Anda di halaman 1dari 54

Cholesistitis

&
Cholelitiasis
Bayhakki, PhD
Cholesistitis

• Kolesistitis adalah inflamasi dari kandung


empedu.
• Kandung empedu merupakan organ di abdomen
atas kanan yang berbentuk seperti buah pear.
• Kandung ini menyimpan cairan digestif yang akan
dilepaskan ke usus halus.
• Pada kebanyakan kasus, batu empedu dapat
menghalangi jalan keluar empedu sehingga
menyebabkan infeksi.
•Cholecystitis merupakan inflamasi pada kandung
empedu yang dapat berupa akut atau kronik.
•Cholecystitis sangat erat kaitannya dengan
pembentukan batu empedu (cholecystolithiasis).
•Sekitar 90% kasus cholecystitis disertai dengan batu
empedu (calculous cholecystitis) dan 10% tidak
disertai dengan batu empedu (acalculous
cholecystitis) (Kumar, Abbas, & Aster, 2013; Bloom &
Katz, 2016).
Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung
empedu yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistitis tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik.
Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung empedu dengan
gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam.
Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu
yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis
dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.
Etiologi

• Batu empedu
Seringkali kolesistitis merupakan hasil dari partikel-partikel keras yang
berkembang di kantong empedu. Batu ini dapat menghalangi jalan keluar
empedu untuk keluar dari kantong empedu.
• Tumor
Tumor mengakibatkan proses keluarnya empedu menjadi tidak lancar dan
tertimbun di dalam sehingga menyebabkan peradangan.
• Infeksi.
AIDS dan beberapa infeksi virus dapat memicu radang kandung empedu.
Faktor Risiko
• Riwayat keluarga dengan batu empedu, terutama dari sisi ibu kandung
• Penyakit Crohn
• Diabetes
• Penyakit jantung koroner
• Gagal ginjal
• Hiperlipidemia, yakni kadar kolesterol dan lemak yang tinggi dalam darah
• Penurunan berat badan yang cepat atau drastis
• Obesitas
• Usia tua
• Kehamilan
• Persalinan yang lama juga dapat merusak kantong empedu dan meningkatkan
risiko kolesistitis dalam beberapa minggu setelahnya.
Manifestasi Klinis

Kriteria diagnosis untuk kolesistitis adalah:


• Gejala dan tanda lokal
o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen
• Gejala dan tanda sistemik
o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP
• Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau
skintigrafi
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah:
• kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia
serta kenaikan suhu tubuh.
• Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang
rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda.
• Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi
kandung empedu.
• Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang
sembuh spontan.
• Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan.
• Pasien mengalami anoreksia dan sering mual.
• Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda
deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler.
• Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri
bila dipalpasi.
• Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu
yang tegang dan membesar.
• Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas
biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda
Murphy).
• Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan
peningkatan nyeri secara mencolok.
• Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda
rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak
ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
• Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatik.
• Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda
dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual
saja.
•Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak
dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus,
biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut
yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak
terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu.
•Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis
tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis akut yang
jelas sebelumnya.
Patofisiologi

• Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan terjadi distensi
kandung empedu.
• Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi
iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu.
• Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis
akut, sampai saat ini masih belum jelas.
• Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
• Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis
akut.
• Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies
Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium.
• Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan
mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis
dinding kandung empedu.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
• Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut
kolesistitis, dapat ditemukan leukositosis dan
peningkatan kadar C-reactive protein (CRP)

2. USG
• Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis
akut diantaranya adalah cairan perikolestik,
penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4
mm

3. CT Scan
Pemeriksaan dengan CT – scan dapat
memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang
masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada
pemeriksaan USG.
4. Skintigrafi
• Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 96n Tc6 Iminodiacetic acid
mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG
tapi teknik ini tidak mudah. Normalnya gambaran
kandung empedu, duktus biliaris komunis dan
duodenum terlihat dalam 30-45 menit setelah
penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran
duktus koledokus tanpa adanya gambaran
kandung empedu pada pemeriksaan
kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
menyokong kolesistitis akut
5. MRCP
• Magnetic resonance cholangio-
pancreatography (MRCP) adalah jenis
pemeriksaan pencitraan dengan teknologi MRI.
Prosedur ini menghasilkan gambar organ hati,
kantung empedu, saluran empedu, pankreas,
dan saluran pankreas yang lebih mendetail.
Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
→ Dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV,
cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu
diberikan 500 mg / 6 jam, IV.
→ Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik atau dipasang
nasogastrik tube.
2. Terapi bedah
• Kolesistektomi adalah pengangkatan kantung empedu, hal ini merupakan standar untuk terapi
pembedahan kolesistitis.
• Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.
• Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik, waktu perawatan di
rumah sakit semakin berkurang.

Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:


• Resiko tinggi untuk anestesi umum
• Obesitas
• Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau fistula
• Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
• Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.
• Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus dengan
menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi transhepatik dengan bantuan ultrasonografi
dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang tersebut dapat menjadi suatu
terapi yang definitif.
• Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup diterapi dengan drainase
perkutaneus ini.
Komplikasi
1. Empiema dan hydrops
• Empiema kandung empedu adalah kumpulan nanah yang memenuhi
kandung empedu.
• Biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan
duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat
tersebut disertai kuman – kuman pembentuk pus.
• Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif
dan/atau perforasi.
• Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik yang
memadai segera.
• Hidrops kandung empedu merupakan suatu keadaan pembesaran
kandung empedu yang dipenuhi oleh bahan-bahan mukus, jernih
maupun keruh.
• Kondisi ini paling sering disebabkan oleh adanya batu empedu

• Hidrops juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus


biasanya oleh sebuah kalkulus besar.
• Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara
progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan
transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa.
2. Gangren dan perforasi
• Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis
jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah
distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus,
empiema atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri.
• Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu,
tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala
atau peringatan sebelumnya abses.
• Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi
pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase
abses (Chiu HH, et al, 2009).
•Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi
menyebabkan angka kematian sekitar 30%
•Pasien mungkin memperlihatkan hilangnya
secara transien nyeri kuadran kanan atas karena
kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda
peritonitis generalisata.
3. Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
• Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung
empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan
perlekatan.
• Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang
diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus.
• Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus
biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau
fistulisasi.
• Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi
kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus
kandung empedu.
ASUHAN KEPERAWATAN

•Pengkajian
→Pengkajian riwayat kesehatan sebelumnya
→ riwayat penyakit
→Pemeriksaan fisik
→Pemeriksaan lab dan penunjang
Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera


biologis
Hipertermi b.d Penyakit
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan
cairan aktif
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan

Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri


KOLELITIASIS

• Batu empedu (kolelitiasis) adalah timbunan


kristal yang terbentuk di dalam kandung
empedu atau saluran empedu.
• Proses terbentuknya batu empedu adalah
ketika lemak (kolesterol)/bilirubin berlebih
dalam saluran cerna kemudian fungsi cairan
empedu terganggu yang menyebabkan batu
empedu.
• Cholelithiasis juga terbentuk akibat ketidak
seimbangan kandungan kimia dalam cairan
empedu yang menyebabkan pengendapan
satu atau lebih komponen empedu
ETIOLOGI

•Ada 3 mekanisme utama:


→ Supersaturasi kolesterol,
→ Produksi bilirubin berlebih,
→Hipomotilitas atau gangguan kontraktilitas
kantung empedu
FAKTOR RISIKO

