Analisis Dan Kontrol Optimal Pada Model Penyebaran Virus Hiv Dalam Tubuh Manusia
Analisis Dan Kontrol Optimal Pada Model Penyebaran Virus Hiv Dalam Tubuh Manusia
SKRIPSI
WHENI SUKOKARLINDA
SKRIPSI
WHENI SUKOKARLINDA
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Ketua Program Studi S-1 Matematika,
Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga
iii
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
iv
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
skripsi dengan judul ”Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Penyebaran
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Fatmawati, M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar telah
3. Auly Damayanti S.Si., M.Si selaku dosen wali selama menjadi mahasiswa
5. Kedua orang tua, Bapak Sukotjo dan Ibu Susilowati yang telah memberikan
do’a, semangat, kasih sayang, materi yang begitu besar serta pengorbanan
v
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6. Kakak dan adik, Wempy Gatot Sukowaloyo dan Whendy Suko Trirega yang
telah memberikan masukan, semangat, do’a, dan juga sebagai sumber inspirasi
penyelesaian skripsi.
10. Miming, Adise, Rizki Eka, Desty dan I Putu, serta seluruh teman
Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun terus penulis harapkan agar
skripsi ini dapat lebih baik lagi. Selain itu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan pembaca dan menjadi salah satu hal yang bisa
Wheni Sukokarlinda
vi
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRAK
Virus HIV merupakan salah satu virus yang dapat menyebabkan penyakit
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dengan cara menyerang sistem
kekebalan tubuh. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik. Penyakit akibat HIV sangat berbahaya dan harus dicegah
penyebarannya. Dari permasalahan tersebut, pada skripsi ini akan dibentuk model
Penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia serta menganalisis kestabilan model dan
menentukan bentuk kontrol optimal. Dalam menentukan kestabilan sistem digunakan
kriteria kestabilan Routh-Hurwitz sedangkan untuk menentukan bentuk kontrol
optimal digunakan Prinsip Maksimum Pontryagin. Berdasarkan hasil analisis model
tanpa kontrol diperoleh dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit =
( dan titik setimbang endemik =( ) Titik setimbang
akan stabil asimtotis jika nilai ambang batas < dan akan stabil
asimtotis jika > sedangkan bentuk kontrol optimalnya adalah
(
( ( ) ) Hasil simulasi menunjukkan keefektifan
pengendalian dengan pengontrol (obat ARV) yang dapat mengurangi populasi sel
CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga penyebaran virus HIV dapat ditekan dan
dapat memaksimumkan sel CD4 yang sehat dengan biaya pemberian obat ARV yang
minimum.
vii
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRACT
HIV is one of the viruses which can cause a disease called Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) by attacking the immune system. People who are
exposed to this virus will become susceptible to opportunistic infections. Diseases
caused by HIV is very dangerous and should be prevented from spreading. Of These
problems, in this thesis will be established models HV virus spread in the human
body and also analyze the stability of the model and determine the optimal control
shape.In determining the stability of the system we used Routh-Hurwitz stability
criteria, and to determine the optimal control form we used Pontryagin Maximum
Principle. Based on the analytical model without control, the results obtained two
equilibrium points, they are the disease-free equilibrium point = ( and the
endemic equilibrium point =( ) The equilibrium point will
be asymptotically stable if the threshold value < and will be
asymptotically stable if > , while the optimal control form is
(
( ( ) ) The simulation result showed the effectiveness of
control by a controller (ARV drugs) which can reduce the population of CD4 cells
infected by HIV virus so that the spreading of HIV virus can be suppressed and be
able to maximize the healthy CD4 cells with the minimum cost of ARV drugs.
viii
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
ix
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV PEMBAHASAN
LAMPIRAN
x
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
xi
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
(obat ARV)
(obat ARV)
ARV)
ARV)
xii
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN
1. Skrip M-File pada MATLAB untuk Model Penyebaran Virus HIV Tanpa
Pengontrol.
2. Skrip M-File pada MATLAB untuk Model Penyebaran Virus HIV degan
Pengontrol.
xiii
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I
PENDAHULUAN
dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekabalan tubuh manusia akibat
menyerang sel CD4. Sel CD4 adalah salah satu jenis dari sel darah putih (limfosit)
yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik (penyakit yang muncul
Pada Januari 2006, Joint United Nations Programme on HIV and AIDS
telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali
ditemukan pada tahun 1981. Di Jakarta hingga Juni tahun 2011 penderita HIV
mencapai 1.184 orang (Wardah, 2012). Data tersebut diperoleh dari Sistem
Informasi AIDS Jakarta. Nominal tersebut diperoleh hanya dalam satu daerah,
karena virus HIV menunjukkan bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya dan
1
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
dalam bentuk model matematika. Model penyebaran virus HIV tersebut dapat
ditinjau dari sisi internal (di dalam tubuh manusia) dan eksternal (di luar tubuh
manusia atau lingkungan sekitar). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai
model penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia [14], karena penyebaran virus
HIV dari dalam tubuh masih sulit untuk ditangani, karena obat untuk
penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
populasi/jumlah sel CD4 yang belum terkena virus HIV, populasi Sel CD4 yang
telah terinfeksi virus HIV, dan populasi virus HIV. Secara garis besar, model
penyebaran virus HIV dalam tubuh menggambarkan alur penyebaran dari sel CD4
Untuk menekan penyebaran virus HIV dalam tubuh dapat digunakan suatu
dapat ditekan dengan pemberian obat Antiretroviral (ARV). Pemberian obat ARV
masih dipercaya sebagai cara yang efektif dalam menekan penyebaran virus HIV
dalam tubuh, karena obat tersebut dapat menghambat replikasi virus HIV dalam
tubuh manusia. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus HIV, namun penyakit ini belum benar – benar dapat
disembuhkan.
menganalisis model penyebaran virus HIV dalam tubuh dan mengontrol populasi
sel CD4 serta virus HIV dengan pemberian obat ARV. Untuk mengoptimalkan
diharapkan perkembangan virus HIV dapat ditekan dan jumlah sel CD4 yang
1. Bagaimana kestabilan dari titik setimbang pada model penyebaran virus HIV
dalam tubuh?
2. Bagaimana bentuk kontrol yang optimal dari model penyebaran virus HIV
1.3 Tujuan
2. Mendapatkan bentuk kontrol yang optimal dari model penyebaran virus HIV
1.4 Manfaat
Manfaat yang akan dicapai dari skripsi ini adalah memberikan pengetahuan
tentang perilaku kestabilan pada model penyebaran virus HIV dalam tubuh serta
ini dapat berguna untuk mengontrol penyebaran virus HIV dalam tubuh.
1. Model HIV diamati dalam 1 ml darah yang jumlah sel CD4 antara 800-1200
sel.
2. Model HIV dan parameter yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
3. Input atau pengontrol dalam sel CD4 yaitu berupa obat antiretroviral (ARV).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berikut:
Menurut Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah (UKLW) Balikpapan [5], sel
T dibagi menjadi dua jenis yaitu Sel T-4 (CD4 atau CD4+) dan sel T-8 (CD8). Sel
CD4 adalah salah satu jenis dari sel darah putih (limfosit) yang merupakan bagian
penting dari sistem kekebalan tubuh, sedangkan sel CD8 adalah sel penekan yang
mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel pembunuh,
karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus. Sel CD4
untuk HIV. Virus HIV menempel pada reseptor CD4 itu seperti kunci dan
gembok.
Sumber : http://www.thebody.com
5
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
Virus (HIV), karena saat HIV menulari manusia, sel yang terinfeksi adalah sel
CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel CD4. Setelah lama orang
terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 orang tersebut semakin menurun. Ini tanda bahwa
sistem kekebalan tubuh semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin
mudah untuk sakit. Ada jutaan kelompok sel CD4 dalam tubuh manusia. Setiap
kelompok sel CD4 dirancang khusus untuk melawan kuman tertentu. Saat HIV
mengurangi jumlah sel CD4, beberapa kelompok sel CD4 dapat diberantas total.
Jika hal itu terjadi, maka orang tersebut akan kehilangan kemampuan untuk
2.2 HIV
infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus HIV dalam tubuh akan menyebabkan
100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval. Selubung virus HIV
berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam
selubung tersebut terdapat bagian yang disebut sebagai protein matriks. Selain itu
menurut Felissa (2009), bagian internal HIV terdiri dari dua komponen utama,
yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang
berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/HIV
memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel
virus dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4 dan
CXCR5 yang ada pada sel darah putih. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel
dendrit, sel CD4, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan
lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina dan oral yang biasa menjadi tempat
awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah serta
bereplikasi di noda limpa. Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi)
dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel.
Selanjutnya, enzim transkriptase yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus
yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel
manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. DNA
virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan
cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang memiliki
sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah
menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi
cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus
merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan
protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan inti virus,
enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi
bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka
virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan mendapatkan selubung dari
membran permukaan sel inang, sehingga menjadi virus baru hasil replikasi
terhadap sel inang (sel CD4). Virus yang baru tersebut akan terus bereplikasi
dengan sel CD4 lain yang ada pada tubuh manusia. Karena sel CD4 berada pada
sel darah putih yang mengalir keseluruh tubuh manusia, maka sel CD4 yang
HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak
membran mukosa atau jaringan yang terluka dengan cairan tubuh tertentu yang
berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi,
cairan vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah
melalui hubungan seksual, pemberian ASI dari ibu ke anak, penggunaan obat-
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat yang benar-benar dapat
menyembuhkan penyakit HIV atau AIDS. Satu-satunya cara yang diketahui untuk
penekanan virus HIV adalah pemberian obat antiretroviral (ARV) yang pada
2.3 Matriks
Definisi 2.1 Jika merupakan matriks berukuran , maka vektor tak nol
dari , yakni:
Skalar dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan vektor eigen yang
bersesuaian dengan .
(Anton, 1987)
( )
dengan
[ ]
(Weisstein, 1999)
( )
( ), ( ) dan ( ).
( ),
sehingga
( )( )( )
( )
( ),
( ),
( ),
adalah
( )
(Vandermeer, 1981)
[ ],
[ ].
[ ]
(Lewis, 1995)
matriks ( ) adalah
( ) ̇( ) * ( )+, dan
∫ ( ) ∫ ( )
(Graham, 1980)
Definisi 2.9 Sistem persamaan diferensial orde satu dalam tiga persamaan
( )
( )
( )
dengan fungsi dan tidak tergantung pada waktu atau dengan kata
(Jones, 2003)
Contoh: Sistem ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
(Olsder, 1992 )
( )
̇( ) ( ) ( ) ( )
̇ ( ) ( ) ( ) ( )
̇ ( ) ( ) ( ) ( )
̇ ( ) ( ) ( ) ( )
dalam bentuk:
̇( ) ( ) ( )
( )
(Bronson, 2007)
( )
(Sontag, 2001)
Teorema 2.13 Sistem ̇ ( ) ( ) adalah stabil asimtotis jika dan hanya jika
semua nilai eigen dari , yakni ( ) mempunyai bagian real negatif dan
dinotasikan sebagai ( ( )) .
(Zhou, 1996)
diamati karena tanda bagian real dari nilai eigen tidak mudah ditentukan, oleh
karena itu perlu digunakan metode lain untuk menentukan tanda bagian real dari
(2.2)
sebagai berikut :
( ), ( *, ( +,
( ,, , ,
( )
( )
dengan saat .
(Merkin, 1997)
(2.3)
( ) ( * dan ( +.
negatif atau mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika det ( )
det | | didapatkan ,
i. dan
ii. dan
Untuk kondisi (ii) tidak mungkin terjadi, karena jika maka tidak akan
persamaan karakteristik (2.3) bernilai negatif atau mempunyai bagian real negatif
dan
berikut:
( ( ) ) ∫ ( ( ) ( ) ) (2.4)
dengan kendala
̇ ( ( ) ( ) ) ( ) (2.5)
dengan dan masing-masing adalah waktu awal dan akhir, dan adalah
fungsi skalar.
sistem (2.5) akan memperoleh keadaan yang optimal ( ) dan pada saat yang
(Lewis, 1995)
performansi).
̇ ( ( ) ( ) ) (2.6)
( ( ) ) ∫ ( ( ) ( ) ) (2.7)
( ( ) ( ) ( ) ) ( ( ) ( ) ) ( ) ( ( ) ( ) )
( ) sehingga diperoleh ( ) ( ( ) ( ) )
optimal, yaitu
( ( ) ( ) ( ) ) ( ( ) ( ) )
̇ ( ) ( *
̇ ( ) ( *
(Naidu, 2002)
BAB III
METODE PENELITIAN
sebagai berikut :
Pontryagin.
sebagai berikut:
optimal.
tahap 2.
20
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
9. Mensimulasikan hasil model HIV tanpa input dan dengan input kontrol dalam
10. Menginterprestasikan hasil model HIV yang telah didapat pada Langkah 9.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai kestabilan model HIV dan kontrol
optimal. Dari model HIV akan dicari titik setimbang yang kemudian dianalisis
kestabilan dari setiap titik tersebut. Berikutnya akan dicari bentuk kontrol optimal
HIV pada manusia, baik secara internal (dalam tubuh manusia) maupun eksternal
(keadaan atau lingkungan sekitar). Namun pada penulisan ini, dibentuk asumsi-
asumsi yang membatasi kasus infeksi HIV dan struktur populasi sebagai berikut:
2. Tidak ada virus lain yang menyerang tubuh selain virus HIV.
( ) adalah populasi sel CD4 yang sehat (belum terkena virus HIV) pada
saat .
( ) adalah populasi sel CD4 yang telah terinfeksi virus HIV pada saat .
22
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
̇ ( ) adalah laju perubahan populasi sel CD4 yang sehat pada saat
(̇ ) adalah laju perubahan populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
saat
adalah waktu awal pengamatan saat sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
adalah waktu akhir pengamatan saat sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
karena dalam ilmu biologi tidak mungkin jumlah sebuah spesies dalam sebuah
(4.1)
Selain itu, dalam ilmu fisika kelajuan merupakan salah satu besaran turunan yang
tidak bergantung pada arah, sehingga kelajuan termasuk skalar. Seperti jarak,
kelajuan termasuk besaran skalar yang nilainya selalu positif, sehingga dalam
(4.2)
dibentuk suatu interaksi model penyebaran virus HIV dalam tubuh, yang
Ditranslasiakan
Laju
Diskripsi ke dalam persamaan
reaksi
deferensial
Produksi sel CD4 ̇
̇
Sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
̇
Dari Tabel 4.1 maka dapat dibentuk ke dalam diagram blok sebagai berikut
𝒄𝑽
𝒌𝑰
𝒔 𝜷𝑻𝑽
𝜸𝑻 𝝁𝑰
Keterangan:
populasi .
