Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOMALACIA
DI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

Disusun oleh:
Anis Maisaroh ( 2017.02.051 )

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Osteomalacia ini diajukan sebagai tugas Praktik Lab Klinik
Keperawatan (PLKK) dan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan pada tanggal 18 Juli
2020.

Banyuwangi,18 Juli 2020

Menyetujui

Dosen Pembimbing
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi

Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristik oleh


kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang
disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi
deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada
orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit). (Smeltzer. 2001: 2339)
dikutip dalam Silfia, Dina. dkk, (2018)

Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan gangguan


metabolik tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan mineralisasi
matriks tulang pada tulang padat dan tulang spons matur, menyebabkan pelunakan tulang
(Praptiani:2012). Osteomalasia (osteomalacia), adalah kelainan tulang dimana tulang
menjadi lunak, lemah dan rapuh, sehingga sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility
fracture) (Tandra :2009). Osteomalasia “tulang yang lunak” merupakan akibat gangguan
pada mineralisasi matriks osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia
muda dan timbulnya nyeri pada tulang (Rahmalia : 2005). Osteomalsia (tulang menjadi
lunak) merupakan penyakit yang terdapat mineralisasi tulang yang tidak adekuat (Asih
:2000). Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia adalah
suatu penyakit akibat kekurangan vitamin D yang menghasilkan terjadinya kekurangan
atau kehilangan garam kalsium, yang menyebabkan tulang menjadi semkain lembut,
fleksibel, rapuh dan cacat. Hal ini ditandai dengan mineralisasi cacat tulang, nyeri tulang,
peningkatan kerapuhan tulang dan patah tulang. (Tandra Hans.2009)

B. Anatomi

Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan kelenjar
paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-elemen untuk
penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini sesuai
kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang dibutuhkan dalam darah; bila
tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium menyebabkan kelenjar paratiroid
melepaskan sebagian parathormone ke darah, dan hal ini menyebabkan tulang
melepaskan kalsium yang dibutuhkan. Tulang mengandung sekitar 97% kalsium yang
terdapat di dalam tubuh. Kalsium tersebut berupa senyawa anorganik maupun garam-
garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium akan dilepaskan ke darah bila
dibutuhkan.(Risnanto & Uswatun.2014)

1. Bentuk tulang

Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh


manusiadibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang pendek,tulang
pipih, dan tulang tidak beraturan

A.Tulang pipa (tulang panjang)


Tulang pipah merupakan tulang yang berbentuk seperti pipa atau silindris
(diafise). Diafise merupakan bagian tengah tulang yang memanjang dan di
tengahnya terdapat rongga sedangkan epifise merupakan bagian ujung tulang yang
tersusun dari tulang rawan. Diantara epifise dan diafise terdapat metafise.
Metafise tersusun dari tulang rawan. Pada metafise ini terdapat cakra epifise, yaitu
bagian tulang pipa yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh memanjang
bagian tengah tulang pipa memiliki rongga yang didalamnya berisi sumsum
tulang.

Sumsum tulang merupakan kumpulan pembuluh darah dan pembuluh


saraf, sumsum tulang pipa berupa sumsum tulang merah dan kuning sumsum
tulang merah merupakan tempat pembentukan sel-sel darah merah, sedangkan
sumsumsumsum tulang kuning merupakan tempat pembentukan sel-sel
lemak.tulang seperti ini umumnyaditemukan pada tulang alat gerak , seperti tulang
paha, tulang betis, dan tulang kasta.

B. Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk tulang pendek
seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek dapat bergerak bebas.
Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak tangan dan kaki.

C. Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-
lempengan pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi struktur
tubuh dibagian bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul, belikat, dan
tempurung kepala.

D. Tulang tidak beraturan


Tulang tidak beraturan merupakan tulang dengan bentuk kompleks yang
berhubungan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan ditemukan pada tulang
rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang belakang.

C. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jarinagn tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hematopoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

1. Kelenjar Paratiroid

Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang


tiroid. Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang
mengatur kadar kalsium dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang
pelepasan PTH, PTH meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme
kalsium dari tulang, meningkatkan arbsobsi kalsium dari usus, mempercepat
reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan
dirangsang bila kadar kalsium rendah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena
penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang
menyebabkan tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah
mengalami pata tulang.

Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi


untuk menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari tulang
yang memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki pengaruh
yang sangat kuat pada sel-sel tulang.

D. Etiologi

Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar


kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase,
kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika
hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di
dalam serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun,
kadar hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum
bisa rendah atau normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat
hiperfosfaturia, dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi
vitamin D (25-OH vitamin D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat,
kadar fosfor serum dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin
sangat tinggi. Pasien dengan asidosis tubular renal tipe II memiliki gangguan reabsorpsi
bikarbonat dan bermanifestasi asidosis hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia
yang disebabkan oleh bertambahnya fosfaturia. Rendahnya kadar 1,25 (OH)2 vitamin D
pada beberapa pasien menjadi konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular
proksimal. Pasien dengan asidosis tubular renal dan sindrom Fanconi juga
mengeksresikan banyak kalsium, magnesium, kalium, asam urat, glukosa, asam amino
dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan aluminium pada pasien dengan gagal ginjal
kronik saat ini sudah jarang terjadi karena pembatasan penggunaan pengikat fosfat yang
mengandung aluminium untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan perbaikan metode
untuk mempersiapkan larutan dialisat.( Tandra Hans.2009)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi dari
beberapa penyebab, yaitu : defisiensi vitamin D yang didalamnya terjadi
ketidakadekuatan asupan diet, kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass
lambung, gangguan usus kecil, penyakit kandung empedu, insifisiensi pankreatik kronik),
gangguan ginjal atau hati, efek obat : (isoniazid, rifampin, antikonvulsan). Deplesi fosfat
yang didalamnya terjadi asupan tidak adekuat, gangguan absorpsi akibat penggunaan
antasid kronik, gangguan reabsorpsi tubular ginjal akibat gangguan didapat atau genetik.
Asidosis sistemik yang didalamnya terjadi asidosis tubular ginjal, ureterosigmoidostomi,
sindorm fanconi. Inhibitor mineralisasi tulang yang didalamnya terjadi hipofasfatasia,
natrium florida atau disodium etidronate (didronel) intoksikasi aluminium. Serta gagal
ginjal kronik dan malabsorpsi kalsium.( Risnanto & Uswatun.2014)

D. Patofisiologis

Osteomalacia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau

kehilangan kalsium berlebihan dari tubuh. Kelainan gastrointestinal dimana absorpsi

lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalacia melalui kehilangan vitamin D

(bersama dengan vitamin yang larut lemak lainnya) dan kalsium, kalsium diekskresikan

melalui feses dalam kombinasi dengan asam lemak. Kelainan ini meliputi penyakit seliak,

obstruksi traktus biliaris kronik, dan reseksi usus halus.Gagal ginjal berat mengakibatkan

asidosis. Kalsium yang tersedia dipergunakan untuk menetralkan asidosis, dan hormone

paratiroid terus menyebabkan pelepasan kalsium dari kalsium skelet sebagai usaha untuk

mengembalikan pH fisiologis. Selama pelepasan kalsium skelet terus-menerus ini, terjadi

fibrosis tulang dan kista tulang. Glomerulonfritis kronis, uropati obstruksi, dan keracunan
logam berat mengakibatkan berkurangnya kadar fosfat serum dan demineralisasi tulang.

(Suratun,dkk.2008)

Selain itu penyakit hati dan ginjal dapat mengakibatkan kekurangan vitamin

D, karena keduanya merupakan organ yang melakukan konversi vitamin D ke bentuk

aktif, akhirnya, hiperparatiroidisme mengakibatkan dekalsifikasi skelet, dan artinya

osteomalasia, dengan peningkatan ekskresi fosfat dalam urin.( Suratun,dkk.2008)

Dua penyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan


absorpsi kalsium di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D,
dan kedua peningkatan kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada
bentuk alaminya, vitamin D didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet
matahari. Vitamin D mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk
mineralisasi normal tulang. Defisiensi vitamin D atau resistensi terhadap kerja
mengganggu mineralisasi normal tulang, menyebabkan peunakan tulang. Vitamin D
tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus atau disintesis dari pajanan terhadap terhadap
sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif, proses dua langkah harus terjadi.
Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke hati, tempat vitamin D
diubah menjadi kalsidiol. Kutalsidiol kemudian ditransportasikan ke ginjal dan diubah
menjadi bentuk aktif, kalsitriol. (Suratun,dkk.2008)

Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang
optimal dari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk
mineralisasi normal. Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak
diabsorpsi dari usus dan kadar kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral
inipada gilirannya mengaktivasi kelenjar paratiroid, dengan kehilangan kalsium dan
fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat yang berlebihan dalam tulang
mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi tulang menyebaban
abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks yang lunak dan
tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi. Penumpukan
abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang panjang,
spina, panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mampu
menyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh.( Asmin Yasih.2000)
F.PATHWAY

Gangguan gastrointestinal Gagal Ginjal Kronis

Absorbsi lemak terganggu


Asidosis

Pembentukan Vitamin D
terganggu Kalsium yang terdapat
Kekurangan Vitamin D dan dalam tubuh digunakan
Penyerapan kalsium usus Kalsium dalam Diet untuk menetralkan asidosis
menurun

Kalsium ekstra sel berkurang

Transport Kalsium Ke tulang


Terganggu

Demineralisasi Tulang
Osteomalasia

Perlunakan Kerangka Tubuh


Harga diri rendah

Berat badan dan tarikan Kompresi pada Vertebra


tubuh
Pemendekan Tinggi
Penekanan syaraf Vertebra Badan
Tulang Melengkung
Deformitas
Nyeri punggung
Resiko Fraktur Meningkat
Cara Berjalan pincang

Gangguan Mobilitas fisik Nyeri kronis


Resiko cedera
G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot yang
mungkin menjadi tanfa awal defiseinsi vitamin D . selain itu manifestasi klinis dari
osteomalasia juga menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang mungkin samar
dan general pada pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas seiring dnegan
perkembangan penyakit; terjadi paling sering pada panggul; tulang panjang pada ekstremitas,
spina, dan iga. Kesulitan berganti posisi dari posisi berbaring ke posisi duduk dan dari posisi
duduk ke posisi berdiri, gaya berjalan bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan
otot, kifosis dorsal yang dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah,
kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk
mengoreksi gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis
radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali
simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel dengan pembentukan
kalus yang buruk.( Risnanto & Uswatun.2014)

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rontgen

Pada sinar-x jelas terlihat demineralisasi tulang secara umum. Pemeriksaan

vertebra memperlihatkan adanya patah tulang kompresi tanpa batas vertebra yang

jelas. Pada radiogram, osteomalasia tampak sebagai pengurangan densitas tulang,

terutama pada tangan, tengkorak, tulang iga dan tulang belakang.( Priscilla

LeMone,dkk.2016)

2. Pemeriksaan laboratorium

Hasil lab memperlihatkan kadar kalsium serum dan fosfor yang rendah dan

peningkatan moderat kadar alkali fosfatase. Ekskresi kreatinin dan kalsium urine

rendah serta biopsi tulang yang menunjukkan peningkatan jumlah osteoid.( Priscilla

LeMone,dkk.2016)
I. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan Medik

Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D


200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan
1600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat
(hipofosfatemia), maka dapat diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy
vitamin D. (Risnanto & Uswatun.2014)

2. Penatalaksanaan Non Medik


Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah memperbanyak
konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk tulang) bisa bekerja lebih
keras lagi. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri,
daging, dan yogurt mengkonsumsi suplemen kalsium sangatlah disarankan. Jika
kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan
seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan susu. Untuk membantu
pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah sering berjemur di bawah sinar
matahari pagi antara pukul 07.00 - 09.00 pagi dan sore pada pukul 16.00 -
17.00. Selain itu diperlukan diet vitamin D disertai suplemen kalsium, apabila
osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit tersebut
akan memerlukan penanganan terlebih dahulu, Pemajanan sinar matahari
dianjurkan, serta jika terjadi deformitas ortopedik persisten perlu penggunaan brace
atau korset atau dengan pembedahan. (Risnanto & Uswatun.2014)

J. Komplikasi

1. Pada anak-anak yang menderita penyakit rachitis, jikalau penyakit ini tidak segera

diobati, maka pertumbuhannya akan terhalang, anak itu menjadi lambat untuk

duduk, merangkak, dan berjalan. Berat tubuhnya mungkin akan membengkokkan

lutut, tulang, serta persendian lainnya sehingga menyebabkan kaki-O (Genu

Varum), dada busung (Pigeon Chest), dan lutut bengkok kedalam atau kaki-X (Genu

Valgum).( Tandra Hans.2009)


2. Pada orang dewasa, kelemahan tulang akan menimbulkan risiko fraktur. Os

vertebra yang melunak akan tertekan menjadi pendek sehingga orang itu akan

berkurang tingginya atau cebol. Trunkus klien yang memendek sehingga

mengubah bentuk toraks disebut kifosis, dimana klien terlihat seperti bungkuk,

dan skoliosis.( Tandra Hans.2009)

3. Kesemutan ditangan dan kaki


4. Cocok (kejang)
5. Kram
6. Rasa berkedut dalam tubuh

K. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Anamnese

a. Identitas Pasien
a) Nama
b) Usia
c) Jenis kelamin: tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
d) Jenis pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
e) Alamat
f) Suku/bangsa
g) Agama
b. Tingkat pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan
rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang osteomalasia,
maka akan menganggap remeh tentang asupan makanan yang
mengandung kalsium pada anak yang sebetulnya sangat
mempengaruhi pertumbuhan pada anak.
c. Riwayat sakit dan kesehatan:
a) Keluhan utama
Pasien dengan osteomalasia biasanya mengeluh nyeri tulang
umum pada punggang bawah dan ektremitas disertai dengan
nyeri tekan. Gambaran ketidaknyamanan tidak jelas. Pasien
mungkin datang dengan fraktur. Selama wawancara,
informasi mengenai penyakit yang juga ada (mis. Sindrom
malabsorbsi) dan kebiasaan diet harus diperoleh.
b) Riwayat penyakit saat ini
Penyakit ini disebabkan oleh perubahan mineralisasi pada
tulang yang disebabkan karena kurangnya kalsium dalam
tulang yang menyebabkan peningkatan absorbsi kalsium
dalam tulang sehingga tulang menjadi lebih lembek atau
disebut “soft bone”.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada penyakit osteomalasia ini ada beberapa penyakit yang
dapat menjadi pendahulu terjadinya osteomalasia seperti
sirosis hati, gangguan fungsi ginjal.
d) Riwayat Keluarga
Pada kasus ini, tidak ada penyebab yang herediter.
2. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (breath) :
2. B2 (blood) :
3. B3 (brain) :
4. B4 (bladder) :
5. B5 (bowel) :
6. B6 (bone) : deformitas lengkungan tulang panjang membuat
penampakan pasien menjadi tidak normal dan jalannya
membebek. Dapat terjadi kelemahan otot. Pasien ini merasa tidak
nyaman dengan penampilan mereka.
3. Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :

1. Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit
sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang
3. Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar dengan
anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah tulang
4. Pengkajian tulang belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


- Bahu tidak sama tinggi
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol

Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital, atau


akibat kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis

2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada
lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
3. Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan lordosis
biasa di temukan pada wanita hamil

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk
melihat seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang belakang
dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan
lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan setiab perbedaan tinggi bahu dan
krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,pinggul dan
kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.

5. Pengkajian sistem persendian

Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif
maupun pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus untuk
evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan ini
dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal,
patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi. Tempat
yang sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai inegritas sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen yang
tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang
tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan
yang khas di temukan pada pasien :

1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon


2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang
akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan


distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.

6. Pengkajian sistem otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan


koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia
grafis,poliomielitis dan distrofi otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara pasif.
Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan minta
pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot bisep
yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan sepenuhnya kemudian fleksikan
lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Tonis otot (konteksi ritmk
otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak
dan kuat,dan tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.

Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran


akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan ekstremitas
yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas pada lokasi
yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.

Gradasi Ukuran Kekuatan Otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi


1 (trace) Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi
2 (poor)
(range of motion, ROM) secara penuh
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan
3 (fair)
gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat
4 (good)
sedang
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan
5 (normal)
gravitasi dan tahanan

7. Pengkajian Cara Berjalan

Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan

Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,


pasien hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan
penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar.

8. Psikologi : Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana


cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.
l. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
3. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan orientasi afektif
4. Harga diri rendah berhubungan dengan terpapar situasi traumatis

M. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Nyeri kronis Tingkat Nyeri (L.08066) Pain management (Manajemen
nyeri) I.08238
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
dengan penekanan asuhan keperawatan selama Observasi

syaraf 1x24 jam diharapakan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif termasuk
berkurang atau hilang.
lokasi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan factor
presipitasi
Kriteria hasil :
2. Observasi reaksi non verbal
- Skala nyeri 0 – 4 dari ketidaknyamanan
3. Kaji budaya yang
- kemampuan menuntaskan
mempengaruhi respion nyeri
aktivitas meningkat 4. Determinasi akibat nyeri
terhadap kualitas hidup
- keluhan nyeri menurun
5. Monitor keberhasilan terapi
- meringis menurun komplementer yang sudah
diberikan.
- Gelisah menurun
- Kesulitan tidur menurun Terapeutik
- Ketegangan otot menurun
1. Gunakan teknik komunikasi
- Perasaan takut mengalami terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
cedera berulang menurun
2. Kontrol lingkungan yang
- Frekuensi nadi membaik
memperberat rasa nyeri.
- Pola tidur membaik
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Ajarkan pasien untuk memonitor
nyeri
2.Jelaskan penyebab penyebab
nyeri
3.Ajarkan pasien untuk
menggunakan analgesic secara
tepat.
4.Ajarkan pasien teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
-Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil

2 Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan
Observasi
berhubungan asuhan keperawatan selama
dengan kerusakan 2x24 jam diharapakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
integritas struktur mobilitas fisik dapat teratasi. keluhan fisik lainnya.
tulang
2. Identifikasi toleransi fisik
Kriteria hasil :
melakukan pergerakan
- Pergerakan Ekstremitas
kekuatan otot rentang gerak 3. monitor kondisi umum selama
(ROM) meningkat melakukan mobilisasi
-Nyeri menurun
Terapeutik
- kaku sendi menurun
- Gerakan terbatas menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Kelemahan fisik menurun dengan alat bantu (missal,pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Edukasi

1.Anjurkan pasien melakukan


mobilisasi dini

2. Anjurkan pasien mobilisasi


sederhana (missal,duduk ditempat
tidur)

3 Resiko cedera Tingkat Cedera (L14136) Manajemen Keselamatan


berhubungan Setelah dilakukan tindakan Lingkungan (I.145513)
dengan perubahan asuhan keperawatan selama
Observasi
orientasi afektif 2x24 jam diharapakan resiko
cedera dapat teratasi. 1.Identifikasi Kebutuhan
keselamatan
Kriteria hasil:
2.Monitor perubahan status
- Kejadian cedera luka/lecet
keselamatan lingkungan
menurun
- Fraktur menurun Terapeutik
- Ketegangan otot menurun
1.Hilangkan bahaya keselamatan
lingkungan

2. Modifikasi lingkungan untuk


meminimalkan bahaya dan resiko.

3.Sediakan alat bantu keamanan


lingkungan (missal:commod chair)

Edukasi

-Ajarkan individu,keluarga dan


kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
4 Harga diri rendah Tingkat Depresi (L.09097) Manajemen Perilaku (I.12463)
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
Observasi
terpapar situasi asuhan keperawatan selama
traumatis. 2x24 jam diharapakan harga -Identifikasi Harapan untuk
diri rendah dapat teratasi. mengendalikan perilaku negative

Terapeutik
Kriteria hasil:
-Minat beraktivitas aktivitas 1.Tingkatkan aktivitas fisik sesuai
sehari hari kosentrasi harga kemampuan
diri meningkat
2.Beri penguatan positif terhadap
- Perasaan sedih menurun
keberhasilan mengendalikan
-Perasaan putus asa menurun
perilaku
- menangis menurun

Edukasi

-informasikan keluarga bahwa


keluarga sebagai dasar
pembentukan kognitif
N. Implementasi

Pelaksanaan merupakan pengolahan dan wujud rencana yang meliputi beberapa


kegiatan yaitu validasi rencana Keperawatan,mendokumentasikan rencana tindakan
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan mengumpulkan data (lismidar,2010)

O. Evaluasi

Merupakan tahap atau langkah dalam proses keperawatan yang dilakukan dengan
sengaja dan terus menerus yang dilakukan oleh perawat dan anggota tim lainnya dengan
tujuan untuk memenuhi apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak serta
untuk melakukan pengkajian ulang(lismidar,2010)
DAFTAR PUSTAKA

Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC

Tandra Hans.2009.Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis.Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

Silfia, Dina. dkk. 2018. MAKALAHKONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN


OSTEOMALACIABLOK MUSKULOSKELETAL.
https://www.academia.edu/38630204/Makalah_osteomalacia_fix.
1 Oktober 2019

Patrick Davey.2006.At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga

Suratun,dkk.2008.Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC

Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Sistem


Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish

Lawler W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran gig. Jakarta : ECG (halaman 177) oleh

Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)
LEMBAR KONSULTASI

NAMA :ANIS MAISAROH

NIM :2017.02.051

DOSEN PEMBIMBING :Ns,Novita Surya Putri.,M.Kep

Tanggal Revisi Tanda Tangan

15 Juli 2020 - Sumber referensi


- Pathway
- Diagnosa keperawatan

18 Juli 2020 Acc

Anda mungkin juga menyukai