Kelompok A Case Study 3
Kelompok A Case Study 3
Preseptor:
Disusun oleh:
Annisa Yatursy M, S.Farm. 1941012061
Intan Fajrin, S.Farm. 1941012065
Dian Mutia, S.Farm. 1941012067
Shuci Permata Hati, S.Farm. 1941012069
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah swt atas segala limpahan
rahmat dan karunia yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan case study PKPA Rumah Sakit. Laporan ini ditujukan
sebagai salah satu rangkaian PKPA Rumah Sakit Program Studi Profesi Apoteker
pada Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang.
Selesainya penulisan laporan ini tidak terlepas dari dorongan doa dan
semangat yang diberikan orang tua serta seluruh keluarga besar dan teman-teman.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Fatma Sri Wahyuni, S.Si, Apt selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Andalas dan pembimbing praktek kerja profesi
apoteker RS.
2. Ibu Rahmi Yosmar, M.Farm, Apt selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
3. Ibu Sy. N. Zarmini, S.Si, Apt, MKM selaku Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Pendidikan Universitas Andalas yang telah memberikan
bimbingan dan fasilitas selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
4. Ibu Mardatillah, M.Farm, Apt selaku Kepala Bagian Farmasi Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Andalas yang telah membimbing dan
memberi arahan kepada kami, terutama dalam kegiatan case study ini.
5. Seluruh Apoteker, Dokter, dan Karyawan/i di RSP Universitas Andalas
yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, maka
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Padang, Februari 2020
Penulis
BAB I
2.1 Resep
1.1.1 Resep I
1.1.2 Resep II
1.1.3 Resep III
1.1.4 Resep IV
1.1.5 Resep V
Pro: Azmi
Pro : Rahmadani
TILIK RESEP
Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien - Ada - Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah √ Tdk Ada / Tdk Pernah
26. Interaksi antar komponen obat √ Ada masalah Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien √ Sesuai Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter - Ya, Perlu
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Sangobion dan natrium bikarbonat dipisah minumnya minimal dengan jarak dua jam
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan -
Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien Ada √ Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah √ Tdk Ada / Tdk Pernah
26. Interaksi antar komponen obat √ Ada masalah Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien √ Sesuai Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter √ Ya, Perlu Dokter harus dapat memonitoring INR dan kadar kalium darah pasien
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Pasien harus melakukan kontrol sekali dua minggu
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan
Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien - Ada - Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah √ Tdk Ada / Tdk Pernah
26. Interaksi antar komponen obat √ Ada masalah Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien √ Sesuai Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter √ Ya, Perlu Terdapat interaksi major antara diltiazem dan bisoprolol
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Hubungi dokter jika dirasakan efek samping obat yang signifikan
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan
Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien - Ada - Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah - Tdk Ada / Tdk Pernah
26. Interaksi antar komponen obat √ Ada masalah Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien Sesuai √ Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter √ Ya, Perlu Dosis asam mefenamat terlalu tinggi, Asam Mefenamat dapat menurunkan efek
nifedipin
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Penggunaan asam mefenamat dan nifedipin dijarakkan
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan
Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien - Ada - Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah √ Tdk Ada / Tdk Pernah
26. Interaksi antar komponen obat √ Ada masalah Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien √ Sesuai Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter - Ya, Perlu
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Pasien harus rutin memeriksa gula darahnya
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan
BAB III
PEMBAHASAN RESEP
Resep ini terdiri dari asam folat, natrium bikarbonat, dan sangobion. Asam
folat merupakan suplemen selama masa kehamilan dan laktasi, kondisi dimana
kebutuhan asam folat meningkat. Selain itu, asam folat juga diberikan untuk
pasien dengan kondisi anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat. Maka
dari itu dapat dilihat bahwa resep ini merupakan resep untuk mengatasi anemia
pada pasien. Sehingga pasien juga diberikan sangobion. Sangobion terdiri dari
besi(II) glukonat 250 mg, mangan sulfat 0,2 mg, tembaga(II) sulfat 0,2 mg, vit-c
50 mg, asam folat 1 mg, vit B12, vit B6, nikotinamid, dan biotin. Sangobion
diresepkan untuk pasien anemia yang disebabkan defisiensi besi dan mineral
lainnya yang berperan dalam pembentukkan darah. (ISO,2016)
Dapat dilihat bahwa di dalam sangobion juga mengandung asam folat 1 mg,
sehingga jika pasien mengkonsumsi sangobion dan tablet asam folat, maka pasien
menggunakan 2 mg asam folat dalam satu hari. Konsumsi asam folat berlebih
dapat meningkatkan efek samping dari asam folat itu sendiri, seperti mual dan
ruam pada kulit. Tapi hal ini dapat diatasi dengan menyarankan pasien untuk
minum air mineral cukup setiap hari. Hal ini dikarenakan asam folat merupakan
vitamin yang larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan lewat urin jika pasien
cukup minum air setiap hari. Namun, akan lebih baik jika pasien cukup diberikan
asam folat 1 mg sehari. (MN Department of Health, 2018)
Pada resep ini pasien diberikan spironolakton pada pagi hari dan candesartan pada
malam hari. Spironolakton merupakan obat golongan diuretik yang digunakan
untuk mengatasi hipertensi esensial dan udema. Spironolakton merupakan diuretik
kuat yang menyebabkan berkurangnya ekskresi kalium, sehingga risiko
hiperkalemia sangat memungkinkan terjadi. Sedangkan candesartan merupakan
obat antihipertensi golongan angiotensin II receptor blockers. Inhibisi terhadap
reseptor angiotensin menyebabkan berkurangnya sekresi aldosteron yang
berakibat meningkatnya kadar kalium dalam serum. (ISO, 2016) (Wrenger, 2003)
Dari hal tersebut dapat dilihat risiko hiperkalemia pada pasien sangat
tinggi. Terlebih kedua obat tersebut diresepkan untuk penggunaan satu bulan yang
tentunya dokter tidak bisa memonitoring risiko hiperkalemia pasien dalam jangka
satu bulan. Sebagaimana yang kita ketahui hiperkalemia dapat mengancam nyawa
dengan gejala mual, muntah, lemah, denyut nadi lemah, denyut jantung tidak
beraturan. Untuk mengatasi risiko hiperkalemia ini, maka dokter disarankan untuk
mengganti candesartan dengan antihipertensi golongan lain. Atau jika terpaksa
harus diberikan, maka pasien harus dimonitoring secara regular kadar kalium
darahnya, menyarankan pasien untuk konsumsi air putih cukup dan jangan sampai
dehidrasi. Beberapa investigator juga menyarankan untuk mengurangi dosis
spironolakton tidak lebih dari 25 mg per hari jika memang diharuskan untuk
menggunakan candesartan (ARBs) secara bersamaan. (Fuji,2005)
Pada resep ini pasien diberikan beberapa obat untuk mengatasi diabetes,
hipertensi, asam urat, dan asam lambung. Diantara obat-obatan yang diresepkan
tersebut terdapat interaksi mayor, moderat, dan duplikasi terapi. Interaksi mayor
terjadi antara diltiazem dan bisoprolol. Diltiazem merupakan obat antihipertensi
golongan bloker kanal kalsium, sedangkan bisoprolol merupakan obat
antihipertensi golongan beta bloker. Penggunaan obat ini secara bersamaan dapat
menyebabkan reduksi denyut jantung, konduksi jantung, kontraktiliti jantung.
Efek samping serius yang dapat terjadi adalah CHF, hipotensi berat, dan/atau
eksaserbasi angina. (Packer, 1989) (ISO,2016)
Untuk mengatasi hal diatas, maka akan lebih baik jika salah satunya saja
digunakan, apalagi jika obat-obatan ini dipakai dalam jangka waktu satu bulan
yang artinya dokter tidak dapat memantau keadaan pasien dalam waktu satu bulan
tersebut. Selain itu, dengan mengurangi salah satu obat tersebut maka dapat
mengurangi duplikasi terapi hipertensi yang menggunakan tiga jenis obat-obatan
disini. Padahal pasien sudah lanjut usia dan juga sedang menderita diabetes
mellitus. Sangat disarankan untuk hanya menggunakan dua kombinasi
antihipertensi sehingga kerja ginjal pun tidak terlalu berat.
