Anda di halaman 1dari 10

S

TANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS


PUBLIK (SAK ETAP) ; TANTANGAN DAN KEBUTUHAN BAGI UMKM

LATAR BELAKANG
Informasi menjadi satu komoditas yang memegang peranan yang sangat penting. Dapat
dikatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan perkembangan perekonomian adalah
tersedianya arus informasi yang lancar dan mudah didapatkan. Tidak terkecuali bagi para
pelaku bisnis, informasi menjai dasar pedoman bagi mereka untuk mengambil keputusan,
baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perusahaan. Laporan keuangan adalah
informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan
atau yang biasa disebut stakeholder.
Informasi akuntansi sangat bermanfaat bagi UKM, karena merupakan alat yang
digunakan oleh pengguna informasi untuk pengambilan keputusan, (Nicholls dan Holmes,
1988). Informasi akuntansi dapat digunakan untuk mengukur dan mengkomunikasikan
informasi keuangan perusahaan yang sangat diperlukan oleh pihak manajemen dalam
merumuskan berbagai keputusan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Selain itu
informasi akuntansi juga berguna dalam rangka menyusun berbagai proyeksi, misalnya
proyeksi kebutuhan uang kas di masa yang akan datang, mengontrol biaya, mengukur dan
meningkatkan produktivitas dan memberikan dukungan terhadap proses produksi (Johnson &
Kaplan, 1987).
Gordon dan Miller dalam Gudono (2007), berpendapat bahwa informasi akuntansi
merupakan salah satu alat yang digunakan manajemen untuk membantu menghadapi
persaingan bisnis. Informasi akuntansi menghasilkan informasi yang relevan dan tepat waktu
untuk perencanaan, pengendalian, pembuatan keputusan dan evaluasi kinerja. Informasi
akuntansi memungkinkan manajemen untuk mengimplementasikan strategi dan melakukan
aktivitas operasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
Idrus (2000), menyatakan bahwa para pengusaha kecil tidak memiliki pengetahuan
akuntansi, dan banyak diantara mereka yang belum memahami pentingnya pencatatan dan
pembukuan bagi kelangsungan usaha. Pengusaha kecil memandang bahwa proses akuntansi
tidak terlalu penting untuk diterapkan.
Berbagai penelitian seputar penggunaan informasi akuntansi pada UKM yaitu; Philip
(1977) dalam Hadiyahfiriyah, (2006), mengungkapkan banyak kelemahan dalam praktik
akuntansi pada UKM disebabkan beberapa faktor, antara lain pendidikan dan overload
standar akuntansi.
Sementara Holmes dan Nicholls (1988), meneliti tentang faktor yang mempengaruhi
penggunaan informasi akuntansi pada perusahaan kecil yang dilakukan di Australia pada 928
perusahaan kecil, menemukan bahwa pendidikan manajer, skala usaha, masa memimpin,
sector industri dan umur perusahaan berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi
akuntansi pada UKM. Temuan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wichman (1984)
yang menyatakan bahwa terjadinya permasalahan dalam penerapan akuntansi karena
kurangnya pengetahuan pemilik atau manajer perusahaan tentang akuntansi.
Di Indonesia kajian tentang penggunaan informasi akuntansi pada usaha kecil relatif
belum banyak di lakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain; Suhairi,
Yahya dan Haron dalam Murniati (2002) meneliti hubungan pengetahuan akuntansi dan
kepribadian wirausaha terhadap penggunaan informasi akuntansi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan akuntansi seorang wirausaha mempunyai pengaruh positif
terhadap penggunaan informasi akuntansi. Murniati (2002) menemukan bahwa Masa
memimpin perusahaan, pendidikan manajer/pemilik, pelatihan akuntansi, umur perusahaan
dan skala usaha berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi akuntansi.
Grace, (2003) dan Hadiyah Fitriyah, (2006), yang meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi pada perusahaan kecil, menemukan bahwa
pendidikan manajer, skala usaha, masa memimpin dan umur perusahaan berpengaruh positif
terhadap penggunaan informasi akuntansi pada UMKM.
Praktek akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pada Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Indonesia masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Wahdini,
2006). Kelemahan itu, antara lain disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya pemahaman
terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dari manajer pemilik dan karena tidak adanya
peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi UMKM. Hal ini juga
membuktikan bahwa perusahaan kecil di Indonesia cenderung untuk memilih normal
perhitungan (tanpa menyusun laporan keuangan) sebagai dasar perhitungan pajak. Karena,
biaya yang dikeluarkan untuk menyusun laporan keuangan jauh lebih besar daripada
kelebihan pajak yang harus dibayar.
Laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas dan ditambahkan catatan atas laporan keuangan sebagai bagian yang tidak
dipisahkan dari masing-masing laporan keuangan itu sendiri dianggap terlalu sulit diterapkan
bagi UMKM. Padahal menurut Statement of Financial Accounting Concepts No.1 (SFAC 1)
pars. 5-8 dijelaskan bahwa dalam usahanya untuk menetapkan fondasi dari pelaporan
akuntansi keuangan, telah ditetapkan dan diidentifikasi dari tujuan pelaporan akuntansi
keuangan itu sendiri bahwa laporan keungan harus memuat informasi-informasi :
1. Membantu investor, kreditor, dan pengguna laporan keuangan lainnya untuk
membuat keputusan investasi, kredit, atau keputusan-keputusan lain.
2. Membantu para investor, kreditor dan pengguna laporan keuangan lainnya untuk
memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian atas potensi arus kas dari dividen,
bunga, proses penjualan, penarikan, jatuh tempo yang akan didapat dari instrumen
keuangan atau pinjaman.
3. Menggambarkan secara jelas sumber daya ekonomi yang memiliki entitas bisnis
dan klaim atas entitas bisnis tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer
sumber daya kepada entitas lainnya dan pemilik modal), efek atas transaksi atau
peristiwa (event) dan keadaan yang dapat mengubah sumber daya tersebut.
Untuk memudahkan dalam memahami laporan keuangan, maka dibutuhkan suatu
standar akuntansi, dimana standar tersebut menjadi pedoman atas penyusunan laporan
keuangan yang diterima dan diaplikasikan secara umum serta kewajiban dan tanggung jawab
pihak manajemen untuk melaporkannya pihak–pihak yang terkait. Laporan-laporan ini
diharapkan disajikan secara wajar dan menggambarkan secara jelas kondisi finansial
operasional perusahaan. Tanpa adanya standar-standar ini, setiap perusahaan dituntut untuk
mengembangkan standarnya sendiri, dan para pengguna dari laporan keuangan juga dituntut
untuk memahami praktek akuntansi dan pelaporannya yang diterapkan oleh perusahaan.
Sehingga akan menjadi hal yang mustahil untuk mempersiapkan laporan keuangan yang
dapat diperbandingkan. Oleh karena itu, diciptakan suatu standar dan prosedur yang disebut
Generally Accepted Accounting Standard (GAAP).
International Accounting Standards Board (IASB) sebagai suatu lembaga yang
memiliki wewenang untuk mengembangkan dan menyusun standar akuntansi yang
diperuntukkan bagi UMKM. Pada awalnya, IASB percaya bahwa IFRS cocok untuk
diaplikasikan semua entitas, Kemudian, IASB menyadari bahwa di sebagian negara-negara
berkembang dimana IFRS telah diterapkan, yang mengadaptasinya hanya entitas yang
memiliki instrumen keuangan atau sekuritas yang diperdagangkan kepada publik. Di Eropa,
dimana semua perusahaan yang tercatat di bursa sudah mengadaptasi IFRS sejak tahun 2005
(Uni European Decision, 2002), hanya dua atau tiga negara Uni Eropa yang juga menerapkan
IFRS untuk UMKM-nya. Sebagian besar negara lainnya menyetujui IFRS, namun mereka
juga mengizinkan kepada UMKM untuk mengikuti standar akuntansi yang berlaku di
negaranya masing-masing. Banyak dari negara-negara tersebut berusaha untuk
menyelaraskan standar akuntansi masing-masing dengan IFRS, namun tidak ada yang
melakukannya dengan cara yang sama. Sebagian besar telah memasukkan dan/atau
mengkombinasikan, baik dengan standarnya atau hukum yang berlaku di negara masing-
masing maupun peraturan pemerintah.
Jika hal ini terus berlanjut maka di Eropa sendiri akan muncul beragam standar
akuntansi nasional yang ditujukan untuk UMKM. Kenyataan ini tentunya tidak hanya terjadi
di Eropa saja, namun juga dapat terjadi di seluruh dunia. Hal-hal yang dilihat oleh IASB atas
permasalahan ini mencakup:
1. Tidak ada konvergensi dan dan keselarasan atau kemiripan dengan IFRS.
2. Standar nasional untuk UMKM tidak konsisten dengan kerangka dasar dan standar
yang ditetapkan oleh IASB.
3. Standar nasional yang ada tidak selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari
external users dari laporan keuangan, dimana hal ini menjadi tujuan dari IASB.
4. Standar akuntansi untuk UMKM masing-masing negara tidak dapat
diperbandingkan.
5. Standar nasional untuk UMKM di tiap negara tidak memberikan kemudahan untuk
transisi kedalam IFRS bagi entitas–entitas yang ingin memasuki pasar modal.
Kesulitan yang dialami UMKM dalam mendapatkan bantuan kredit beberapa
diantaranya adalah adanya prosedur pengajuan yang sulit dan diangggap berbelit-belit seperti
adanya persyaratan jaminan (collateral) dan laporan keuangan yang diminta oleh pihak
perbankan. Dalam perspektif perbankan, UMKM merupakan sektor yang dianggap berisiko
tinggi (high risk) dan memiliki keuntungan yang kecil (low profit), jaminan UMKM yang
terbatas, dan UMKM yang potensial untuk dibiayai sulit didapat.
Menghadapi masalah terkait laporan keuangan bagi UMKM, IASB selaku badan yang
berwenang dalam pengembangan akuntasi akhirnya mengeluarkan suatu standar akuntansi
untuk UMKM yang kemudian dinamakan IFRS For Small Medium Entities (IFRS for SMEs)
yang diperkenalkan tahun 2009 kemarin. Indonesia sendiri selaku anggota dari IASB telah
mengadopsi IFRS for SMEs tersebut. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) telah merancang suatu standar pelaporan keuangan bagi
UMKM yang kemudian dinamakan dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada tahun 2009.
ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis Permasalahan UMKM
Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara
lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, sumber
daya manusia, pengembangan produk dan akses pemasaran. Permasalahan lanjutan
(advanced problems) antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal,
kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,
permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta
peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor
Permasalahan antara (intermediate problems) yaitu, permasalahan dari instansi terkait
untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih
baik. Permasalahan tersebut manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam
kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai
berbagai problem UMKM dalam tingkatan yang berbeda sehingga solusi dan penanganannya
pun seharusnya berbeda pula.
Sementara itu, dari hasil survei tentang profil UMKM yang dilakukan oleh Bank
Indonesia terdapat permasalahan maupun kendala UMKM yang dilihat dari perspektif
UMKM itu sendiri maupun dari perbankan. Dari sisi UMKM beberapa variabel penting yang
masih rendah kinerjanya antara lain :
a) Kemampuan UMKM untuk mengelola keuangan
b) Ketepatan waktu dan jumlah perolehan kredit
c) Tenaga kerja yang terampil
Sedangkan dari sisi perbankan variabel-variabel UMKM yang berkinerja rendah di
antaranya adalah:
a) Kemampuan pengelolaan keuangan
b) Kapasitas pemasaran
c) Keterampilan tenaga kerja
d) Kontrol kualitas produksi
Pengembangan akses UMKM terhadap sumber-sumber perkreditan formal terutama
perbankan merupakan salah satu alternatif untuk memperkokoh basis pembangunan UMKM.
Namun disadari bahwa agar kemampuan akses UMKM tersebut dapat diwujudkan diperlukan
perencanaan yang komprehensif, serta kesiapan termasuk strategi yang akan dilakukan dan
penyediaan sumberdaya. Sebagaimana diketahui bahwa kelemahan UMKM masih sangat
banyak antara lain :
1) Dari aspek karakter (Character) UMKM ditandai dengan :
a) Belum baiknya sistem administrasi usaha terutama sistem administrasi
keuangan;
b) Rendahnya kualitas SDM terutama dilihat dari kemampuan manajemen modern;
c) Ketidakpastian ketersedian bahan baku utama dan bahan tambahan (penolong)
serta;
d) Peralatan dan teknologi produksi yang digunakan sangat sederhana sampai
dengan setengah modern, sehingga produktifitasnya relatif rendah;
2) Dari aspek pemilikan modal (Capital) sebagian besar UMKM ditandai dengan :
a) Kecilnya rata-rata pemilikan aset;
b) terbatasnya rata-rata pemilikan modal UMKM serta;
c) perkembangan dari kedua aspek tersebut sangat rendah, karena rendahnya
saving akibat kecilnya laba bersih yang diperoleh;
3) Dari aspek pemilikan agunan (Collateral) yang nyata terlihat adalah rendahnya
kemampuan UMKM untuk memberikan agunan, baik dikarenakan terbatasnya pemilikan aset
berharga dan atau kurangnya legalitas aset yang dimiliki oleh UMKM
4) Dari aspek kemampuan membayar (Capacity of repayment), beberapa fenomena
yang terlihat adalah berkaitan dengan ketiga aspek di atas, yaitu UMKM pada umumnya
merupakan perusahaan keluarga yang cenderung belum memisahkan administrasi keuangan
keluarga dengan keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi perbankan untuk
mengetahui seberapa jauh dan seberapa besar kemampuan membayar dari UMKM.
5) Kondisi perekonomian (Condition of economics), kondisi perekonomian nasional
selama dekade tahun 2000-an ini diindikasikan dari ketidakpastian akibat perubahan-
perubahan perekonomian dunia yang adakalanya bersifat ekstrem seperti kemungkinan
naiknya harga BBM, tarif dasar listrik dan lain-lain. Dalam kondisi yang demikian kalangan
perbankan cenderung meningkatkan kehati-hatiannya dalam menyalurkan kredit yang
berakibat pada semakin kecilnya peluang pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan yang dinilai
berisiko tinggi, atau mudah dipengaruhi oleh perubahan perekonomian dunia.
6) Dari aspek lingkungan yang perlu diperhatikan antara lain;
a) Adanya sebagian kebijakan fiskal dan moneter yang belum sepenuhnya
mendukung pemberdayaan UMKM atau pengembangan produksi UMKM;
b) Kurangnya kelembagaan yang mendukung pengembangan keahlian, teknologi,
pasar dan informasi bagi UMKM;
c) Prasarana tidak selalu tersedia atau tidak sesuai dengan yang diperlukan dalam
rangka pengembangan produksi dan pasar UMKM serta;
d) Adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah yang kurang sesuai dengan
kepentingan pemberdayaan UMKM
Analisis Penyebab Rendahnya Praktek Akuntansi oleh UMKM
Dari berbagai permasalahan diatas dapat dilihat berbagai macam penyebab rendahnya
pelaksanaan praktek akuntansi oleh UMKM di Indonesia
a) Rendahnya pendidikan
Salah satu aspek yang paling mendasar sehingga praktek akuntansi oleh
UMKM begitu rendah yaitu kebanyakan para pelaku UMKM memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Pendidikan merupakan elemen terpenting dalam membentuk
paradigma pelaku UMKM akan pentingnya praktek akuntansi bagi kelangsungan
usaha mereka.
b) Kurangnya pemahaman terhadap standar akuntansi
Standar akuntansi mengatur cara penyusunan suatu laporan keuangan yang
berterima umum. Informasi akuntansi didapatkan dari suatu laporan keuangan.
Namun,standar akuntansi keuangan yang ada selama ini sangat sulit diterapkan oleh
pelaku UMKM. Isi dari standar akuntansi keuangan dinilai terlalu kompleks
(overload) dan tidak relevan bagi UMKM. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu standar
akuntansi keuangan yang lebih sederhana dan lebih relevan bagi keuangan UMKM.
c) Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara administrasi dan operasional
Kebanyakan pelaku UMKM berperan sebagai pemilik dan pengelola atas
usahanya tersebut. Hal ini akan mengakibatkan campur aduk kepentingan dalam
pengelolaan keuangan perusahaan. Para pelaku UMKM dituntut untuk mampu
bekerja secara professional. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara
adminstrasi dan operasional akan mempengaruhi keberlangsungan usaha perusahaan.
Dengan adanya laporan keuangan, perencanaan keuangan UMKM akan lebih jelas
dan dapat dikendalikan.
d) Sebagian besar permodalannya berasal dari modal pribadi.
Karena mayoritas pelaku UMKM memiliki peran ganda sebagai pemilik dan
pengelola usahanya. Sehingga permodalannya pun mayoritas dari modal pribadi
pelaku UMKM. Hal ini membentuk paradigma bagi pelaku UMKM untuk tidak
memerlukan informasi akuntansi. Karena mereka tidak perlu informasi tersebut hanya
mereka, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk membuat suatu laporan keuangan.
e) Perbandingan cost and benefit (beban dan manfaat)
Salah satu yang mengakibatkan kurangnya praktek akuntansi oleh UMKM
yaitu karena perbandingan cost dan benefit. Untuk menyusun suatu laporan keuangan
yang memenuhi standar yang berlaku membutuhkan cost yang tidak sedikit. Hal ini
jelas berbanding terbalik dengan manfaat yang diperoleh pelaku UMKM. Namun,
mengingat laporan keuangan diperlukan untuk keberlangsungan usaha UMKM maka
paradigm tersebut haruslah diubah. Karena akan banyak sekali manfaat yang
diperoleh dari ketersediaan laporan keuangan yang dapat menjadikan UMKM tidak
hanya menjadi Usaha Kecil dan Menengah terus tetapi diproyeksikan menjadi suatu
usaha yang lebih besar dan professional.
Pentingnya Standar Akuntansi Keuangan Bagi UMKM
Informasi akuntansi mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan usaha,
termasuk bagi usaha kecil (Magginson et al., 2000). Informasi akuntansi dapat menjadi dasar
yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan usaha kecil, antara lain
keputusan pengembangan pasar, penetapan harga dan lain-lain. Penyediaan informasi
akuntansi bagi usaha kecil juga diperlukan khususnya untuk akses subsidi pemerintah dan
akses tambahan modal bagi usaha kecil dari kreditur (Bank).
Masih banyak usaha kecil menengah (UKM) yang belum menyelenggarakan pencatatan
atas laporan keuangan usahanya. Akibatnya, mereka memang sulit mendapatkan kredit.
Perlunya penyusunan laporan keuangan bagi UKM sebenarnya bukan hanya untuk
kemudahan memperoleh kredit dari kreditur, tetapi untuk pengendalian aset, kewajiban dan
modal serta perencanaan pendapatan dan efisiensi biaya-biaya yang terjadi yang pada
akhirnya sebagai alat untuk pengambilan keputusan perusahaan.
