Anda di halaman 1dari 2

Nama : Harisul Mu’minin

NIM : 20105020063
UTS : Teori-Teori Agama

1. Tokoh pencetus teori agama yaitu :


a. Karl Marx : Ia menganggap bahwa agama bukanlah petunjuk bagi umat manusia, tapi
ia adalah kerangkeng atau jeratan. Marx mengatakan, “Religion is the sigh of the
oppressed creature, the heart of a heartless world and the soul of soulness conditions.
It is the  opium of the people”. Kutipan terkenal ini merepresentasikan posisi Marx
ketika berhadapan dengan agama. Agama hanyalah keluh kesah dari mahluk tertindas,
kemudian ia hanyalah opium. Agama bukan petunjuk, tapi ia tak lebih dari masalah dari
manusia itu sendiri. Alih-alih memberikan petunjuk untuk melepaskan diri dari sebuah
masalah, ia malah menjadi opium atau penenang. Opium di sini bermakna sebagai
sebuah obat yang dapat meringankan atau melupakan rasa sakit yang riil. Penenang di
sini bermakna ilusi belaka, yang sama sekali tidak menyelesaikan masalah sebenarnya
yang ada di masyarakat. Singkatnya agama merupakan sebuah kepalsuan.
b. Edward Burnett Tylor : Ia mendefinisikan agama sebagai kepercayaan makhluk gaib
dan menyatakan bahwa keyakinan ini berasal sebagai penjelasan kepada dunia.
Kepercayaan pada makhluk gaib tumbuh dari upaya untuk menjelaskan kehidupan dan
kematian. Orang-orang primitif yang menggunakan mimpi manusia di mana roh-roh
tampaknya muncul sebagai indikasi bahwa pikiran manusia bisa ada independen dari
tubuh. Mereka menggunakan ini dengan ekstensi untuk menjelaskan kehidupan dan
kematian, dan kepercayaan kehidupan setelah kematian. Mitos dan dewa-dewa untuk
menjelaskan fenomena alam berasal dari analogi dan perpanjangan penjelasan ini.
Teorinya diasumsikan bahwa jiwa semua orang sepanjang masa kurang lebih sama dan
bahwa penjelasan dalam budaya dan agama cenderung tumbuh lebih canggih melalui
agama-agama monoteis, seperti Kristen dan akhirnya untuk ilmu pengetahuan. Tylor
melihat praktik-praktik dan kepercayaan membuat mundur dalam masyarakat modern
sebagai kelangsungan hidup, tapi ia tidak menjelaskan mengapa mereka bertahap.
Teori tersebut sebagai salah satu sisi untuk berfokus hanya pada aspek intelektual
agama belaka, sementara mengabaikan aspek-aspek sosial agama.
c. Sigmund Freud : Ia melihat agama sebagai ilusi. Dengan ilusi Freud mengartikan
keyakinan bahwa orang sangat ingin untuk menjadi kenyataan. Tidak seperti Tylor dan
Frazer, Freud mencoba menjelaskan mengapa agama tetap terlepas dari kurangnya
bukti untuk prinsip-prinsip tersebut. Freud menegaskan bahwa agama merupakan
respon sebagian besar tidak sadar neurotik untuk represi. Dengan represi Freud
mengartikan bahwa masyarakat beradab menuntut bahwa kita tidak dapat memenuhi
semua keinginan kami segera, tetapi mereka harus ditekan. Argumen rasional untuk
orang yang memegang keyakinan agama tidak akan mengubah respon neurotik
seseorang. Hal ini berbeda dengan Tylor dan Frazer yang melihat agama sebagai
rasional dan sadar, meskipun bentuk primitif dan keliru dalam upaya untuk
menjelaskan alam.
Terlepas dari teori, teori-teori Freud dikembangkan dengan mempelajari pasien yang
dibiarkan bebas untuk berbicara sambil berbaring di sofa. Meskipun upaya Freud untuk
asal usul sejarah agama-agama belum diterima, pandangannya umum bahwa semua
agama berasal dari kebutuhan psikologis terpenuhi masih dipandang sebagai teori yang
menawarkan penjelasan yang kredibel dalam beberapa kasus.
2. Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada
suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada pada
dasarnya merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib dan
supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau
sebaliknya, agama yang ajaranajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu
merupakan usaha untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai
kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha
mengarahkan penganutnya mendapatkan rasa aman dan tentram. Karena inti pokok dari
semua agama adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan, sedangkan persepsi manusia
tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya beranekaragam, maka agama-agama
yang dianut manusia di dunia ini pun bermacam-macam pula. Tidak ada kata yang
paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga
alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan
subyektif, juga sangat individualistik. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang
yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama,
maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga
sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga, bahwa konsepsi tentang agama
akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.
3.

Anda mungkin juga menyukai