Kemudian gula darah pasien harus diperiksa secara regular dan gejala-gejala
hipoglikemia harus cepat diketahui dan diatasi baik oleh pasien, keluarga, maupun
dokter. Pada resep ini pasien diresepkan insulin long acting dan short acting.
Maka risiko hipoglikemia dapat terjadi, terlebih juga dikombinasi dengan
candesartan yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Maka dari itu pasien
harus peka terhadap gejala-gejala hipoglikemia yang mungkin akan terjadi, seperti
sakit kepala, pusing, mual, tremor, lemah, palpitasi dan berkeringat. (Morris,1997)
Resep yang ke empat ini diberikan untuk pasien hamil yang memiliki risiko
keguguran tinggi. Pada resep ini tidak terdapat interaksi mayor, hanya terdapat
interaksi moderat, yaitu antara asam mefenamat dan nifedipin. Interaksi ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah pasien. Namun, hal ini dapat diatasi
dengan monitor tekanan darah pasien secara regular. Kemudian pasien juga
diarahkan agar segera menghubungi dokter apabila dirasakan gejala hipertensi,
seperti pusing, nyeri kepala, nyeri pada tengkuk, dan lainnya. (Deleeuw,1996)
Pada resep yang terakhir ini dapat dilihat bahwa pasien mendapatkan dua
macam dosis glimepirid. Glimepirid merupakan obat diabetes mellitus oral
golongan sulfonilurea dan hanya efektif untuk DM tipe 2. Untuk dosis awal
glimepirid yaitu 1-2 mg per hari. Untuk dosis perawatan dapat ditingkatkan 1 mg
hingga 2 mg tiap minggu atau dua minggunya. Maksimum dosis dari glimepirid
yaitu 8 mg per hari. (ISO,2016)
Dapat dilihat pada resep bahwa pasien diberikan dua macam dosis glimepirid
dan juga diberikan dua antidiabetik oral lainnya. Menurut kami, pasien cukup
diberikan dua jenis antidiabetik oral saja menimbang risiko efek samping yang
lebih besar dari penggunaan tiga terapi antidiabetik oral.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Dari lima resep yang dikaji terdapat beberapa interaksi mayor, moderat
dan minor antar obat yang diberikan. Kemudian juga terdapat duplikasi terapi
untuk mengatasi beberapa penyakit tertentu.
4.2 Saran
Coste JF, De Barbi VA, Keil LB. 1977. Invitro Interaction of Oral Hemantics and
Antacid Suspensions. Curr Ther Res Clin Exp 22.
Deleeuw PW, Pieper JA, Joyal M. 1996. Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs
and Hyperntension: The Risk in Prespective. Drugs 51.
Fuji H, Nakahama H, Yoshihara F, dkk. 2005. Life-threatenig Hyperkalemia
During a Combined Therapy with Angiotensin Reseptor Blocker
Candesartan and Spironolakton. Kobe J Ned Sci 51.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2016. Informasi Seputar Obat (ISO). Jakarta Barat:
ISFI Penerbitan.
Minnesota Department of Health. 2018. Folic Acid Guidelines. US: Minnesota
Department of Health.
Morris AD, Newton RW, Boyle DI, dkk. 1997. ACE Inhibitor Use is Associated
with Hospitalization for Severe Hypoglycemia in Patients with Diabetes.
Diabetes Care 20.
Packer M. 1989. Combined Beta-Adrenergic and Calcium-entry Blockage in
Angina Pectoris. N Engl J Med 320.
Rawlins MD, Smith SE. 1973. Influence of Allopurinol on Drug Metabolism in
Man. Br J Clin Pharmacol 48.
Wrenger E, Muller R, Moesenthin M. 2003. Interaction of Spironolactone with
ACE Inhibitors or Angiotensin Reseptor Blocker: Analysis of 44 Cases.
BMJ 327.