akan diuraikan secara singkat pada buku ini.
Menurut Dharmono S (2008), fraktur osteoporosis menimbulkan banyak
kesulitan bagi penderitanya. Perubahan bentuk tubuh(deformitas, kifosis),
kehilangan kemampuan aktivitas mandiri, gangguan nyeri kronis, dan
keterbatasan aktivitas. Depresi , ansietas, gangguan tidur, dan ketakutan
akan jatuh (Lukman, ningsih 2013: 147).
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M,. Nasir, M,. Podding, I Takko. 2012. Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lukman dan Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai