Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA salah satu mata

pelajaran ilmu alam mempelajari gejala-gejala alam, tetapi mengkhususkan diri di

dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi

yang menyertai perubahan materi, oleh karenya itu kimia mempunyai

karakteristik sama dengan IPA. Pada awalnya kimia diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia

junga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Dalam kimia

dibahas tentang bagaimana mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan

bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,

perubahan, dinamika, dan energetika zat. Pembelajaran kimia diarahkan pada

pendekatan saintifik dimana ketrampilan proses sains dilakukan melalui

percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran sehingga berdasarkan

pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip, serta teori yang

melandasinya. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari

segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan,

dinamika, dan enegetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran

(Istijabatun, 2015).

Berdasarkan prinsip belajar menurut Departemen Pendidikan Nasional

melalui Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi secara khusus

menuliskan salah satu tujuan pembelajaran kimia yaitu setelah mempelajari kimia
2

siswa harus memperoleh pengalaman dan menerapkan metode ilmiah, melalui

percobaan dan eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan

merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan

dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis,

serta memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling

keterkaitannya dan penerapannya untuk meyelesaikan masalah dalam kehidupan

sehari-hari dan teknologi. Dengan demikian setelah proses pembelajaran kimia,

siswa harus mempunyai berbagai keterampilan berpikir agar dapat menyelesaikan

masalah kehidupan sehari-hari secara kreatif sesuai dengan kemampuannya

sendiri (Marliani, 2013).

Namun kenyataannya, berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMA

Negeri 1 Maligano, proses pembelajaran hanya berorintasi pada peningkatan

kemampuan berpikir tingkat rendah, serta mengabaikan kemampuan berpikir

tingkat tinggi seperti kemampuan berinkuiri dan keterampilan berpikir kreatif.

Kenyataan lain menunjukkan bahwa pembelajaran kimia yang dilaksanakan

bersifat teacher centered, dimana sebagian besar kegiatan pembelajaran berpusat

pada guru sehingga siswa hanya sebagai objek dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran yang bersifat teacher centered juga terjadi pada pelaksanaan

kegiatan eksperimen/praktikum, pada umumnya praktikum yang dilakukan sangat

tergantung pada peran guru, salah satu contoh guru mendemonstrasikan

pembuatan bahan dan pemilihan alat praktikum. Siswa hanya membaca lembar

kegiatan siswa (LKS) yang sudah dirancang oleh guru lengkap dengan prosedur
3

praktikum yan harus dilakukan oleh siswa, sehingga praktikum merupakan proses

untuk pembuktian konsep yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya.

Hal ini terbukti pada analisis hasil ulangan semester siswa SMA Negeri 1

Maligano, dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia

masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dengan belum tercapainya standar nilai

Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah pada 2 tahun

terakhir yaitu 72,00. Dimana nilai rerata prestasi belajar kimia siswa pada TA

2014/2015 yaitu 66,00 dan pada TA 2015/2016 yaitu 68,50.

Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan keterampilan berpikir kreatif

siswa kurang terlatih. Pembelajaran tersebut juga dapat membuat siswa menjadi

pasif dan hanya menerima informasi verbal dari buku-buku dan guru. Hal ini tentu

sangat tidak sesuai dengan aspek proses belajar menurut Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) yang menempatkan siswa sebagai subyek

pembelajaran, dan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Berdasarkan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa harus menguasai standar

kompetensi pada setiap jenjang pendidikannya dan standar kompetensi ini

dijabarkan dalam bentuk kompetensi dasar. Salah satu standar kompetensi yang

harus dicapai siswa kelas XI semester genap adalah memahami sifat-sifat larutan,

metode pengukuran serta terapannya dengan kompetensi dasar menentukan jenis

garam yang mengalami hidrolisis dalam air dan mengukur serta menghitung pH

larutan garam tersebut.

Materi pembelajaran kimia yang sesuai dengan standar kompetensi dan

kompetensi dasar di atas adalah materi hidrolisis garam. Pada materi hidrolisis
4

garam, siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena hidrolisis garam dalam

kehidupan sehari-hari dan diajak untuk melakukan praktikum. Contohnya pada

materi sifat-sifat larutan garam, melalui praktikum, siswa bisa mendapatkan

pengalaman langsung dalam mempelajari materi tersebut yakni mengetahui secara

langsung sifat-sifat larutan garam. Dengan demikian pembelajaran materi

hidrolisis garam dapat menunjukkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Oleh

karena itu, diperlukan adanya model pembelajaran maupun media pendukung

yang menarik untuk membantu menjelaskan konsep hidrolisis garam agar siswa

lebih dapat menguasai konsep tersebut. Selain itu, siswa juga tidak boleh lagi

dianggap sebagai objek pembelajaran semata, tetapi harus diberikan peran aktif

serta dijadikan mitra dalam proses pembelajaran sehingga siswa bertindak sebagai

agen pembelajar yang aktif sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan

mediator yang kreatif.

Namun, untuk melatih keterampilan berpikir kreatif siswa diperlukan

model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme, yakni pembelajaran yang

menitikberatkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa membangun

pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa adalah model pembelajaran

inkuiri. Materi hidrolisis garam juga sesuai diterapkan untuk pembelajaran kimia

dengan model inkuiri. Hal ini dilihat dari waktu pembelajaran materi yang cukup

singkat, sesuai dengan model inkuiri yang tidak membutuhkan banyak waktu.

Selain itu, diperlukan kemampuan berpikir kreatif untuk menunjang siswa dalam

melaksanakan model pembelajaran inkuiri karena dengan kemampuan berpikir


5

kreatif dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa terutama dalam hal

mengemukakan pendapat dan dapat meningkatkan kemampuan menganalisis

siswa.

Berpikir kreatif merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi yang

diperlukan dalam kehidupan masyarakat, dan manusia selalu dihadapkan pada

permasalahan sehingga diperlukan kreativitas untuk memecahkan permasalahan

tersebut. Azumardi sebagaimana dikutip oleh Suryosubroto (2009) menyatakan

bahwa paradigma pendidikan harus dilandasi sistem pembelajaran yang

mengajarkan berpikir kritis dan kreatif (Rohim, 2012).

Namun, cara berpikir kreatif masih kurang mendapat perhatian dalam

pendidikan formal, sehingga masih perlu banyak perhatian lebih dalam

menumbuhkan sikap dan sifat berpikir kreatif. Kreativitas tidak diperoleh secara

alamiah, tetapi melalui proses belajar dan berlatih. Menurut Souse (2012),

sebagaimana dikutip dalam Puspasari (2013) dahulu kreativitas dipandang berkah

dari alam atau hasil warisan genetis. Penelitian sekarang mengindikasikan bahwa

kreativitas merupakan hasil proses kognitif yang dapat dikembangkan didalam

banyak diri individu. Kreativitas pada siswa dapat dikembangkan melalui

penerapan metode pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa.

Pembelajaran sains bukan hanya mempelajari tentang konsep, tetapi

mencakup pula hakekat sains, praktik ilmiah, inkuiri ilmiah, serta hubungan sains,

teknologi, dan masyarakat. Kegiatan inkuiri mencakup keterampilan proses sains

yang akan menjadi modal dasar untuk melakukan penelitian sebenarnya di


6

laboratorium dan dilapangan. Oleh karena itu selama pembelajaran sains,

keterampilan proses pun perlu dibangun oleh siswa (Hanson, 2009).

Hasil penelitian Schlenker (dalam Trianto, 2009: 167), menunjukkan

bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam

berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis

informasi. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Kurniasari (2012) pada pokok

bahasan kesetimbangan kimia juga menunjukkan bahwa inkuiri memberikan

dampak positif terhadap hasil belajar dan persepsi siswa.

Upaya mencapai tujuan pembelajaran sains khususnya kimia masih

menemui kendala. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah penggunaan

metode yang kurang tepat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran sering kali

hanya menekankan pada aktivitas mengingat, memahami, dan mengaplikasikan.

Tantangan masa depan menuntut pembelajaran harus lebih mengembangkan

keterampilan berpikir (Rohim, 2012).

Berdasarkan informasi yang dilakukan penulis di SMA Negeri 1 Maligano

ditemukan beberapa kendala pada proses pembelajaran. Pertama, pembelajaran

kimia banyak mengandung prinsip, konsep, dan teori yang abstrak sulit dipahami

oleh siswa. Kedua, siswa kurang optimal saat mengikuti pembelajaran sehingga

pemahaman konsep siswa kurang baik dan berakibat siswa hanya menghafal

materi. Ketiga, dari kelima aspek kemampuan berpikir kreatif yang terlihat dalam

proses pembelajaran hanya aspek bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru,

itupun frekuensinya masih kecil. Dari beberapa kendala tersebut mengakibatkan


7

banyak siswa yang memperoleh hasil belajar kurang dari batas ketuntasan dan

kemampuan berpikir kreatif siswa kurang baik.

Selain memperhatikan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran,

hal lain yang harus memperhatikan adalah metode mengingat pemilihan strategi

yang tepat diterapkan dapat menciptakan suasana kelas yang harmonis, menarik

dan menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa, sehingga

meningkatkan keaktifan belajar siswa (Sasmiati, 2015).

Salah satu model pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan

pemahaman materi pelajaran adalah model pembelajaran inkuiri. Hasil penelitian

Schlenker dalam Joyce (2009) menyebutkan bahwa “Pembelajaran inkuiri dapat

meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuan, produktivitas dalam berpikir, dan

keterampilan dalam memperoleh dan menganalisis informasi”. Penelitian oleh

Kurniaturohima (2010) menyimpulkan bahwa suasana pembelajaran yang

menggunakan metode inquiry dapat meningkatkan semangat siswa dalam proses

pembelajaran yang ditunjukkan dari keaktifan individu yang mengemukakan

pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan serta meningkatkan keaktifan

belajar kelompok yaitu kreatifitas untuk mengungkapkan suatu gagasan dalam

menyelesaikan tugas, kerjasama kelompok serta hasil tugas kelompok yang harus

diselesaikan. Prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan

dengan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) seluruh siswa.

