TINEA KORPORIS
OLEH :
N 111 17 081
KEPANITERAAN KLINIK
2017
STATUS PASIEN
RSUD UNDATA
I. Identitas Pasien
1. Nama pasien : Ny. N
2. Umur : 52 Tahun
3. Status : Sudah menikah
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Raya Mamboro
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : URT
8. Tgl pemeriksaan : 5 Agustus 2017
II. Anamnesis
1. Keluhan utama : Gatal dan kemerahan pada perut
2. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang wanita usia 52 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Undata mengeluhkan gatal pada perut. Keluhan tersebut sudah
dialami sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya muncul gatal, dan benjolan kecil
pada bagian perut. Akibat gatalnya pasien sering menggaruk bagian perut.
Gatal yang dirasakan bertambah jika berkeringat. Pada bagian yang gatal
tidak terasa nyeri. Pasien sebelumnya pernah menggunakan obat salep yang
dibeli di toko obat cina, namun tidak sembuh.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien tidak pernah megalami hal yang sama sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi obat dan riwayat alergi makanan atau kontak
dengan benda-benda tertentu. Riwayat Diabetes (-), Riwayat Hipertensi (+)
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga pasien mengalami hal serupa.
III. PemeriksaanFisik
Status generalis:
1. Keadaan umum:
Kondisi Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
2. Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
IV. Status Dermatologi – Venerologi
1) Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
2) Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
3) Thoraks : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
4) Punggung: Tidak terdapat ujud kelainan kulit
5) Abdomen : Tampak plak eritematous, berbatas tegas, pinggir lesi
polisiklik, dengan papul di tepi. Daerah tengah relatif lebih tenang,
skuama, ekskoriasi, dan penyebaranya regional.
6) penyabaran regional.
7) Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
8) Glutea : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
9) Ekstremitas Superior : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
10) Ekstremitas Inferior : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
V. Gambar
VI. Resume
Seorang Wanita 52 tahun mengeluhkan gatal dan kemerahan pada
perutnya. Keluhan dialami sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya muncul gatal dan
benjolan kecil pada bagian perut. Akibat gatalnya pasien sering menggaruk bagian
perut. Gatal yang dirasakan bertambah jika berkeringat. Pada bagian yang gatal tidak
terasa nyeri. Pasien sebelumnya pernah menggunakan obat salep, namun tidak
sembuh. Status dermatologis Tampak plak eritematous, berbatas tegas, pinggir lesi
polisiklik, dengan papul di tepi. Daerah tengah relatif lebih tenang, skuama,
ekskoriasi, dan penyebaranya regional.Riwayat alergi obat (-), Riwayat alergi
makanan (-) Riwayat hipertensi (+) , Riwayat DM (-).
VII Diagnosis banding :
1) Tinea Cruris
2) Dermatitis Numular
3) Psoriasis Vulgaris
VIII . Pemeriksaan penunjang/Anjuran Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan KOH 10 %
2. Pemeriksaan wood lamps
3. Pemeriksaan biakan
4. Pemeriksaan Histopatologi
IX. Diagnosis Kerja : Tinea korporis
X. Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
Jangan menggunakan handuk secara berganti-gantian
Jangan menggunakan pakaian yang berlapis dan ketat
Mencegah garukan
2. Medikamentosa
a. Topikal
miconazole 2%.
b. Sistemik
- Ketoconazol 1x 250mg
- Cetirizin 1 x 10 mg
XI. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad kosmetikan : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
PEMBAHASAN
Infeksi alami diperoleh oleh pengendapan arthrospores yang tersedia atau hifa
pada individu yang permukaannya rentan terhadap infeksi. Sumber infeksi biasanya
lesi yang aktif pada binatang atau manusia. Pada anak-anak yang terinfeksi dengan T.
Rubrum dan E. fl occosum, setengah dari infeksi dapat berasal dari orang tua mereka.
Di bangsal geriatri, epidemi dapat terjadi. Menyebar dari yang ada Infeksi lokal
(misalnya kaki, lipat paha, kulit kepala dan kuku) tidak jarang. Invasi kulit di tempat
infeksi diikuti oleh penyebaran secara sentrifugal melalui lapisan tanduk epidermis.
Setelah periode pembentukan (inkubasi), yang berlangsung 1-3 minggu, tanggapan
jaringan terhadap infeksi menjadi jelas9. Setelah masa inkubasi 1-3 minggu, respon
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dimana bagian tepi lesi yang aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama4.
Infeksi ini dimulai dengan kolonisasi hifa dan cabang- cabangnya di dalam
jaringan keratin yang mati, hifa melepaskan keratinase serta enzim lainnya guna
menginvasi lebih dalam stratum korneum dan menimbulkan peradangan, walaupun
umumnya, infeksi terbatas pada epidermis, karena adanya mekanisme pertahanan
tubuh non spesifik, seperti komplemen, PMN, aktivasi faktor penghambat serum
(serum inhibitory factor) namun kadang-kadang dapat bertambah/meluas. Masa
inkubasinya sekitar 1-3 minggu. Tinea Corporis merupakan infeksi yang umum
terjadi pada daerah dengan iklim hangat, lembab; sekitar 47% disebabkan oleh
Trichophyton Rubrum10.
Anak-anak lebih mungkin terkontaminasi secara zoofilik patogen, terutama M.
Canis dari anjing atau kucing. pakaian oklusif dan, iklim lembab terkait dengan
frekuensi yang sering terjadi dan menambah keparahan penyakit. Pakaian yang ketat
dan tak menyerap keringat, sering kontak dengan kulit penderita, dan trauma minor
(akibat luka bakar) membuat lingkungan di mana dermatofit lebih mudah
berkembang. Banyak wabah "tinea corporis gladiatorum" telah mengakibatkan,
sebagian besar disebabkan oleh T.tonsurans3. Lesi ini terlihat sebagai plak annular
dengan sedikit tepi meninggi, berbatas tegas dan umumnya dikenal sebagai ring
worm. Setiap lesi mungkin memiliki satu atau beberapa cincin konsentris dengan
papula merah atau plak di tengah.ketika lesinya berlangsung aktif, bagian tengahnya
tampak tenang dan jernih, dan dapat meninggalkan hipopigmentasi pasca-inflamasi
atau hiperpigmentasi11.
Diagnosis dalam praktek klinik biasanya berdasarkan penampilan klinis,
meskipun kerokan dapat diambil dan dianalisis menggunakan mikroskop atau
pemeriksaan lampu Wood. Kultur dari Organisme juga dapat dilakukan, meskipun ini
adalah proses yang panjang, tetapi mungkin penting dalam menentukan spesies
menyebabkan infeksi dan dengan demikian kemungkinan sumbernya 12.
Pemeriksaan penunjang menggunakan sediaan dari bahan kerokan (kulit,
rambut dan kuku) dengan larutan KOH 10-30%. Dengan pemeriksaan mikroskopis
akan terlihat elemen jamur dalam bentuk hifa panjang, spora dan artospora (spora
berderet). Dengan pembiakan, bertujuan untuk mengetahui spesies jamur penyebab;
sediaan kerokan ditanam dalam agar Sabouroud Dekstrose, untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dapat ditambahkan antibiotika (contoh; khloramfenicol) ke
dalam media tersebut. Perbenihan pada suhu 24- 30°C. Pembacaan diakukan dalam
waktu 1-3 minggu10.
Gambar 2. Pemeriksaan dengan KOH 20% tampak hypa yang panjang dengan spora di
dalamnya dengan pembesaran 100 kali7.
Gambar 3. Pemeriksaan Histopatoligis dengan (Hematoxiline-Eosin perbesaran 100 kali 3.
Gambaran klinis berupa rasa gatal pada lesi terutama saat berkeringat. Keluhan
gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya
menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Kelainan yang terlihat
pada lesi berupa makula eritematosa yang berbentuk bulat atau lonjong dan berbatas
tegas. Pada daerah tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif,
sedangkan pada daerah tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang berdekatan
dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Tempat predileksi dari tinea corporis
yaitu pada bagian tubuh yang tidak berambut dan lembab seperti thorax, abdomen,
glutea, dan ekstremitas4.
Beberapa antifungal sistemik dan topikal tersedia dengan efikasi terhadap
dermatofit. infeksi yang melibatkan kulit rambut memerlukan antifungal sebagai
dermatofit yang dapat menembus folikel rambut. Standar pengobatan tinea di Inggris,
Amerika adalah pemberian griseofulvin, triazole oral (itraconazole, flukonazol) dan
allylamine (terbinafine) antijamur tampak aman, efektif, dan memiliki keuntungan
durasi pengobatan yang lebih pendek3. Terapi pada penyakit kulit tinea korporis
dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi umum dan khusus. Pada terapi umum
bertujuan untuk menghilangkan faktor predisposisi seperti memakai baju yang
menyerap keringat supaya lingkungan kulit tidak lembab dan tidak menjadi tempat
proliferasi jamur. Kemudian terapi khusus tinea corporis berupa medikamentosa yang
terdiri dari obat topikal dan sistemik4.
Penatalaksanaan medikamentosa yang dilakukan pada pasien ini dapat
dilakukan secara topikal dan sistemik, sistemik diberikan golongan antihistamin
Cetirizin HCl dengan dosis 10 mg diberikan sekali sehari 1 tablet, dan topical
diberikan salep miconazole 2%, asam salisilat 3% dan vaselin yang dicampur dan
dibuat dalam bentuk salep. Penatalaksanaan yang diperikan pasien ini menggunakan
preparat antijamur derivat azol, yaitu miconazol sesuai dengan hasil penelitian dalam
jurnal dermatologis, yang disebutkan bahwa penggunaan preparat azol efektif untuk
dermatoterapi tinea korporis mampu mencegah terjadinya residitif kasus.
Antifungal topikal yang bermanfaat dalam mengobati infeksi dermatofit
lokal ,umum seperti tinea corporis, tinea cruris dan tinea pedis13. Terapi topikal
direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit yang hidup pada jaringan
kulit4. Terapi topikal sering ditunjukkan ketika ada patch tunggal atau beberapa tinea
corporis14. Profil efek samping yang cukup terbatas, membuat terapi topikal pilihan
terapi lini pertama bagi banyak pasien. Reaksi yang merugikan utama adalah
dermatitis kontak iritan dan alergi, biasanya dari alkohol atau komponen lain di dalam
vehikulum. Terapi antifungal sistemik, meskipun terkait dengan insiden yang lebih
tinggi dan meningkatkan keparahan efek samping, diperlukan untuk menyembuhkan
infeksi tertentu, termasuk tinea manuum, capitis dan unguium. Obat antifungal baru
memberikan lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik. Untuk rejimen yang
disarankan, lihat Tabel 1. Penambahan produk yang mengandung asam glikolat atau
laktat atau urea dapat membantu mengurangi jumlah hiperkeratosis infeksi seperti
tinea manuum dan tinea pedis. Debridement dan mencukur rambut berpengaruh
dalam kombinasi dengan terapi antijamur oral biasanya efektif dalam pengobatan
tinea barbae15.
Tabel 1. Regimen yang disarankan untuk terapi sistemik pada tinea corporis15.
Regimen Sistemik Yang Disarankan
Flukonazole griseofulvin itrakonazole Terbinafine
Tinea corporis 150-200 10-20 mg/kg/hari 200 mg/hari 250 mg/hari
(ektensif pada mg/minggu 2-4 selama 2-4 selama 1 minggu selama 1 minggu
dewasa selama 2-4 minggu
minggu
Tinea korporis 6 mg/kg/minggu 15-20 mg/kg/hari 5 mg/kg/hari 250 mg/hari
(ekstensif, pada selama 2-4 selama 2-4 selama 1 minggu selama 1 minggu
anak) minggu minggu
1. Kanti dan Rahmanisa. 2014. Tinea Corporis With Grade I Obesity In Women
Domestic Workers Age 34 Years. Volume 2, Nomor 4. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
2. Goldstein & goldstein. 2015. Dermatophyte (tinea) infections. Department of
Family Medicine University of North Carolina at Chapel Hill.
3. Wolff K, et. al. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed. USA:
The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008
4. Ermawati. 2013. THE USE OF KETOCONAZOLE IN PATIENTS TINEA
CORPORIS. Volume 1, Nomor 3. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
5. Jack L Lesher. 2014. Department of Internal Medicine, Section of
Dermatology, Medical College of Georgia
6. Raman. 2014. Comparative Study Of 1% Terbinafine With 1% Clotrimazole
In The Management Of Localized Tinea Corporis And Tinea Cruris Infection.
International Journal of Pharma and Bio Sciences.
7. Karakoca, et,al,. 2010. Generalized Inflammatory Tinea Corporis. Istanbul
Education and Research Hospital, Department of Dermatology 34098
Samatya, Istanbul, Turkey.
8. Habif, T. P. 2004, eds. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy 4th edition. Pennsylvania. Mosby.
9. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology. Dalam: Rook’s Textbook of Dermatology.
Vol 2. 8th ed. Oxford: Blackwell Scientific Publication.2010.
10. Rianyta. 2011. Dermatofitosis e.c Tinea corporis. Vol.38 no.2. Belitung
Timur, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia.
11. Banerjee, et,al,. 2012. Comparative evaluation of efficacy and safety of
topical fluconazole and clotrimazole in the treatment of tinea corporis.
Journal of Pakistan Association of Dermatologists.
12. Gohary, et,al,. 2014. Topical antifungal treatments for tinea cruris and tinea
Corporis. Published by JohnWiley & Sons, Ltd. Faculty ofMedicine,
AldermoorHealth Centre, University of Southampton, Aldermoor Close,
Southampton, SO16 5ST, UK. m.el-gohary@soton.ac.uk.
13. Bortulossi Robert. 2007. Antifungal agents for common outpatient pediatric
infection. Canadian Pediatrics Society.
14. Ortho Dermatological devision. 2001. Miconazole nitrat cream. Skillman.
New jersy.
15. Jean L. Volume 126. Irwin. Austria: The McGraw-Hill Companies: 2007.
Klaus. Bolognia Dermatology.et al. USA : Elsevier Limited.
16. Sharquie et,al,. 2013. Treatment of Tinea Corporis by Topical 10% Zinc
Sulfate Solution. Vol 12. No.2. The Iraqi Postgraduate Medical Journal