•Keturunan
•Obesitas
•Penurunan berat badan yang cepat
•Kehamilan
•Obat penurun kolesterol
JENIS BATU EMPEDU
Terdapat tiga jenis batu empedu:
→ Batu empedu kolesterol → dari sekresi kolesterol yang berlebih
oleh sel hepar
→ Batu empedu pigmen hitam keras
→ Batu empedu pigmen cokelat lembut.
❑ Biasanya batu empedu keluar tubuh melalui tinja secara “diam-
diam”.
❑ Pada saat lainnya, batu empedu menyangkut di salah satu saluran
sehingga mengakibatkan gangguan.
❑ Kolelitiasis pigmen hitam disebabkan produksi bilirubin yang
berlebih akibat pemecahan heme yang tinggi, seperti pada penderita
hemolitik kronis atau sirosis hepatis.
❑ Kolelitiasis pigmen coklat disebabkan oleh kolonisasi bakteri akibat
sumbatan pada duktus empedu, seperti striktur bilier.
• Pada batu jenis kolesterol, faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi misalnya jenis kelamin wanita, usia >40 tahun,
dan genetik.
• Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi
adalah obesitas, penurunan berat badan drastis karena diet
sangat ketat, peningkatan hormon estrogen seperti pengguna
kontrasepsi hormonal, dan gaya hidup tidak sehat.
• Lumpur bilier atau biliary sludge adalah campuran lendir di
dalam kantung empedu yang mengental dan mengandung
kristal kolesterol yang diduga menjadi prekursor batu
empedu.
• Lumpur bilier dapat bersifat sementara atau menetap.
• Faktor resiko terbentuknya lumpur bilier adalah kehamilan, stasis
kantung empedu, nutrisi parenteral total, penurunan berat
badan drastis, dan puasa terus-menerus.
• Lumpur bilier juga dapat disebabkan penggunaan obat-obatan,
seperti seftriakson, octreotide, dan diuretik thiazide.
• Obesitas merupakan faktor risiko penting dari kolelitiasis.
• Obesitas, terutama pada wanita, dapat meningkatkan risiko
kolelitiasis kolesterol dengan meningkatkan sekresi bilier.
PATOFISIOLOGI

• Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:


(1) pembentukan empedu yang supersaturasi,
(2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
(3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
• Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
• Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di
bawah harga tertentu.
• Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.
• Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau
kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik.
• Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol.
• Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
• Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit,
epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai
sebagai benih pengkristalan.
• Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam
lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjugasi dalam empedu.
• Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil
tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut
yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari
bilirubin tersebut.
• Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut
dalam air tapi larut dalam lemak sehingga lama kelamaan
terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala kolelitiasis tidak dimulai sampai batu empedu menyebabkan
penyumbatan dalam sistem empedu.
• Gejala yang paling umum adalah nyeri yang stabil di perut kanan bagian atas
dan tengah, yang bisa menjalar ke belakang dan di antara tulang belikat
dan/atau di bawah bahu kanan.
• Mual, muntah,
• perasaan kembung
• Urin berwarna gelap
• Demam, menggigil, mata dan kulit berwarna kuning,
• Sakit perut berlangsung hingga lebih dari 8 jam.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Rontgen/X-ray
• CT scan,
• USG ,
• Kolangiopankreatogram retrograde
endoskopi (ERCP)
• Kolesistogram (sinar-X kantung
empedu).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Non-bedah
• 1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Terapi manajemen pendukung dapat berupa:
• Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
• Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
• Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
• Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
• Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Disolusi medis
• Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral.
• Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang
• Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil.
• Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun
setelah terapi.
• Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
• Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
• Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung
empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain
melalui kateter nasobilier.
• Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan
dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
• Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu
yang kolesterol yang radiolusen.
• Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi
ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung
empedu
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
• Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu
tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
• Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus.
• ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.
• Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan
pembedahan perut.
• ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu
yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
• Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik.
• Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera
duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
• Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
• Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru.
• Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.
• Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus.
• Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah
dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
• Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
• Obstruksi duktus sistikus
• Kolik bilier
• Kolesistitis akut
• Perikolesistitis
• Peradangan pankreas (pankreatitis)
• Perforasi
• Kolesistitis kronis
• Hidrop kandung empedu
• Empiema kandung empedu
• Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
• Ileus batu empedu (gallstone ileus)
ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
2. Keluhan utama
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan lab – penunjang
Diagnosis Keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
Intervensi:
• Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
• Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang
nyaman.
• Kolaborasi : Pertahankan status puasa, masukan / pertahankan
penghisapan NG sesuai indikasi.
• Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi; antikolinergik.
• Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster
• Intervensi:
→ Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat
jenis urine.
→ Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
→ Awasi tanda / gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang
ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi
pernapasan.
→ Kolaborasi : Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan, berikan antiemetik, infus, elektrolit
• Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai
aturan; mual/muntah
• Intervensi:
→ Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
→ Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan sampai
minimal
→ Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
→ Kolaborasi : Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
→Tambahkan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi
makanan penghasil gas dan makanan/makanan tinggi lemak.
SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai