Tugas UTS Agama
Tugas UTS Agama
KELAS :A
NPM : 101901136
PRODI : AKUNTANSI
Jawaban :
4. Al Kindi (801-873)
Tuhan digambarkan oleh al Kindi sebagai sesuatu yang bersifat tetap, tunggal, ghaib dan
penyebab sejati gerak. Al kindi dengan menggunakan konsep teori pencipta creatio ex
nihilo mengatakan bahwa penciptaan dari ketiadaan merupakan hal istimewa yang
dimiliki Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya Dzat yang sungguh-sungguh mampu mencipta
dari ketiadaan dan Dia merupakan sebab yang sesungguhnya dari seluruh realitas yang
ada didunia ini.
Dalam Maqalah Al-Kindy yang di muat di “filsafat Ula” mengutarakan lebih jauh tentang
pelajaran Causality, pelajaran sebab-musabab dmana dikemukakan bahwa ilmu
pengetahuan kebenaran pertama adalah sebab dari setiap sebab.
Bagi Al-Kindy yang Esa itu adalah Tuhan. Dia itu terpisah dan berada diatas akal disebut
satu yang benar, adalah sempurna mutlak. ia abadi oleh karena itu Ia Maha Esa
(wahdah), selain-Nya berlipat.
Sejarah manusia tentang ketuhanan adalah berawal dari dasar manusia itu sendiri yang
merupakan makluk sosial dia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Darikonsep itu
dasar saya menjelaskan munculnya tuhan dalam diri manusia yaitu di setiap hidup
manusia memerlukan pegangan untuk dia bertahan dalam hal ini adalah pegangan secara
spiritual. Disaat dia merasakan sebuah perasaan yang manusia lain tidak bisa
merasakannya dia membutuhkan zat yang lebih kuat, lebih mengerti serta dapat
memahami apa yang dia rasakan dan dapat di jadikan sebagai tumpuan perasaannya
tersebut, dalam hal itu munculah sebuah pertanyaan dalam hatinya, “kemanakah akan aku
bawa perasaanku ini ?”. Dari pemikiran itu maka munculah pemikiran bahwa dia
memerlukan sesuatu zat yang maha kuasa, abadi dan supra natural. Disitulah muncul
konsep tuhan yang maha segalanya untuk dapat mengerti perasaan yang dia rasakan,
dapat memberikan rasa aman, perlindungan, pengayoman bahkan hingga mampu
memberikan pemecahan dalam perasaan yang dia hadapi, saat itulah tuhan muncul dalam
pikirannya. Jadi dalam pengertian saya tuhan itu hadir dari pikiran dan perasaan manusia
itu sendiri yang selalu membutuhkan pengayoman atau pertolongan dalam hidupnya.
Jawaban
Bagi umat islam konsep manusia adalah dilihat dari bagaimana maksud atau tujuan
Allah di dalam kehidupan ini. Sebagian ummat lain menganggap bahwa manusia tercipta
sendirinya dan melakukan hidup dengan apapun yang mereka inginkan, sebebas-
bebasnya. Untuk itu, perlu mengetahui apa konsep manusia jika dilihat dari tujuan
penciptaannya di muka bumi oleh Allah SWT.
”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-
Ku” (QS Adzariyat : 54)
Orang yang menikah, bekerja, berkeluarga, menuntu ilmu, mendidik anak, dan lain
sebagainya merupakan bentuk ibadah yang mengalirkan kebaikan bukan hanya untuk
dirinya namun untuk ummat. Untuk itu ibadah dalam islam artinya mengikuti segala apa
yang diperintahkan oleh Allah dalam segala bentuk kehidupan kita.
Sejatinya, Allah menyuruh manusia beribadah bukanlah untuk kebaikan Allah sendiri.
Jika dipikirkan lebih mendalam beribadah kepada Allah dengan ikhlas adalah untuk
kebaikan umat manusia itu sendiri. Dengan beribadah kepada Allah, menjadikannya
sebagai Illah dalam hidup kita, maka akan datang kebaikan dalam hidup ini. Penyebab
hati gelisah dalam islam biasanya karena memang manusia tidak menggantungkan
hidupnya pada Allah dan mencari keagungan lain selain Allah. Hal tersebut tentu tidak
akan membuat tenang, malah risau karena tidak pernah menemukan jalan keluarnya.
Untuk itu ibadah kepada Allah dengan meyakini rukun Iman dan menjalankan rukun
Islamadalah bagian dari beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah masih banyak lagi
dilakukan di berbagai bidang kehidupan manusia dengan mendasarkannya pada fungsi
iman kepada Allah SWT.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk,” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Dalam surat tersebut, Allah menunjukkan kepada manusia bahwa manusia diciptakan
adalah untuk diberikan ujian di dunia. Barangsiapa bisa melalui ujian di dunia dengan
berbagai tantangan dan kesulitannya, maka Allah akan memberikan pahala akhirat dan
rahmat bagi yang benar-benar melaksanakannya dengan baik. Menghadapi musibah
dalam islam hakikatnya adalah menghadapi ujian di dunia yang harus dilalui dengan
kesabaran. Maka itu islam melarang berputus asa, karena ada banyak bahaya putus asa
dalam islam. Salah satunya adalah tidak bisa optimis untuk menjalankan hidup di dunia
untuk masa depan akhirat yang baik. Ujian di dunia adalah agar Allah bisa mengetahui
siapa yang bisa mengikuti dan mengabdi pada Allah dengan membalas segala perbuatan
dan usahanya untuk menghadi ujian, di akhirat. Untuk itu pahala adalah credit poin yang
harus tetap diisi agar kelak sebelum masa pembalasan, proses penghisaban (perhitungan)
kita mendapatkan hasil terbaik ujian di dunia.
Jika seluruh hidup ini adalah ujian dari Allah, maka termasuk kebahagiaanpun adalah
ujian di dunia. Termasuk orang yang memiliki harta melimpah, jabatan yang tinggi,
kekuasaan, anak-anak, dan lain sebagainya. Manusia diuji apakah ia mampu tetap
mengabdi dan menyembah Allah walaupun sudah seluruhnya diberikan kenikmatan oleh
Allah SWT.
Untuk itu, karena hakikatnya hidup ini adalah ujian maka, kita perlu mengusahakan hidup
untuk bisa mendapatkan keridhoaan Allah yang terbaik pada kita. Harta dalam islam
bukanlah satu-satunya kenikmatan yang akan selalu membahagiakan. Ia hanyalah alat
dan tiitpan Allah, yang terasa nikmatnya dan bisa habis kenikmatannya suatu saat nanti.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah : 30)
Dari Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 diatas, menunjukkan bahwa manusia diciptakan
di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di atas bukan
berarti hanya sekedar pemimpin. Manusia yang hidup semuanya menjadi pemimpin.
Pemimpin bukan berarti hanya sekedar status atau jabatan dan tidak perlu mendapatkan
jabatan tertentu untuk menjadi khalifah di muka bumi.
Khalifah di muka bumi bukan berarti melaksanakannya hanya saat ada jabatan
kepemimpinan seperti presiden, ketua daerah, pimpinan tertentu di organisasi/kelompok.
Khalifah di muka bumi adalah misi dari Allah yang telah diturunkan sejam Nabi Adam
sebagai manusia pertama. Untuk itu, khalifah disini bermaksud sebagai fungsi.
Fungsi dari pemimpin adalah mengatur, mengelola, menjaga agar sistem dan
perusahaannya menjadi baik dan tidak berantakan. Pemimpin juga menjadi figur atau
teladan, tidak melakukan sesuatu dengan semena-mena atau tidak adil. Pemimpin
membuat segalanya berjalan dengan baik, teratur, dan bisa tercapai tujuannya.
Untuk itu, khalifah adalah tugas dari semua manusia untuk mengelola, mengatur segala
kehidupan di dunia. Mengelola bumi artinya bukan hanya mengelola alam atau diri
sendiri saja, melainkan seluruh kehidupan yang ada di bumi termasuk sistem ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum, IPTEK, pendidikan, dan lain sebagainya. Maka itu
manusia manapun dia wajib menghidupkan, mengembangkan, dan menjalankan
seluruhnya dengan baik agar adil, sejahtera, dan sesuai fungsi dari bidang tersebut
(masing-masing).
Referensi (Link: https://dalamislam.com/info-islami/konsep-manusia-dalam-islam)
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh ALLAH SWT.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
mereka sebagai khalifah di muka Bumi ini. Dibandingkan dengan makhluk lainnya,
manusia mempunyai kelebihan-kelebihan dan itu membedakan manusian dengan
makhluk lainnya. Al Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis,
dan sosial. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa
hidup tanpa bantuan orang lain dan makhluk lain.
Jawaban
Iman dan taqwa sangat penting dalam kehidupan modern, jika dalam kehidupan modern yang
serba canggih tidak menghiraukan lagi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah maka akan
banyak timbul problem dan tantangan yang terjadi, baik dibidang ekonomi, social,
agama,maupun keilmuan itu sendiri.
Jawaban:
1. Nurcholis Madjid
Menurut Nurcholis Madjid, pengertian masyarakat madani adalah merujuk pada masyarakat
Islam yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah, yaitu masyarakat
dengan peradaban yang memiliki ciri; kesederajatan, keterbukaan, toleransi, musyawarah,
dan menghargai prestasi.
2. Syamsudin Haris
Menurut Syamsudin Haris, pengertian masyarakat madani adalah suatu lingkup sosial yang
berada di luar pengaruh Negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling
akrab seperti; keluarga, asosiasi sukarela, gerakan masyarakat, dan lainnya.
3. Dawam Rahardjo
Menurut Dawam Rahardjo, pengertian masyarakat madani adalah suatu proses penciptaan
peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama berdasarkan suatu pedoman
hidup untuk menciptakan persatuan dan integrasi sosial.
4. Ernest Gellner
Menurut Ernest Gellner, definisi civil society adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai
institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara.
6. Muhammad AS Hikam
Menurut Muhammad AS Hikam, pengertian masyarakat madani adalah semua wilayah
kehidupan sosial yang terorganisir dan memiliki ciri-ciri; kesukarelaan, keswasembadaan,
keswadayaan, dan kemandirian yang tinggi di hadapan Negara, serta terikat oleh norma dan
nilai hukum yang diikuti semua warganya.
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang terdiri secara
mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat,
adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan
publik.
Karenanya, nilai-nilai HAM ala Barat yang jauh dari nilai-nilai agama, tidak bisa
dipaksakan untuk diterapkan di tengah-tengah umat Islam yang nilai-nilai HAM selalu
bersandar kepada Allah dan nilai-nilai aturan dalam agama.
Menurut Tgk H Mutiara Fahmi Lc, MA (Ketua Prodi Hukum Tata Negara Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry)
“Dalam pandangan Islam HAM itu bersifat theosentris berpusat kepada Tuhan. Allah
yang selalu menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah
untuk mengabdi kepada-Nya. Sementara dalam pandangan Barat HAM bersifat
antroposentris yang segala sesuatu berpusat kepada manusia. Kebebasan manusialah yang
menjadi tolak ukur segala sesuatu, yang tidak ada urusan dengan Tuhan,”
Referensi (Link: https://aceh.tribunnews.com/2018/02/09/jangan-paksakan-ham-
barat-pada-umat-islam )