Anda di halaman 1dari 4

Nama : siti maghfiroh

Semester : tiga (3) S1 keperawatan

Fakultas kesehatan nurul jadid

“Revitalisasi kembali makna pendidikan di era liberasi”

Oktober tahun 2017 adalah hari dimana transformasi perguruan tinggi yang
bersertifikasi institute menjadi universitas. Perubahan label ini bukanlah harapan
semata pergantian nama ke nama yang lain. Namun transformasi suatu sertifikasi
menimbulkan harapan baru bagi seluruh mahasiswa, karyawan, dosen, bahkan
lembaga pemerintahan untuk menuju ke jenjang yang lebih tinggi baik secara
intelektualitas, dan yang mencakup tentang dunia pendidikan khususnya di
universitas nurul jadid.

Beberapa dekade ini mayoritas masyaratak sekarang mengalami subordinsi
dalam masalah motifasi, semanagat, bahkan kecintaan kepada ilmu pengetahuan.
Salah satu urgen yang perlu kita amati tentang pergesaran minat masyarakat kita
ialah dampak dari globalisasi, liberalisasi, dan ekonomi yang dihegemoni oleh
salah satu kubu bilapolar tersebut. Dampak dari ini maka masyarakat akan
menimbulkan dilematis tentang upaya pencaraian pengetahuan. Sehingga mereka
berupaya untuk menempuh pendidikan yang bisa menjamin pekerjaan mereka
nantinya, karena mayoritas masyarakat sekarang lebih condong perekonomian.
Sehingga di dalam otak mereka timbul suatu cita cita yang menghasilkan uang
sebanyak banyaknya,karena mereka sudah terlanjur ke dalam jurang tipuan
Negara kapitalisme.

Bila suatu kenyataan berbicara seperti itu maka generasi muda yang telah
lulus dari lembaga SLTA akan merasakan kebingungan dalam memilih bidang
studi di perguruan tinggi. Dikarenakan pihak perguruan tinggi selalu menjamin
segala fakultas akan memproduksi suatu pekerjaan bila mahasiswa meraka sudah
menggenggam ijazah yang bergelar keagungan. Lalu timbullah di otak mereka
janji-janji manis yang penuh utopis untuk mempunyai monster-monster berhawa
sejuk (kantor berAC), dan tujuan pembelajaran yang sebenarnya menjawab
tuntutan zaman, akan termarginalisasi oleh impian utopis.

Upaya pencarian pekerjaan dibalik pendidikan akan menciptakan pula


masayrakat yang penuh label hedonis, dan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
dalam kehidupan social bahkan lembaga kenegaraan. Terbukti Negara kita masih
menjadi Negara yang penuh dengan kejadian ke korupsi dimana-mana yang
berhasil diungkap oleh KPK. Penyebab ini juga merupakan disintegrasi
masyarakat yang timbul akibat salah niat untuk mencari ilmu.

Pengembalian makna “ esesnsial” pendidikan bagi kader pemuda.

seharusnya kita mengetahui makna dari maksud PEMBELAJARAN.


Sebagaimana yang saya kutip dari ucapan pakar social (Huntington) “tujuan
pembelajaran adalah untuk mengembangkan bakat masyaratak tanpa harus
dikekang oleh pihak manapun”. Huntington telah memberi arahan pada
masyarakat dalam menghadapi pembelajaran pengembangan bakat masyarakat
tanpa dihegemoni oleh pihak manapun. Selayaknya masyarakat yang modern ini
harus mengetahaui bakat yang terpendam pada diri mereka dan wajib
mengembangkannya tanpa harus melihat pekerjaan mana yang harus diambil
nanti. Karena bila mereka sudah menemukan kesenangan mereka dalam
pengembangan bakat (belajar) mereka pula akan menemukan pekerjaan yang
disenangi.

Pihak orang tua juga harus ikut berperan melakukan bimbingan dan
motivasi bagi anak-anaknya, begitu juga guru, serta pemerintah juga wajib ikut
berpartisipasi dalam upaya pengembangan kreativitas pemuda bangsa baik dengan
cara dalam mensuplai buku, dan pendidikan yang mudah dirogoh saku
masyarakat, serta menciptakan pendidikan yang berbau egalitarianisme. Sehigga
akan timbul masyarakat yang mempunyai intelektualitas demokratis dan progessif
akan mampu menjawab tuntutan zaman yang akan mengarah kepada
kesejahteraan. Dengan masyrakat yang sejahtera kita akan mampu berpartisipassi
di zaman yang serba modern bahkan mampu membebaskan belenggu yang
diikatkan kepada Negara kita oleh Negara kapitalis.

Bila kita nostalgia kembali paada zaman Orde Baru (orba, Red), rezim ini
banyak melakukan eksploitasi masyarakat berbentuk penjajahan dengan halus.
Terutama dalam masalah pendidikan. Banyak kalangan masayrakat tertipu lewat
peran orba yang selalau mendistrosi kebenaran dipelbagai alat, pembungkaman
suara rakyatpun selalau menjadi pekerjaan hobbi mereka untuk menunjang masa
rezim otoriter orba. Bahkan bila kita menarik jauh benang ketindasan pada zaman
pra-kemerdekaan yakni pada zaman kolonialis, kita akan menemukan fakta yang
mengejutkan yang menimpa leluhur kita dipelbagai pulau nusantara. Para kaum
kolonialis borjuis yang berpaham kapitalisme terus menerus melakukan
eksploitassi terhadap bahan-bahan alam nusantara bahkan mereka melakukan
perbuatan tersebut dengan eksplisit dan peenuh tawa. Dua contoh peristiwa
tersebut gegara adanya disintegrasi dan diskonservegasi masyarakat yang hidup
pada zaman itu. Namun penyebab bipolar kejadian yang semerawut (disintegrasi
dan diskenservegasi) adalah lemahnya pendidikan pada era itu, sehinmgga
masyarakat banyak yang tertipu. Oleh karenanya pada zaman kita yang mana para
remaja sering menyebutnya dengan istilah “jaman now” seharusnya kita dan
pemerintah harus konsolidasi dalam masalah pendidikan, kebebasan pemilihan
bidang studi di perguruan tinngi tanpa paksaan pihak orang tua atau pihak
manapun, dan harus percaya pada generasi kita namun diimbangi dengan selalu
membimbing pada mereka on-time sehingga generasi kita akan terhindar dari
penyakit kebodohan yang memang menjadi musuh Negara, social, dan agama

Saya sebagai mahasiswa sungguh bangga karena disanalah otakku


bercengkarama dengan baik entah itu masalah perilaku sebagai mahasiswa,
sebagai umat muslim dan pastinya sebagai masyarakat Negara indonesia. Namun
dibalik kebanggan sebagai mahasiswa, ada suatu kesedihan dimana orang berbaju
rapi (dosen dll) tidak bisa mengekang akan mahasiswa ataupun masyarakat,
seperti halnya ada suatu mahasiswa yang menyanggah atau menjawab kita tidak
boleh mengucilkannya, Kita harus bisa membenarkan dengan pengertiannya,
karena kita harus membimbingnya dengan pembenaran yang benar, kadang ada
yang membenarkan namun ada sebuah permainan spekulasi yang mengucilkan
mahasiswa lantara dia malu. MAAF ini mungkin sedikit congkak, namun inilah
keluhan dan harapan kami sebagai bawahan anda (mahasiswa).

Anda mungkin juga menyukai