Anda di halaman 1dari 7

METODE BELAJAR SAMBIL BERMAIN ANAK USIA DINI

Shifa Istikanah1, Puspa Sari2, Syarifah Nurhaliza3, Putri Anggita4, Susantri5

12345
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
– Universitas Lambung Mangkurat
Email : 2010126220004@mhs.ulm.ac.id 1. 2010126320009@mhs.ulm.ac.id 2.
2010126220017@mhs.ulm.ac.id 3. 2010126320003@mhs.ulm.ac.id 4.
2010126320001@mhs.ulm.ac.id 5.

Abstrak
Artikel ini menjelaskan metode belajar sambil bermain anak usia dini. Dunia anak adalah
bermain, bermain merupakan kegiatan yang tidak mempunyai peraturan kecuali peraturan
yang ditetapkan pemain sendiri, bermain juga kebutuhan yang penting untuk anak dengan
bermain anak bisa belajar bebagai hal selain untuk hiburan, bermain juga dapat melatih
aspek perkembangan serta kemampuan sosial anak terhadap teman sebaya, orang tua, dan
lingkungan sekitarnya. Untuk tujuan tersebut penulis menggunakan metode kepustakaan.
Bermain sangat berperan penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anak sehinga anak
dapat berkembang dan tumbuh dengan sehat dan maksimal.
Kata kunci : Belajar, Bermain, AUD
Abstract

This article describes a method of learning while playing early childhood. The world of
children is playing, playing is an activity that has no rules except for the rules set by the
players themselves, playing is also an important need for children by playing children can
learn things other than entertainment, play can also train aspects of development and social
abilities of children with their peers. , parents, and the surrounding environment. For this
purpose the author uses the literature method. Play plays an important role in the
development and growth of children so that children can develop and grow healthily and
optimally.

Key word : Learn, Play, AUD

PENDAHULUAN

Di era sekarang dimana teknologi berkembang pesat, gadget dijadikan jalan pintas
orang tua dalam mengendalikan anaknya. Zaman sekarang bukanlah hal yang aneh melihat
anak main gadget. Gadget merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia.
Gadget sendiri adalah peranti elektronik dengan fungsi praktis (KBI, 2008). Fungsi praktis
inilah yang memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Di Indonesia
sendiri pengguna gadget ini juga banyak. Menurut data dari Ristekdikti (2017) perkiraan
jumlah pengguna gadget adalah 25% dari penduduk Indonesia atau sebesar 65 juta orang.
Jumlah ini pasti akan terus berkembang karena gadget ini selalu terus diperbarui atau
semakin canggih. Terbukti bahwa penjualan smartphone sendiri pada tahun 2017 kuartal
kedua sudah terjual 366,2 juta dari berbagai vendor smartphone (Bohang, 2017). Peningkatan
jumlah pengguna gadget ini tidak hanya ada di kalangan orang dewasa. Anak-anak juga
memiliki akses menggunakan gadget. Anak-anak tersebut menggunakan gadget dalam durasi
waktu yang cukup lama. Hal ini sama seperti sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika
tahun 2013 oleh Common Sense Media (2013).

Penelitian ini dilakukan pada anak-anak berumur 0 – 8 tahun. Penelitian tersebut


mengatakan bahwa adanya peningkatan anak memiliki akses ke gadget dari tahun 2011 ke
tahun 2013. Penggunaan gadget pada anak-anak ini sudah mulai di kenalkan pada umur 2
tahun. Penelitian tersebut mengatakan bahwa anak-anak menggunakan mobile devices rata-
rata 1 jam 7 menit. Durasi tersebut telah meningkat dari tahun 2011 yaitu 43 menit. Durasi
penggunaan gadget ini semakin meningkat dari tahun ke tahun pada anak anak. Durasi
sebuah perilaku sendiri memiliki arti adalah lama waktu dari perilaku itu berlangsung (Martin
& Pear 2007: 275). Sedangkan durasi relatif sendiri menurut tokoh yang sama adalah lama
waktu perilaku itu muncul dalam jangka waktu tertentu. Gadget yang bisa digunakan adalah
seperti smartphone, tablet dan komputer. Durasi menggunakan gadget sendiri akan bisa
berdampak pula jika digunakan berlebihan. Terutama gadget yang digunakan oleh anak-anak.

Dampak-dampak negatif terhadap anak-anak itu membuat penggunaan gadget untuk


anak-anak memiliki batasan. World Health Organization sampai memasukkannya kedalam
gangguan kesehatan mental pada bulan Januari 2018 (Nuralfiyah, 2018). Sedangkan pada
dasarnya anak-anak umur 0 sampai 2 tahun sebenarnya tidak boleh sama sekali menggunakan
layar datar. Sedangkan yang berumur 3 sampai 5 tahun hanya boleh satu jam selama sehari
(Nuralfiyah, 2018). Tetapi pada senyatanya anak-anak pra sekolah bisa melebihi dari batasan
normal tersebut.

Faktor dari orangtua yang mempengaruhi anak untuk bermain dengan gadgetnya, ada
faktor internal yang berasal dari anak tersebut. Faktor tersebut berkaitan dengan sistem saraf.
Untuk itu bermain memberikan suatu kesenangan bagi anak, karena dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari segi perkembangan otot kasar dan otot halus
anak, meningkatkan penalaran anak, dan memahami kebermaknaan lingkungannya,
membentuk daya imajinasi anak serta mengembangkan kreativitas.

Berdasarkan uraian tersebut bermain merupakan hal yang sangat penting bagi anak.
Masih banyak orangtua maupun guru yang kurang perduli permainan yang dimainkan anak
sehingga akan berdampak pada aspek perkembangan anak dikemudian hari. Diperlukan
pemahaman bagi orang tua dan guru mengenai permainan apa saja yang dapat mestimulasi
perkembangan anak usia dini agar dapat berkembang dengan maksimal. Dengan demikian
melalui bermain selain dapat memberikan efek senang kepada anak tetapi juga dapat
menstimulasi aspek perkembangannya.

METODOLOGI

Penulisan dalam artikel ini menggunakan kajian literatur. Menurut (Marzali, 2017)
kajian literatur adalah suatu pencarian kepustakaan dengan cara membaca berbagai sumber
buku, jurnal, dan terbitan terbitan lain yang berhubungan dengan topik penulisan, sehingga
menciptakan suatu karya tulis. Studi pustaka ialah kata lain dari kajian pustaka, kajian
teoritis, menurut (Melfianora, 2017) yang dimaksud kajian kepustakaan adalah pencariaan
dengan menggunakan karya tertulis yang diantaranya hasil penelitian yang dipublikasikan
maupun yang belum. Sumber data yang dibutuhkan dari kajian ini tidak harus ke lapangan
tetapi memanfaatkan sumber perpustakaan dalam memperoleh data.

PEMBAHASAN

Bermain ( play ) marupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti
utamanya mungkin hilang.arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan
secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar. Piaget menjelaskan bahwa
bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.”
Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan lain
kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam
realitas luar” (Hurlock, 1997). Istilah bermainan berasal dari kata dasar “main” yang
mendapat imbuhan “ber- an”. Dalam kamus besar Indonesia, main adalah berbuat sesuatu
yang menyenangkan hati dengan menggunakan alat atau tidak. Menurut Mayke S.
Tedjasaputra yang penting dan perlu ada didalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang
ditandai oleh tertawa (dalam Nugroho,2005).

Piaget menjelaskan bahwa bermain ialah tanggapan yang diulang sekedar untuk
kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak
mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir
yang dimaksudkan dalam realitas luar (Hurlock,1978). Menurut Diana (2010) Bermain
adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Bermain
harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain harus
dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan
menghasilkan proses belajar pada anak. Anak-anak belajar melalui permainan. Pengalaman
bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang dewasa
membantu anak-anak berkembang secara optimal (Mutiah, 2010).

Arti bermain bagi anak berdasarkan pengamatan, pengalaman dan hasil penelitian
para ahli mengemukakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai anak memperoleh
kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan memberikan peluang
bagi anak untuk berkembang seutuhnya baik fisik, intelektual, bahasa dan perilakunya.
Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan
bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain. Bagi anak bermain
merupakan suatu kebutuhan yang penting, agar anak dapat berkembang secara wajar dan
utuh, menjadi orang dewasa yang mampu menyesuaikan dan membangun dirinya menjadi
pribadi yang matang dan mandiri serta dengan bermain anak juga bisa tumbuh dan
mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang ada pada dirinya.

Dalam Tedjasaputra (2001:28-30), Rubin, Fein, Vanderberg, dan Smilansky


mengemukakan pendatnya mengenai tahap perkembangan bermain berdasarkan kognitif anak
adalah :1). Bermain fungsional (Functional Play), 2). Bermain bangun- membangun
(Constructive Play), 3). Bermain pura-pura (Make-believe Play), 4). Permainan dengan
peraturan (Games With Rules).

1) Bermain Fungsional (Functional Play)


Bermain fungsional (Functional Play) biasanya terjadi pada anak usia 1-2 tahun dengan
cirri-cirinya beraktivitas sederhana, menyenangkan dan dilakukan berulang-ulang.
Aktivitas bermain pada masa ini dapat dilakukan dengan alat atau tanpa alat permainan.

2) Bermain Bangun-Membangun (Constructive Play)

Kegiatan bermain bangun membangaun terjadi pada anak-anak prasekolah sekitar usia
3-6 tahun, anak-anak sudah mampu menciptakan sesuatu berdasarkan suatu konsep yang
tersusun sebelumnya walaupun masih sangat sederhana. Semula anak-anak dalam
bermain ini bersifat reproduktif artinya dalam aktivitas bermain tersebut anak-anak
hanya membentuk/membangun berdasarkan sesuatu objek yang mereka kenal/lihat
sehari-sehari kemudian direproduksi atau dicontoh dalam kegiatan bermain tersebut.
Bentuk-bentuk aktivitas bermain ini seperti: bermain dengan balok-balok, lilin, tanah
liat, pasir, tanah, dan benda lain untuk dibuat berbagai macam bentuk bangunan seperti
gedung, jembatan, gua, orang-orangan, dan lain sebagainya

3) Bermain Pura-Pura (Make-believe Play)

Kegiatan dalam bermain pura-pura ini anak menirukan kegitan orang lain dalam
berbagai status sosial seperti guru, dokter, bidan, pedagang, polisi, tentara, dan
sebagainya, bahkan tokoh dalam film kartun, dongeng, atau nyata. Bermain pura-pura
tumbuh subur pada anak usia 3-7 tahun di dunia prasekolah/taman kanak-kanak.
Kegiatan bermain pura-pura ini dapat dilakukan anak secara individual maupun
kelompok baik dengan alat maupun tanpa alat.

4) Permainan Dengan Peraturan (Games With Rules)

Kegiatan bermain pada masa ini telah menerapkan suatu peraturan permainan dalam
kegiatan bermain. Peraturan yang dipergunakan dalam kegiatan bermain ini dimulai dari
peraturan yang sederhana sampai dengan peraturan yang komplek/baku seperti dalam
kegiatan olahraga seperti sepak bola, bola voli, bulutangkis dan sebagainya. Dalam
kegiatan bermain ini anak-anak sudah mulai menenal peraturan dan berusaha untu
menaati semua peraturan yang mereka terapkan.

Selain tahapan perkembangan bermain perlu diketahui juga mengenai karakteristik


jenis kegiatan bermain dari masing-masing tahapan perkembangan bermain tersebut. Menurut
Kathleen Stassen Berger dalam Tedjasaputra (2001) mengemukakan bahwa kegiatan bermain
dapat dibedakan atas:

1) Sensory Motor Play (Bermain yang mengandalkan indera dan gerak tubuh)

Kegiatan bermain sudah terlihat pada masa bayi yaitu merasakan


keasikan/kesenangan karena aktivitasnya seperti merasakan sesuatu dengan mulutnya,
bermain air ludah, gerakan lidah, mendengarkan musik atau bunyi air mengalir,
melihat alam di sekitarnya seperti nyala lampu, warna tembok, dan gerak sembarang
dari anggota tubuhnya.

2) Mastery Play (Bermain untuk menguasai keterampilan tertentu)


Kegiatan bermain pada umumnya merupakan kegiatan untuk menguasai keterampilan
tertentu melalui pengulangan-pengulangan yang dilakukan anak-anak dalam
memperoleh penguasaan keterampilan tersebut bahkan untuk penguasaan
keterampilan baru. Kegiatan bermain dipandang sebagai latihan penguasaan konsep
atau keterampilan tertentu.

3) Rough and Tumble Play (Bermain kasar)

Kegiatan bermain kasar bukan berarti kasar dalam beraktivitas maupun dalam
menyikapi suatu kejadian ataupun peraturan dalam permainan tetapi dalam aktivitas
bermain anak cenderung menggunakan otot-otot besar seperti otot-otot togok dan
otot-otot anggota tubuh untuk mengatasi masalah.

4) Social Play (Bermain bersama)

Kegiatan bersama ditandai dengan bentuk kegiatan bermain yang melibatkan anak-
anak- dalam situasi kerja sama dan terjadinya interaksi social antar mereka. Hal ini
akan tampak terutama pada bentuk-bentuk aktivitas bermain yang beregu.

5) Dramatic Play (Bermain peran atau khayal)

Sejalan dengan kemampuan anak untuk berfikir simbolik maka kegiatan bermain pun
dapat dilakukan melalui simbol-simbol tertentu berdasarkan angan- angan/khayalan
anak. Bentuk aktivitas bermain seperti bermain peran dengan menggunakan simbol-
simbol tertentu untuk menggantikan yang sebenarnya dan kegiatan ini sangat
disenangi anak-anak pada masanya seperti bermain pasar-pasaran

Turner dan Helms dalam Tedjasaputra (2001) memandang kegiatan bermain sebagai
sarana sosialisai anak, memberi kesempatan kepada anak untuk saling mengenal, dan belajar
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Secara garis besar mereka membedakan kegiatan bermain menjadi 3 kategori yaitu:

1) Exploratory and Manipulative Play

Kegiatan bermain menjelajah dan manipulasi sudah dapat diamati semenjak masa
bayi. Anak merasa senang dengan menyadar akan kemampuannya melalui
penjelajahan yang dimulai dari dirinya sendiri seiring dengan perkembangannya
anakpun akan menjelajahi lingkungan di sekitar yang semakin meluas.

2) Destruktive Play

Bermain menghancurkan mulai kelihatan pada masa kanak-kanak di bawah lima


tahun. Sering dijumpai dalam bermain anak sudah susah payah untuk menyusun suatu
bangunan dari balok-balok namun tanpa sebab yang jelas anak tersbut langsung
merobohkan atau membongkarnya atau anak-anak di pantai berpain pasir untuk
membentuk rumah, gua, atau bangunan lain namun kemudian dihancurkan dengan
cara ditendang atau diinjak-injak.
3) Imaginative atau Make-believe Play

Kegiatan bermain pura-pura ini memperlihatkan imajinasi anak untuk menirukan atau
memerankan perilaku orang dewasa atau orang lain dalam hal sikap, tutur kata
berdasarkan status atau perannya dimasyarakat.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini yang dilakukan pada anak-anak berumur 0- 8 tahun,


mengatakan bahwa adanya peningkatan anak memiliki akses ke gadget dari tahun 2011 ke
tahun 2013. Penggunaan gadget pada anak-anak ini sudah mulai di kenalkan pada umur 2
tahun. Penelitian tersebut mengatakan bahwa anak-anak menggunakan mobile devices rata-
rata 1 jam 7 menit. Durasi menggunakan gadget sendiri akan bisa berdampak pula jika
digunakan berlebihan, terutama pada anak-anak. Berdasarkan uraian tersebut bermain
merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Dengan demikian melalui bermain selain
dapat memberikan efek senang kepada anak tetapi juga dapat menstimulasi aspek
perkembangannya. Menurut Diana (2010) bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,
sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar
pada anak. Kegiatan bermain pada umumnya merupakan kegiatan untuk menguasai
keterampilan tertentu melalui pengulangan-pengulangan yang dilakukan anak-anak dalam
memperoleh penguasaan keterampilan tersebut bahkan untuk penguasaan keterampilan baru.
Kegiatan bersama ditandai dengan bentuk kegiatan bermain yang melibatkan anak-anak
dalam situasi kerja sama dan terjadinya interaksi sosial antar mereka. Turner dan Helms
dalam Tedjasaputra (2001) memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisai anak,
memberi kesempatan kepada anak untuk saling mengenal, dan belajar untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ulwan, Abdullah Nasih.1997.Tarbiyatul Aulad Fil Islamiah Jus 2.Darasalam Hasan,

Maimunah. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini. Diva Press: Yogyakarta Mansur.
2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Grafindo Letera Media: Yogyakarta

Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan anak Prasekolah. Pusat Perbukuan Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta

Wiyani, Novan Ardy dan Barnawi. 2012. Format PAUD. Ar. Ruzz Media: Yogyakarta
Montolalu, dkk. 2007. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka

Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain,Mainan,dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini.


Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai