Anda di halaman 1dari 39

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Inquiry

1. Pengertian Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Suryanti (dalam Julianto, 2011: 1), model pembelajaran

adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir (sintaks

pembelajaran) yang disajikan secara khas oleh guru dalam proses

pembelajaran di kelas. Lebih lanjut, Joyce (dalam Trianto 2007: 5)

menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita mendesain

pembelajaran sedemikian rupa untuk membantu peserta didik sehingga tujuan

pembelajaran tercapai.

Pendekatan mengajar berbasis inquiry didukung pada pengetahuan

tentang proses pembelajaran yang telah muncul dari penelitian (Bransford,

Brown, & Cocking, 2000). Dalam ilmu pendidikan berbasis inquiry, anak-

anak menjadi terlibat dalam banyak kegiatan dan proses berpikir yang

menggunakan ilmuwan untuk menghasilkan pengetahuan baru. Pendidik

sains mendorong para guru untuk menggantikan praktek-praktek tradisional

yang berpusat pada guru instruksional, seperti penekanan pada buku teks,

kuliah, dan fakta-fakta ilmiah, dengan pendekatan inquiry berorientasi bahwa

(a) terlibat minat siswa dalam ilmu pengetahuan, (b) memberikan kesempatan

bagi siswa untuk digunakan sesuai teknik laboratorium untuk mengumpulkan

bukti-bukti, (c) mengharuskan mahasiswa untuk memecahkan masalah


14

menggunakan logika dan bukti, (d) mendorong siswa untuk melakukan studi

lebih lanjut untuk mengembangkan penjelasan lebih rumit, dan (e)

menekankan pentingnya menulis penjelasan ilmiah atas dasar bukti (Secker,

2002). Sandoval & Reiser (2004) menunjukkan dalam rangka membangun

lingkungan kelas berbasis penyelidikan harus membangun komunitas praktek

seperti ilmuwan bekerja. Dalam kegiatan penyelidikan berbasis otentik, siswa

mengambil tindakan sebagai ilmuwan melakukan, mengalami proses

mengetahui dan pembenaran pengetahuan (Abdi, 2014).

"Inquiry" didefinisikan sebagai "mencari kebenaran, informasi, atau

pengetahuan. Mencari informasi dengan mempertanyakan" Individu

melakukan proses penyelidikan dari saat mereka lahir sampai mereka mati.

Hal ini benar meskipun mereka mungkin tidak merefleksikan proses. Bayi

mulai memahami dunia dengan bertanya. Sejak lahir, bayi mengamati wajah-

wajah yang mendekati, mereka menangkap objek, mereka meletakkan segala

sesuatu dalam mulut mereka, dan mereka berpaling ke arah suara (Polamn,

2000). Proses bertanya dimulai dengan mengumpulkan informasi dan data

melalui penerapan indera manusia - melihat, mendengar, menyentuh,

mencicipi, dan berbau (Hofstein, 2005).

Pembelajaran berbasis Inquiry adalah pedagogik dan mengajar

pendekatan berdasarkan metode ilmiah penyelidikan. Hal ini didasarkan pada

pendekatan konstruktivis untuk belajar, yang menganjurkan bahwa setiap

pelajar mengikuti rute sendiri untuk membangun dan mengatur pengetahuan

pribadi, dan yang lebih penting untuk mengetahui "bagaimana belajar" dari
15

asosiasi dan menghafal informasi. Ini adalah pendekatan yang aktif terhadap

pembelajaran dan pengajaran yang menempatkan peserta didik dan

mahasiswa di pusat proses pembelajaran dan melibatkan diri ke arah. Siswa

mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ide-ide ilmiah serta

pemahaman tentang bagaimana ilmuwan mempelajari alam (Anderson,

2002).

Bagi siswa, proses sering melibatkan investigasi terbuka menjadi

pertanyaan atau masalah, mengharuskan mereka untuk terlibat dalam

penalaran berbasis bukti dan kreatif pemecahan masalah, serta "masalah

temuan." Untuk pendidik, proses ini tentang menjadi responsif untuk siswa

kebutuhan belajar, dan yang paling penting, mengetahui kapan dan

bagaimana untuk memperkenalkan siswa untuk ide-ide yang akan

memindahkan mereka ke depan dalam penyelidikan mereka. Bersama-sama,

pendidik dan siswa co-author pengalaman belajar, menerima tanggung jawab

bersama untuk perencanaan, penilaian untuk pembelajaran dan kemajuan

individual maupun pemahaman kelas macam konten pribadi yang bermakna

dan ide-ide (Fielding, 2012).

Meskipun pembelajaran berbasis inkuiri adalah pola pikir pedagogis

yang dapat menyerap sekolah dan kehidupan kelas (Curiosity Alam, p. 7,

2011), dan dapat dilihat di berbagai konteks, sikap penyelidikan tidak berdiri

di jalan bentuk lain dari pengajaran yang efektif dan belajar. Kekhawatiran

pembelajaran berbasis penyelidikan sendiri dengan pendekatan kreatif

menggabungkan pendekatan terbaik untuk instruksi, termasuk instruksi yang


16

eksplisit dan-kelompok kecil dan belajar dipandu, dalam upaya untuk

membangun minat dan ide-ide siswa, akhirnya bergerak siswa maju di jalan

mereka dari intelektual rasa ingin tahu dan pemahaman (Kuklthau, 2007).

Model pembelajaran inkuiri memiliki langkah – langkah seperti yang

diungkapkan Suryanti dalam (Sanjaya, 2008: 201), bahwa secara umum

proses pembelajaran dengan model inkuiri dapat mengikuti langkah–langkah

pembelajaran dimulai dari orientasi, merumuskan masalah, mengajukan

hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan kesimpulan.

Model pembelajaran inkuiri memiliki banyak kelebihan sehingga cocok untuk

diterapkan pada siswa sekolah dasar khususnya pelajaran IPA yakni: (1)

dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar pada diri siswa,

sehingga dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide dengan lebih baik;

(2) pembelajaran ditekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif,

psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran lebih bermakna; (3)

mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap

objektif, jujur dan terbuka serta dapat merumuskan hipotesisnya sendiri; (4)

situasi proses belajar menjadi lebih menarik; (5) dapat memberikan waktu

pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran inkuiri juga memiliki

kelemahan yakni: (1) tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif; (2)

tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan model inkuiri; (3)

memerlukan perencanaan yang teratur dan matang (Suryanti, 2013).


17

2. Tingkatan Model Inkuiri

Pada Standard for Science Teacher Preparation terdapat 3 tingkatan

inkuiri, yakni:

1) Discovery/Structured Inquiry

Pada tingkatan ini tindakan utama guru ialah mengidentifikasi

permasalahan dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternatif

hasil.

2) Giuded Inquiry

Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah

mengajukan permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian

masalah.

3) Open Inquiry

Tindakan utama pada Open Inquiry ialah guru memaparkan konteks

penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah (Idrisah, 2014).

3. Sintaks Model Pembelajaran Inquiry

Sintaks model pembelajaran inquiry, menurut beberapa ahli ada

perbedaan, namun aktivitas utama penyelidikan meliputi proses: identifikasi

masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis data, dan

membuat keputusan. Siswa yang telah melakukan penyelidikan berarti untuk

mengembangkan aspek kognitif dan afektif, yang mendukung pola

pembelajaran metakognisi. Jadi pembelajaran yang terjadi dalam kebutuhan


18

kondusif keterlibatan siswa secara langsung dan aktif. Menurut Suparno

(2007) menyatakan bahwa kegiatan eksperimen dipandu penyelidikan akan

dikelola secara efektif jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1)

kebebasan untuk menemukan dan mencari informasi, 2) lingkungan atau

suasana yang responsif, 3) fokus pada masalah yang arah yang jelas dan dapat

diselesaikan siswa, 4) tekanan rendah (kurang tekanan), yang tidak banyak

tekanan sehingga siswa melakukan pemikiran yang lebih kritis dan kreatif

(Sarwi, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fuad, dkk (2017), ada enam

fase dalam siklus inquiry: (1) inkuisisi, mulai dari pertanyaan untuk

menyelidiki, (2) akuisisi, brainstorming untuk kemungkinan jawaban, (3)

dugaan, memilih pernyataan untuk menilai, (4) pelaksanaan, merancang

rencana, (5) penjumlahan, mengumpulkan bukti dan menarik kesimpulan, dan

(6) memperlihatkan, berbagi dan pemberitahuan temuan.

Salah satu model pembelajaran yang telah dirancang untuk

memenuhi kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh siswa di abad ke-21

adalah model pembelajaran inquiry. Model inquiry mampu mengembangkan

masalah keterampilan pemecahan dan proses mahasiswa ilmu (Tatar 2006;

Padaste, et al., 2015; Duran, 2014). Sintaks model inquiry sebagai berikut: 1)

Menghadapkan masalah; 2) Mengumpulkan data untuk verifikasi; 3)

Pengumpulan data; 4) Mengatur dan merumuskan penjelasan; 5) Proses

analisis inquiry. Namun, penyelidikan laboratorium terbatas pada peningkatan

keterampilan komunikasi non-verbal (McNeill, 2011), sementara bertukar


19

hasil pencapaian opini keterampilan masih dalam kategori rendah (Brickman,

2009; Duran, 2014). Selain itu, dibutuhkan banyak waktu untuk mengamati

kegiatan, menggambar, dan menulis (Ayse & Sertac, 2011; Duran, 2014).

Zawadzki (2010) telah diterapkan Proces Based Learning Oriented Guided

Inquiry Learning (POGIL) dalam kegiatan di laboratorium.

Sintaks model POGIL sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi

kebutuhan untuk belajar; 2) Menghubungkan ke pengetahuan sebelumnya; 3)

Eksplorasi; 4) Memahami dan pembentukan konsep; 5) Praktek, menerapkan

pengetahuan, 6) Menerapkan pengetahuan dalam konsep baru; 7) Dalam

proses refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tertinggi nilai akademik

didominasi oleh siswa yang secara aktif terlibat dalam kegiatan eksplorasi.

Model POGIL telah banyak digunakan untuk meningkatkan keterampilan

pemecahan masalah (Kolopajlo 2009; Wiliansom, et al., 2013; Villagonzalo

2014), kepercayaan diri, dan nilai akademik siswa (Gale & Boissalle 2015).

Namun, dalam pelaksanaannya, tidak semua siswa mendapatkan keuntungan

dari kerja kelompok, karena siswa tidak perlu menjadi kelompok

interaktivitas pintar untuk belajar (Vanags, 2013). Sementara itu penelitian

Taylor, Smith, Stolk & Spiegelman (2010) menyimpulkan bahwa POGIL

dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,

namun butuh banyak waktu untuk membahas pertanyaan.


20

Inkuiri ELSII POGIL

Mengidentifikasi
kebutuhan untuk
Identifikasi masalah belajar
Mengekspos
melalui enkulturasi
masalah
kearifan lokal Menghubungkan
ke pengetahuan
sebelumnya

Mengumpulkan
data untuk Eksplorasi
verifikasi Kegiatan pemecahan
masalah berdasarkan
Scaffolding Pemahaman dan
Pengumpulan data konsep
pembentukan

Praktek,
Rekonstruksi temuan menerapkan
melalui asimilasi pengetahuan
Mengatur dan
kearifan lokal
merumuskan
penjelasan Menerapkan
Mengkomunikasikan pengetahuan
hasil dari pemecahan dalam konsep
masalah baru
Proses
penyelidikan Evaluasi proses melalui Dalam proses
Analisis akulturasi refleksi

Gambar 2.1. Perbandingan antara sintaks penyelidikan, POGIL, dan model ELSII

Model Pembelajaran dikembangkan mengacu model inquiry (Joyce,

et al., 2009) dan model POGIL (Hanson, 2006). Dengan melihat potensi

kearifan lokal di abad ke-21 seperti yang telah disebutkan di atas, maka

mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal menjadi penting sebagai salah satu


21

budaya kekayaan bangsa dan membentuk disaring dari pengaruh budaya luar.

Model pembelajaran ELSII berbasis kearifan lokal merupakan inovasi

pembelajaran di Indonesia. Integrasi kearifan lokal (Aikenhead, 2006)

ditunjukkan pada Gambar 1. sintaks dari model pembelajaran ELSII

berdasarkan kearifan lokal sebagai berikut: 1) Identifikasi masalah melalui

enkulturasi kearifan lokal; 2) Kegiatan dari pemecahan masalah berdasarkan

scaffolding; 3) Rekonstruksi temuan melalui asimilasi kearifan lokal; 4)

Mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah; 5) Evaluasi proses akulturasi

melalui kearifan lokal. Model pembelajaran ELSII berdasarkan kearifan lokal

adalah pengembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah

dan komunikasi ilmiah. Ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat

mencapai tujuan pembelajaran sebagai persiapan untuk menghadapi

kehidupan berikutnya dengan mengacu pada nilai-nilai budaya daerah (Dewi,

2017).

Sanjaya (2008) menyatakan bahwa pembelajaran inquiry mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah-langkah untuk membina

suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan

dalam tahap orientasi ini adalah:

1. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan

dapat dicapai oleh siswa.


22

2. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh

siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-

langkah inquiry serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah

merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini

dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

b. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada

suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk

memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu

ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang

tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam

pembelajaran inquiry, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa

akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya

mengembangkan mental melalui proses bepikir.

c. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang

dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji

kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk

mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap

anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat

mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau


23

dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari

suatu permasalahan yang dikaji.

d. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam

pembelajaran inquiry, mengumpulkan data merupakan proses mental

yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat

dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan

kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh

berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti

mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran

jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan

tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan

yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Utnuk

mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu

menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.


24

Secara operasional tahapan model pembelajaran Inquiry menurut

Joyce dan Weil (1996) dapat diuraikan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Tahapan Model Pembelajaran Inquiry.


No Tahapan Kegiatan
1 Penyajian masalah a. Siswa memperoleh penjelasan
mengenai Inquiry
b. Siswa menemukan masalah
2 Mengumpulkan data a. Menyelidiki situasi kejadian suatu
pembuktian masalah
b. Merumuskan hipotesis
3 Menganalisis data a. Mengidentifikasi variabel
pembuktian b. Mengadakan pembuktian data
(melakukan eksperimen)
4 Mengatur dan merumuskan Merumuskan kaidah dan penjelasan
penjelasan
5 Mengadakan analisis Inquiry Menganalisa materi Inquiry dan
mengembangkan Inquiry secara lebih
efektif

Berdasarkan sintaks pada Tabel 2.1, dapat diuraikan kegiatan siswa

selama proses pembelajaran yaitu:

a. Pada tahap pertama, adalah konfortasi siswa dari suatu yang tidak

menentu atau penuh dengan teka-teki, yaitu guru memunculkan suasana

yang bermasalah dan menjelaskan cara penyelidikan kepada siswa

(bentuk pertanyaan yang hendak dijawab ya atau tidak).

b. Tahap kedua, verifikasi data, yaitu proses dimana siswa mengumpulkan

informasi yang mereka lihat atau alami dalam praktikum atau

eksperimen.

c. Tahap ketiga, siswa diperkenalkan contoh baru kedalam situasi untuk

melihat jika peristiwa terjadi secara berbeda. Walaupun pembuktian dan

percobaan dijelaskan dalam tahap yang berbeda, pemikiran siswa dan


25

jenis pertanyaan mereka biasanya membangkitkan alternatif dua aspek

ini dari pengumpulan data.

d. Tahap keempat, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan tersebut,.

Beberapa siswa akan mengalami kesulitan dalam mengemukakan

informasi yang mereka peroleh untuk memberikan penjelasan yang tidak

begitu mendetail.

e. Tahap kelima, siswa dapat menganalisa ketidakmampuan mereka

masing-masing. Siswa dapat menentukan pertanyaan yang efektif bagi

diri mereka sendiri. Tahap ini adalah penting jika membuat proses

penyelidikan dan mecoba.

Alasan rasional penggunaan pembelajaran Inquiry adalah bahwa siswa

akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kimia dan akan

lebih tertarik terhadap kimia jika mereka dilibatkan secara aktif dalam

“melakukan” penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan

tulang pungung pembelajaran dengan pendekatan Inquiry. Investigasi ini

difokuskan untuk memahami konsep-konsep kimia dan meningkatkan

keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa

penguasaan konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.

Pembelajaran Inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa

diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap

pelajaran kimia, khususnya kemampuan pemahaman dan komunikasi fisis

siswa. Pembelajaran Inquiry merupakan pendekatan pembelajaran yang

berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga


26

dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,

mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar

ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran

Inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah

memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan.

Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh

siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa

dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih

diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan

masalah harus dikurangi.

Guru mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan dan teman

yang kritis dalam mengembangkan sikap Inquiry di kelas. Guru harus dapat

membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok melalui tiga tahap:

(1) Tahap problem solving atau tugas; (2) Tahap pengelolaan kelompok: (3)

Tahap pemahaman secara individual, dan pada saat yang sama guru sebagai

instruktur harus dapat memberikan kemudahan bagi kerja kelompok,

melakukan intervensi dalam kelompok dan mengelola kegiatan pengajaran.

Pembelajaran Inquiry adalah pembelajaran dimana siswa didorong

untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mengalami pengalaman

dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-

prinsip untuk diri mereka sendiri. Bruner (1966) dan Nurhadi (2003) dalam

Kunandar (2009), menyatakan bahwa “kita mengajarkan suatu bahan kajian


27

tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan kajian itu, tetapi

lebih ditujukan untuk membuat siswa berpikir untuk diri mereka sendiri,

meneladani seperti apa yang dilakukan oleh seorang sarjawanan, mereka turut

mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan”. Mengetahui

adalah suatu proses, bukan suatu produk. Selanjutnya dalam Kunandar

(2009), menyatakan bahwa keuntungan pembelajaran Inquiry adalah:

pertama, memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka

untuk meanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya.

Kedua, siswa belajar memecahkan masalah secara mandiri dan memiliki

keterampilan berpikir kreatif karena mereka memiliki harus selalu

menganalisis dan menangani informasi.

Berdasarkan penjelasan dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran Inquiry di sekolah adalah suatu model

pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam

mengajukan pertanyaan-pertanyaan logis yang mengantarkan siswa pada

pengujian dan eksplorasi bermakna melalui prosedur kegiatan ilmiah yaitu (1)

perumusan masalah/pertanyaan penelitian; (2) membuat hipotesis; (3)

merencanakan kegiatan; (4) melaksanakan kegiatan; (5) mengumpulkan data

dan (6) menarik kesimpulan.

4. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Inquiry

Prinsip-prinsip penggunaan Inquiry adalah sebagai berikut:

a. Berorientasi Pada Pengembangan Intelektual


28

Tujuan utama dari strategi Inquiry adalah pengembangan kemampuan

berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi

pada hasil elajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria

keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi

Inquiry bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat menguasai materi

pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan

menemukan.

b. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi

antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa

dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti

menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur

lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

c. Prinsip Bertanya

Peran guru harus dilakukan dalam menggunakan model Inquiry adalah

guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap

pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses

berpikir.

d. Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah

proses berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan

potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran

berpikir adalah pemnafaatan dan penggunaan otak secara maksimal.


29

e. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan

berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan

kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan

kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka

membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

Pembelajaran Inquiry dalam implementasinya memiliki sintaks

sebagai berikut:

1. Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing siswa

mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan. Guru

membagi siswa dalam kelompok.

2. Membuat hipotesis: Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa

dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan

memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.

3. Merancang percobaan: Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan

dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah

percobaan.

4. Mengumpulkan dan menganalisis data: Guru memberi kesempatan

kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data

yang terkumpul.
30

5. Membuat kesimpulan: Guru membimbing siswa dalam membuat

kesimpulan.

Namun, menurut Sudjana (1989), ada lima tahapan yang ditempuh

dalam melaksanakan pembelajaran Inquiry, yaitu:

1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah

hipotesis.

3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk mnejawab

hipotesis atau permasalahan.

4. Menarik kesimpulan atau generalisasi.

5. Mengaplikasikan kesimpulan.

Berdasarkan tingkat kematangan siswa, pendekatan Inquiry dapat

dilakukan dalam lima tingkatan, yaitu Inquiry tradisional, Inquiry terbimbing,

Inquiry mandiri, keterampilan prosedur ilmiah, dan penelitian siswa. Terdapat

tiga aspek yang sama penting dalam pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran,

kegiatan belajar/mengajar dan materi, hasil evaluasi. proses yang baik

diasumsikan akanmendapatkan hasil yang baik. Proses belajar yang efektif

harus melibatkan sebanyak mungkin alat indera sehingga pengetahuan siswa

akan menjadi tahan lama. Perumusan indikator, harus memikirkan efek

samping terutama pada tahapan pengembangan psikologi siswa. Kelemahan

pendekatan Inquiry (kekacauan pembelajaran), dapat terjadi kalau guru tidak

melakukan pembimbingan secara terarah dan bertanggung jawab. Guru

penting melakukan monitoring atau pengontrolan terhadap aktivitas siswa.


31

B. Keterampilan Inquiry

Inquiry merupakan suatu ide yang memiliki banyak koneksi, yakni: (1)

Inquiry adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan; (2) Inquiry adalah seni dan

sains dalam mengajukan agar siswa mengajukan pertanyaa-pertanyaan sendiri; (3)

selama Inquiry, guru dapat mendorong/mengajukan pertanyaan agar siswa

mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri; (4) Inquiry adalah apa yang

dilakukan ilmuwan; (5) melalui pengalaman siswa belajar bagaimana menjadi

atau bekerja sebagai ilmuwan; (6) Inquiry menyediakan siswa pengalaman-

pengalaman konkrit dalam pembelajaran secara proaktif; (7) Inquiry

memungkinkan siswa pada tingkat perkembangan yang berbeda, pada masalah

yang serupa, bahkan bekerja sama menemukan pemecahan masalah tersebut; (8)

Inquiry memungkinkan pengintegrasian dari banyak disiplin ilmu; (9) Inquiry

melibatkan komunikasi atau transfer informasi; (10) Inquiry memungkinkan siswa

belajar tentang siapa mereka dan apa yang mereka ketahui, dan bagaimana

pemikiran mereka bekerja; (11) pada saat menggunakan Inquiry dalam kegiatan

belajar mengajar guru harus menggigit lidah dalam arti peran harus lebih banyak

dimainkan oleh siswa; (12) Inquiry menghendaki siswa untuk mengambil

tanggung jawab atas penyelidikan mereka sendiri (Nur, 2001).

Naylor dan Diem dalam Soetjipto (2001) bahwa proses berinkuiri

memiliki elemen-elemen keterampilan: (1) merumuskan masalah; (2)

merumuskan hipotesis; (3) mengidentifikasi variabel; (4) menarik kesimpulan.


32

C. Inquiry Laboratorium

1. Didorong oleh pertanyaan yang membutuhkan keterlibatan berkelanjutan

menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan pemikiran

independen dan tindakan.

2. Fokus kegiatan siswa pada pengumpulan dan menafsirkan data untuk

menemukan konsep-konsep baru, prinsip, atau hukum sehingga bergerak

dari konkret menuju abstrak.

3. Mengharuskan siswa untuk membuat desain eksperimental mereka sendiri

dikendalikan; mengharuskan mahasiswa untuk mandiri mengidentifikasi,

guish dapat dibedakan, dan mengontrol variabel independen dan dependen

yang bersangkutan; mempromosikan pemahaman siswa tentang

keterampilan dan sifat penyelidikan ilmiah.

4. Umumnya memungkinkan bagi siswa untuk belajar dari kesalahan dan

salah langkah mereka; memberikan waktu dan kesempatan bagi siswa

untuk membuat dan pulih dari kesalahan.

5. Prosedur mempekerjakan yang jauh lebih konsisten dengan praktek ilmiah

otentik; menunjukkan karya ilmu pengetahuan untuk menjadi rekursif dan

mengoreksi diri (Wenning, 2005).

D. Berpikir Kreatif

1. Konsep Berpikir Kreatif

Krulik dan Rudnick dalam Arnyana (2007) mengemukakan bahwa

berpikir kreatif adalah menggunakan dasar proses berpikir untuk


33

mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli (orisinil),

estetis,konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, dan

menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam

menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskan

perspektif asli pemikir. Baer dalam Arnyana (2007) mengemukakan bahwa

ada empat indikator berpikir kreatif, yaitu: 1) fluence (kemampuan

menghasilkan banyak ide), 2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide

yang bervariasi), 3) originality (kemampuan menghasilkan ide-ide baru), dan

4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambah ide-ide

sehingga dihasilkan ide yang lebih rinci).

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang mampu

menghasilkan satu hal yang baru yang memiliki nilai dan manfaat, dimana

kemampuan tersebut diperoleh dari pengalaman, ide, dan pengetahuan yang

sudah pernah dipelajari. Kreativitas juga dapat didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menghasilkan solusi untuk masalah yang rumit dan

kompleks (Saskia, et al, 2012). Proses berpikir kreatif konvergen untuk

menangkap situasi, membuat evaluasi dan mempertimbangkan konsekuensi

dari solusi yang dipilih (Adzliana Mohd Daud, 2012). Kreatifitas terintegrasi

dalam pengetahuan dan proses sains (Sema Aydin, 2014). Menurut Munandar

(2002), kreativitas seseorang tidak muncul begitu saja, tapi perlu ada pemicu.

Kreatifitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dengan

lingkungannya, yang berarti bahwa lingkungan dapat menunjang atau

menghambat kreativitas seseorang.


34

2. Karakteristik Siswa yang Kreaktif

Secara operasional, kreativitas dirumuskan sebagai kemampuan yang

mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibel), dan orisinalitas dalam

berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,

memperkaya, dan merinci) suatu gagasan. Torrance (1981) mengemukakan

karakteristik kreativitas sebagai berikut:

a. Memiliki rasa ingin tahu yang besar

b. Tekun dan tidak mudah bosan

c. Percaya diri dan mandiri

d. Merasa tertantang oleh kemajemukan atau kompleksitas

e. Berani mengambil resiko

f. Berpikir divergen

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Kreativitas bukanlah unsur bawaan yang dimiliki oleh sejumlah anak

saja, akan tetapi kreativitas dimiliki oleh semua anak. Oleh karena itu

kreativitas tidak perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan

sekitarnya agar dapat berkembang dengan baik.

Clark (1983) mengategorikan faktor- faktor yang mempengaruhi

kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor

yang menghambat. Faktor yang mendukung perkembangan kreativitas adalah

sebagai berikut:

a. Situasi yang memunculkan ketidaklengkapan serta keterbukaan


35

b. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak

pertanyaan

c. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu

d. Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian

e. Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mangamati,

bertanya, merasa, mengklasifikasi, mencatat, menerjemahkan,

memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan

f. Kewibahasaan yang memungkinkan pengembangan potensi kreativitas

secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih

bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu

mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang

dapat mncul dari pengalaman yang dimilkinya.

g. Posisi kelahiran (berdasarakan tes kreativitas, anak sulung laki- laki lebih

kreatif daripada anak laki- laki yang lahir kemudian).

h. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, rangsangan dari

lingkungan sekolah (pendekatan, metode pembelajaran), dan motivasi

diri.

Faktor- faktor yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas

adalah sebagai berikut:

a. Adanya kebutuhan akan keberhasilan ketidakberanian dalam

menanggung resiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui

b. Konformitas terhadap teman- teman kelompoknya dan tekanan social


36

c. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan

penyelidikan.

d. Streotip peran seks atau jenis kelamin

e. Diferensiasi antara bekerja dan bermain

f. Otoritarianisme

g. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan

4. Cara- cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Menurut Mulyasa kreativitas siswa dalam belajar sangat bergantung

pada kreativitas guru dalam mengembangkan materi standard an menciptakan

lingkunan belajar yang konduktif. Guru dapat menggunakan berbagai macam

pendekatan dalam meningkatkan kreativitas siswa. Berikut ini beberapa hal

yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kreativitas siswa, antara lain:

a. Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak siswa dalam pembelajaran

dan mengembangkan pengetahuan baru

b. Bantulah siswa memikirkan sesuatu yang belum lengkap, mengeksplorasi

pertanyaan, dan mengemukakan gagasan yang orisinal

c. Bantulah siswa untuk mengembangkan prinsip- prinsip tertentu ke dalam

situasi baru

d. Berikan tugas- tugas secara independen

e. Kurangi pengekangan dan ciptakan kegiatan- kegiatan yang dapat

menstimulus otak.

f. Berikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir reflektif terhadap

masalah yang dihadapi


37

g. Hargai perbedaan individu siswa, dengan melonggarkan aturan dan

norma kelas

h. Jangan memaksakan kehendak terhadap siswa

i. Tunjukkan perilaku- perilaku baru dalam pembelajaran

j. Kembangkan tugas- tugas yang dapat menstimulus tumbuhnya kreativitas

k. Kembangkan rasa percaya diri siswa

l. Kembangkan kegiatan- kegiatan yang menarik

m. Libatkan siswa secara optimal dalam proses pembelajaran, sehingga

proses mentalnya bias lebih dewasa dalam menemukan konsep dan

prinsip- prinsip ilmiah.

Semua teknik kreatif yang dilakukan oleh guru pada dasarnya

menuntut siswa untuk berpikir divergen, yakni kemampuan dalam melihat

sutu maslah dari berbagai sudut pandang dan dapat memberikan gagasan

yang bervariasi. Dan bukan hanya memberikan satu gagasan saja.

5. Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif

Keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif bagai

dua sisi mata uang yang berbeda (Beyer dalam Alter, 2009). Berpikir kritis

cenderung pada suatu upaya untuk menentukan keaslian atau memberikan

penilaian terhadap sesuatu dicirikan oleh kemampuan untuk mencari alasan

dan alternatif penyelesaian masalah berdasarkan situasi nyata yang dihadapi

dan kelak dapat mengubah pandangan seseorang berdasarkan bukti. Menurut

Ennis dalam Rollin (1990), berpikir kritis meliputi dua belas indikator.

Sedangkan berpikir kreatif melihat hal- hal tertentu yang ditandai oleh
38

keempat aspek yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration

(Torrance, 1969). Aspek kelancaran meliputi kemampuan (1) menyelesaikan

masalah dan memberikan banyak jawaban terhadap masalah tersebut; atau (2)

memberikan banyak contoh atau pernyataan terkait konsep atau situasi

tertentu. Aspek keluwesan meliputi kemampuan (1) menggunakan beragam

strategi penyelesaian masalah; atau (2) memberikan beragam contoh atau

pernyataan terkait konsep atau situasi tertentu. Aspek kebaruan meliputi

kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat baru, unik, atau tidak

biasa untuk menyelesaikan masalah; atau (2) memberikan contoh atau

pernyataan yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa. Aspek keterincian

meliputi kemampuan menjelaskan secara terperinci, runtut, dan koheren

terhadap prosedur, jawaban, atau situasi tertentu. Penjelasan ini menggunakan

konsep, representasi, istilah, atau notasi matematis yang sesuai. Berpikir kritis

maupun berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Berpikir kritis merupakan berpikir konvergen sedangkan berpikir kreatif

merupakan berpikir divergen (Baker & Rudd, 2001). Silver (1997) juga

menjelaskan bahwa komponen berpikir kreatif mencakup kefasihan (fluency),

fleksibilitas (flexibility) dan kebaruan (novelty).

E. Materi Hidrolisis Garam

1. Hidrasi dan Hidrolisis

Garam adalah senyawa ionik yang diperoleh melalui reaksi

netralisasi dalam pelarut air. Hasil pelarutan garam dapat bersifat netral,
39

asam, atau basa. Salah satu keberhasilan konsep asam basa Bronsted-

Lowry memandang bahwa beberapa ion dapat bereaksi sebagai asam atau

basa. Jadi, keasaman atau kebasaan larutan diterangkan dalam bentuk

keasaman atau kebasaan masing-masing ion di dalam larutan.

Jika suatu garam dilarutkan ke dalam air maka garam akan terurai

membentuk ion-ionnya yang dapat bergerak secara bebas di dalam

larutan. Pada keadaan tertentu ion-ion tersebut dapat berperilaku sebagai

asam atau basa, bergantung pada sifat ion-ion yang terdapat dalam

larutan.

Ion-ion akan memasuki suatu lingkungan air, dimana molekul air

berada dalam keadaan kesetimbangan dengan ion hidronium dan ion

hidroksida sebagai hasil dari swaionisasi air,

H2O(I) ⇌ H+(aq) + OH-(aq)

atau

2H2O(I) ⇌ H3O+(aq) + OH-(aq)

Penambahan garam dapat mempengaruhi keadaan kesetimbangan

swaionisasi air. Garam yang terlarut di dalam air mungkin dapat

terhidrasi atau terhidrolisis.

Suatu garam dikatakan terhidrasi dalam pelarut air jika ion-ionnya

dikelilingi oleh molekul air akibat adanya antaraksi dipol antara ion-ion

garam dan molekul air. Antaraksi tersebut membentuk kesetimbangan

hidrasi, namun tidak mempengaruhi pH larutan.


40

Suatu garam dikatakan terhidrolisis di dalam pelarut air jika ion-

ionnya bereaksi dengan molekul air. Reaksi antara lain ion-ion garam dan

molekul air tersebut membentuk kesetimbangan yang mempengaruhi pH

larutan, sehingga larutan dapat bersifat asam atau basa (Sunarya, 2011).

2. Pengertian Hidrolisis Garam

Sebagaimana kita ketahui bahwa jika larutan asam direaksikan

dengan larutan basa akan membentuk senyawa garam. Jika kita

melarutkan suatu garam ke dalam air, maka akan ada dua kemungkinan

yang terjadi, yaitu:

a. Ion-ion yang berasal dari asam lemah (misalnya CH3COO–, CN–, dan

S2–) atau ion-ion yang berasal dari basa lemah (misalnya NH 4+, Fe2+,

dan Al3+) akan bereaksi dengan air. Reaksi suatu ion dengan air

inilah yang disebut hidrolisis. Berlangsungnya hidrolisis disebabkan

adanya kecenderungan ion-ion tersebut untuk membentuk asam atau

basa asalnya.

Contoh:

CH3COO– + H2O CH3COOH + OH–

NH4+ + H2O NH4OH + H+

b. Ion-ion yang berasal dari asam kuat (misalnya Cl–, NO3–, dan SO42-)

atau ion-ion yang berasal dari basa kuat (misalnya Na+, K+, dan Ca2+)

tidak bereaksi dengan air atau tidak terjadi hidrolisis. Hal ini

dikarenakan ion-ion tersebut tidak mempunyai kecenderungan untuk


41

membentuk asam atau basa asalnya. (Ingat kembali tentang kekuatan

asam-basa!)

Na+ + H2O (tidak terjadi reaksi)

SO42- + H2O (tidak terjadi reaksi)

Hidrolisis hanya dapat terjadi pada pelarutan senyawa garam yang

terbentuk dari ion-ion asam lemah dan ion-ion basa lemah. Jadi,

garam yang bersifat netral (dari asam kuat dan basa kuat) tidak

terjadi hidrolisis.

3. Macam-Macam Hidrolisis Garam

a. Hidrolisis Garam dari Asam Lemah dan Basa Kuat

Jika suatu garam dari asam lemah dan basa kuat dilarutkan dalam

air, maka kation dari basa kuat tidak terhidrolisis sedangkan anion dari

asam lemah akan mengalami hidrolisis. Jadi garam dari asam lemah dan

basa kuat jika dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis parsial atau

hidrolisis sebagian.

Contoh:

CH3COONa(aq) CH3COO–(aq) + Na+(aq)

CH3COO– + H2O CH3COOH + OH–

Na+ + H2O (tidak terjadi reaksi)

pH larutan garam dapat ditentukan dari persamaan:

A– + H2O HA + OH–

Tetapan hidrolisis:
42

K = [ HA ] ¿ ¿ ¿

K . [H2O] = [ HA ] ¿ ¿ ¿

Kh = [ HA ] ¿ ¿ ¿

dengan Kh = tetapan hiddrolisis

Kh = [ HA ]¿¿ ¿

[ HA]
Kh =
¿¿¿

Kw
K h=
Ka

dengan: Kw = tetapan kesetimbangan air

dengan: Ka = tetapan ionisasi asam lemah

pH larutan garam:

Kw
= [ HA ]¿¿ ¿
Ka

= ¿¿¿

Kw
[OH-]2 = ׿ ¿
Ka

K w× M
[OH-] = √ K w ׿ ¿ ¿ ¿ atau [OH-] =
√ Ka

dengan M = konsentrasi anion


1
[OH-] = K 2 ׿ ¿
w

−1 1
-log [OH-] = log K w − log ¿ ¿ ¿ ¿
2 2

1
pOH = ¿¿
2

pH = pK w − pOH
43

1
= ¿¿
2

Karena pKw = 14 dan [A-] = molaritas garam, maka:

1
pH= ¿
2

b. Hidrolisis Garam dari Asam Kuat dan Basa Lemah

Garam dari asam kuat dan basa lemah jika dilarutkan dalam air

juga akan mengalami hidrolisis sebagian. Hal ini disebabkan karena

kation dari basa lemah dapat terhidrolisis, sedangkan anion dari asam

kuat tidak mengalami hidtrolisis.

Contoh:

NH4Cl NH4+ + Cl–

NH4+ + H2O NH4OH + H+

Cl– + H2O (tidak terjadi reaksi)

pH larutan garam ini dapat ditentukan melalui persamaan:

M+ + H2O MOH + H+

Tetapan hidrolisis:

K =[ MOH ]¿ ¿ ¿

Kh = [ MOH ]¿ ¿ ¿

[ MOH ]
Kh =
¿¿¿

Kw
K h=
Kb

dengan: Kw = tetapan kesetimbangan air

dengan: Kb = tetapan ionisasi basa lemah


44

pH larutan garam:

Kw
= [ MOH ]¿ ¿ ¿
Kb

Kw
= ¿¿¿
Kb

Kw
¿¿ = ׿ ¿
Kb

K w× M
¿¿ = √ K w ׿ ¿ ¿ ¿ atau
√ Kb

dengan M = konsentrasi kation


1 1
[H+] = K 2 × K 2 ׿ ¿
w b

1
pH = ¿¿
2

1
pH= ¿
2

c. Hidrolisis Garam dari Asam Lemah dn Basa Lemah

Berbeda dengan kedua jenis garam di atas, garam yang berasal

dari asam lemah dan basa lemah jika dilarutkan dalam air akan

mengalami hidrolisis total. Hal ini terjadi karena kation dari basa lemah

maupun anion dari asam lemah dapat mengalami hidrolisis.

CH3COONH4 CH3COO– + NH4+

CH3COO– + H2O CH3COOH + OH–

NH4+ + H2O NH4OH + H+

pH larutan garam ini dapat ditentukan melalui persamaan reaksi:


45

M+ + A– + H2O HA + MOH

Tetapan hidrolisis:

[ HA ] [ MOH ] = Kw
¿¿¿ Ka× Kb

[ HA ]2 Kw
=
¿¿¿ Ka× Kb

[ HA] Kw
¿¿¿
=
√ K a× Kb

Dari tetapan ionisasi asam lemah diperoleh:

[ HA]
[H+] = Ka
¿¿¿

sehingga:

Kw
[H+] = Ka ×
√ Ka× Kb

1 1 1
[H+] = K2 ×K2 ×K2
w a b

1
pH = ( pK ¿ ¿ w + pK a− pK b )¿
2

1
pH= ( 14+ pK a− pK b )
2

(Utami, 2009).

4. Penggunaan Hidrolisis

Penggunaan hidrolisis antara lain:

1. Untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam lemah dengan

basa kuat, atau titrasi antara basa lemah dengan asam kuat.

a. Penetralan asam lemah oleh basa kuat


46

Perubahan pH pada penetralan asam lemah oleh basa kuat,

dalam hal ini 50 mL larutan CH3COOH 0,1 M yang ditetesi dengan

larutan NaOH 0,1 M sedikit demi sedikit hingga mencapai 60 mL,

ditunjukkan oleh gambar.

Berdasarkan gambar dapat disimpulkan:

1) Titik ekivalen berada di atas 7, yaitu antara 8–9.

2) Lonjakan perubahan pH pada sekitar titik ekivalen lebih sempit,

hanya sekitar 3 satuan, yaitu dari pH ±7 hingga pH ± 10.

3) Untuk menunjukkan titik ekivalen dapat digunakan fenolftalein.

Metil merah tidak dapat digunakan karena akan mengalami

perubahan warna jauh sebelum tercapai titik ekivalen.

b. Penetralan basa lemah oleh asam kuat

Perubahan pH pada penetralan basa lemah oleh asam kuat,

misalnya 50 mL larutan NH3 0,1 M yang ditetesi dengan larutan HCI

0,1 M sedikit demi sedikit hingga mencapai 60 mL, ditunjukkan oleh

gambar 2.2.
47

Gambar 2.2. Garis hitam tebal memperlihatkan titrasi asam lemah dengan basa
kuat, dalam hal ini asam asetat dengan NaOH. Garis putus-putus
memperlihatkan kurva titrasi asam kuat dengan basa kuat

Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan:

a. Titik ekivalen pada penetralan basa lemah oleh asam kuat

berada di bawah 7.

b. Lonjakan pH sekitar titik ekivalen juga lebih sempit, hanya

sekitar 3 satuan, yaitu dari pH ±7 hingga pH ±4.

c. Untuk menunjukkan titik ekivalen dapat digunakan indikator

metil merah (trayek: 4,2–6,3).

2. Larutan pencuci dalam laboratorium atau dalam industri digunakan

larutan natrium karbonat, Na2CO3 atau NaHCO3 dan bukan larutan

NaOH. Misalnya: kulit terkena asam kuat, segera dicuci dengan

larutan Na2CO3 atau NaHCO3 dan bukan larutan NaOH. Sebaliknya

jika kulit terkena basa kuat, dicuci dengan larutan amonium klorida

dan bukan larutan HCI (Harnanto, 2009).

F. Kerangka Berpikir

Metode inkuiri adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar dalam

menyampaikan materi dengan mengajak siswa untuk mencari, menyelidiki

jawaban relevan mengenai materi yang telah diajarkan. Dengan cara tersebut

menjadikan siswa berpikir kritis analisis-argumentatif, ddan mandiri. Karena

siswa tidak selalu ddijejali materi dari guru, melainkan siswa mencari kekurangan

dari sumber lain maupun dari pengalaman-pengalaman yang didapatinya.


48

Pelaksanakan metode belajar inkuiri, siswa disamping memperoleh

pengalaman fisik terhadap objek dalam pembelajaran, siswa juga memperoleh

pengalaman atau terlibat secara mental. Pengalaman fisik dalam artian

mempertemukan siswa dengan objek pembelajaran dan pengalaman mental dalam

artian siswa diberikan kebebasan untuk menyusun dan merekonstruksi sendiri

informasi-informasi yang telah diperoleh. Selain itu alam pelaksanaanya metode

inkuiri juga akan menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan proses belajar

mengajar, karena siswa akan mengalami banyak tahapan dalam pembelajaran

inkuiri mulai tahap persiapan, melakukan percobaan, dan membuat kesimpulan

dalam bentuk laporan atau penyajian. Dengan banyaknya aktivitas dan kegiatan

siswa disekolah maupun diluar sekolah, demikian akan didapatkan hasil belajar

yang lebih baik karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Proses Belajar Mengajar (PBM) adalah proses yang dijalani siswa maupun

pihak lain yang secara sadar dan disengaja memberikan kemungkinan tercapainya

perubahan diri, baik perubahan intelektual maupun perubahan mental dalam

proses belajar mengajar kimia, harus mengacu pada hakekat kimia, yakni bersifat

eksperimentasi.

Penerapan suatu strategi, model atau metode dalam pembelajaran kimia,

merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkn kemampuan siswa secara

konstruktif dan mengarah kepada penguasaan materi, karena itu dalam proses

belajar mengajar, guru harus memiliki strategi dan metode pembelajaran yang

tepat, efisien, efektif, dan mengenai pada tujuan yang diharapkan. Salah satunya

dapat melibatkan siswa mengembangkan motivasi siswa secara aktif, menarik


49

minat dan perhatian siswa, mengembangkan motivasi siswa, sehingga tentunya

dapat meningkatkan prestasi siswa. Salah satunya adalah dengan menggunakan

metode pembelajaran inkuiri.

Metode inkuiri bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis dan penemuan

akademik. Penggunaan metode pembelajaran inkuiri berpusat pada siswa,

sehingga diharapkan membuat para siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam

mengikuti segala kegiatan belajar, sehingga diharapkan siswa mendapatkan

prestasi yang optimal.

G. Hipotesis

Berdasarkan rumusan dan teori yang sudah dikemukakan di atas, maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah :

“Terdapat perbedaan efektifitas peningkatan kecakapan berpikir kreatif siswa

yang signifikan antara Model Pembelajaran Pembelajaran Inquiry dengan model

pembelajaran langsung pada materi pokok bahasan Hidrolisis Garam di SMA

Negeri 1 Maligano”.

Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan statistik.

1. Hipotesis Verbal

a. Ho: Tidak ada perbedaan profil penguasaan konsep siswa sebelum dan

sesudah diajar dengan Model Pembelajaran Pembelajaran Inquiry


50

pada materi pokok bahasan Hidrolisis Garam di SMA Negeri 1

Maligano.

Ha : Ada perbedaan profil penguasaan konsep siswa sebelum dan

sesudah diajar dengan Model Pembelajaran Pembelajaran Inquiry

pada materi pokok bahasan Hidrolisis Garam di SMA Negeri 1

Maligano.

b. Ho : Tidak ada perbedaan peningkatan kecakapan berpikir kreatif

siswa sebelum dan sesudah diajar dengan Model Pembelajaran

Pembelajaran Inquiry pada materi pokok bahasan Hidrolisis Garam

di SMA Negeri 1 Maligano.

Ha : Ada perbedaan peningkatan kecakapan berpikir kreatif siswa

sebelum dan sesudah diajar dengan Model Pembelajaran

Pembelajaran Inquiry pada materi pokok bahasan Hidrolisis Garam

di SMA Negeri 1 Maligano.

c. Ho : Tidak Terdapat perbedan efektifitas peningkatan antara kecakapan

berpikir kreatif siswa yang signifikan setelah diajar dengan model

Pembelajaran Pembelajaran Inquiry pada materi pokok bahasan

Hidrolisis Garam di SMA Negeri 1 Maligano.

Ha : Terdapat perbedaan efektifitas peningkatan antara kecakapan

berpikir kreatif siswa yang signifikan setelah diajar dengan model

Pembelajaran Pembelajaran Inquiry pada materi pokok bahasan

Hidrolisis Garam di SMA Negeri 1 Maligano.

2. Hipotesis Statistik
51

a. Ho: μ1 = μ2

b. Ha: μ1 ≠ μ2

Anda mungkin juga menyukai