Informasi akuntansi yang bisa didapatkan melalui laporan keuangan sangat penting
dilakukan oleh para pelaku UMKM. Informasi akuntansi menghasilkan informasi yang
relevan dan tepat waktu untuk perencanaan, pengendalian, pembuatan keputusan dan evaluasi
kinerja perusahaan. Informasi akuntansi memungkinkan manajemen untuk
mengimplementasikan strategi dn melakukan aktivitas operasional yang diperlukan untuk
mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
SAK ETAP Sebagai Standar Akuntansi Keuangan Bagi UMKM
Melihat kondisi permasalahan yang dihadapi UMKM tersebut, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) mengeluarkan suatu standar akuntansi keuangan yang diberi nama Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP ini
digadang-gadang akan menjadi suatu pedoman pelaporan keuangan bagi UMKM. SAK
ETAP ini berbeda dengan PSAK yang dikeluarkan IAI selama ini. PSAK yang mengadopsi
IFRS sebagai acuan penyusunannya,akan diperuntukkan untuk entitas usaha besar, menengah
maupun kecil yang telah terdaftar di pasar modal.
Sebenarnya SAK ETAP ini pun merupakan hasil adopsi IAI terhadap IFRS For SMEs
yang dikeluarkan oleh IASB yang diperuntukkan untuk entitas bisnis kecil dan menengah.
Namun pertanyaan kemudian, apakah SAK ETAP ini merupakan suatu kebutuhan bagi
UMKM? Apakah SAK ETAP tidak overload bagi masyarakat UMKM?
Walaupun begitu, hadirnya SAK ETAP tetap menjadi suatu pengharapan bagi UMKM
agar mampu melakukan pencatatan dan pelaporan akuntansi dalam menjalankan usahanya.
Karena untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih sukses dan besar, UMKM harus
merubah paradigma terhadap pentingnya informasi akuntansi yang awalnya hanya sebagai
formalitas unntuk mendapatkan modal/kredit dari lembaga keuangan menjadi kebutuhan bagi
UMKM untuk keberlangsungan usahanya (going concern). UMKM harus menjadi suatu
entitas profesional baik itu dari segi kualitas manajemen maupun kualitas produknya.
Sehingga mampu bersaing dan bertahan ditengah krisis global dan persaingan dengan negara-
negara lain.
SIMPULAN
Berdasarkan data dan pembahasan diatas yang telah dilakukan dapatlah diketahui
bahwa untuk membangun ekonomi Indonesia yang berbasis UMKM. Maka sepatutnya pula
lah UMKM sebagai pelaku dari penggerak ekonomi wajib diberdayakan. UMKM harus
memiliki suatu kompetensi tersendiri, berkualitas, dan professional guna menghadapi
persaingan dalam krisis global.
Untuk menciptakan UMKM yang memiliki kapasitas dalam persaingan global.
Ketersediaan akan informasi akuntansi merupakan salah satu penunjangnya. Informasi
akuntansi didapatkan dari laporan keuangan yang disusun oleh pelaku UMKM. Dengan
adanya laporan keuangan, disamping memudahkan UMKM untuk mengakses permodalan
dari lembaga keuangan formil juga dapat menjadi sebagai pengukur kinerja serta evaluasi
terhadap pencapaian perusahaan.
Munculnya SAK ETAP sebagai standar akuntansi keuangan bagi UMKM diharapkan
mampu membantu UMKM sebagai infrastruktur dalam keberlangsungan usahanya. UMKM
dituntut mampu mengimplementasikan SAK ETAP sebagai pedoman dalam melakukan
praktek akuntansinya. Dengan adanya SAK ETAP, UMKM akan menunjukkan kapasitas
terhadap perekonomian Indonesia yang tidak hanya sebagai usaha tradisional melainkan
berubah menjadi usaha yang mapan, berkompeten, berkualitas dan profesional.

Anda mungkin juga menyukai