Dari gambar 4.1, panah masuk mengartikan bahwa pada , , dan akan
dalam kasus ini replikasi virus HIV terjadi pada sel CD4 yang terinfeksi, namun
pada saat menghasilkan virus HIV, jumlah sel CD4 tidak berkurang.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 di atas, maka dapat dibentuk suatu
̇ ( )
̇ ( )
̇ ( )
Pada Persamaan (4.3) laju perubahan sel CD4 yang sehat akan meningkat
karena dipengaruhi oleh laju pertumbuhan sel CD4 dan akan menurun karena
adanya sel CD4 yang mati secara alami serta interaksi antara sel CD4 yang sehat
dengan virus HIV. Pada Persamaan (4.4) laju perubahan sel CD4 yang terinfeksi
virus HIV akan meningkat karena penambahan jumlah sel CD4 yang terinfeksi
virus yang diakibatkan adanya kontak atau interaksi antara sel CD4 yang sehat
dengan virus HIV dan menurun karena adanya sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
yang mati secara alami. Sedangkan pada Persamaan (4.5) laju perubahan virus
HIV akan terus bertambah karena virus mengalami replikasi didalam sel CD4 dan
langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan titik setimbang dari model
tersebut. Sebelum itu, karena model berbentuk nonliner maka perlu dilakukan
Titik setimbang tersebut disubstitusikan pada persamaan model HIV yang telah
menentukan kestabilan dari sistem tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan
terdapat dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit dan titik
setimbang endemi.
Titik setimbang bebas penyakit adalah suatu kondisi dimana tidak terjadi
penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia. Titik tersebut didapatkan pada saat
yakni suatu keadaan dimana tidak terjadi infeksi virus HIV pada sel CD4
dan yakni keadaan dimana tidak ada virus HIV dalam tubuh manusia. Titik
sehingga diperoleh:
̇
(4.6)
̇
(4.7)
̇
(4.8)
virus HIV dalam tubuh manusia yang menyerang sel CD4. Titik setimbang
dan diperoleh:
̇
(4.9)
̇
(4.10)
diperoleh
( ) ( )
(4.11)
( )
(4.12)
( ( ))
(4.13)
Pada sistem Persamaan (4.3), (4.4), dan (4.5) dalam model HIV terlihat
bahwa sistem tersebut merupakan sistem autonomous yang tak linier, maka untuk
̇ = ( ) (4.14)
̇ ( ) (4.15)
̇ ( ) (4.16)
Dengan menggunakan Definisi 2.6, maka matriks Jacobian dari sistem Persamaan
( ) (4.17)
( )
eigen dari matriks dapat ditentukan kestabilan dari sistem. Karena pada kasus ini
diperoleh dua titik setimbang yaitu titik setimbang bebas penyakit dan endemik
( ) adalah
(4.18)
( )
( )
( ( ))
( )
(( )( )( )) (( )( )( ))
( )( ) ( )
( ) ( ) ( ) (4.19)
Berdasarkan Persamaan (4.19), syarat agar titik setimbang bebas penyakit stabil
asimtotis, adalah
dan
( ) laju kematian sel CD4 yang terinfeksi virus HIV ( ), dan laju kematian sel
(4.20)
Agar maka
(4.21)
(4.22)
sebagai bilangan reproduksi dasar yang menyatakan banyaknya kasus baru dari
sel terinfeksi yang muncul akibat masuknya sel terinfeksi dalam suatu populasi
virgin. Dalam kasus ini, bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai rasio
pertumbuhan dan kematian dari populasi sel CD4 yang sehat, sel CD4 yang
terinfeksi dan virus HIV. Dari sini bilangan reproduksi dasar dapat digunakan
, akibatnya
(4.23)
( )( ) ( )
( )
( ) ( )
(4.24)
Teorema 4.1 Titik setimbang bebas penyakit pada model HIV akan stabil
penyakit
( ) adalah
( ) ( )
( ) ( ) (4.25)
( ) ( )
menggunakan ( ) , yaitu
( )
( ( ))
( )
(( )( )( )) (( )( )( ))
(( )( )( ))
( )( ) ( )
( ) ( ) ( ) (4.26)
asimtotis adalah
dan .
terpenuhi bahwa:
(4.27)
(4.28)
Berdasarkan (4.26), dengan proses yang sama pada saat mencari syarat kestabilan
pada titik setimbang bebas penyakit, untuk titik setimbang endemik jika dipenuhi
( )( )
(4.30)
Teorema 4.2 Titik setimbang endemik pada model HIV akan stabil asimtotis
penyakit
= .
dengan biaya pengobatan yang minimal, maka perlu dicari bentuk kontrol optimal
Pada masalah kontrol optimal ini, tujuan yang akan dicapai adalah
(obat ARV). Pada tahap ini akan didapatkan bentuk pengontrol (obat ARV) yang
( ) ∫ ( ) (4.31)
Pada model HIV, pemberian pengontrol (obat ARV) diberikan saat sel CD4
diserang oleh virus HIV, oleh karena itu bentuk Constrain dari fungsi tujuan
(4.31) adalah
̇ ( )
(̇ ) ( )
dan
yang berarti bahwa waktu yang digunakan yaitu waktu dari awal pengamatan saat
( ) dibatasi dari 0 sampai 1 ( dari 0% sampai 100%). Untuk nilai awal dari
( ) ( ) ( )
Hamiltonian:
( ) ( ) ( )
( )
( ) ( )( ( ( )) )
( ( )) ( ( ) )
( )
Untuk mendapatkan kondisi optimal maka harus memenuhi kondisi stasioner dari
( )
( ) ( )
( )
( )
{
( )
( ( ) ).
tersebut.
sehingga diperoleh
̇ ( )
Selain variabel state juga terdapat varibel co-state ( dan ) atau variabel
sehingga diperoleh
̇ ( )
̇ ( )
( )
̇ ( ( ( ) ))
( )
̇ ( ( ( ) ))
yang optimal maka perlu menyelesaikan persamaan state dan co-state yang
nonlinier sulit untuk diselesaikan secara analitik, oleh karena itu perlu
4.5 Simulasi
parameter yang diketahui. Dalam simulasi model penyebaran virus HIV dalam
( ) dan pengontrol ( ).
adalah:
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
[data]=dotcvp_main(data)
Simulasi dilakukan dengan cara dua kali runing, yang pertama sebelum
diberi pengontrol dan yang kedua setelah diberi pengontrol. Selanjutnya akan
diberi pengontrol. Pada simulasi ini, pemberian pengontrol (obat ARV) dilakukan
Tabel 4.2 menunjukkan nilai-nilai dari seluruh laju yang digunakan pada simulasi,
misalnya untuk nama parameter laju pertumbuhan sel CD4 yang sehat,
disimbolkan sebagai , memiliki nilai 7 sel/ hari, artinya bahwa dalam penelitian
ini sel CD4 yang sehat akan tumbuh sebnyak 7 sel dalam sehari, dan selanjutnya
yang sehat, sel CD4 yang terinfeksi dan virus HIV, baik sebelum diberi obat ARV
seluruh tubuh dan menyebabkan penyakit HIV. Oleh karena virus HIV tidak dapat
penghambatan replikasi virus HIV dalam tubuh dengan pemberian obat ARV.
Dalam hal ini pemberian obat ARV berupa bobot dari dosis obat yang seharusnya
diberikan pada manusia. Populasi sel CD4 yang sehat akan terus meningkat
sejalan dengan menurunnya populasi sel CD4 yang terinfeksi dan populasi virus
HIV. Semakin meningkatnya jumlah sel CD4 yang sehat, maka pemberian dosis
obat ARV juga akan berkurang selaras dengan perilaku sel CD4 tersebut.
kontrol (obat ARV) pada sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga dan
kemudian dilanjutkan dengan memberikan pengontrol (obat ARV) pada sel CD4
saat virus mulai menginfeksi sel CD4, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.2 Populasi sel CD4 yang sehat sebelum diberi pengontrol (obat ARV)
Gambar 4.3 Populasi sel CD4 yang sehat setelah diberi pengontrol (obat ARV)
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa populasi sel CD4 yang sehat sebelum
hingga hari ke 100 dan bergerak naik turun kemudian bergerak menuju ke titik
setimbang endemik ( ) = 523,248 pada saat kurang lebih pada hari ke 800.
Sedangkan pada Gambar 4.3 terlihat bahwa populasi sel CD4 yang sehat setelah
diberi pengontrol (obat ARV) yang optimal pada kondisi awal ( ) terjadi
bergerak menuju titik ( ) atau dibulatkan menjadi 987 pada saat kurang
lebih 700 hari. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah populasi sel CD4 yang sehat
meningkat karena pemberian pengontrol (obat ARV). Saat hari ke-900 menuju
hari ke-1000 terlihat bahwa sel CD4 yang sehat mengalami penurunan. Hal ini
dikarenakan virus HIV mulai bereplikasi lebih cepat dari sebelumnya sehingga
mulai menginfeksi kembali sel CD4 yang sehat, ini disebabkan pemberian dosis
obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih besar dari pemberian saat itu.
tubuh manusia dan menginfeksi. Berikut adalah hasil sel CD4 yang terinfeksi
Gambar 4.4 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sebelum diberi
Gambar 4.5 Populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV setelah diberi pengontrol
(obat ARV)
Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa grafik populasi sel CD4 yang terinfeksi
dibulatkan menjadi 34 pada saat kurang lebih hari ke-800 dan bergerak seterusnya
sehingga penyakit akan selalu ada sampai waktu tak terbatas. Oleh karena itu,
penyakit bersifat endemik dan tidak akan menghilang dari populasi. Peningkatan
jumlah sel CD4 yang terinfeksi virus HIV tersebut, dikarenakan menurunnya
jumlah populasi sel CD4 yang sehat pada hari pertama sampai hari ke 500
mengakibatkan populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV meningkat pada
selang waktu tersebut. Namun berbeda pada Gambar 4.5, terlihat bahwa populasi
sel CD4 yang terinfeksi virus HIV dengan pengontrol yang optimal pada kondisi
pengontrol pada awal pengendalian, karena pengaruh dari kontrol (obat ARV) dan
kurang lebih hari ke-100. Penurunan jumlah individu yang terinfeksi ini
dikarenakan pemberian obat ARV pada sel CD4 yang terinfeksi virus HIV.
Namun pada saat hari ke-900 menuju hari ke-1000 sel CD4 yang terinfeksi virus
sebelumnya sehingga virus mulai menginfeksi kembali sel CD4 yang sehat, ini
disebabkan pemberian dosis obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih
Simulasi selanjutnya yaitu kondisi dari perilaku virus HIV itu sendiri saat
menginfeksi sel CD4 dalam tubuh manusia. Berikut adalah hasil simulasi untuk
Gambar 4.6 Populasi virus HIV sebelum diberi pengontrol (obat ARV)
Gambar 4.7 Populasi virus HIV setelah diberi pengontrol (Obat ARV)
pada hari ke 800. Hal ini sebanding dengan laju perubahan sel CD4 yang
terinfeksi virus HIV, dikarenakan ketika virus meningkat sel CD4 yang terinfeksi
virus juga akan meningkat dan sebaliknya. Sedangkan Gambar 4.7 menunjukkan
populasi virus HIV setelah diberi pengontrol yang optimal pada kondisi awal
1.584 pada saat kurang lebih 100 hari. Hal ini dapat terjadi karena virus HIV
diberi suatu pengontrol yang berupa obat ARV saat di dalam tubuh manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia
dapat ditekan, namun pada saat hari ke-900 menuju hari ke-1000 populasi virus
meningkat sehingga virus mulai menginfeksi kembali sel CD4 yang sehat, ini
disebabkan pemberian dosis obat ARV yang rendah padahal seharusnya lebih
diberikan kepada penderita yang terinfeksi HIV. Berikut hasil yang diperoleh:
pemberian dosis obat yang diberikan pada sel CD4 yang terkena virus HIV pada
awal periode pengendalian adalah 1 atau dapat dinyatakan 100% ini berarati bobot
dari dosis obat ARV diberikan sepenuhnya, kemudian bergerak menurun lalu
konstan pada saat kurang lebih 100 hari dan mulai turun kembali kurang lebih
pada hari ke-900. Hal ini berarti pemberian obat ARV pada sel CD4 yang
replikasi virus HIV dalam tubuh manusia dengan selarasnya populasi virus HIV
hingga hari ke-900, karena pada waktu tersebut sel CD4 yang sehat mengalami
penurunan dan sel CD4 yang terinfeksi virus serta virus HIV mengalami
aplikasinya seharusnya pemberian dosis obat ARV menurun jika sel CD4 yang
terinfeksi virus mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena untuk jangka
waktu lebih dari 800 hari, perlu adanya tambahan obat lainnya selain ARV agar
Dari seluruh hasil yang telah didapatkan, secara garis besar bentuk
pengontrol (Obat ARV) pada model penyebaran virus HIV dapat menekan
penyebaran virus HIV dalam tubuh manusia dalam jangka waktu kurang lebih 0
sampai dengan 900 hari sehingga dapat mengurangi populasi sel CD4 yang
terinfeksi virus HIV serta virus HIV itu sendiri, dan meningkatkan populasi sel
CD4 yang sehat dalam waktu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
hari ke-900 seharusnya pemberian bobot dari dosis obat tidak kurang dari 0.1 agar
sel CD4 yang sehat terus meningkat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
keefektifan pengontrol (obat ARV) pada waktu kurang lebih 0 sampai dengan 900
hari, dapat mengurangi populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV sehingga
penyebaran virus HIV dapat ditekan dan dapat memaksimumkan sel CD4 yang
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
virus HIV dalam tubuh manusia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
asimtotis jika .
berikut:
( )
( ( ) ).
pengontrol (obat ARV) pada waktu kurang lebih 0 sampai dengan 900
hari, dapat mengurangi populasi sel CD4 yang terinfeksi virus HIV
sel CD4 yang sehat dan meminimumkan biaya dalam pemberian obat
ARV.
52
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
5.2 SARAN
virus HIV dengan menggunakan laju pertumbuhan sel CD4 yang konstan. Oleh
menggunakan laju pertumbuhan sel CD4 yang tidak konstan. Selain itu juga untuk
hasil yang lebih baik, dapat menggunakan kondisi free final state dan free final
time atau dengan kata lain bebas menentukan waktu dan state akhirnya, karena
pada skripsi ini waktu akhir telah ditentukan (fix final time) dan state akhir yang
bebas (free final state), sehingga tidak dapat mengetahui pada hari ke berapa state
DAFTAR PUSTAKA
3. Felissa R. L., Jerry D. D., 2009, The person with HIV/AIDS: nursing
perspectives, Springer Publishing Company, Inggris
7. Jenny P., Maylani L., Delene P., Monica J., 2006. Working with HIV/AIDS,
Juta Legal and Academic Publishers, Cape Town
9. Lewis F.L., Syrmos V.L., 1995, Optimal Control, Willy Interscience, Canada
10. Merkin, D.R., 1997, Introduction to the Theory of Stability, Springer, New
York
11. Naidu D.S., 2002, Optimal Control Systems, CRC Press, New York
12. Olsder, G.J., 1992, Mathematical System Theory, Delft, The Natherland
14. Shirazian M., Farahi M. H., 2010, Optimal Control Strategy for a Fully
Determined HIV Model, vol.1, Intelligent Control and Automation, pg. 15-19
15. Sontag E.D., Thoma M., 2001, Control Theory for Linier Systems, Springer,
London
54
Skripsi Analisis dan Kontrol Optimal Pada Model Sukokarlinda, Wheni
Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh Manusia.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
19. Zhou, K. Doyle, J. C., dan Glover, K., 1996, Robust and Optimal Control,
Prentice-Hall, New Jersey
Lampiran 1
% --------------------------------------------------- %
% Settings for IVP (ODEs, sensitivities):
% --------------------------------------------------- %
data.odes.Def_FORTRAN = {}; %this option is needed only for
FORTRAN parameters definition, e.g. {'double precision k10, k20,
..'}
data.odes.parameters = {}; %constant parameters before ODE
{'T=300','..}
data.odes.Def_MATLAB = {}; %this option is needed only for
MATLAB parameters definition
data.odes.res(1) = {'7-0.007*y(1)-
0.00000042163*y(1)*y(3)'};
data.odes.res(2) = {'0.00000042163*y(1)*y(3)-
0.0999*y(2)'};
data.odes.res(3) = {'90.67*y(2)-0.2*y(3)'};
data.odes.black_box = {'None','1','FunctionName'};
%['None'|'Full'],[penalty coefficient for all constraints],[a
black box model function name]
data.odes.ic = [1000 0 7000];
data.odes.NUMs = size(data.odes.res,2); %number of
state variables (y)
data.odes.t0 = 0.0; %initial time
data.odes.tf = 1000.0; %final time
data.odes.NonlinearSolver = 'Newton'; %['Newton'|'Functional']
/Newton for stiff problems; Functional for non-stiff problems
data.odes.LinearSolver = 'Dense'; %direct
['Dense'|'Diag'|'Band']; iterative ['GMRES'|'BiCGStab'|'TFQMR']
/for the Newton NLS
data.odes.LMM = 'Adams'; %['Adams'|'BDF'] /Adams for
non-stiff problems; BDF for stiff problems
data.odes.MaxNumStep = 500; %maximum number of steps
data.odes.RelTol = 1*10^(-7); %IVP relative tolerance
level
data.odes.AbsTol = 1*10^(-7); %IVP absolute tolerance
level
data.sens.SensAbsTol = 1*10^(-7); %absolute tolerance for
sensitivity variables
data.sens.SensMethod = 'Simultaneous';
%['Staggered'|'Staggered1'|'Simultaneous']
data.sens.SensErrorControl= 'on'; %['on'|'off']
% --------------------------------------------------- %
% NLP definition:
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.RHO = 10; %number of time intervals
data.nlp.problem = 'min'; %['min'|'max']
data.nlp.J0 = '0'; %cost function: min-max(cost
function)
data.nlp.u0 = [0]; %initial value for control values
data.nlp.lb = [0]; %lower bounds for control values
data.nlp.ub = [1]; %upper bounds for control values
data.nlp.p0 = []; %initial values for time-
independent parameters
data.nlp.lbp = []; %lower bounds for time-independent
parameters
data.nlp.ubp = []; %upper bounds for time-independent
parameters
data.nlp.solver = 'FMINCON';
%['FMINCON'|'IPOPT'|'SRES'|'DE'|'ACOMI'|'MISQP'|'MITS']
data.nlp.SolverSettings = 'None'; %insert the name of the file
that contains settings for NLP solver, if does not exist use
['None']
data.nlp.NLPtol = 1*10^(-5); %NLP tolerance level
data.nlp.GradMethod = 'SensitivityEq';
%['SensitivityEq'|'FiniteDifference'|'None']
data.nlp.MaxIter = 1000; %Maximum number of iterations
data.nlp.MaxCPUTime = 60*60*0.50; %Maximum CPU time of the
optimization (60*60*0.25) = 15 minutes
% --------------------------------------------------- %
% Equality constraints (ECs):
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.eq.status = 'off'; %['on'|'off'] ECs
data.nlp.eq.NEC = 1; %number of active ECs
data.nlp.eq.eq(1) = {''};
data.nlp.eq.time(1) = data.nlp.RHO;
data.nlp.eq.PenaltyFun = 'off'; %['on'|'off'] ECs penalty
function
data.nlp.eq.PenaltyCoe = [1.0];
%J0=J0+data.nlp.eq.PenaltyCoe*ViolationOfEqualityConstraint /*
only for stochastic solvers */
% --------------------------------------------------- %
% Inequality /path/ constraints (INECs):
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.ineq.status = 'off'; %['on'|'off'] INECs
data.nlp.ineq.NEC = 2; %number of active INECs
data.nlp.ineq.InNUM = 1; %how many inequality constraints
are '>' else '<'
data.nlp.ineq.eq(1) = {''};
data.nlp.ineq.eq(2) = {''};
data.nlp.ineq.Tol = 0.0005; %tolerance level of violation
of INECs
data.nlp.ineq.PenaltyFun = 'off'; %['on'|'off'] INECs penalty
function
data.nlp.ineq.PenaltyCoe = [1.0 1.0];
%J0=J0+data.nlp.ineq.PenaltyCoe*ViolationOfInequalityConstraint /*
for every inequality constraint one parameter */
% --------------------------------------------------- %
% Options for setting of the final output:
% --------------------------------------------------- %
data.options.intermediate = 'off'; %['on'|'off'|'silent'] display
of the intermediate results
data.options.display = 'on'; %['on'|'off'] display of the
figures
% --------------------------------------------------- %
% Call of the main function (you do not change this!):
% --------------------------------------------------- %
[data]=dotcvp_main(data);
Lampiran 2
% --------------------------------------------------- %
% Settings for IVP (ODEs, sensitivities):
% --------------------------------------------------- %
data.odes.Def_FORTRAN = {}; %this option is needed only for
FORTRAN parameters definition, e.g. {'double precision k10, k20,
..'}
data.odes.parameters = {}; %constant parameters before ODE
{'T=300','..}
data.odes.Def_MATLAB = {}; %this option is needed only for
MATLAB parameters definition
data.odes.res(1) = {'7-0.007*y(1)-
0.00000042163*y(1)*y(3)+0.00000042163*y(1)*y(3)*u(1)'};
data.odes.res(2) = {'0.00000042163*y(1)*y(3)-
0.00000042163*y(1)*y(3)*u(1)-0.0999*y(2)'};
data.odes.res(3) = {'90.67*y(2)-0.2*y(3)'};
data.odes.res(4) = {'y(1)-(1/2*110*(u(1))^2)'};
data.odes.black_box = {'None','1','FunctionName'};
%['None'|'Full'],[penalty coefficient for all constraints],[a
black box model function name]
data.odes.ic = [363 57 28860 0];
data.odes.NUMs = size(data.odes.res,2); %number of
state variables (y)
data.odes.t0 = 0.0; %initial time
data.odes.tf = 1000.0; %final time
data.odes.NonlinearSolver = 'Newton'; %['Newton'|'Functional']
/Newton for stiff problems; Functional for non-stiff problems
data.odes.LinearSolver = 'Dense'; %direct
['Dense'|'Diag'|'Band']; iterative ['GMRES'|'BiCGStab'|'TFQMR']
/for the Newton NLS
data.odes.LMM = 'Adams'; %['Adams'|'BDF'] /Adams for
non-stiff problems; BDF for stiff problems
data.odes.MaxNumStep = 500; %maximum number of steps
data.odes.RelTol = 1*10^(-7); %IVP relative tolerance
level
data.odes.AbsTol = 1*10^(-7); %IVP absolute tolerance
level
data.sens.SensAbsTol = 1*10^(-7); %absolute tolerance for
sensitivity variables
data.sens.SensMethod = 'Simultaneous';
%['Staggered'|'Staggered1'|'Simultaneous']
data.sens.SensErrorControl= 'on'; %['on'|'off']
% --------------------------------------------------- %
% NLP definition:
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.RHO = 20; %number of time intervals
data.nlp.problem = 'max'; %['min'|'max']
data.nlp.J0 = 'y(4)'; %cost function: min-max(cost
function)
data.nlp.u0 = [0]; %initial value for control values
data.nlp.lb = [0]; %lower bounds for control values
data.nlp.ub = [1]; %upper bounds for control values
data.nlp.p0 = []; %initial values for time-
independent parameters
data.nlp.lbp = []; %lower bounds for time-independent
parameters
data.nlp.ubp = []; %upper bounds for time-independent
parameters
data.nlp.solver = 'FMINCON';
%['FMINCON'|'IPOPT'|'SRES'|'DE'|'ACOMI'|'MISQP'|'MITS']
data.nlp.SolverSettings = 'None'; %insert the name of the file
that contains settings for NLP solver, if does not exist use
['None']
data.nlp.NLPtol = 1*10^(-5); %NLP tolerance level
data.nlp.GradMethod = 'SensitivityEq';
%['SensitivityEq'|'FiniteDifference'|'None']
data.nlp.MaxIter = 1000; %Maximum number of iterations
% --------------------------------------------------- %
% Equality constraints (ECs):
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.eq.status = 'off'; %['on'|'off'] ECs
data.nlp.eq.NEC = 1; %number of active ECs
data.nlp.eq.eq(1) = {''};
data.nlp.eq.time(1) = data.nlp.RHO;
data.nlp.eq.PenaltyFun = 'off'; %['on'|'off'] ECs penalty
function
data.nlp.eq.PenaltyCoe = [1.0];
%J0=J0+data.nlp.eq.PenaltyCoe*ViolationOfEqualityConstraint /*
only for stochastic solvers */
% --------------------------------------------------- %
% Inequality /path/ constraints (INECs):
% --------------------------------------------------- %
data.nlp.ineq.status = 'off'; %['on'|'off'] INECs
data.nlp.ineq.NEC = 2; %number of active INECs
data.nlp.ineq.InNUM = 1; %how many inequality constraints
are '>' else '<'
data.nlp.ineq.eq(1) = {''};
data.nlp.ineq.eq(2) = {''};
data.nlp.ineq.Tol = 0.0005; %tolerance level of violation
of INECs
data.nlp.ineq.PenaltyFun = 'off'; %['on'|'off'] INECs penalty
function
data.nlp.ineq.PenaltyCoe = [1.0 1.0];
%J0=J0+data.nlp.ineq.PenaltyCoe*ViolationOfInequalityConstraint /*
for every inequality constraint one parameter */
% --------------------------------------------------- %
% Options for setting of the final output:
% --------------------------------------------------- %
data.options.intermediate = 'off'; %['on'|'off'|'silent'] display
of the intermediate results
% --------------------------------------------------- %
% Call of the main function (you do not change this!):
% --------------------------------------------------- %
[data]=dotcvp_main(data);
Lampiran 3
________________________________________________________
________________________________________________________
!!! Warning: gnumex or mingw not find -> FORTRAN option is switched off !!!
The detailed information is saved to the workspace structure with the name 'data'.
Lampiran 4
________________________________________________________
________________________________________________________
!!! Warning: gnumex or mingw not find -> FORTRAN option is switched off !!!
The detailed information is saved to the workspace structure with the name 'data'.