Putra (2013) menyatakan bahwa alasan rasional menggunakan metode

inkuiri dalam pembelajaran ialah siswa akan mendapatkan pemahaman yang

lebih baik mengenai materi yang diajarkan, dan akan lebih tertarik jika dilibatkan
8

secara aktif dalam penyelidikan. Selanjutnya, Freinet (Sani, 2013) mengatakan

bahwa perolehan pengetahuan akan diperoleh melalui pengalaman dengan inkuiri

dan tidak cukup hanya mengamati, mendengarkan penjelasan, atau melihat

demonstrasi. Sejalan dengan pendapat Freinet, Hernawan (2007) menjelaskan

pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis

untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan. Kemudian, Menurut Gulo (Trianto, 2011) inkuiri tidak hanya

mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada,

termasuk pengembangan emosional dan keterampilan. Melalui inkuiri,

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hanya mengingat

fakta-fakta saja namun dari hasil menemukan sendiri tentang konsep yang

dipelajari sehingga siswa akan lebih memahami ilmu, dan ilmu tersebut akan

bertahan lama. Lebih lanjut, Putra (2013) menyebutkan beberapa kelebihan

metode inkuiri diantaranya mengembangkan bakat, seperti bakat akademik,

kreatif, dan sosial, pengajaran menjadi terpusat pada siswa, dan metode inkuiri

dapat menghindari siswa dari belajar dengan hafalan. Sehingga dengan penerapan

metode inkuiri pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

siswa yang mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal tersebut

didukung dengan penelitian yang dilakukan Wati (2012) yang menyimpulkan

bahwa penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang

menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Hamruni (2012) mengemukakan bahwa “inkuiri adalah rangkaian kegiatan dalam


9

proses belajar mengajar yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan

analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan”.

Model pembelajaran ini tidak hanya berorientasi kepada hasil belajar, akan

tetapi juga berorientasi kepada proses belajar mengajar. Oleh karena itu, kriteria

keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

inkuiri tidak hanya ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi

pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa dapat beraktivitas dalam mencari dan

menemukan pemecahan masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Inquiry

Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Pada

Materi Pokok Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Maligano”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik konsep pada materi pokok hidrolisis garam?

2. Bagaimana profil penguasaan konsep dari penerapan Model

Pembelajaran Inquiry pada Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Maligano

pada materi pokok hidrolisis garam?

3. Bagaimana peningkatan kecakapan berpikir kreatif dari penerapan Model

Pembelajaran Inquiry pada Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Maligano

pada materi pokok hidrolisis garam?


10

4. Bagaimana perbedaan efektivitas peningkatan kecakapan berpikir kreatif

siswa antara Model Pembelajaran Inquiry dengan pembelajaran langsung

pada materi pokok hidrolisis garam?

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap Model Pembelajaran Inquiry pada

Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Maligano pada materi pokok

hidrolisis garam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik konsep pada materi pokok hidrolisis

garam.

2. Untuk mengetahui profil penguasaan konsep dari penerapan Model

Pembelajaran Inquiry pada Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Maligano

pada materi pokok hidrolisis garam.

3. Untuk mengetahui peningkatan kecakapan berpikir kreatif dari penerapan

Model Pembelajaran Inquiry pada Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1

Maligano pada materi pokok hidrolisis garam.

4. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas peningkatan kecakapan berpikir

kreatif siswa antara Model Pembelajaran Inquiry dengan model

pembelajaran langsung pada materi pokok hidrolisis garam .

5. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap Model Pembelajaran

Inquiry pada Siswa Kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Maligano pada materi

pokok hidrolisis garam.


11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan bagi sekolah yang dijadikan objek

penelitian ini dalam upaya peningkatan mutu dan keterampilan siswa

dalam bidang studi kimia.

2. Bagi guru

Memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran kimia,

sehingga pada pembelajaran berikutnya guru dapat memilih model atau

metode mengajar yang lebih efektif.

3. Bagi Siswa

Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kreatif, meningkatkan keaktifan siswa,

mengembangkan jiwa kerja sama saling menguntungkan, menghargai satu

sama lain, membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-

masalah kimia serta sebagai model yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang mengangkat

topik penelitian yang relevan dengan penelitian ini.


12

E. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam judul penelitian ini, maka

disajikan defenisi operasional sebagai berikut :

1. Model pembelajaran Inquiry adalah suatu strategi yang membutuhkan

siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan

masalah dalam suatu penelitian ilmiah.

2. Keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mnegembangkan

atau menemukan ide atau hasil asli, estetis dan konstruktif, yang

berhubungan dengan pandangan konsep serta menekankan pada aspek

berpikir intuitif dan rasional; khususnya dalam menggunakan informasi

dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif

asli pemikir. Indikator keterampilan berpikir kreatif adalah melihat suatu

masalah dari sudut pandang yang berbeda, mampu memerinci secara

detail permasalahan dan menghasilkan berbagai gagasan, jawaban atau

pertanyaan yang bervariasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai