Anda di halaman 1dari 16

PENGARUSUTAMAAN GENDER

OLEH:
FITRI AYU NINGSIH
NIM : 91831290610.001

JURUSAN S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penulis
Daftar isi

Kata Pengantar……..………....………………………..……………...............…..
Daftar isi .......... ………………………......………..........………………................

Bab I pendahuluan

A. Latar belakang ……….....….……………………………....……..……..


B. Rumusan masalah …………….........………………………………........
C. Tujua....………………...……………..........………………………........

Bab II Pembahasan
A. ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender...........................................
B. kesenjangan gender dalam KRR...........................................................
C. upaya mewujudkan kesetaraan gender.................................................
D. gender dalam kasus IMS .................................................................
E. kesetaraan dan keadilan gender dalam pengendalian IMS .............

Bab III Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan………………........……………………………………......
B. Saran …………………………………………………………………....

Daftar pustaka ……………………….....……………....……………...........….....


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembicaraan mengenai gender akhir-akhir ini semakin hangat dalam

perbincangan mengenai kemajuan perkembangan kaum perempuan maupun

posisi dan status perempuan dalam keseteraan dengan kaum pria. Pada satu

sisi hubungan gender menjadi suatu persoalan tersendiri, padahal secara fakta

persoalan emansipasi kaum perempuan masih belum mendapat tempat yang

sepenuhnya bisa diterima. Secara konsep emansipasi telah diterima akan

tetapi konsekuensi dari pelaksanaan emansipasi itu sendiri masih belumlah

seideal yang diharapkan. Kaum perempuan diberi kebebasan untuk

memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk bekerja tetapi mereka tetap

saja diikat dengan norma-norma patriarkhi yang relatif menghambat dan

memberikan kondisi yang dilematis terhadap posisi mereka. Kaum

perempuan dibolehkan bekerja dengan catatan hanya sebagai penambah

pencari nafkah keluarga sehingga mereka bekerja dianggap hanya sebagai

“working for lipstic” belum lagi kewajiban utama mengasuh anak dibebankan

sepenuhnya kepada perempuan. Secara kenyataan saja emansipasi masih

menemukan persoalan tersendiri, apalagi gender yang merupakan konsepsi

yang sangat mengharapkan kesetaraan hubungan yang serasi dan harmonis

antara kaum perempuan dengan kaum pria. Dalam hal ini tentu saja sebelum

gender itu diterima sebagai suatu konsep yang memasyarakat terlebih dahulu

haruslah dipahami permasalahan emansipasi dan kesetaraan hak perempuan


untuk memperoleh kesempatan dan kesetaraan hak perempuan untuk

memproleh kesempatan dalam memperoleh pendidikan maupun dalam

lingkungan dunia kerja.Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-

laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab

lakilaki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah

atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang

dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena sesorang lahir sebagai

laki-laki atau perempuan. (WHO 1998)

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender?

2. Bagaimana kesenjangan gender dalam KRR?

3. Bagaimana upaya mewujudkan kesetaraan gender?

4. Bagaimana kesenjangan gender dalam kasus IMS?

5. Bagaimana kesetaraan dan keadilan gender dalam pengendalian IMS?

C. Rumusan masalah

1. Untuk menegtahui apa yang dimaksud dengan ketidaksetaraan dan

ketidak adilan gender

2. Untuk mengetahui bagaimana kesenjangan gender dalam KRR

3. Untuk mengetahui bagaimana upaya mewujudkan kesetaraan gender

4. Untuk mengetahui bagaimana kesenjanga gender dalam kasus IMS

5. Untuk mengetahui bagaimana kesetaraan dan keadilan gender dalam

pengendalian IMS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender dalam Pelayanan Kesehatan

a. Ketidak-setaraan Gender

Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai

akibat dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan,

pembagian sumber-sumber dan hasil pembangunan serta kses terhadap

pelayanan.

Contonya sebagai berikut :

1) Bias gender dalam penelitian kesehatan

Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias

gender nyata baik dalam pemilihan topic, metode yang digunakan,

atau analisa data. Gangguan kesehatan biasa yang mengakibatkan

gangguan berarti pada perempuan tidak mendapat perhatian bila

tidak mempengaruhi fungsi reproduksi.

2) Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan

Berbeda dengan Negara maju kaum perempuan dinegara

berkembang pada umumnya belum dapat memanfaatkan pelayanan

kesehatan sesuai kebutuhan. Perempuan yang mengalami depresi

karena kekerasan domestic yang dilakukan oleh pasangannya hanya

diobati dengan antidepresan tanpa diberi dalam mengatasi masalah

gender yang melatarbelaknginya.


b. Ketidak-adilan Gender

Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering ditemukan

pula ketidakadilan gender yaitu ketidakadilan berdasarkan norma dan

standart yang belaku. Ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak

pantas atau tidak adil.

Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO

mengandung 2 aspek :

1) Keadilan dalam status kesehatan yaitu tercapainya derajat kesehatan

yang setinggi mungkin (fisik, psikologi dan social).

2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan

diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergntung pada kedudukan

social dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari

masyarakat dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan

kemampuan. Sebagai strategi operasional dalam mencapai kesetaraan

antara laki-laki dan perempuan dianjurkan melakukan pengarus-

utamaan gender (PUG).

B. Kesenjangan gender dalam KRR

kesenjangan antara kondisi yang dicita-citakan (normative) dengan kondisi

sebagaimana adanya (objektif).

a. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe motherhood)

1) Ketidakmampuan wanita dalam mengambil keputusan dalam

kaitannya dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam menentukan


kapan hamil, dimana akan melahirkan dan sebagainya. Hal ini

berhubungan dengan wanita yang kedudukannya yang lemah dan

rendah di keluarga dan masyarakat.

2) Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan pria,

contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang

menempatkan bapak atau pria pada posisi yang diutamakan dari pada

ibu dan anak wanita. Hal ini sangat merugikan kesehatan wanita,

terutama bila sedang hamil.

b. Keluarga Berencana

1) Kesertaan ber-KB, dari data SDKI tahun 1997 presentase kesertaan

ber-KB, diketahui bahwa 98% akseptor KB adalah wanita.partisipasi

pria hanya 1,3%. Ini nerarti bahwa dalam program KB wanita selalu

objek/target sasaran.

2) Wanita tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metode

kontrasepsi yang diinginkan, antara lain karena ketergantungan

kepada keputusan suami (pria lebih dominan), informasi yang

kurang lengkap dari petugas kesehatan, penyediaan alat dan obat

kontrasepsi yang tidak memadai di tempat palayanan.

3) Pengambilan keputusan partisipasi kaum pria dalam program KB

sangat kecil dan kurang, namun control terhadap wanita dalam hal

memutuskan untuk ber-KB sangat dominan.

c. Kesehatan Reproduksi Remaja


1) Ketidak adilan dalam mengambil tanggung jawab misalnya pada

pergaulan yang terlalu bebas, remaja puteri selalu menjadi korban

dan menangguang segala akibatnya (misalnya kehamilan yang tidak

dikehendaki, putus sekolah, kekerasan terhadap wanita, dan

sebagainya).

2) Ketidak-adilan dalam aspek hokum, misalnya dalam tindakan aborsi

illegal, yang diancam oleh sanksi dan hukuman adalah wanita yang

menginginkan tindakan aborsi tersebut, sedangkan pria yang

menyebabkan kehamilan tidak tersentuh oleh hukum.

C. Upaya mewujudkan kesejahteraan gender

berikut ini adalah 9 hal yang dapat kamu lakukan untuk mewujudkan

kesetaraan gender.

1. Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.

2. Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak

baik di ranah publik maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan

manusia dan eksploitasi seksual pada perempuan dan anak.

3. Melawan pernikahan anak dan tradisi khitan pada perempuan.

4. Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro

terhadap perempuan.

5. Memastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan dan kesempatan

yang sama untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan

dalam kehidupan politik, ekonomi dan publik.


6. Memastikan akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi

dan hak reproduksi.

7. Melakukan reformasi untuk memberi perempuan hak yang sama terhadap

sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas

tanah dan bentuk properti, layanan keuangan, warisan dan sumber daya

alam lainnya, sesuai dengan undang-undang nasional.

8. Meningkatkan penggunaan teknologi yang memungkinkan, khususnya

teknologi informasi dan komunikasi, untuk mempromosikan

pemberdayaan perempuan.

9. Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan peraturan yang

dapat dilaksanakan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan

pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan di semua tingkat.

D. Kesenjangan gender dalam kasus IMS

Terinfeksinya perempuan pada penyakit menular seksual,

sesungguhnya bukan hanya karena kurangnya pemahaman perempuan

tentang penyakit tersebut. Ataupun karena organ reproduksi perempuan lebih

rentan untuk terinfeksi penyakit menular daripada laki-laki. Tetapi juga

karena perempuan di banyak budaya tidak memiliki kekuatan sosial dan

ekonomi serta posisi tawar yang memadai untuk melindungi diri. Data

menunjukkan betapa ibu rumah tangga yang setia pada suaminya tidak

otomatis steril dari infeksi saluran reproduksi maupun infeksi menular

seksual, termasuk HIV/AIDS.


Perempuan perempuan ibu rumah tangga yang umumnya

berpendidikan sedang dan berpenghasilan rendah itu tertular dari suaminya

yang tetap aktif berhubungan seksual di rentang jalan raya yang dilaluinya.

Sedangkan data di Meksiko menunjukkan bahwa hanya 0,8% dari

kasus AIDS yang dilaporkan merupakan pekerja seksual, sedangkan 9% di

antaranya adalah ibu rumah tangga.

Di banyak masyarakat, termasuk di Indonesia, norma sosial yang

berkembang dibangun dari sebuah anggapan adanya peran feminitas dan

maskulinitas antara perempuan dan laki-laki. Dengan anggapan ini,

terbentuklah relasi antara perempuan dan laki-laki yang tidak sama (inequal).

Ketidakseimbangan kekuatan antara perempuan dan laki-laki ini berdampak

pada akses sumber daya, informasi, dan interaksi seksual. Akibatnya,

perempuan dituntut bersikap pasif, penurut, setia, dan tidak memahami

persoalan seks. Sementara laki-laki adalah pihak yang dominan, agresif,

faham dan berpengalaman.

Akibat dari konstruksi sosial budaya seperti itu, kerap terjadi

perempuan tidak dapat menolak berhubungan seks dengan pasangannya

ataupun menuntut seks aman (menegosiasikan penggunaan kondom,

misalnya), meskipun ia tahu bahwa suaminya itu berisiko menularkan

penyakit seksual.
Kasus di Papua, contohnya, banyak laki-laki berstatus suami pergi ke

tempat prostitusi untuk melakukan hubungan seks, istrinya tak berdaya ketika

ia dan anaknya tertular penyakit seksual.

Konstruksi sosial budaya seperti itu berdampak pula pada timbulnya nilai

sosial yang menabukan pembicaraan tentang seks pada suami. Akibatnya

ketika perempuan menderita penyakit seksual, perempuan sulit melakukan

tindakan cepat untuk mengakses pengobatan.

Kekuasaan laki-laki dalam hubungan seksual semakin kuat manakala

perempuan tergantung secara ekonomi pada suaminya. Akhirnya, mereka

terpaksa tetap hidup bersama daripada menghadapi risiko ekonomi yang lebih

besar. Demikianlah, ketidakadilan gender merugikan perempuan.

Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender pada Infeksi Menular Seksual (IMS)

1. Ibu rumah tangga baik-baik tertular IMS, termasuk HIV/AIDS, karena

perilaku “jajan” ke prostitusi yang dilakukan oleh suaminya

2. Remaja putri yang tidak kuasa menolak ajakan pacarnya berhubungan

seks dengan dalih cinta

3. Perempuan pekerja seks yang tidak kuasa menolak tamunya yang tidak

bersedia memakai kondom

4. Ibu rumah tangga baik-baik tertular HIV/AIDS dari suami pecandu

narkoba suntik (penasun)


E. Kesetaraan dan keadilan gender dalam pengendalian IMS

IMS bukan penyakit yang bisa langsung dibasmi dengan pengobatan

saja. Tetapi, IMS juga merupakan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu,

upaya lain yang perlu dilakukan adalah menata masyarakat dengan norma

dan aturan tertentu serta menghapus stigma yang menganggap IMS sebagai

penyakit yang memalukan. Dengan demikian, perempuan yang terinfeksi

berani dan mau berobat. Selain itu, upaya lain yang perlu dilakukan adalah

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menghargai nilai perkawinan,

termasuk menghargai kaum perempuan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat

dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian

sumber-sumber dan hasil pembangunan serta kses terhadap pelayanan.

Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering ditemukan

pula ketidakadilan gender yaitu ketidakadilan berdasarkan norma dan standart

yang belaku. Ketidakadilan adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau

tidak adil

Terinfeksinya perempuan pada penyakit menular seksual, sesungguhnya

bukan hanya karena kurangnya pemahaman perempuan tentang penyakit

tersebut. Ataupun karena organ reproduksi perempuan lebih rentan untuk

terinfeksi penyakit menular daripada laki-laki. Tetapi juga karena perempuan

di banyak budaya tidak memiliki kekuatan sosial dan ekonomi serta posisi

tawar yang memadai untuk melindungi diri. Data menunjukkan betapa ibu

rumah tangga yang setia pada suaminya tidak otomatis steril dari infeksi

saluran reproduksi maupun infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS


B. Saran

Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi

pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penyusun banyak

berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran

yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan dan

penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah

ini berguna bagi penyusun pada khususnya juga para pembaca yang budiman

pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3778702/9-upaya-untuk-
mencapai-kesetaraan-gender-di-hari-perempuan-sedunia

https://www.google.co.id/books/edition/Pengantar_Gender_dan_Feminisme/tDUt
DQAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Anda mungkin juga menyukai