Anda di halaman 1dari 20

PENGUTAMAAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL

DALAM MENYONGSONG ERA GENERASI MILENIAL

Yusuf Cahyo Saputro


FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
email: yusuf24@student.uns.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengutamaan bahasa


Indonesia sebagai bahasa nasional dalam menyongsong era generasi
milenial. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penulis
memanfaatkan berbagai literature untuk dijadikan pedoman dan sumber
referensi. Metode studi pustaka dapat dijadikan sebagai data dan sumber
data mengenai pembelajaran sastra berdasarkan bahasa dan budaya
untuk meningkatkan pendidikan karakter kebangsaan di era globalisasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sastra dan bahasa di era
globalisasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan
berkomunikasi. Bahasa pada karya sastra dapat menambah penguasaan
kosakata bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa daerah yang
digunakan dalam karya sastra bagian dari pengenalan budaya. Di era
globalisasi komunikasi dapat berupa hubungan antarbangsa melalui
budaya. Karya sastra yang mengandung pendidikan karakter dapat
dijadikan sebagai identitas bangsa yang harus dimiliki masyarakat
Indonesia di era globalisasi.

Kata kunci: pembelajaran, bahasa indonesia, era globalisasi.

Abstract: Abstract: This study aims to examine the prioritization of


Indonesian as a national language in welcoming the millennial
generation era. The method of this research is qualitative descriptive. The
author uses various literature to be used as guidelines and reference
sources. The literature study method can be used as data and data
sources regarding literary learning based on language and culture to
improve national character education in the era of globalization. The
results of this study indicate that literature and language in the era of
globalization are needed in developing communication skills. Language in
literary works can increase the mastery of Indonesian and regional
languages. The regional language used in literature is part of the
introduction of culture. In the era of globalization communication can be
in the form of relations between nations through culture. Literary works
that contain character education can be used as a national identity that
must be owned by Indonesian people in the era of globalization.
Keywords: learning, Indonesian language, globalization era.
PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, dan
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa dapat diartikan sebagai alat
untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati (Murti, 2015:
177). Selain itu, bahasa juga dapat membantu untuk memperoleh
informasi, menambah ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Menurut
Kridalaksana (1985: 12) bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang
dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia.
Peranan bahasa dalam manusia besar sekali. Hampir dalam semua
kegiatan, manusia memerlukan bantuan bahasa. Baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan khusus seperti kesenian dan ilmu
pasti, bahasa merupakan sarana yang tidak dapat ditinggalkan (Suyudi,
1997: 86). Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia
mengalami perkembangan, baik ke arah positif maupun negatif. Keadaan
yang ada sekarang adalah fungsi bahasa Indonesia mulai digantikan atau
tergeser oleh bahasa asing dan adanya perilaku yang cenderung
menyelipkan istilah asing (Putri, 2017). Bahasa Indonesia adalah bahasa
yang kita pakai sehari-hari dan juga bahasa resmi negara kita. Representasi
suatu bahasa pada hakikatnya berupa kegiatan pemakaian itu sendiri oleh
komunitasnya dalam berbagai keperluan (Zamzami, 2014).
Gelora seperti Gerakan Disiplin Nasional pada tahun 1995 untuk
mengutamakan bahasa Indonesia sudah meredup. Redupnya
pengutamaan bahasa negara di ruang publik seolah-olah mengonfirmasi
bahwa sekat-sekat geografis negara Indonesia dengan negara lain dan
tanda-tanda kekhasan identitas bangsa ini telah mulai runtuh. Keruntuhan
simbolik negara bangsa seperti itu tengah terjadi oleh karena agenda
globalisasi dan kemajuan teknologi informasi serta komunikasi yang telah
diproyeksi sebagai modernisasi era revolusi industri 4,0. Oleh karena itu,
sebagai gambaran, di kalangan masyarakat terasa tidak asing dan
dipandang lebih keren bentuk Bahasa seperti e-money, e-banking, dan e-
toll. Sikap bangga pada bahasa asing seperti itu dianggap menjadi pilihan
yang tepat agar manusia Indonesia lebih
Pada saat yang sama, agenda dan kemajuan global itu telah
melahirkan generasi milenial yang sedang digelorakan agar tercetak
“generasi emas” pada tahun 2045. Harapan mulia itu akan “jauh panggang
dari api” apabila kesetiaan, kebanggaan, dan tanggung jawab untuk
berbahasa Indonesia secara baik dan benar serta apik dan santun di ruang
publik menghilang. Tanpa kepatuhan yang memadai terhadap hokum yang
berlaku tersebut, penggunaan bahasa Indonesia melalui media sosial
cenderung lebih sebagai alat pengungkap kesenangan pada hal instan dan
kebiasaan merumpikan SARA daripada sebagai etos pengembangan literasi
sebagai baca tulis secara komprehensif. Tantangan linguistik, sejarah, dan
hokum itu makin besar pada zaman globalisasi, terutama pada era
Revolusi Industri 4,0.
METODE
Setiap penelitian memiliki ciri khasnya masing-masing. Ada penelitian
kuantitatif yang menggunakan penghitungan yang akurat. Ada juga
penelitian kualitatif yang mengedepankan kualitas sumber data sebagai
objek penelitian. Kedua ciri penelitian tersebut sama-sama memiliki satu
tujuan, yaitu untuk membuktikan masalah, teori, dan kajian terdahulu dan
menghasilkan penemuan terbaru seputar pokok bahasan yang dikerjakan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
mengacu pada sumber-sumber kepustakaan dan hasil penelitian
sebelumnya. Penelitian kualitatif mempelajari objeknya secara
keseluruhan, tidak secara khusus mengidentifikasi satu atau lebih variabel
dari objek tersebut (Budiyono, 2017). Tujuan penelitian ini untuk
mengolah bahan-bahan lama beserta sumber referensi terbaru juga kajian-
kajian termutakhir menjadi hasil kajian yang baru.
PEMBAHASAN
A. Menegakkan Bahasa Indonesia di Ruang Publik
Dengan melihat sifat UU No. 24 Tahun 2009, khususnya
menyangkut kewajiban menggunakan bahasa Indonesia di ruang
publik dapat dibaca ke dalam 4 argumen sebagai berikut. Pertama,
keinginan negara untuk mempertahankan identitas nasional, dalam hal
ini adalah bahasa Indonesia, yang bukan saja tuntutan konstitusi,
namun juga erat kaitannya dengan pemartabatan bahasa secara
fungsional. Kedua, undang-undang memberlakukan secara ketat
dengan menutup kemungkinan argument kemajemukan atau pola-
pola dwibahasa tertentu. Ketiga, pengaturan kewajiban dalam undang-
undang memiliki makna hokum dan lebih menekankan kepada fungsi
direksi dari undang-undang. Keempat, implementasi berujung kepada
pertimbangan kemanfaatan (doelmatigheid), bukan kepastian hokum
(rechmatigheid), sehinga masih melahirkan kebijakan yang masih
terbuka (open legal policy), sebagai cara-cara kreatif negara untuk
menjamin kehadiran undang-undang.
Sehubungan dengan hal itu, negara perlu melakukan
pengawasan terhadap penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik
serta melakukan tindakan hukum atau memberi sanksi bagi yang
melanggarnya agar memiliki efek jera seperti yang telah dilakukan oleh
pemprov DKI Jakarta yakni dengan menurunkan spanduk yang
menggunakan bahasa asing. Untuk pemerintah daerah agar lebih
berperan aktif dalam menertibkan penggunaan bahasa asing dan
mengutamakan penggunaan bahasa negara Indonesia sesuai amanat
undang-undang. Ruang publik yang dimaksud mulai dari nama jalan,
bangunan, apartemen/hotel, permukiman, perkantoran, informasi
produk barang dan jasa, spanduk/reklame, hingga informasi melalui
media masa.
Pengutamaan penggunaan bahasa negara (bahasa Indonesia)
pada forum resmi di daerah, dan penerbitan petunjuk kepada seluruh
aparatur pemerintah dalam menerbitkan penggunaan bahasa daerah
di ruang publik, termasuk papan nama instansi/Lembaga/badan
usaha/badan social, petunjuk jalan, dan iklan, dengan pengutamaan
penggunaan bahasa negara, telah diatur dalam peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007 tentang pedoman
bagi kepala daerah dalam pelestarian dan pengembangan bahasa
negara dan bahasa daerah.
B. Kontur Global dari Konteks Pluringual
Lanskap linguistik juga terkait erat dengan persoalan ruang
berbahasa antarbangsa. Dalam pembahasan ini tercatat bahwa bangsa
Indonesia terlibat dalam percaturan geopolitik global dan terbentuk di
tingkat Kawasan ASEAN menjadi satu masyarakat antarbangsa ASEAN
(MEA, misalnya). Dalam hal itu, bahasa negara Indonesia digunakan
dalam konteks komunikasi yang lebih luas. Bahasa Indonesia dalam
konteks komunikasi pada era globalisasi, khususnya era revolusi
industri 4,0 yang ketika dilihat dari geopolitik bahasa memberikan
peluang dan sekaligus ancaman bagi bahasa negara dalam
penggunaanya di ruang publik. Munculnya ancaman terhadap
eksistensi bahasa Indonesia di ruang publik merupakan fakta atas
kehadiran bahasa inggris. Bahasa Indonesia yang ketika ditempatkan
pada posisi diatas bahasa asing akan menaikkan derajat harga diri
manusia Indonesia di mata dunia global. Pada era globalisasi ini,
melalui lanskap bahasa negara di ruang publik itu, derajat harga diri
manusia Indonesia ditinggikan hingga sejajar dengan manusia yang
bermartabat di dunia global.
C. Keberadaan Bahasa Indonesia Saat Ini
Awal mula bahasa Indonesia disahkan pada 28 Oktober 1928.
Sejak saat itu, bahasa Indonesia dipopulerkan di Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara.
Jangkauan bahasa Indonesia harus bisa mencakup seluruh negara
supaya dapat terjadi persatuan sesama warga negara Indonesia.
Dengan demikian, bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat
penting (Murtiani, dkk., 2017).
Dalam kedudukannya selain sebagai bahasa persatuan bahasa
Indonesia juga digunakan sebagai lamabang dan identitas nasional.
Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia merupakan salah satu tali
yang mengikat kita menjadi satu Indonesia (Rosidi, 2015). Akan tetapi,
wilayah pesebaran bahasa persatuan ini masih belum merata. Masih
banyak masyarakat yang menggunakan bahasa daerahnya masing-
masing, terutama di daerah pelosok. Hal tersebut masih belum sejalan
dengan keputusan salah satu butir pernyataan dalam Sumpah
Pemuda, yaitu, “... berbahasa satu, bahasa Indonesia.” Maksud dari
berbahasa satu di sini ialah cita-cita untuk mewujudkan bahasa
persatuan.
Di era globalisasi saat ini, beberapa orang menganggap bahwa
bahasa Indonesia bagian dari penghambat proses komunikasi yang
dilakukan secara global. Karena bahasa Indonesia tidak digunakan
secara global, hal ini menyebabkan bahasa Indonesia tampak tidak
begitu memfasilitasi proses globalisasi. Meskipun demikian, bahasa
Inggris yang menjadi bahasa internasional utama itu tidak boleh
menjadi alasan untuk mengaburkan keberadaan bahasa Indonesia
sebagai identitas bangsa. Bahasa Indonesia harus tetap jaya di bumi
pertiwi ini. Caranya yaitu dengan meles-tarikannya menurut konteks
dan kaidah yang berlaku. Lalu, membiasakan dan mengajar-kannya
kepada setiap orang, terutama orang Indonesia. Apabila penutur asing
di Indonesia belajar bahasa Indonesia harus melalui banyak kendala
seperti yang dimuat dalam penelitian milik Saddhono (2012), maka
seharusnya penutur asli atau bangsa Indonesia pasti lebih bisa
meminimalisasi hal tersebut ditambah dengan niat yang kukuh untuk
belajar.
Era digital yang banyak menuntut penguasaan teknologi dan
bahasa asing pada berbagai bidang kehidupan saat ini makin
meminggirkan posisi bahasa Indonesia. Marsudi (2009: 135)
Seharusnya, posisi ini tidak berarti bahwa bahasa Indonesia tidak
mampu bersaing dengan bahasa lain di dunia, tetapi lebih pada sikap
bangsa Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia cenderung
menunjukkan sikap negatif. Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan
pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa
nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak
pernah bahasa ini menjadi bahasa yang mantap. Adapun kedudukan
bahasa Indonesia yaitu sebagai:
1. Bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia memiliki kedudukan di
atas bahasa-bahasa daerah.
2. Bahasa negara, yaitu sebagai bahasa resmi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai Bahasa Negara pada tanggal
18 Agustus 1945 pada UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara yaitu:
1. Bahasa resmi negara
2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
3. Alat penghubung tingkat nasional, dan
4. Alat pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
Fenomena semakin melemahkan kedudukan dan peran bahasa
Indonesia agaknya sudah semakin marak penggunaan bahasa asing, sudah
semakin diunggul-unggulkan sekolah bertaraf internasional, dan semakin
merebaknya program-program yang berbau internasional di perguruan
tinggi. (Wijana 2018: 92) Untuk ini, walaupun bagaimana beratnya
berbagai usaha untuk tetap mempertahankan dan melestarikan eksitensi
penggunaan bahasa Indonesia harus dilakukan. Arus globalisasi tentu saja
akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Pengaruh itu akan
terlihat dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Salah satu pokok yang
dihadapi duia pendidikan adalah masalah identitas bangsa (Muslich, 2010:
18). Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk melestarikan penggunaan
bahasa Indonesia diantaranya:
1. Memupuk kebanggaan berbahasa Indonesia
2. Memberdayakan potensi bahasa daerah sebagai sumber
pengayaan kosa kata bahasa Indonesia Memiliki kesadaran
untuk bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia
merupakan salah satu cara mengembangkan pemakaian bahasa
Indonesia. Kebanggaan dalam berbahasa Indonesia harus
ditumbuhkan sejak dini. Pengaruh bahasa asing begitu besar
terhadap bahasa-bahasa lain. Hal ini perlu diwaspadai agar
bahasa Indonesia maupun bahasa daerah tidak semakin
tersingkirkan.
D. Peran Bahasa dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mampu
memantapkan perannya sebagai sarana pembangunan nasional,
penyelenggaraan negara, Pendidikan, kegiatan keagamaan, dan
peningkatan partisipasi generasi muda serta sebagai sarana
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pada gilirannya memperkuat ketahanan nasional. Dalam perjuangan
bangsa Indonesia menghadapi era lepas landas, peran bahasa dan
sastra Indonesia perlu dimantapkan dengan tujuan utama
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan menjadi kebutuhan yang pada hakikatnya krusial
karena bertautan langsung dengan ranah kehidupan manusia (Zusnani,
2012: 11). Menghindari pendidikan sama dengan melemahkan kondisi
diri sendiri dan menjauhkan dari sumber ilmu. Tambah lagi, hubungan
antara guru dan siswa menjadi kurang baik dalam segi moral. Padahal,
ajaran moral itu perlu diperhatikan menurut Wahid & Saddhono
(2017). Maka dari itu, pendidikan adalah suatu hal yang sangat
dibutuhkan oleh setiap manusia. Ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan
pengetahuan atau hasil pengetahuan dan fakta berdasarkan teori-teori
yang disepakati/berlaku umum, diperoleh melalui serangkaian
prosedur sistemik, dan diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. (Makhmudah 2018: 205).
Kesadaran berbahasa merupakan modal penting dalam
mewujudkan sikap berbahasa yang positif yang selanjutnya akan
memperkukuh fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri
bangsa. Penggunaan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa negara
maupun sebagai bahasa persatuan, perlu pula dibina lebih lanjut untuk
menghadapi tantangan makin meluasnya penggunaan bahasa asing
terutama bahasa inggris, di Indonesia dan di dalam pergaulan
internasional. Selain itu, pembinaan penutur bahasa Indonesia
hendaknya diarahkan sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia
dapat berfungsi sebagai sarana untuk memanifestasikan nilai-nilai
luhur budaya bangsa.
Peran bahasa Indonesia di dalam pergaulan masyarakat bangsa-
bangsa di dunia menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu
bahasa yang dipandang penting sehingga sekarang diajarkan di banyak
negara di dunia antara lain, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan
Jerman. Dengan demikian pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur
asing perlu dikembangkan secara terencana dan terarah sehingga
bahasa dan budaya bangsa Indonesia lebih dikenal di pentas dunia
internasional. Salah satu upaya yang perlu segera dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut ialah program penerjemahan dalam bentuk
skala besar dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh,
terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi.
E. Perkembangan Bahasa Indonesia di Luar Negeri
Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri pada
umumnya bersifat instrumental, terutama bagi para sarjana yang ingin
melaksanakan penelitian di Indonesia dan para calon diplomat dan
usahawan yang akan bertugas di Indonesia. Setelah belajar di negara
masing-masing, tidak sedikit diantara mereka yang kemudian
mengikuti pengajaran lanjutan di Indonesia.
Sudah saatnya kini bahasa Indonesia untuk pembelajar asing
(BIPA) ditangani dengan lebih serius, antara lain dengan menyusun
kurikulum yang luwes yang dapat dengan mudah disesuaikan dengan
keperluan pembelajar; menyusun materi pengajaran dengan format
yang menarik dan memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, lisan maupun tulis, yang hidup di masyarakat, baik
untuk interaksi formal maupun interaksi informal; dan menggunakan
metode pengajaran yang berdasarkan pendekatan komunikatif. Oleh
karena itu, guru dan dosen BIPA seyogianya memahami kaidah-kaidah
sosiolinguistik yang mendasari pendekatan komunikatif.
F. Dampak Globalisasi Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia
Rasa bangga berbahasa Indonesia belum tertanam pada setiap
orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa
belanda sekarang bahasa inggris) masih terus menampak pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka memiliki anggapan
bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia.
Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa
Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis,
menganggap rendah, dan tidak percaya dengan kemampuan bahasa
Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan
lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat yang dtiimbulkan dari kenyataan-
kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata,
istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata,
istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya page,
background, reality, alternative, airport, masing-masing untuk
halaman, latar belakang, kenyataan, (kemungkinan) pilihan, dan
lapangan terbang atau bandara.
2. Banyak oang Indonesia menghargai bahasa asing secara
berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang
“amat asing”, “terlalu asing”, atau “hiper asing”. Hal ini terjadi
karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing
tesebut, misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan),
dianggap (syah).
3. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing
dengan baik, tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya.
Terkait dengan hal itu banyak orang Indonesia yang mempunyai
bermacam-macam kamus bahasa asing, tetapi tidak mempunyai
satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata
bahasa Indonesia telah dikuasai dengan baik. Akibatnya kalua
mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang
sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan
pintas dengan cara sederhana dan mudah misalnya,
penggunaan kaya yang mana yang kurang tepat,
mencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan,
pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.
G. Kedudukan Bahasa dalam Era Globalisasi
Era globalisasi ditandai, antara lain adanya kontak bahasa, dan
budaya yang tidak bias terelakan. Dalam hubungan ini, kedudukan
bahasa yang hidup dan diperlukan dalam kegiatan berbangsa dan
bernegara perlu dikukuhkan. Bahasa Indonesia ditempatkan sebagai
alat pemersatu bangsa, pembentuk jati diri, dan kemandirian bangsa,
serta sebagai wahana bangsa menuju kehidupan yang lebih modern
dan beradab. Bahasa daerah merupakan bagian sarana pembinaan dan
pengembangan budaya, seni dan tradisi daerah yang dapat
memperkuat jati diri bangsa dalam berbagai kompetisi global. Bahasa
asing merupakan sarana agar bangsa kita mampu berkompetisi aktif
dalam kontak antarbangsa. Untuk memperkukuh kedudukan bahasa
dalam era globalisasi itu, upaya-upaya yang sungguh-sungguh perlu
dipersiapkan dan dilakukan baik dalam berbagai aspek substansial
kebahasaan maupun aspek kelembagaan.
Bahasa Indonesia dapat menjadi sebuah identitas yang
menunjukkan karakter bangsa. Syaratnya dengan mempelajari konteks
beserta kaidah bahasa Indonesia secara menyeluruh dan juga dapat
dengan mempelajari budaya dari karya sastra seperti yang dijelaskan
oleh Rondiyah dkk. (2017). Untuk menghadapi tuntutan dan tantangan
perkembangan sosial dan budaya, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, kehidupan berbangsa dalam era globalisasi, dan
teknologi informasi masa kni serta masa yang akan datang dalam
millennium ketiga, bahasa Indonesia perlu ditingkatkan mutunya dan
dikembangkan kemampuan daya ungkapnya sehingga buku tata
bahasa dan kamus serta berbagai pedoman pengunaan bahasa
menjadi profesional untuk lebih memberdayakan sumber daya
manusia Indonesia. Di samping itu, sesuai dengan tuntutan reformasi,
penutur bahasa Indonesia, para pejabat, dan tokoh panutan
masyarakat perlu dibina sedemikian rupa sehingga perilaku bahasanya
lebih baik, benar, demokratis, dan lugas.
Meskipun demikian, bahasa Inggris yang menjadi bahasa
internasional utama itu tidak boleh menjadi alasan untuk
mengaburkan keberadaan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Bahasa Indonesia harus tetap jaya di bumi pertiwi ini. Caranya yaitu
dengan meles-tarikannya menurut konteks dan kaidah yang berlaku.
Lalu, membiasakan dan mengajar-kannya kepada setiap orang,
terutama orang Indonesia. Apabila penutur asing di Indonesia belajar
bahasa Indonesia harus melalui banyak kendala seperti yang dimuat
dalam penelitian Saddhono (2012), maka seharusnya penutur asli atau
bangsa Indonesia pasti lebih bisa meminimalisasi hal tersebut
ditambah dengan niat yang kukuh untuk belajar.
Bahasa Indonesia sebagai sarana pendukung dalam
perkembangan maupun pertumbuhan ilmu pengetahuan dan
teknologi, karena tanpa adanya bahasa maka ilmu pengetahuan dan
teknologi (ipteks) tidak dapat berkembang dan tumbuh dengan baik.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu
dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.Peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah
perlu terus dilakukan.
Bangsa Indonesia selalu bertekad menjunjung tinggi semua
ketentuan yang ada dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
dan termasuk menujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
negara. Oleh karena itu, semua urusan negara yang resmi, seperti
urusan tata usaha negara, peradilan, penyelenggaraan politik selalu
menggunakan bahasa Indonesia. Disamping itu, bahasa Indonesia juga
digunakan dalam hubungan internasional; bahasa Indonesia digunakan
sebagai alat perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan, pemerintahan, dan pelaksanaan pembangunan; bahasa
Indonesia digunakan sebagai prasyarat kecakapan untuk menduduki
suaatu jabatan, menjadi pegawai negeri dan BUMN; serta bahasa
Indonesia harus digunakan pula pada papan nama berbagai
perusahaan pemerintah dan swasta di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Disamping itu, sampai tahun pelajaran 2008/2009
pemerintah masih mengevaluasi mata pelajaran Bahasa Indonesia
secara nasional sebagai syarat mutlak bagi siswa untuk mendapatkan
STK dan STTB (Daimun, 2013: 34).
Bahasa Indonesia pada kenyataannya sangatlah berperan
penting dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Bangsa Indonesia
selalu bertekad menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Namun
memasuki era globalisasi, bahasa Indonesia dihadapkan pada masalah-
masalah tertentu misalnya saja bahasa Inggris berpotensi mengancam
kedudukan bahasa Indonesia.
Semakin penting bahasa Inggris di mata orang Indonesia pada
umumnya, maka dapat mengurangi rasa cinta pada bahasa Indonesia,
karena apabila diamati bahasa Inggris saat ini menduduki posisi sangat
penting. Hal tersebut selaras dengan pendapat (Agustin, 2011: 335)
Pemerintah Indonesia memasukkan bahasa Inggris ke dalam bahasa
asing pertama yang dipergunakan di Indonesia.Bahasa Inggris
dimasukkan ke dalam kurikulum dan merupakan mata pelajaran yang
penting di SD, SLTP, dan SLTA hingga berpeluang besar dijadikan
sebagai bahasa pengantar pendidikan di beberapa sekolah yang ada di
Indonesia.

Pada saat ini bangsa Indonesia hidup dalam dua era sekaligus,
yaitu era globalisasi dan era otonomi daerah. Kedua era ini telah
mempengaruhi peran bahasa-bahasa di Indonesia. Peran bahasa
Indonesia dan bahasa asing perlu dirumuskan kembali seiring dengan
otonomi daerah. Dalam kaitan dengan hal itu, mutu bahasa, terutama
bahasa Indonesia dan bahasa daerah, perlu ditingkatkan agar kedua
bahasa tersebut disamping dapat terus terpelihara dengan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 juga
dapat menjalankan fungsinya untuk berbagai keperluan. Hal yang
terakhir adalah peningkatan mutu penggunaan bahasa. Peningkatan
itu dapat dilakukan dengan memperbaharui pengajaran bahasa sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi dan rekayasa bahasa serta
dengan meningkatkan permasayarakatan bahasa agar dapat diperoleh
sikap positif terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa
asing.
KESIMPULAN
Tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap perkembangan
bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri
itu. Baik buruknya, maju mundurnya, dan teratur kacaunya bahasa
Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku
sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara
Indonesia harus ikut serta dalam membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia itu ke arah yang positif. Usaha yang dapat dilakukan,
antara lain dengan meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia
pada era globalisasi ini, yang sangat ketat dengan persaingan di segala
sektor kehidupan. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa,
kacau pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap
warga negara Indonesia sehingga akan ada rasa tangung jawab
terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan
tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia.
Rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia pun akan
bertambah besar dan bertambah mendalam. Sudah pasti, ini
semuanya merupakan harapan bersama, harapan setiap orang yang
mengaku berbangsa Indonesia.
Era globalisasi saat ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri
bangsa Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan
antarbangsa memerlukan alat komunikasi yang sederhana, mudah
dipahami, dan mampu menyampaikan pemikiran yang lengkap. Maka
dari itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan
sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia
dalam pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin,Y. 2011. Kedudukan Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Pengantar
Dalam Dunia Pendidikan. Deiksis, 3 (04), 354-364.
Bernard Comrie. 2005. “Language Shift: Biological and Psychological
Perspectives”, Linguistik Indonesia, Tahun Ke 23, Nomor 2
Budiyono. 2017. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta:
UNS Press.
Chaer, Abdul. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Daimun. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi. Jurnal
Bahasa dan Seni. Vol. 14 (1) : 30-42.
Marsudi. 2009. Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi
Informasi. Jurnal Sosial Humaniora, 2 (2), 133-148.
Muslich, Masnur. 2012. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Jakarta :
Bumi Aksara.
Mundziroh, S., Sumarwati, & Saddhono, Kundaru. 2013. Peningkatan
Kemampuan Menulis Cerita dengan Menggunakan Metode Picture
And Picture pada Siswa Sekolah Dasar. BASASTRA Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 2 (1) : 1-10.
Qodir, Abdul. 2013. Alasan MK Bubarkan Sekolah RSBI. (Online),(http :
//m.tribunnews.com/nasional/2013/01/08/alasan-mk-bubarkan-
sekolah-rsbi, diakses tanggal 1 Oktober 2018).
Rondiyah, A.A., Wardani, N.E., & Saddhono, K. (2017). Pembelajaran
Sastra melalui Bahasa dan Budaya untuk Meningkatkan Pendidikan
Karakter Kebangsaan di Era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), hlm.
141 – 147, FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Saddhono, K. 2014. Pengantar Sosiolingistik Teori dan Konsep Dasar.
Surakarta: UNS Press.
______________. 2012. Kajian Sosiolinguistik Pemakaian Bahasa
Mahasiswa Asing dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA) di Universitas Sebelas Maret. Kajian Linguistik
dan Sastra, 24 (2): 176-186.
Santoso. 2018. Kajian Sosiolingistik Pemakaian Bahasa Indonesia oleh
Penutur Asing dalam Konten Video Youtube. Bahastra, 38 (1): 49-57,
doi: http://dx.doi.org/10.26555/bahastra.
Suwardjono. 2008. Peran dan Martabat Bahasa Indonesia dalam
Pengembangan Ilmu. Makalah
Wijana, I. D. P. 2018. Pemertahanan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.
Widyaparwa, 46 (1), 91-98.
Wardani dkk. 2013. Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia: Studi
Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja. E-Jorunal JPBSI Universitas
Pendidikan Ganesha, 4 (2), 1-11. Diperoleh pada 27 Desember 2018,
dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPBS/article/view/814.
Wahid, A.N. & Saddhono, K. (2017). Ajaran Moral dalam Lirik Lagu Dolanan
Anak. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 32 (2): 172-177.
Zamzani. 2014. Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Pendidikan Berbasis
Keragaman Budaya. Jurnal Dialektika. 1 (2), 2-20.

Anda mungkin juga menyukai