Anda di halaman 1dari 115

HAK WARIS ANAK MURTAD

(Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor:


84/Pdt.P/2012/PA.JU)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun oleh :

RIAN WAHYU UTOMO


1110044200004

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK

Rian Wahyu Utomo : 1110044200004 Hak Waris Anakn Murtad (Analisis


Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara No. 84/P/2012). Konsentrasi
Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah
dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, ix + 80 + lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetapan ahli waris


anak murtad (beda agama) ini sesuai dengan Undang-undang, Kompilasi Hukum
Islam (KHI) dan ajaran agama Islam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan


data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi dan
metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik sebuah
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anak murtad mendapatkan bagian
warisan dan disahkan oleh hakim pengadilan agama Jakarta Utara. Dengan alasan,
bahwa ahli waris anak murtad masih mendapatkan waris dikarenakan sampai saat ini
masih belum ada peraturan pelaksanaanya sehingga terdapat kekosongan, maka
hakim melandaskan putusan berdasarkan nilai-nilai lain yang berkaitan pada putusan
tersebut .

Kata Kunci : Waris, Anak Murtad

Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.

DaftarPustaka :Tahun 1971 s.d.Tahun 2013 .

iv
KATA PENGANTAR

   

Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut penulis

ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang maha pengasih

lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah diberikan kemampuan

dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah

kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menjadi pemimpin dan

penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.

Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud

sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh

karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa

terimakasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :

1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Kamarusdiana, S.Ag, MH. dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag Ketua dan

Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.

3. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H Pembimbing yang telah banyak membantu

memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan.

v
5. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang

berguna.

6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Arifin Matraji Utomo dan Ibunda

Nurhaeni, Bapak Kun Hadi Wibowo dan Ibu Sri Mursiyah sujud abdiku

kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian

selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani

soghiro, saudaraku tercinta Adi Wibowo, Aripianti, Nina widiastuti, Aristoni,

Billy Mardika, Irene Saudita Olivia, dan Rahinosuryo Hadi Pamungkas

Wibowo yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta do’a

restu untuk keberhasilan selama kuliah.

7. Sahabat-sahabat Jurusan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2010 yang

selalu ada disaat suka dan duka penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Saudara-saudara Kosan Molek dan Semanggi Batak, Sopri, Pak haji, Kiki

Arief, Sukron, Abim, Ibeng, Natasha Nicola Anjani de Kock, Dinny Aulia,

dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Sesosok hawa yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam hidup

selama ini yaitu Meliratih Bimawastri, theres only one thing two say three

word four you “I Love You”

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

vi
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang

membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang membangun

dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah tambahan keilmuan dan

wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat mengevaluasi diri.

Jakarta, 14 November 2014

Rian Wahyu Utomo

vii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
D. Metode Penelitian............................................................................................... 10
E. Kerangka Teori................................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 13

BAB II: HAK WARIS ANAK MURTAD.................................................................. 15


A. Pengertian Waris ................................................................................................ 15
B. Rukun dan Syarat ............................................................................................... 22
C. Pengertian Anak Murtad .................................................................................... 37
D. Sanksi Hukum ................................................................................................... 41

BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA ........................ 46


A. Gambaran Umum .............................................................................................. 46
B. Struktur Organisasi ........................................................................................... 51
C. Letak Geografis ................................................................................................. 53
D. Wilayah Yuridiksi ............................................................................................. 53

BAB IV: ANALISIS PUTUSAN ................................................................................. 56


A. Duduknya Perkara ............................................................................................. 56
B. Pertimbangan Majelis Hakim ............................................................................ 60

viii
C. Faktor Yang Mempengaruhi Putusan Hakim..................................................... 67
D. Hak Waris Anak Murtad Pasca Putusan ............................................................ 68
E. Analisis Penulis ................................................................................................. 70

BAB V: PENUTUP ...................................................................................................... 77


A. Kesimpulan ........................................................................................................ 77
B. Saran ................................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN: ......................................................................................... 83
1. Surat Bimbingan Skripsi ................................................................................. 83
2. Surat Permohonan Data Ke Pengadilan Agama Jakarta Utara ................. 84
3. Surat Keterangan Permohonan Data ............................................................. 85
4. Salinan Putusan Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.JU ............................................ 86
5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Utara Tahun 2014 ......... 101
6. Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara ........ 102

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk

menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus. Norma-norma abadi yang

dimiliki Islam tersembul keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut hukum.

Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh “undang-undang Tuhan” [qanun ilahi] :

permanen dan tidak dapat diubah. Qanun ilahi ini, diundangkan oleh negara atau

tidak, ia harus ditegakkan sebagai suatu yang berwatak “buatan tuhan”. Namun, ada

kalanya peraturan-peraturan itu diinterpretasi dan diformulasikan oleh manusia

menjadi hukum manusia melalui proses legalisasi. 1

Produk-produk hukum yang mengatur tentang Islam sudah banyak, tak lepas

dari Al-Qur’an dan Haditsnya sedangkan di Indonesia produk hukum itu sendiri

adalah kompilasi hukum Islam (KHI) yang dasar pemikirannya adalah kumpulan-

kumpulan pendapat ulama fiqh yang mengatur tentang perkawinan, waris, wakaf,

zakat, dll. Salah satu masalah dalam keluarga yang menyangkut hak dan kewajiban

seseorang yang meninggal adalah hal masalah peninggalan harta atau waris yang

bagaimana pembagian dan takaran seseorang mendapatkan harta peninggalan

leluhurnya masih terjadi konflik di masyarakat khususnya di negara Indonesia.

1
Yayan sopyan, Islam-Negara, (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah, 2011), h. 1
1
2

Dalam definisinya waris adalah salah satu bagian dari hukum perdata secara

keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris

sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia

pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum

yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang, di

antaranya ialah masalah bagamana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak-

hak dan kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris. 2

Waris dalam KHI sudah di atur dalam pasal 171 Buku II tentang hukum

kewarisan, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak

pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak

menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 3

Dalam pembagiannya siapa saja yang mendapatkan pewaris juga diatur dalam

hukum kewarisan dan Al-qur’an, contoh pada surat An-Nissa ayat 7 :

         

         

7. bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-

2
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 1
3
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56
3

bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan. 4
Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam juga di jabarkan pada pasal 174

tentang kewarisan menurut kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari :

a. Menurut hubungan darah :

- Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman dan kakek.

- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dari nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda 5

Maka seseorang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan

dengan pewaris terhadap orang yang pada saat meninggal dunia, beragama Islam dan

tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. 6 Itu adalah syarat seseorang

mendapatkan hak waris dari harta peninggalan si pewaris. Tetapi di Indonesia banyak

sekali gejala-gejala sosial dalam kewarisan. Karena segala apa yang kita kira, kita

ketahui segalanya ini, adalah banyak sedikitnya bersifat hipotesis (berdasarkan

dugaan) dan perbedaan paham antara ahli dalam bidang ini jauh lebih besar daripada

yang biasa ditemui oleh para ahli hukum dalam lingkungannya. Penyelidikan tentang

4
Kementrian Agama, Al-qur’an, (Jakarta: Adhi Aksara Abadi Indonesia,2011)
5
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.57
6
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56
4

periode tertua dari umat manusia ini, dikeruhkan pula oleh ideology subyektif dan

keyakinan keagamaan. 7 contoh dalam hal hak waris anak yang murtad, dapat kita

ketahui bahwa sesorang yang telah murtad akan menjadi penghalang dalam hak

kewarisannya.

Berdasarkan Hadist Rasul Rawahu Abu Badrah, menceritakan bahwa saya

telah diutus oleh Rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan isteri

bapaknya, Rasulullah SAW menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut dan

membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia murtad. 8

Seperti dalam pengertian ahli waris itu sendiri orang yang berhak

mendapatkan hak waris adalah seorang muslim. Karena berlainan agama adalah

perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan

orang yang mewariskan. Para ahli hukum Islam (Jumhur Ulama) sepakat bahwa

orang nonislam (kafir) tidak dapat mewarisi harta orang Islam lantaran status orang

nonislam (kafir) lebih rendah. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam surah An-

Nisaa’ ayat 141:

      

141. Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.

7
A.Pitlo dan J .E. Kasdrop, Hukum Waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Belanda, (Jakarta: Intermasa, 1994), cet. Ke-4, h. 9
8
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992), h. 115
5

Apabila seorang ahli waris yang berbeda agama beberapa saat sesudah

meninggalnya pewaris lalu masuk Islam, sedangkan peninggalan belum dibagi-

bagikan maka seorang ahli waris yang baru masuk Islam itu tetap terhalang untuk

mewarisi, sebab timbulnya hak mewarisi tersebut adalah sejak adanya kematian

orang yang mewariskan, bukan saat kapan dimulainya pembagian harta peninggalan.

Padahal pada saat kematian si pewaris, ia masih dalam keadaan nonislam (kafir).

Jadi, mereka dalam keadaan berlainan agama. 9

Imamiyah telah menetapkan bahwa perbedaan agama menghalangi non-

Muslim dan orang murtad untuk mewarisi dari Muslim, namun tidak menghalangi

Muslim untuk mewarisi dari non-Muslim dan murtad. Maka, bila seorang non-

Muslim mempunyai seorang anak Muslim, maka anaknya mewarisinya bahkan

anaknya itu menghalangi ahli waris lainnya yang non-Muslim untuk mendapatkan

warisan. 10

Dalam pasal 172 KHI dijelaskan ahli waris dipandang beragama Islam apabila

diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan

9
Moh. Muhubbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
cet ke-2, h. 78
10
Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris Menurut Imam Ja’far Shadiq, (Jakarta: Lentera,
2001 ), cet ke-1, h. 83
6

bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya

atau lingkungannya. 11

Dalam kenyataan ahli waris yang murtad dapat bagian waris, melalui wasiat

wajibah anak murtad dapat bagi waris dan pengertian wasiat wajibah itu sendiri

adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak pengaruhi atau tidak bergantung pada

kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia, melainkan didasarkan kepada

Putusan Pengadilan Agama. Hal ini sejalan dengan kepada Putusan Pengadilan

Agama. Hal ini sejalan dengan Yurispudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :

368. K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998, tanggal 29 September 1999. Disini terlihat

bahwa adanya kejanggalan dalam penyelesaian penetapan waris terhadap anak

murtad, karena pada KHI, hadits, dan ulama fiqih sangat menutup kesempatan anak

murtad untuk mendapatkan hak waris karena seseorang muslim yang hanya

menerima hak waris dari orang muslim. Selain itu jika dilihat dari kacamata HAM

seseorang hanya keluar dari agama yang dianut bukan suatu kejahatn yang disamakan

dengan orang yang membunuh atau memfitnah. Karena manusia mempunyai hak

untuk hidup, hak beragama dan hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan

dihadapan hukum. 12

Di lihat dari latar belakang yang ada, ditakutkan akan ada kasus-kasus

semacam ini di ranah masyarakat dikarenakan kelalaian hakim dalam mengutus suatu
11
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.57
12
http://www.hukor.depkes.go.id “Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang HAM”,
(diakses pada 27 Desember 2013)
7

perkara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan

mencoba menganalisis putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara dalam karya

ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul

“PENETAPAN HAK WARIS TERHADAP ANAK MURTAD” (Analisis

putusan hakim Pengadilan Jakarta Utara No. 84/Pdt.P/2012).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan terarah dan lebih spesifik, maka perlu ditentukan

batasan masalah yang akan dibahas. Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas

sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas sesuai dengan permasalahan yang

timbul dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut :

a. Pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan majelis hakim dalam

menjatuhkan putusan tersebut.

b. Apa akibat hukum dari putusan tersebut.

2. Perumusan Masalah

Menurut dalil fikih dalam kitab Al-Tirkah wal Mirats fil Islam dimana

dikatakan tidak ada saling mewarisi antara orang muslim dengan non muslim.

Tetapi dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara anak murtad justru
8

mendapatkan warisan dan diganti wasiat wajibah, rumusan masalah pada

proposal ini penulis sajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa pertimbangan yang digunakan oleh majelis Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Utara pada perkara Nomor 84/Pdt.P/2012/PA JU?

2. Bagaimana keputusan majelis Hakim ber serta akibat hukum dari

putusan tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan melihat pokok permasalahan sebagaimana diuraikan diatas,

maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Untuk memahami keputusan Hakim Pengadilan Agama dalam

menetapkan hak waris terhadap anak murtad setelah murtad.

2. Untuk mengetahui apa yang dijadikan dasar atau pertimbangan

hakim pengadilan agama dalam menentukan putusan tersebut serta

akibat putusan tersebut.

Adapun manfaat yang akan didapatkaan dalam penelitian diantaranya adalah:

1. Bagi Penulis

a. Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dan dapat

memperluas pengetahuan khususnya dalam bidang waris.


9

b. Mengetahui kondisi yang terjadi dilapangan khusunya di dalam

lingkup pengadilan agama.

c. Membandingkan teori yang telah ada dengan permasalahan

yang sebenarnya terjadi di masyarakat.

2. Bagi Masyarakat

a. Memberikan informasi bagi semua kalangan masyarakat

tentang hak waris atas anak murtad dan akibat hukumnya.

b. Memberikan informasi tentang keputusan Hakim Pengadilan

Agama mengenai penetapan hak waris anak murtad.

3. Bagi Institusi

a. Memberikan informasi bagi institusi mengenai apa saja dasar

Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan penetapan hak

waris anak murtad.

4. Bagi Universitas

a. Menambah referensi bagi temen-temen dalam mempelajari

hukum waris serta akibat hukumnya.

b. Mengatahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmu

pengetahuannya.
10

c. Memberikan gambaran tentang kesiapan dan kelayakan

mahasiswa dalam menangani masalah dilapangan.

D. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini kualitatif bersifat pendekatan survey. Yaitu data

yang diperoleh meliputi transkip interview, catatan lapangan, dokumen pribadi dan

lain-lain, kemudian menganalisa isi putusan, untuk melihat sejauh mana proses

penyelesaian para hakim dalam menyelasaikan perkara hak waris anak murtad.

2. Pendekatan

Dalam penulisannya memakai metode pendekatan, bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu atau menentukan frekuensi penyebaran dan suatu gejala

lain dimasyarakat

3. Sumber data dan proses pengumpulan data

a. Data primer

Data primer berbentuk putusan dan berita acara yang

didapatkan dari pengadilan agama.


11

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku,

internet dan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan

perkara hak waris anak luar perkawinan.

Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan

teoritis yang ada kaitannya dengan judul penulis bahas, dimana

penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah,

artikel maupun website.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menggunakan konten analisis yaitu menganalisa dengan cara menguraikan

denagan mendeksripsikan putusan dan menghubungkannya dengan hasil

wawancara, serta analisa yurispudensi hakim pengadilan agama.

5. Teknik penulisan

Teknik penulisan dalam penyusunan proposal ini secara teknik

penulisan berpedoman pada buku penulisan skripsi.

E. Kerangka Teori

Dalam definisinya waris adalah salah satu bagian dari hukum perdata secara

keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris

sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia
12

pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum

yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang, di

antaranya ialah masalah bagamana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak-

hak dan kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum

waris. 13

Tujuan waris dalam Islam untuk membantu keluarga yang akan ditinggal oleh

si pewaris dan digunakan dengan baik, selain itu untuk sebagai titipan atau amalan

dari si pewaris tersebut.

Pada Waris dalam KHI sudah di atur dalam pasal 171 Buku II tentang hukum

kewarisan, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak

pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak

menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 14

Definisi dari ahli waris adalah di pandang beragama Islam apabila diketahui

dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi

13
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 1
14
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56
13

yang baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau
15
lingkungannya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal

apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat

melalui sistematika skripsi berikut ini:

Bab Kesatu berisi pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metode Penelitian, Kerangka Teori, Review Studi Terdahulu dan Sistematika

Penulisan.

Bab Kedua menjelaskan tentang tinjauan umum tentang hak waris anak

murtad yang terdiri dari, pengertian waris, pengertian anak murtad, dasar hukum,

serta warisan yang diperolehnya.

Bab Ketiga akan Menjelaskan uraian diskripsi data berkenaan dengan

gambaran umum Pengadilan Agama Jakarta Utara yang berkaitan dengan sejarah dan

struktur organisasinya.

Bab Keempat merupakan analisis yuridis terhadap Putusan Pengadilan

Agama Jakarta Utara perkara No. 84/Pdt.P/2012/PA. JU

15
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56
14

Bab Kelima adalah bagian akhir dari penulisan skripsi ini, yang didalamnya

akan berisikan kesimpulan dan saran yang bersifat kontribusi membangun dunia

akademis.

`
BAB II

WARIS DAN ANAK MURTAD

A. Hukum Waris

1. Pengertian Waris

Secara umum pengertiann waris adalah a person who has the legal to receive

the property of someone who dies. 1 Menurut pelaksanaan hukum waris dikalangan

umat Islam Indonesia, Hukum Waris adalah hukum yang mengatur peralihan

pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menetapkan siapa-siapa yang berhak

menjadi ahli waris, menentukan berapa bagiannya, masing-masing ahli waris, dan

mengatur kapan waktu pembagian harta kekayaan pewaris itu dilaksanakan. 2

Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa Hukum

kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta

peningggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli

waris dan beberapa bagian. 3

Dalam hukum kewarisan tidak lepas dari harta peninggalan dan ahli waris,

karena dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171b menyatakan bahwa pewaris adalah

1
http://www.merriam-webster.com/dictionary/heir, (di akses 14 November 2014)
2
Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan Umat Islam Indonesia, (Jakarta:
Malaho Jaya Abadi Press, 2010), hlm 11.
3
Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan Umat Islam Indonesia, (Jakarta:
Malaho Jaya Abadi Press, 2010), hlm 11.

15
16

orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan

putusan peradilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. 4

Harta peninggalan dalam bahasa hukum islam disebut tirkah. Dan dalam

pembahasan tesis ini akan dipergunakan istilah harta peniggalan, sebab istilah harta

peninggalan sebagai obyek dari keseluruhan system kewarisan dalam hukum Islam

lebih mudah dikenal dalam bahasa hukum Indonesia. 5

Yang antara lain harta peninggalan itu sebagai obyek wasiat, karena itu

sejauhmana cakupan dan ruang lingkup dari harta peninggalan tersebut dalam kontek

system kewarisan Islam. 6 Hukum Waris dalam ajaran Islam disebut istilah “Faraid”.

Kata faraid adalah bentuk jamak dari faridah yang berasal dari kata fardu yang

berarti ketetapan, pemberian (sedekah). 7

Harta peninggalan adalah segala sesuatu benda atau yang bernilai kebendaan yang

dapat dimiliki, yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan

oleh syara’ dan dapat diwarisi oleh para ahli waris. Segala sesuatu benda atau yang

bernilai kebendaan harus diartikan dalam cakupan yang lebih luas yaitu:

4
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56
5
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia), hlm 27.
6
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia), hlm 27.
7
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm
49.
17

1. Kebedaan atau sifat yang bernilai kebendaan, seperti benda tetap, benda

bergerak, piutang orang yang mati yang menjadi tanggunan orang lain, dan

lain sebagainya.

2. Hak-hak kebendaan, seperti hak paten terhadap karya seni, buku, merek, dan

lain sebagainya.

3. Hak-hak diluar kebendaan, seperti hak khiyar, hak syufa’ah, hak

memanfaatkan barang, dan lain sebagainya.

4. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti benda yang

sedang digadaikan, benda maskawin yang terhutang, barang yang dibeli dan

telah dibayar tetapi barangnya belum diterima ketika mati, dan lain

sebagainya. 8

Untuk mengetahui, siapa-siapa yang memperoleh bagian tertentu itu, maka perlu

diteliti terlebih dahulu ahli-ahli waris yang ditinggalkan. Kemudian baru ditetapkan,

siapa di antara mereka yang mendapat bagian dan yang tidak mendapat bagian. Di

dalam faraid dibahas hal-hal yang berkenan dengan warisan (harta peninggalan), ahli
9
waris , ketentuan bagian ahli waris dan pelaksanaan pembagiannya.

Sumber Hukum Waris Islam

8
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012), hlm 27.
9
M. Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: Pt Bulan Bintang, 1996), hlm 10.
18

1. Al-qur’an

Al-qur’an adalah wahyu Allah SWT, yang merupakan mu’jizat yang

diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai sumber hukum dan

pedoman hidup bagi pemeluk agama Islam.

Pokok-pokok isi Alquran

- Tauhid ialah kepercayaan/rukun iman.

- Tuntutan ibadah

- Janji dan saksi

- Hukum untuk bermasyarakat atau berhubungan denga manusia dan

hubungan dengan Allah SWT.

- Sejarah

2. Hadist

Hadist adalah perkataan nabi Muhammad SAW, perbuatannya dan

keterangannya.

Kedudukannya dan keterangannya.

- Menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur’an

- Menentukan sebagai hukum yang tidak ada dalam Alquran.

3. Ijtihad
19

Ijtihad artinya sepakat, setuju atau sependapat. Ijtihad adalah menggunakan

seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum Syara’ dengan jalan

menyimpulkan dari Alqur’an dan hadits. 10

2. Dasar Hukum Kewarisan

Hukum kewarisan islam pada dasarnya bersumber kepada beberapa ayat Al-

Qur’an sebagai Firman Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad

SAW dan Hadis Rasul yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan hal-hal yang

didiamkan Rasul. Yang paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum

kewarisan itu dalam surat an-Nisaa’ di samping surah-surah lainnya sebagai

pembantu. 11

An-Nisaa ayat 7 :

          

        


7. Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.

An-Nisaa ayat 8 :

           



10
Saifuddin Arief, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Darunnajah Production House, 2007), hlm
6-7
11
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992), hlm 46
20

8. dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka Perkataan yang baik.

An-Nisaa ayat 10 :

            



10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka). 12
Kitab udang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), terutama pasal

528, tentang hak mewaris di-indentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan

ketentuan dari pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara

untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya ditempatkan dalam Buku Ke-II

KUH Perdata ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena

mereka berpendapat bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tampak sebagai

hukum benda saja, tetapi tersangkut beberapa aspek hukum lainnya, misalnya hukum

Perorangan dan Kekeluargaan. 13

Menurut staatsblad 1925 nomor 415 jo 447 yang telah diubah ditambah dan

sebagainya terakhir dengan S. 1929 No. 221 pasal 131 jo pasal 163, hukum kewarisan

12
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992), hlm 74-75
13
Ibid., hlm 74
21

yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan

mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut. 14

Dengan staatsblad 1917 nomor 129 jo staatsblad 1924 nomor 557 hukum

kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing

Tionghoa. Dan berdasarkan staatsblad 1917 nomor 12, tentang penundukan diri

terhadap Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula

menggunakan hukum kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata. Dengan

demikian maka KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) diberlakukan kepada :

1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa

misalnya Inggris, Jerman, Francis, Amerika dan termasuk orang-orang

Jepang;

2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan

3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi menundukkan diri.

Menurut KUH Perdata, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :

1. Ahli waris menurut ketentuan undang-undang

2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau “ab

intestate”, sedangkan cara yang kedua dianamakan mewarisi secara

“testamentair” 15

14
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992), hlm 74-75
22

Terhitung semenjak tahun 1991, berdasarkan intruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, bangsa Indonesia telah memiliki Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang secara de facto maupun de jure menjadi pegangan

utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan agama dalam

menyelesaikan sengketa hukum kewarisan yang diajukan oleh para pencari

keadilan. Hukum kewarisan diatur dalam Buku III Kompilasi Hukum Islam yang

lazim disingkat dengan sebutan KHI. 16

Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat hukum kewarisan, ini terdiri

atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171 sampai 214. Buku II KHI pada

dasarnya mengatur ihwal ketentuan umum (Bab I Pasal 171), ahli waris (Bab II

Pasal 172-175), besarnya bagian [masing-masing ahli waris] (Bab III Pasal 176-

191), auld dan rad (Bab IV Pasal 192-193), wasiat (Bab V Pasal 194-209), dan

hibah (Bab VI Pasal 210-214). 17

B. Rukun dan Syarat Waris

1. Rukun dan Syarat Waris

a. Hak-hak yang dapat dikeluarkan sebelum harta waris dibagikan kepada ahli

waris

15
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992), hlm 74-75
16
Muhamad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), hlm 99
17
Ibid., hlm 100
23

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembagian waris yang harus

dipenuhi secara tertib, sehingga apabila hak yang pertama atau yang kedua

meghabiskan semua harta waris maka tidak ada lagi pindah kepada hak-hak yang

lain. 18

Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan, terlebih dahulu sebagai yang

utama dari harta peninggalan itu harus diambil hak-hak yang segera dikeluarkan

untuk kepentingan-kepentingan berikut. 19

1) Tahjiz, atau biaya penyelenggaraan Jenazah

Tahjiz adalah sesuatu yang diperlukan oleh seseorang yang meninggal dunia

mulai dari wafat sampai kepada penguburannya. 20

Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk hal

tersebut di atas dikeluarkan dari harta peninggalan menurut ukuran yang

wajar. 21

2) Melunasi Utang

Utang merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh orang yang meninggal,

apabila si mayit mempunyai hutang atau tanggungan belum di bayar ketika

18
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011).h. 51
19
Ibid.,hlm. 51
20
Ibid.,hlm. 51
21
Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis),
(Jakarta, Sinar Grafika, 1995). h.40.
24

masih hidup di dunianya, baik yang berkaitan dengan sesame manusia

maupun kepada Allah yang wajib diambilkan dari harta peninggalannya

setelah diambil keperluan tahjiz.

Para ulama megklarifikasikan utang kepada dua macam yaitu :

a) Utang kepada sesama manusia, disebut dain al-‘ibad

b) Utang Kepada Allah, disebut dain Allah. 22

Pada prinsipnya bahwa pelunasan utang pewaris harus bersumber dari

kekayaan pewaris. Akan tetapi apabila utangnya melampaui jumlah harta

pusakanya, maka pelunasannya menurut alquran harus melalui zakat. 23 Dalam

Kompilasi Hukum Islam pasal 175 ayat 1, kewajiban ahli waris terhadap

pewaris adalah:

a) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemkaman jenazah selesai

b) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan,

termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang.

c) Menyelesaikan wasiat pewaris.

d) Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

22
Ahmad Rofiq, Hukum Mawaris, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.38
23
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo, 1995), h.98
25

Sedangkan dalam pasal 175 ayat 2, tanggung jawab ahli waris terhadap

hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta

peninggalannya.

3) Melaksanakan atau Membayar Wasiat

Wasiat ialah pesan seseorang utuk memberikan sesuatu kepada orang lain

setelah ia meninggal dunia. 24

The Islamic will is called al-wasiyya. a will is a transaction which comes into

operation after the testator’s death. The will is executed after payment of funeral

expenses and any outstanding debts. The one who makes a will (wasiyya) is called a

testator (al-musi). the one on whose behalf a will is made is generally referred to as a

legatee (al-musa lahu). Technically speaking the term "testatee" is perhaps a more

accurate translation of al-musa lahu. 25

b. Rukun Mewarisi

Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian

harta waris di mana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-

rukunnya. 26

24
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011).h. 55
25
http://www.islam101.com/sociology/wills.htm, di akses pada tanggal 14 November 2014
26
Komite Fakultas syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, (Jakarta Selatan,
Senayan Abadi Publishing 2004), h.27.
26

Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris-mewarisi, tiap-tiap

unsur tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan. Unsur-unsur ini dalam kitab

fiqh dinamakan rukun, dan persyaratan itu dinamakan syarat untuk tiap-tiap

rukun. 27

Sehubungan dengan pembahasan hukum waris, yang menjadi rukun

waris-mewarisi ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.

1. Harta Peninggalan (mauruts) ialah harta benda yang ditinggalkan oleh si

mayit yang akan dipusakai atau dibagi oleh para ahli waris setelah diambil

untuk biaya-biaya perawatan, melunasi utang dan melaksanakan wasiat. Harta

peninggalan dalam kitab fiqh biasa disebut tirkah yaitu apa-apa yang

ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

2. Pewaris atau orang yang meninggalkan harta waris (muawarrits) adalah orang

yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris. Di dalam kamus

Indonesia disebut dengan istilah “pewaris”, sedangkan dalam kitab fiqh

disebut muwarist.28

Bagi muwarist berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan miliknya

dengan sempurna, dan ia benar-benar telah meninggal dunia, baik menurut

fiqh kenyataan maupun menurut hukum. Kematian muwarist menurut para

ulama fiqh dibedakan menjadi 3 macam, yakni

27
M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.15
28
Ibid.,hlm.15
27

a. Mati haqiqy (sejati) ialah hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa

itu sudah berwujud padanya. Kematian ini dapat disaksikan oleh panca

indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.

b. Mati hukmy, ialah suatu kematian yang disebabkan oleh adanya vonis

hakim, baik pada hakikatnya, seseorang benar-benar masih hidup, maupun

dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati. Sebagai contoh orang

yang telah divonis mati, padahal ia benar-benar masih hidup. Vonis ini

dijatuhkan terhadap orang murtad yang melarikan diri dan bergabung

dengan musuh, vonis mengharuskan demikian karena menurut syariat

selama tiga hari dia tiada bertaubat, harus dibunuh. Demikian juga vonis

kematian terhadap maqdud, yaitu orang yang tidak diketahui kabar

beritanya, tidak dikenal domisilinya dan tidak diketahui hidup dan

matinya. Jika hakim telah menjatuhkan vonis mati terhadap dua jenis

orang tersebut maka berlakunya kematian sejak tanggal yangtermuat

dalam vonis hakim, walaupun larinya si murtad atau kepergiannya si

mafqud sudah 15 tahun sebelum vonis, dan harta peninggalannya baru

dapat diwarisi oleh ahli warisnya sejak tanggal yang termuat dalam vonis

itu. 29

c. Mati taqdiry ialah kematian yang bukan haqiqy dan bukan hukmy, tetapi

semata-mata hanya berdasarkan dugaan keras. Misalnya kematian

29
M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.15
28

seseorang bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan terhadap

perut ibunya atau pemaksaan agar ibunya minum racun. Kematian tersebut

hanya semata-mata berdasarkan dugaan keras, dapat juga disebabkan oleh

yang lain, namun kuatnya perkiraan atas akibat perbuatan semacam itu.

3. Ahli waris (waarist) adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si

muwarrits lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi.

Pengertian ahli waris di sini adalah orang yang mendapat harta waris, karena

memang haknya dari lingkungan keluarga pewaris. Namun, tidak semua

keluarga dari pewaris dinamakan (termasuk) ahli waris. Demikian pula orang

yang berhak menerima (mendapat) harta waris mungkin saja di luar ahli

waris. 30

Dalam Alquran Surah An-Nisaa’ ayat 8, Allah berfirman :

         

  


Artinya: dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat anak yatim dan orang miskin,
Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan
yang baik.(An.Nisaa/4:8)

c. Syarat Mewarisi

Waris – mewarisi berfungsi sebagai pengganti kedudukan dalam memiliki

harta benda antara orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih

30
M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.15
29

hidup yang ditinggalkannya (ahli waris). Oleh karena itu, waris-mewarisi

memerlukan syarat-syarat tertentu, yakni

1. Orang yang mewariskan (muwarrits) sudah meninggal.

2. Orang yang menerima warisan (ahli waris) masih hidup.

3. Tidak ada penghalang. 31

Para ahli waris yang benar-benar masih hidup di saat kematian muwarrits,

baik matinya itu secara haqiqy, hukmy, ataupun taqdiryi berhak mewarisi harta

peninggalannya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 173 dijelaskan, seorang terhalang

menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap dihukum karena:

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat

para pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris

telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara

atau hukuman yang lebih berat.

31
M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.15
30

b. Sebab-sebab Mewariskan

Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab

seseorang itu mendapat warisan dari si mayit (ahli waris) dapat diklarifikasikan

sebagai berikut: 32

1. Perkawinan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris)

disebabkan adanya hubungan perkawinan antar si mayit dengan seseorang

tersebut, yang termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau istri dari si

mayit. 33

Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya hubungan kewarisan antara

suami dengan istri didasarkan pada dua syarat:

a. Perkawinan sah menurut Syariat Islam

Artinya, syariat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara

keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah

dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan serta terlepas

dari semua halangan pernikahan walaupun belum kumpul (hubungan

kelamin).

32
Suhawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis),
(Jakarta, Sinar Grafika, 1995), h.53
33
Ibid, h.53
31

Ketentuan ini berlandaskan pada keumuman ayat tentang mewarisi

dan tindakan Rasulullah SAW. Yang telah memberikan keputusan hukum

tentang kewarisan terhadap seorang suami yang sudah melakukan akad nikah,

tetapi belum melaksanakan persetubuhan dan belum menetapkan

maskawinnya. 34

b. Perkawinan Masih Utuh

Sesuatu perkawinan dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan itu

telah diputuskan dengan talak raj’i bagi seseorang istri belum selesai.

Perkawinan tersebut di anggap masih utuh, karena di saat iddah masih

berjalan, suami masih mempunyai hak penuh untuk menuju’ kembali bekas

istrinya yang masih menjalankan iddah baik dengan perkataan maupun

dengan perbuatan, tanpa memerlukan kerelaan istri, membayar maskawin

baru, meghadirkan 2 orang saksi serta seorang wali. 35

2. Kekerabatan

Salah satu sebab beralihnya harta, seseorang yang telah meninggal dunia

kepada yang masih hidup adalah adanya yang disebabkan oleh kelahiran. Heirs

referred to as primary heirs are always entitled to a share of the inheritance, they are

never totally excluded. These primary heirs consist of the spouse relict, both parents,

34
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT Alma’arif, 1971), h.17
35
Ibid, h.17
32

the son and the daughter. All remaining heirs can be totally excluded by the presence

of other heirs. But under certain circumstances, other heirs can also inherit as

residuaries, namely the father, paternal grandfather, daughter, agnatic granddaughter,

full sister, consanguine sister and mother. 36

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang

mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan

yaitu sebagai berikut.

a. Furu’, yaitu anak turun (cabang) dari si mayit.

b. Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asli) yang menyebabkan adanya si mayit.

c. Hawasyi’, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia

melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak

turunannya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan. 37

3. Hubungan sebab Wala’

Wala’ adalah wala’-nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu

ikatan antara dirinya dengan orang yang memerdekakannya dan ahli warisnya

yang mewarisi dengan bagian ‘ashobah dengan sebab dirinya (ashobah bin

nafsi) seperti ikatan antara orang tua dengan anaknya, baik dimerdekakan

36
http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_inheritance_jurisprudence, di akses pada tanggal 14
November 2014
37
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT Alma’arif, 1971), h.17
33

secara sukarela atau karena wajib seperti karena nadzar atau zakat atau

kafarah berdasarkan keumuman sabda nabi. 38

4. Hubungan sesama Islam

Hubungan Islam yang dimaksud di sini terjadi apabila seseorang yang

meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya itu

diserahkan kepada perbendaharaan umum atau yang disebut Baitul Maal yang

akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang Islam yang

tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi oleh umat Islam. 39

Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 174 yakni,

1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah

- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman, dan kakek.

- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda

38
Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, (tegal, Ash-Shaf, 2007),
h.27
39
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
34

2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan

hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. 40

5. Wasiat Wajibah

Tidak ada definisi secara formal mengenai wasiat wajibah dalam sistem

hukum Islam di Indonesia. Wasiat wajibah secara tersirat mengandung unsur-

unsur yang dinyatakan dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

1. Subjek hukumnya adalah anak angkat terhadap orang tua angkat atau

sebaliknya, orang tua angkat terhadap anak angkat.

2. Tidak diberikan atau dinyatakan oleh pewaris kepada penerima wasiat akan

tetapi dilakukan oleh negara.

3. Bagian penerima wasiat adalah sebanyak-banyaknya atau tidak boleh

melebihi 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalan pewaris.

Wasiat wajibah dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam timbul untuk

menyelesaikan permasalahan antara pewaris dengan anak angkatnya dan sebaliknya


41
anak angkat selaku pewaris dengan orang tua angkatnya.

Di negara Islam di daerah Afrika seperti Mesir, Tunisia, Maroko dan Suriah,

lembaga wasiat wajibah dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan kewarisan

antara pewaris dengan cucu/cucu-cucunya dari anak/anak-anak pewaris yang

40
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
41
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
35

meninggal terlebih dahulu dibanding pewaris. Lembaga wasiat wajibah di daerah

tersebut digunakan oleh negara untuk mengakomodir lembaga mawali atau

pergantian tempat. 42

Awalnya wasiat wajibah dilakukan karena terdapat cucu/cucu-cucu dari

anak/anak-anak pewaris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris. Dalam

sistem hukum di Indonesia, lembaga wasiat termasuk wasiat wajibah menjadi

kompetensi absolut dari pengadilan agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama berhubungan dengan Undang-undang Nomor

3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Pengadilan Agama. 43

Dalam menentukan wasiat wajibah, secara yuridis formil, para hakim

pengadilan agama menggunakan ketentuan Kompilasi Hukum Islam sebagaimana

dinyatakan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Hukum

Islam. Secara yuridis formil ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam khususnya

pasal 209 memahami bahwa wasiat wajibah hanya diperuntukan bagi anak angkat

dan orang tua angkat. Kompleksitas masyarakat Indonesia membuat hakim harus

42
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
43
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
36

keluar dari yuridis formil yang ada yaitu dengn menggunakan fungsi rechtsvinding
44
yang dibenarkan oleh hukum positif apabila tidak ada hukum yang mengatur.

Kewenangan tersebut diberikan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu Kompilasi Hukum Islam

dalam pasal 229 juga memberikan kewenangan hakim untuk menyelesaikan perkara

dengan memperhatikan dengan sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat sehingga memberikan putusan yang sesuai dengan rasa keadian. 45

Pada prinsipnya hakim memiliki kewenangan menggunakan fungsinya

sebagai rechtsvinding atau dalam hukum Islam disebut ijtihad sebagai alternatif.

Dalam hal wasiat wajibah yang sempit pada anak angkat dan orang tua angkat maka

hakim wajib menggunakan kewenangan fungsi rechtsvinding atau ijtihad-nya. Akan

menjadi sulit untuk menjalankan yuridis formil dalam Kompilasi Hukum Islam

terhadap orang-orang dekat pewaris di luar anak angkat dan orang tua angkat. Justru

apabila hakim tidak melakukan rehtvinding karena tidak ada hukum yang mengatur

(ius coria novit) maka hakim dapat diberikan sanksi (pasal 22 Algemen Bepallingen

van Wetgeving Voor ). 46

44
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014

http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 201445
46
http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.
diunduh pada tanggal 9 maret 2014
37

C. Pengertian Anak Murtad

1. Pengertian Anak Murtad

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan

antara seorang perempuan dan seorang laki-laki merupakan cikal bakal lahirnya suatu

generasi baru. 47

Murtad adalah keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain, atau ia

pindah ke sesuatu yang bukan agama. Murtad yang dapat kena had adalah murtad

yang dilakukan oleh orang yang balig, berakal, bisa membedakan, dan sukarela atau

tanpa paksaan. 48

Secara istilah anak murtad adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan

antara seorang perempuan dan seorang laki-laki yang merupakan cikal bakal lahirnya

suatu generasi baru yang pindah dari agama yang dianut dan yang diajarkan oleh

kedua orang tuanya.

In Islam, the rejection in part (of any of the pillars, or individual principles of

Islam), or discarding the faith as a whole, amounts to apostasy.[ The punishment for

apostasy in the Islamic faith is death. Though it may be argued that this is not clear

through the Qur'an alone, scholars have found justification for the penalty

from within its pages, and there are also

47
http://andibooks.wordpress.com/definisi-anak diunduh pada tanggal 30 Maret 2015
48
Asadulloh Al FAruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam,(Bogor: Ghalia Indonesia,
2009), hlm 39
38

numerous Sahih (authentic) hadiths confirming this punishment as attested by

Prophet Muhammad. In Sahih Bukhari, we see it as “Allah's Apostle said, 'Whoever

changed his Islamic religion, then kill him'”, and it was also one of only three reasons

given by him where killing a Muslim is permitted. 49

Dari pengertian tersebut anak-anak yang menyatakan memilih berbeda agama

dengan agama orangtuanya tidak termasuk murtad, begitu pula orang gila. Orang

yang karena terpaksa harus meninggalkan keyakinan lantaran yang diancam dan

membahayakan diri dan keluarganya dengan ancaman berat sehingga ia harus

menyelamatkan diri memeluk agama lain, juga tidak termasuk golongan riddah. 50

Dengan alasan, walaupun dia hidup dan berada pada sistem yang berlaku di

lingkungan pemeluk agama lain dan secara formal menjadi anggota yang sah dari

masyarakatnya namun besar kemungkinan keyakinannya itu tetap tidak tergoyahkan.

Jika pada suatu saat ada peluang untuk mewujudkan keyakinan yang diyakininya,

yaitu keyakinan yang sesuai dengan ketentuan dalam ajaran Islam ia akan berupaya

mewujudkannya. 51

49
http://wikiislam.net/wiki/Islam_and_Apostasy#Definitions, di unduh pada tanggal 14
November 2014
50
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet ke 2, hlm 73
51
Ibid., hlm 73
39

2. Dasar Hukum

Dasar hukum yang menjadi acuan sanksi hukum riddah dalam Alquran di

antaranya Surah Al-Baqarah ayat 217, An-Nahl ayat 106 dan Surah An-Taubah ayat

12 sebagai berikut.

                 

               

              

              



217. mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:

"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari

jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir

penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah 52

               

        

106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat

kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang

52
Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm
65
40

dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya

untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.

               

  

12. jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka

mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu,

karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang)

janjinya, agar supaya mereka berhenti. 53

3. Hal-hal yang menyebabkan Murtad

seorang muslim tidak dianggap keluar dari agama Islam (murtad) kecuali apabila

yang bersangkutan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan dia kufur

serta diyakininya dalam hati adapun pernyataan atau perbuatan yang menyebabkan

kufurnya seorang muslim antara lain:

1. Mengingkari keesaan Allah SWT., mengingkari adanya malaikat atau

kenabian Nabi Muhammad SAW., mengingkari adanya kebangkitan di hari

kiamat, dan mengingkari wajibnya shalat lima waktu, zakat, puasa, dan haji.

53
Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm
66
41

2. Menghalalkan yang haram, sepertinya menghalalkan minum khamr (minuman

keras), zina, riba, dan makan daging babi. 54

3. Mengharamkan yang halal, seperti mengharamkan makanan yang dihalalkan.

4. Mencaci dan menghina Nabi Muhammad SAW., atau pun para Nabi yang

lainnya.

5. Mencaci dan menghina Kitab Suci al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

6. Mengaku bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Allag SWT.

7. Melemparkan Kitab Suci al-Qur’an atau Kitab Hadis ke dalam kotoran,

dengan sikap atau tujuan menghinakan dan meremehkan ajaran-ajaran yang

terkandung di dalamnya.

8. Meremehkan salah satu dari nama-nama Allah, atau meremehkan perintah-

perintah maupun larangan-larangan-Nya. 55

D. Sanksi Hukum

1. Sanksi Hukum

Dari ayat alqur’an yang dijadikan dasar hukum di atas, dapat diketahui bahwa

sanksi terhadap orang yang murtad adalah dibunuh. Sanksi hukum dimaksud,

disepakati oleh pakar hukum Islam Klasik bagi kaum pria sedangkan sanksi terhadap

perempuan yang murtad ada perbedaan pendapat. Menurut Abu Hanifah sanksinya

adalah dipenjara bukan dibunuh, sedangkan jumhur fuqaha (mayoritas ahli fiqh),
54
Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm
65-66
55
Ibid, hlm 65-66
42

menolak pendapat Abu Hanifah dan sepakat bahwa hukuman mati terhadap orang

murtad berlaku bagi pria dan wanita. 56

Konskuensi hukum secara moral terhadap orang murtad sama dengan orang

kafir harbi, yaitu putus hubungan kemasyarakatan secara totalitas, termasuk

hubungan suami-istri, pertalian darah, dan pembagian harta warisan. Yang disebutkan

terakhir itu, adalah tidak boleh saling mewarisi antara anak dengan ayah, ibu, suami

dengan istri karena ada perbedaan agama. 57

2. Warisan Anak Murtad

Ulama ahli tafsir, hadits, dam fikih bersepakat bahwa perbedaan pendapat

agama pewaris dan ahli waris menjadi penghalang untuk mendapatkan harta

warisan. Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :

– ‫ق ﺑ ُْﻦ إِﺑ َْﺮ ا ِھﯿ َﻢ – َواﻟﻠﱠ ْﻔﻆُ ﻟِﯿَﺤْ ﯿَﻰ‬ ُ ‫َﺣ ﱠﺪ ﺛَﻨَﺎ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﺑ ُْﻦ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ َوأَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑ ُْﻦ أَ ِﺑﻲ َﺷ ْﯿﺒَﺔَ َوإِ ْﺳ َﺤﺎ‬
‫ ﻋ َْﻦ َﻋﻠِ ﱢﻲ ﺑ ِْﻦ‬،‫اﻟﺰ ْھ ِﺮيﱢ‬ ‫ َﺣ ﱠﺪ ﺛَﻨَﺎ – اﺑ ُْﻦ ُﻋﯿ ْﯿﻨَﺔَ ﻋ َِﻦ ﱡ‬: ‫ وﻗَﺎ َل اﻵ َﺧ َﺮا ِن‬،‫ أَ ْﺧﺒَ َﺮﻧَﺎ‬: ‫ﻗَﺎ َل ﯾَﺤْ ﯿَﻰ‬
ُ ‫ ))ﻻَ ﯾَ ِﺮ‬: ‫ﺎل‬
‫ث‬ َ َ‫ﺻ ْﻠ َﻌ َﻢ ﻗ‬
َ ‫ﻲ‬‫ أَ ﱠن اﻟﻨﱠ ِﺒ ﱠ‬،‫ ﻋ َْﻦ أُ َﺳﺎ َﻣﺔَ ﺑ ِْﻦ َز ْﯾ ٍﺪ‬، َ‫ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ْﺑ ِﻦ ُﻋ ْﺸ َﻤﺎن‬،‫ُﺣ َﺴﯿ ٍْﻦ‬
.((‫ث ْاﻟ َﻜﺎﻓِ ُﺮ ْاﻟ ُﻤ ْﺴﻠِ َﻢ‬
ُ ‫ َوﻻَ ﯾَ ِﺮ‬،‫ ْاﻟ ُﻤ ْﺴﻠِ ُﻢ ْاﻟ َﻜﺎﻓِ َﺮ‬58
Yahya bin yahya, Abu Bakar bin Abu Syaibah, dan Ishaq bin Ibrahim
menyampaikan kepada kami dengan lafaz milik Yahya – Yahya menggunakan
lafaz akhbarana, sedangkan dua perawi lain menggunakan lafaz haddatsana –
dari Ibnu Uyainah, dari az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari Amr bin Utsman, dari

56
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet ke 2, hlm 77
57
Ibid, hlm 77
58
Muslim bin al-Hajjjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2,
(Jakarta: Almahira, 2012), cet ke 1, hlm 57.
43

Usamah bin zaid bahwa Nabi bersabda, “Seorang Muslim tidak mewarisi orang
kafir dan orang kafir juga tidak mewarisi orang muslim.”
Dalam konteks hukum Islam di Indonesia, keberadaan hadits tersebut telah

dimentahkan oleh KHI, yakni jika dalam kitab-kitab fikih diberi judul mawani al-

irts, sedangkan dalam KHI tidak diatur jika seseorang terhalang hak waris karena

berbeda agama atau murtad dapat ditentukan menurut putusan hakim yang

memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht). 59

Hal ini terdapat dalam pasal 173 KHI yang menyatakan bahwa : seseorang

terhalang menjadi ahli waris, apabila dengan putusan hakim yang telah
60
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena.

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya

berat pada pewaris;

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris

telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima)

tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berpendapat bahwa jika perbedaan ama

tidak termasuk kelompok penghalang, maka logika hukumannya sama dengan yang

diatur dalam hukum Adat dan Perdata B.W. Jika perbedaan agama bukan merupakan

59
Habiburrahman, Rekonstruksi HUKUM KEWARISAN ISLAM di Indonesia, Cet.I, (Jakarta:
KEMENTRIAN AGAMA RI, 2011), h.75-78
60
Habiburrahman, Rekonstruksi HUKUM KEWARISAN ISLAM di Indonesia, Cet.I, (Jakarta:
KEMENTRIAN AGAMA RI, 2011), h.75-78
44

suatu penghalang mendapatkan warisan, maka logikanya sama agama dicocokkan

kepda adat dan berarti juga menerima teori receptive Snouck Hurgronje dan Van

Vollenhoven. Karena hukum kewarisan menurut hukum adat dan hukum Perdata

Barat B.W. tidak mengenal perbedaan agama. Padahal pandangan yang demikian

merupakan kebalikan dari teori receptive a contrario Sajuti Thalib yang sangat

menolak hukum Islam ditundukan kepada hukum Adat. 61

Pembagian waris sudah diatur dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah

Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 jo Nomor : 51.K/AG/1995,

tanggal 29 September 1999, bahwa seorang beda agama atau murtad masih bisa

mendapatkan warisan melalui wasiat wajibah dan apabila semasa hidupnya pewaris

tidak memberikan wasiat. Karena pelaksanaanya tidak dipengaruhi atau tidak

bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia. 62

Wasit Aulawi menjelaskan bahwa salah satu wujud pelaksanaan tersebut

ialah berupa cucu yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Dalam hal ini

wasiat adalah pemberian sejumlah harta sebesar yang diterima oleh ayah atau ibunya

jika mereka masih hidup dengan jumlah maksimal 1/3 harta warisan, sedangkan

pelaksanaan tersebut harus di penuhi beberapa persyaratan yaitu, cucu tersebut belum

pernah menerima wasiat atau hibah dan wasiat wajibah ini dilaksanakan sebelum

61
Ibid., hlm.84-85
62
Arsip Pengadilan Agama Jakrta Utara, Putusan Nomor : 84/Pdt.P/2012/PA.JU
45

pelaksanaan wasiat ikhtiyariah, mendahului pembagian harta warisan kepada ahli

waris lain. 63

63
Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, cet I,
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h.268.
BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama

Pengadilan Agama Jakarta Utara didirikan dengan Surat Keputusan Menteri

Agama Nomor 63 tahun 1963, yang pada waktu itu bernama Kantor Cabang

Pengadilan Agama Jakarta Utara dan berkantor di Jalan Taman Fatahillah, Jakarta

Kota (sekarang gedung Museum Perjuangan). Adapun induknya adalah Pengadilan

Agama Istimewa Jakarta Raya (sekarang Pengadilan Agama Jakarta Pusat). Pada

waktu itu Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya mempunyai dua cabang, yaitu:

Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara dan Cabang Pengadilan Agama Jakarta

Tengah. 1

Sebagai Salah satu Pengadilan Agama yang berada di wilayah Jawa-Madura,

semula eksistensi dan kewenangan absolutnya berdasarkan Stbl. 1882 No. 152 dan

Stbl. 1937 No. 116 dan 610, berada di bawah Mahkamah Islam Tinggi Surakarta.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama nomor 71 tahun 1976

dengan telah dibentuknya Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung, maka

Pengadilan Agama Jakarta Utara berada di bawah Cabang Mahkamah Islam Tinggi

Bandung tersebut. Dalam perkembangannya selanjutnya Mahkamah Islam Tinggi

Surakarta dipindahkan ke Jakarta (Surat Keputusan Menteri Agama nomo: 61 tahun

1
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara

46
47

1985) dan berubah menjadi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, yang realisasinya baru

pada tanggal 30 Oktober 1987. 2

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 4 tahun 1967, Kantor Cabang

Pengadilan Agama Jakarta Utara kemudian diubah namanya menjadi Pengadilan

Agama Jakarta Utara, dan ditingkatkan statusnya menjadi pengadilan agama yang

berdiri sendiri dan tidak sebagai cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta

Raya lagi. 3

1. . Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Jakarta Utara

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara

yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 3 dinyatakan bahwa

Asas-asas umum Penyelenggaraan Negara meliputi Asas Kepastian Hukum, Asas

Keterbukaan, Asas Proporsionalitas, Asas Profesionalitas dan Asas Akuntabilitas. 4

Sedangkan untuk menciptakan good govermance diperlukan prinsip-

Prinsip partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap,

wawasan kedepan, akuntabilitas, pengawasan, efisensi dan efektifitas, serta

profesionalisme. Kemudian prinsip akuntabilitas ditegaskan lagi dalam visi, misi dan

program membangun Indonesia yang aman, adil dan sejahtera melalui program

2
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara
3
ibid
4
ibid
48

meningkatkan pengawasan untuk menjamin akuntabilitas, transparansi, dan perbaikan

kinerja aparatur Negara/pemerintah. 5

Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Pengadilan

Agama Jakarta Utara merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan tiap tahun, disusun

dengan mengacu pada Surat Edaran Menteri Negara Pendayaguna Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor : PER/ 09/ M.PAN/ 05/ 2007, tentang Pedoman

Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama. 6

Pengadilan Agama, sebagai Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan

berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara

di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,

waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah

sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 7

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai

fungsi sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi

perkara tingkat pertama serta penyelesaian perkara dan eksekusi.

5
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara
6
ibid
7
ibid
49

2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan

peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya.

3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dilingkungan

Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan).

4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam pada

instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur

dalam pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama jo Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian

harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang

dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat

(2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo.

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

6. Waarmerking akta keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan

deposito/tabungan, pensiunan dan sebagainya.

7. Melaksanakan tugas penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah sesuai dengan pasal

49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 yang telah diperbaharuai

yang kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan

Agama.
50

8. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,

memberikan/melaksanakan hisab rukyat dalam penentuan awal pada tahun

hijriyah. 8

2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Utara

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa

depan yang diinginkan untuk mewujudkan tercapainya tugas pokok dan fungsi

Pengadilan Agama Jakarta Utara. 9

Adapun visi dari Pengadilan Agama Jakarta Utara adalah:

“Mendukung terwujudnya Badan Peradilan yang Agung pada Pengadilan Agama

Jakarta Utara”

Untuk mencapai visi tersebut, Pengadilan Agama Jakarta Utara

menetapkan misi yang menggambarkan hal yang harus dilaksanakan, yaitu :

- Mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan transparasi.

- Melaksanakan tertib administrasi dan manajemen peradilan yang efektif dan

efisien

- Mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana peradilan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. 10

8
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara
9
ibid
10
ibid
51

B. Struktur dan Organisasi

Struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada Undang-

Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat Keputusan Ketua

Mahkamah Agung nomor KMA/004/II/92 tentang organisasi dan Tata Kerja

Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan KMA Nomor 5

tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan. 11

1. Ketua : H. Achmad Zainullah, SH., MH.

2. Wakil Ketua : Drs. Moh. Yas’ya, SH., MH.

3. Dewan Hakim : Dra. Hj. Mukasipa, MH

Dra. Hj. Rogayah

H. Abdillah, SH, MH.

Drs. Nurul Huda

Drs. Sarbiati, SH

Drs. Abdurrahman Masykur, SH

Dra. Nurwathon, SH, MH

Dra. Hj. Sa’diati, SH, MH

Drs. H. Abdul Jabar

Dra. Haulillah, MH

Drs. Hj. Noor Jannah Aziz, MH

11
Admin, PA Jak-Ut, ”Struktur Organisasi” artikel diakses pada 26 Juni 2014 dari http://
http://www.pa-jakartautara.go.id/yoo/index.php/profil-pengadilan/struktur-organisasi-pengadilan-
agama-jakarta-selatan
52

Hj. Munifah Djam’an, SH

Dra. Hj. Hafsah, SH

4. Panitera/Sekretaris : Sufyan, SH

5. Wakil Sekretaris : Wahidah Muslihah, S.Sos

6. Wakil Panitera : H. Imanudin Tiflen, SH

7. Ka. Sub. Keuangan : Siti Fajriah, SE

8. Ka.Sub.Kepegawaian : Purwanto Sigit Wibowo, SE

9. Ka.Sub.Umum : Agus Triyogo, SE

10. Panmud Permohonan : Rahyuni, SH

11. Panmud Gugatan : Drs. H. Abdul Chaer hn, SH

12. Panmud Hukum : Drs. H. Ali Usman Hasibuan, S. HI

13. Panitera Pengganti : 1. H. Kamaludin, SH, MH

2. Nony Salmy, SH

3. Idris M. Ali, SH

4. Turchmun Ichwannudin, SH

5. Nurlaelah, SH

6. Abdul Hamid, S.Ag

7. Dra. Ermiyati Arifah, MH

8. Rifa’i, SH

9. Lusiah Saragih, S.Ag, MH

10. Milhan Affani Istiqlal, SH


53

11. Fitri Astini, SH

C. Letak Geografis Pengadilan Agama

Secara geografis, Pengadilan Agama Jakarta Utara terletak di Kotamadya

Jakarta Utara, Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara mempunyai luas 146,66

km2 Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Administrasi Jakarta Utara memiliki

batas-batas: di sebelah utara membentang pantai Laut Jawa dari Barat sampai ke

Timur sepanjang ± 35 km, sementara di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah

Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, di sebelah timur berbatasan dengan

Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang

dan Jakarta Barat. 12

Sebagai wilayah pantai yang beriklim panas, mempunyai suhu rata-rata

berkisar 28,97oC pada tahun 2010. Rata-rata curah hujan 191,21mm3 dengan

maksimal curah hujan pada bulan Januari (572,2 mm3) dan kelembaban udara rata-

rata 77,9 persen. Sepanjang tahun 2010 rata-rata kecepatan angin di wilayah Jakarta

Utara sekitar 4,39 knot. 13

12
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara
13
Geografi dan Iklim Jakarta Utara, diakses pada tanggal 26 Juni 2014 melalui
http://www.jakartautara.co/2012/11/geografi-dan-iklim-jakarta-utara.html
54

D. Yuridiksi Pengadilan

Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Utara meliputi seluruh wilayah

Kota Jakarta Utara, terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 35 (tiga puluh lima)

kelurahan, yang terinci sebagai berikut:

Kecamatan Kelurahan Kecamatan Kelurahan


Kep. Pulau Pulau Harapan Kep. Seribu Pulau Tidung
Seribu Utara Pulau Kelapa Selatan Pulau Pari
Pulau Untung Jawa Pulau Panggang

Penjaringan Kamal Muara Pademangan Ancol


Kapuk Muara Pademangan
Penjagalan Timur
Penjaringan Pademangan Barat
Pluit

Tanjumg Priok Sunter Jaya Koja Koja Utara


Papanggo Koja Selatan
Sungai Bambu Lagoa
Kebon Bawang Tugu Utara
Tanjung Priok Tugu Selatan
Sunter Agung Rawa Badak
Warakas

Cilincing Kalibaru Kelapa Gading Kelapa Gading


Cilincing Timur
55

Semper Timur Kelapa Gading


Semper Barat Barat
Sukapura Pegangsaan Dua
Rorotan
Marunda 14

14
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara
BAB IV

HAK WARIS ANAK MURTAD

PUTUSAN No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU

A. Duduknya Perkara Putusan Nomor 84/ Pdt.P/ 2012 /PA-JU

Menimbang, bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan secara

tertulis dengan suratnya tertanggal 30 Juli 2012 dan terdaftar di kepaniteraan

Pengadilan Agama Jakarta Utara dengan register nomor : 84/Pdt.P/2012/PA-JU,


1
tanggal 30 Juli 2012, yang isinya sebagai berikut:

1. Bahwa, pada tanggal 30 Juli 2011 dan telah meninggal dunia karena sakit, nama:

Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo, dalam usia 92 tahun, agama

Islam, Perkerjaan terakhir Pensiunan, bertempat tinggal terakhir Jalan Canadianti

RT.008 RW. 007 No. A2 Kelurahan Pela Mampang Kecamatan Mampang

Prapatan Kota Jakarta Selatan sesuai dengan Surat Keterangan Kematian

Penduduk WNI dari Kelurahan Pela Mampang Kec. Mampang Prapatan Jakarta

Selatan Nomor 135/1.755.3/2011 tanggal 10 Agustus 2011, selanjutnya disebut

“Almarhum/Pewaris”;

2. Bahwa ayah Almarhum/Pewaris yang bernama Harjoharsojo bin Fulan telah

meninggal dunia lebih dahulu tanpa diketahui tahun kematiannya;

1
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara

56
57

3. Bahwa ibu Almarhum/Pewaris yang bernama Raden Ayu Sukirah binti Fulan

telah meninggal dunia lebih dahulu tanpa diketahui kematiannya;

4. Bahwa semasa hidupnya Almarhum/Pewaris menikah 1 (satu) kali yaitu dengan

Soewati binti Partono pada tahun 1950 yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah

Kantor Urusan Agama Kota Bandung, Jawa Barat dan telah meninggal dunia

lebih dahulu pada tanggal 2 Agustus 1969 karena sakit. Dari pernikahan tersebut

telah dikaruniai 4 empat orang anak bernama Inglesjz Kemalawarto (L), Ingresjz

Kemalawarto (L) (telah meninggal dunia dalam usia 48 tahun, dengan

meninggalkan seorang isteri yang bernama Eni Susilowati Trimuljani, dan

seorang anak perempuan yang bernama Auditya Saraswati Primadini bin

Ingresjz Kemalawarto), Ignesjz Kemalawarta (L), Inaresjz Kemalawarta (L).

Kemudian Almarhum menikah lagi dengan Filma Sophia Dotulong pada tanggal

20 Juli 1972, yang tercatat oleh pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama

Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, dengan nomor 525/1972, dan

telah meninggal pada tanggal 21 Juni 1996. Dari pernikahan tersebut telah

dikaruniai 3 (tiga) orang anak bernama :

1. Iglesjz Gazi Kemal (L);

2. Irnesjz Gaji Kemal (L), telah meninggal dunia dalam usia 28

Tahun, pada tanggal 24 September 2001 dalam keadaan masih

jejaka;

3. Irnesyz Yunizaf Sucihati. K (P);


58

5. Bahwa dengan demikian ahli waris dari Almarhum/Pewaris adalah 7 (TUJUH)

orang anak yang masing-masing bernama:

1) Ignesjz Kemalawarta bin Kemal Fachrudin Sumartono

2) Inaresjz Kemalawarta bin Kemal Fachrudin Sumartono

3) Eni Susilowati Trimuljani binti Soemarhab

4) Auditya Saraswati Primadini binti Ingresjz Kemalawarto

5) Iglesjz Gazi Kemal bin Kemal Fachrudin Sumartono

6) Irnesyz Yunizaf Sucihati. K binti Kemal Fachrudin Sumartono

7) Inglesjz Kemalawarto bin Kemal Fachrudin Sumartono

6. Bahwa selain meninggalkan ahli waris seperti tersebut di atas

Almarhum/Pewaris juga meninggalkan harta peninggalan berupa:

Sebidang tanah seluas lebih kurang 579 M2, berikut bangunan rumah di

atasnya, yang terletak di Jalan Canadianti RT.001 RW.008 Kelurahan Pela

Mampang Kecamatan Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, atas nama

Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo (Almarhum/Pewaris) sesuai

dengan fotokopi Sertipikat Hak Milik No. 223 tanggal 24 Februari 1972.

7. Bahwa oleh karena Almarhum/Pewaris meninggalkan para ahli dan harta

warisan sebagaimana tersebut di atas, maka Pemohon mohon agar Pengadilan

Agama Jakarta Utara berkenan menetapkan para pemohon sebagai ahli waris

yang sah dari Almarhum Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo

sesuai dengan hukum Islam untuk keperluan balik nama sertipikat dan penjualan

harta peninggalan tersebut;


59

8. Bahwa untuk memperkuat keterangan tersebut Pemohon telah melampirkan

surat-surat bukti sebagai berikut :

a. Fotokopi KTP para ahli waris;

b. Fotokopi Surat Keterangan Kematian Penduduk WNI dari

Kelurahan Pela Mampang Kec. Mampang Prapatan Jakarta Selatan

Nomor 135/1.755.3/2011 tanggal 10 Agustus 2011

c. Fotokopi Sertipikat Hak Milik No. 23 tanggal 24 Februari 1972;

Maka berdasarkan hal-hal yang telah Pemohon uraikan tersebut di

atas, pemohon memohon kepada Pengadilan Agam Jakarta Utara, Cq.

Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini dan memberikan penetapan

yang amarnya berbunyi: 2

1. Mengabulkan pemohonan Pemohon;

2. Menetapkan ahli waris sah dari Almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono bin Harjoharsojo adalah :

1) Ignesjz Kemalawarta bin Kemal Fachrudin Sumartono (L);

2) Inaresjz Kemalawarta bin Kemal Fachrudin Sumartono (L);

3) Eni Susilowati Trimuljani binti Soemarhab (P);

4) Auditya Saraswati Primadini binti Ingresjz Kemalawarto (P);

5) Iglesjz Gazi Kemal bin Kemal Fachrudin Sumartono (L);

2
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara
60

6) Irnesyz Yunizaf Sucihati. K binti Kemal Fachrudin Sumartono (P);

7) Inglesjz Kemalawarto bin Kemal Fachrudin Sumartono (L);

Sesuai dengan hukum Islam untuk keperluan balik nama sertipikat

dan penjualan harta peninggalan tersebut;

3. Biaya perkara menurut hukum;

4. Dan apabila pengadilan berperndapat lain mohon penetapan yang

seadil-adilnya. 3

B. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Menetapkan Putusan

Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara No.

84/Pdt.P/2012/PA.JU adalah sebagai berikut :

1. Dalam permohonan yang diajukan para pemohon yakni memohon ditetapkan

ahli waris yang mustahak dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono, yang

digunakan untuk keperluan balik nama sertifikat, dan penjualan harta

peninggalan almarhum Kemal Fachrudin Sumartono

2. Untuk menguatkan dalil permohonannya, pemohon telah mengajukan bukti

tertulis P.1 sampai dengan P.19 serta menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang

akan dipertimbangkan seperti uraian di bawah ini :

- Bukti P.1 membuktikan bahwa almarhum Kemal Fachrudin Sumartono

ketika masih hidup tinggal di Kelurahan Pela Mampang Kecamatan

Mampang Prapatan Kota Jakarta Selatan;

3
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara
61

- Bukti P.2 membuktikan bahwa almarhum Kemal Fachrudin Sumartono

adalah anak kandung pasangan suami isteri yang bernama Harjoharsojo

dan Raden Ayu Sukriah;

- Bukti P.3 membuktikan bahwa almarhum Kemal Fachrudin Sumartono

telah meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 2011 karena sakit;

- Bukti P.4 membuktikan bahwa almarhum Kemal Fachrudin Sumartono

dengan Fima Sarah Dotulong adalah suami isteri yang menikah pada

tanggal 20 Juli 1972;

- Bukti P.5 dan P.6 membuktikan bahwa isteri almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono yang bernama Soewarti telah meninggal dunia pada tanggal 2

Agustus 1969;

- Bukti P.7 membuktikan bahwa isteri almarhum Kemal Facrudin

Sumartono yang bernama Filma Sarah Dotulong telah meninggal dunia

pada tanggal 21 Juni 1996;

- Bukti P.8 membuktikan bahwa Isteri anak almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono yang bernama Ingresjz Kemalawarto adalah Eni Susilowati

Trimuljani;

- Bukti P.9 membuktikan bahwa anak almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono yang bernama Ingresjz Kemalawarto telah meninggal dunia

pada tanggal 3 Nopember 2001;


62

- Bukti P.10 membuktikan bahwa anak angkat almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono yang bernama Irnesjz Gazi telah meninggal dunia pada tanggal

24 September 2001;

- Bukti P.11, P.12, P.13, P.14, dan P.15 membuktikan bahwa Inglesjz

Kemala warto, Ingresjz Kemalawarto, Ignesjz Kemalawarta, dan Inaresjz

Kemalawarta adalah anak kandung almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono dengan Soewarti Partono;

- Bukti P.13 membuktikan bahwa Auditya Saraswati Primadini adalah anak

kandung almarhum Ingresjz Kemalawarto dan Eni Susiliwati Trimuljani;

- Bukti P.16, P.17, dan P.18 bahwa Iglesjz Gazi Kemal, Inesjz Sucihati,

dan Irnesjz Gazi adalah anak angkat almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono;

- Bukti P.19 membuktikan bahwa sebidang tanah seluas 597 M2, berikut

bangunan rumah di atasnya, yang terletak di Jalan Canadinati RT.001

RW.008 Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kota

Jakarta Selatan, adalah harta peninggalan almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono;

- Bukti 2 orang saksi yang bernama :

1. Sri Saptari Jamal;

2. Hj. Sri Mona Darmono;


63

Secara formil dapat diterima sebagai bukti saksi, sedangkan secara

materil, sepanjang keterangannya didasarkan kepada apa yang mereka

lihat, dengar dan dialami sendiri secara langsung dan saling bersesuaian

dengan keterangan saksi yang lain, dapat diterima sebagai alat bukti;

3. Setelah mendengar keterangan Pemohon I, kemudian dihubungkan dengan

bukti-bukti yang telah diajukan oleh Pemohon I, maka telah dapat ditemukan

fakta-fakta sebagai berikut :

- Bahwa almarhum Kemal Fachrudin Sumartono telah meninggal dunia

pada tanggal 30 Juli 2011 dengan meninggalkan ahli waris 4 (empat)

orang anak laki-laki kandung, serta 1 (satu) orang cucu sebagai ahli waris

pengganti dari anak yang bernama Ingresjz Kemalawarto, yaitu :

1. Inglesjz Kemalawarton Bin Kemal Fachrudin Sumartono (Pemohon I);

2. Ignesjz Kemalawarta Bin Kemal Fachrudin Sumartono (Pemohon II);

3. Inaresjz Kemalawarta Bin Kemal Fachrudin Sumartono (Pemohon

III);

4. Auditya Saraswati Primadani Binti Ingresjz Kemalawarto (Pemohon

V);

Hal ini didasarkan kepada bukti P.5, P.6, P.7, P.8, P.9, P.10, P.11, P.12,

P.13, P.14, dan P.15 serta keterangan para saksi yang dihadirkan oleh

Pemohon I;
64

- Bahwa anak kandung alamrhum Kemal Fachrudin Sumartono yang

bernama Ignesjz Kemalawarta, Beragama Kristen. Hal ini didasarkan

kepada pengakuan Pemohon dan Keterangan para saksi yang dihadirkan

oleh Pemohon I;

- Bahwa Iglesjz Gazi Kemal (Pemohon VI) dan Inesyz Yunizaf Sucihati K

(Pemohon VII) adalah anak angkat almarhum Kemal Facahrudin

Sumartono. Hal ini didasarkan kepada bukti P.16, P.17, P.18 dan

keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Pemohon I;

4. Fakta-fakta tersebut di atas, maka telah terbukti dan dapat ditetapkan bahwa

ahli waris yang mustahak dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono yang

meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 2011 adalah 3 (tiga) orang anak laki-

laki kandung, serta 1 (satu) orang cucu sebagai ahli waris pengganti dari anak

yang bernama Ingresjz Kemalawarto, yang masing-masing bernama :

1. Inglesjz Kemalawarto Bin Kemal Fachrudin Sumartono (Pemohon I);

2. Inaresjz Kemalawarta Bin Kemal Fachrudin Sumartono (Pemohon III);

3. Auditya Saraswati Primadini Binti Ingresjz Kemalawarto (Pemohon IV);

Hal ini sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam pasal 174 ayat (2) jo

pasal 185 ayat (1) jo dalil fikih dalam Kitab Taisir al-Ma’sur fi’ilmi al-faraidh,

halaman 4 yang berbunyi :


65

‫اِ َذ اﺟْ ﺘَ َﻤﻊ َﺟ ِﻤﯿْﻊ اﻟﺬ ُﻛﻮْ ُر َو ْاﻻُﻧﺎث ﻓَﺎﻟ ِﺬ ْﯾﻦَ ﯾ ُِﺮﺛُﻮنَ ِﻣ ْﻨﮭُ ْﻢ ًﺧ ْﻤ َﺴﺔ َوھُ َﻮ اﻷَبُ َواﻷُ ُم‬

ْ ‫َواﻷﺑﻦ‬
‫واﻟﺒِ ْﻨﺖ َواﻟّ َﺰوْ ج اَوْ اﻟ ﱠﺰو َﺟﺔ‬

Artinya : Apabila seluruh ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpul


(dalam suatu pewarisan), maka yang berhak menerima harta
warisan ada lima orang, yaitu : bapak, ibu, anak laki-laki, anak
perempuan, dan suami atau isteri;
5. Karena anak almarhum Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama Ignesjz

Kemalawarta beragama non muslim, maka meskipun sebagai ahli waris,

namun terhalang untuk mendapatkan harta warisan dari almarhum Kemal

Fachrudin Sumartono, karena seorang muslim tidak dapat mewarisi ahli

warisnya yang non muslim. Hal ini sejalan dengan dalil fikih dalam kitab Al

Tirkah wal Mirats fil Islam, karangan DR. Muhammad Yusuf Musa, halaman

169, yang berbunyi :

‫ارث ﺑَ ْﯿﻦَ ْاﻟ ُﻤ ْﺴﻠِﻢ َو َﻏ ْﯿ ُﺮ ْاﻟ ُﻤ ْﺴﻠِﻢ‬


ِ ‫ﻻَﺗُ َﻮ‬
Artinya : Tidak ada saling mewarisi antara orang muslim dengan
orang non muslim;
6. Meskipun Ignesjz Kemalawarta terhalang untuk mendapatkan harta warisan

dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono, sebagaimana tersebut pada

pertimbangan di atas, namun Ignesjz Kemalawarta masih dapat menerima

harta warisan dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono ketika masih

hidupnya tidak ada memberikan wasiat, maka Ignesjz Kemalawarta dapat

menerima harta dengan jalan wasiat wajibah. Wasiat wajibah adalah wasiat
66

yang pelaksanaanya tidak pengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan

atau kehendak si yang meninggal dunia, melainkan didasarkan kepada

Putusan Pengadilan Agama. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan

Mahkamah Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 jo

Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September 1999;

7. Isteri almarhum Ingresjz Kemalawarto yang bernama Eni Susilowati

Trimuljani (Pemohon IV), tidak dapat ditetapkan sebagai ahli waris dari

almarhum Kemal Fachrudin Sumartono. Sesuai dengan ketentuan Kompilasi

Hukum Islam Pasal 185 ayat (1), ahli waris yang meninggal dunia terlebih

dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh

anaknya. Dengan demikian, maka anak kandung Ingresjz Kemalawarto yang

bernama Auditya Saraswati Primadini (pemohon V) yang ditetapkan sebagai

ahli waris almarhum Kemal fachrudin Sumartono, menggantikan kedudukan

ayahnya, yaitu Ingresjz kemalawarto.

8. Iglesjz Gazi Kemal (Pemohon VI) dan inesyz Yunizaf Sucihati K (Pemohon

VII), tidak dapat ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum Kemal

Fachrudin Sumartono, karena berdasarkan fakta-fakta yang tersebut dalam

pertimbangan di atas, keduanya bukan anak kandung almarhum Kemal

Fachrudin Sumartono, melainkan anak angkat;

9. Meskipun Iglesjz gazi Kemal (Pemohon VI) dan Inesyz Yunizaf Sucihati K

(Pemohon VII), tidak dapat ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum

Kemal Fachrudin Sumartono, sebagaimana tersebut pada pertimbangan di


67

atas, namun Iglesjz Gazi Kemal dan Inesyz Yunizaf Sucihati K masih dapat

menerima harta warisan dari almarhum Kemal fachrudin Sumartono dengan

jalan wasiat. Apabila almarhum Kemal Fachrudin Sumartono ketika masih

hidupnya tidak ada memberikan wasiat, maka Iglesjz Gazi Kemal dan Inesyz

Yunizaf Sucihati K dapat menerima harta degan jalan waasiat wajibah. Hal ini

berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 ayat (2);

10. Permohonan para pemohon agar dinyatakan penetapan ini digunakan untuk

keperluan balik nama sertifikat dan penjualan harta peninggalan almarhum

Kemal Fachrudin Sumartono, dinilai cukap beralasan dan patut dikabulkan. 4

C. Faktor yang Mempengaruhi Putusan hakim dalam Menetapkan Putusan No.

84/Pdt.P/2012/PA.JU

Dalam putusan ini banyak faktor yang mempengaruhi majelis hakim dalam

menetapkan suatu putusan khususnya putusan No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU, dan

merupakan dasar dasar hukum dalam mengambil putusan seperti aturan hukum

tertulis, yurisprudensi dan hukum yang hidup dimasyarkat serta terpenting

menjunjung rasa keadilan diantaranya yang dilihat dari hati nurani hakim. 5 Selain itu

ada beberapa faktor yang paling menonjol sebagai pertimbangan hakim yakni

• Yurisprudensi Putusan Mahk amah Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995,

tanggal 16 Juli 1998 jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September


4
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara
5
Hasil Wawancara dengan Hakim, Ibu Sarbiati pada tanggal 17 Juni 2014 pada jam 14.25-
14.33 WIB
68

menyatakan : “anak murtad dapat menerima harta dengan jalan wasiat

wajibah apabila pewaris ketika masih hidup tidak ada memberikan wasiat”.

• Ketentuan Kompilasi Hukum Islam pasal 174 ayat (2) jo pasal 185 ayat (1) jo

dalil fikih dalam kitab Tafsir al-Ma’sur fi’ilmi al-Faraidh, halaman 4 yang

bermakna : “Apabila sebuah ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpu

(dalam suatu pewarisan), maka yang berhak menerima harta warisan ada

lima orang, yaitu : bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan suami

atau isteri;

• Serta dengan dalil fikih dalam kitab Al Tirkah wal Mirats dil Islam, karangan

DR. Muhammad Yusuf Musa, halaman 169, yang bermakna : “Tidak ada

saling mewarisi antara orang muslim dengan orang non muslim”

Dari dalil-dalil fikih maka majelis hakim mempertimbangkan hal tersebut dan

mengambilnya sebagai faktor yang mempengaruhi putusan, sehimgga putusan yang

dikeluarkan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. 6

D. Hak Waris Anak Murtad Pasca Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :

368.K/AG/1995 jo 51.K/AG/1995 pada perkara No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU

Dalam putusan dijelaskan bahwa pemohon mohon ditetapkan ahli waris yang

mustahak dari almarhum Kemal Fachruddin, yang digunakan keperluan balik nama

sertifikat dan penjualan harta peninggalan almarhum Kemal Fachrudin sumartono.

6
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara
69

Almarhum Kemal Facrudin Sumartono telah meninggal dunia pada tanggal 30

Juli 2011 dengan meninggalkan ahli waris 4 (orang laki-laki kandung, serta 1 (satu)

orang cucu sebagai ahli waris pengganti dari anak yang bernama Ingresjz

Kemalawarto.

Bahwa anak kandung almarhum Kemal fachrudin Sumartono yang bernama

Ignesjz Kemalawarta, beragama Kristen. Hal ini didasarkan kepada pengakuan

pemohon dan keterangan para saksi yang dihadirkan Pemohon I.

Bahwa anak almarhum Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama Ignesjz

Kemalawarta beragama non muslim, maka meskipun sebagai ahli waris, namun

terhalang untuk mendapatkan harta warisan dari almarhum Kemal Fachrudin

Sumartono.

Meskipun Ignesjz Kemalawarta terhalang untuk mendapatkan harta warisan

dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono, namun Ignesjz Kemalawarta masih

dapat menerima harta warisan dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono dengan

jalan wasiat. Apabila alamarhum ketika masih hidupnya tidak ada memberikan

wasiat, maka Ignesjz Kemalawarta dapat menerima harta dengan jalan wasiat

wajibah. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang hakim di

Pengadilan Agama menyatakn mengenai hasil putusan yakni Faktor dan

pertimbangan hakim dalam memutus masalah waris khususnya anak murtad Terjadi

diskriminasi merupakan konsekuensi bahwa anak tersebut murtad kemudian oleh


70

Mahkamah Agung dengan yurisprudensinya Nomor 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli

1998 disebutkan jadi sebagai kompensasi yang sebenarnya Islam itu tidak membeda-

bedakan tetapi, kemudian dari agamanya tidak membatasi dia untuk mendapatkan hak

waris murni sehingga oleh Mahkamah Agung di beri porsi berupa wasiat wajibah dan

pembagianya itu disamakan dengan ahli waris yang lain dalam arti sama dengan porsi

wasiat wajibah yang lainnnya dan tidak membedakan porsi dalam kelamin contoh

perempuan dan laki-laki. 7 Oleh sebab itu maka putusan Mahkamah Agung jangan

disalah artikan terlebih mendapat waris. Karena seorang berhak mendapat waris

apabila adanya perkawinan dan hubungan nasab jadi hubungan keperdataan bukan

berarti hubungan nasab.

Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa apa yang telah di putus majelis

hakim pada perkara No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU telah sesuai dengan Undang-Undang

yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selain itu dalam

putusan No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU majelis hakim menggunakan putusan Mahkamah

Agung atau disebut dengan yurisprudensi dan yang harus dipentingkan yakni rasa

keadilan.

E. Analisis Penulis

Kasus ini adalah permohonan penetapan ahli harta waris atas peninggalan

harta Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo (almarhum) yang meninggal

7
Hasil wawancara dengan hakim, ibu Sarbiati pada tanggal 17 Juni 2014 pada jam 14.25 –
14.33 WIB
71

dunia pada tanggal 30 Juli 2012. Perlu diketahui pewaris selain meninggalkan ahli

waris juga meninggalkan harta yang berupa sebidang tanah dan bangunan diatasnya

yang terletak di Jalan Canadinati RT.001 RW.008 Kelurahan Pela Mampang,

Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta

dengan luas tanah 597 M2, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 223 tanggal 24 Februari

1972, nama pemegang hak Kemal Fachrudin Sumartono. Para pemohon/penghadap

menginginkan dibagikan harta peninggalan Kemal Fachrudin Sumartono bin

Harjoharsojo (almarhum) yang belum dibuatkan aktanya kepada ahli waris. Para

pemohon/penghadap menginginkan pembagian waris berdasarkan ketentuan hukum

kewarisan Islam.

Bahwa Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjosaharjo (pewaris) selama masa

hidupnya menikah 1 (satu) kali yaitu dengan Soewarti binti Partono dan dikaruniai

empat (4) anak yaitu Inglesjz Kemalawarto (L), Ingresjz Kemalawarto (L) telah

meninggal dunia dalam usia 48 tahun, dengan meninggalkan seorang isteri yang

bernama Eni Susilowati Trimuljani Primadini bin Ingresjz Kemalawarto, Ignesjz

Kemalawarta (L), Inaresjz Kemalawarta (L).

Kemudian Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo menikah lagi

dengan Filma Sophia Dotulong pada tanggal 20 Juli 1972, yang tercatat oleh pegawai

Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta

selatan, dengan nomor 525/1972, dan telah meninggal pada tanggal 21 Juni 1996.

Dari pernikahan tersebut tidak dikaruniai anak, namun ada mengadopsi 3 (tiga) orang
72

anak yaitu Iglesjz Gazi Kemal (L), Irnesjz Gaji Kemal (L), telah meninggal dunia

dalam usia 28 tahun, pada tanggal 24 September 2001 dalam keadaan masih jejaka,

Irnesyz Yunizaf Sucihati. K (P)

Bahwa anak kandung Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama Ignesjz

Kemalawarta dan anak angkat almarhum Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama

Iglesjz Gazi Kemal beragama Kristen. Maka satu anak kandung dan satu anak angkat

yang bernama Ignesjz Kemlawarta dan Iglesjz Gazi Kemal tidak mempunyai

hubungan waris-mewarisi, sebagaimana hadist Rasullullah SAW : “Muslim tidak

mempusakai orang kafir dan kafir tidak mempusakai orang muslim (HR. Muttafaq

‘alaih)”. 8 Sesuai dengan wilayah yuridiksinya para pemohon/penghadap

melayangkan surat permohonannya kepada Pengadilan Agama Jakarta Utara agar

dibuatkan Akta waris kepada ahli waris yang sesungguhnya.

Dalam pemeriksaan sidang para penghadap hadir dipersidangan melalui


9
paanggilan secara sah dan patut serta sesuai perundang-undangan yang berlaku.

untuk menghadap persidangan, para pemohon/penghadap menunjukan bukti-bukti

yang diperlukan dalam persidangan yaitu foto copy KTP para ahli waris, foto copy

surat kematian atas nama pewaris, foto copy surat keterangan kematian surat istri

pewaris, foto copy bukti kepemilikan harta atas nama pewaris, para

8
Habiburrahman, Rekonstruksi HUKUM KEWARISAN ISLAM di Indonesia, Cet.I, (Jakarta:
KEMENTRIAN AGAMA RI, 2011), h.191.
9
Pasal 122 HIR
73

pemohon/penghadap juga menghadirkan para saksi yang dibutuhkan dalam

persidangan.

Setelah mengikuti duduk perkara dan pertimbangan-pertimbangan hukum perkara

waris yang didalamnya ada ahli waris yang non muslim mendapatkan bagiannya

seperti ahli waris muslim, berdasarkan penetapan No. 84/ Pdtp.P/ 2012/ PA-JU di

Pengadilan Agama Jakarta Utara, penulis akan memaparkan hasil pandangan penulis

terhadap kasus tersebut.

Pada dasarnya putusan dituntut untuk menciptakan suatu keadilan, dan untuk

itu hakim melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap peristiwa dan fakta-fakta.

Hal ini dapat dilakukan lewat pembuktian, mengklarifikasi antara yang penting dan

tidak, dan menanyakan kembali pada pihak lawan mengenai keterangan saksi dan

fakta-fakta yang ada. Maka dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah

pertimbangan hukumnya, 10 Pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutuskan

perkara waris ini, dengan penetapan pembagian harta waris anak murtad bahwa anak

murtad mendapat hak waris melalui wasiat wajibah dalam pandangan ini ada yang

mengatakan boleh bahwa anak murtad mendapatkan waris melalui wasiat wajibah

dan ada yang mengatakan tidak tetapi dalam putusan tersebut menjelaskan

membolehkan orang non muslim mendapatkan waris melalui wasiat wajibah dengan

mengacu yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995,

tanggal 16 Juli 1998 jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September 1999 yang

10
R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 79
74

isinya menetapkan anak yang murtad itu sebagai ahli waris di sebutkan juga kadar

wasiat wajibah itu tidak boleh melebihi 1/3 sehingga di putusan ini anak murtad

ditetapkan sebagai ahli waris dengan adanya pertimbangan tersebut.

Faktor dan pertimbangan hakim dalam memutus masalah waris khususnya

anak murtad terjadi diskriminasi merupakan konsekuensi bahwa anak tersebut murtad

kemudian oleh Mahkamah Agung dengan yurisprudensinya Nomor 368.K/AG/1995,

tanggal 16 Juli 1998 disebutkan jadi sebagai kompensasi yang sebenarnya Islam itu

tidak membeda-bedakan tetapi, kemudian dari agamanya tidak membatasi dia untuk

mendapatkan hak waris murni sehingga oleh Mahkamah Agung di beri porsi berupa

wasiat wajibah dan pembagianya itu disamakan dengan ahli waris yang lain dalam

arti sama dengan porsi wasiat wajibah yang lainnnya dan tidak membedakan porsi

dalam kelamin contoh perempuan dan laki-laki.

Hakim bukan sebagai corong undang-undang bahwa apa yang tertuang dalam

undang-undang itu dikuti karena secara yuridis bahwa itu tidak dicantumkan dalam

pasal dan anak murtad itu mendapat wasiat wajibah. Hanya hakim melihat dari

beberapa segi nilai dalam memutus, nilai sosiologis, nilai keadilannya, nilai

manfaatnya, nilai keselerasannya. Sehingga oleh hakim di kaji nilai-nilai itu dalam

rangka mempersamakan hak anak itu sehingga kita mempertimbangkan nilai

filosofisnya kemudian bahwa anak itu merupakan darah dagingnya dari orang tua

yang sama, apabila tidak diberikan atau ditetapkan itu bagaimana secara undang-

undang menyatakan secara jelas anak murtad tidak dapat hak waris akhirnya dengan
75

kajian-kajian dan nilai-nilai filosofis akhirya keluarlah yurisprudensi dengan berbagai

pertimbangan sehingga muncullah putusan yang mengadopsi dan bisa memungkinkan

bahwa anak murtad mendapatkan hak waris sama dengan saudaranya yang muslim

sehingga dimungkinkan untuk memberikan hak waris anak murtad melalui wasiat

wajibah. 11 Yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh

bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara. 12

Jadi berdasarkan apa yang diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa pembagian

waris dan siapapun yang berhak menerima hak waris terdapat perbedaan pendapat

antara putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara dengan ketentuan hukum kewarisan

islam menyebutkan bahwa dalam hadist Rasulullah saw bersabda: “orang muslim

tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim” (HR.

Bukhari dan Muslim) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang sebelumnya sudah

diuraikan oleh penulis dalam pasal 171 huruf (c) yang menyatakan bahwa ahli waris

adalah orang yan pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau

hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena

hukum untuk menjadi ahli waris. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada

ahli waris berbeda agama dengan pewaris adalah dengan pemberian hibah, wasiat

oleh pewaris, atau dengan wasiat wajiibah melalui penetapan Pengadilan, seperti

yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 51. K/AG/1999 tanggal 29 September 1999

11
Wawancara Pribadi dengan Sarbiati. Jakarta, 17 Juni 2014
12
Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, cet I,
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h.268.
76

yang menentukan bahwa anak kandung yang tidak beragama Islam mendapat wasiat

wajibah. 13

Walaupun penetapan Pengadilan Agama Jakarta Utara memberikan hak waris

kepada ahli waris anak murtad, dalam reinterpretasi patut dihargai sebagai suatu hasil

ijtihad upaya mengaktualisasikan atau menasionalisasikan nilai-nilai hukum

kewarisan Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dalam

bidang social, budaya, hukum maupun agama. Agar hukum Islam tidak kehilangan

jati dirinya dan selalu eksistensinya dapat dirasakam oleh masyarakat Indonesia.

13
Cyntia Limantra, “Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Beda Agama di Tinjau Dari
Hukum Islam” artikel
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan skripsi ini maka penulis memaparkan

kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya

sebagai berikut:

1. Pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara No.

84/Pdt.P/2012/PA.JU berdasarkan.

a. Permohonan yang diajukan para pemohon ditetapkan ahli waris yang

mustahak dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono, yang digunakan

untuk keperluan balik nama sertifikat, dan penjualan harta peninggalan

almarhum Kemal Fachrudin Sumartono.

b. Salah satu anak kandung alamrhum Kemal Fachrudin Sumartono yang

bernama Ignesjz Kemalawarta telah berpindah agama Kristen sehingga

dalam Hukum Islam seorang muslim tidak boleh mempusakakan orang

non muslim begitupun sebaliknya.

c. Melihat hal tersebut sangat tidak adil apabila seseorang anak yang

merupakan darah dagingnya atau keturunan dari pewaris terhalang

mendapatkan hak warisnya karena murtad atau pindah agama. Melainkan

ahli waris melakukan tindakan-tindakan seperti dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 173

77
78

d. Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995,

tanggal 16 Juli jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September 1999

sebagai pendapat Majelis Hakim, sehingga atas permohonan para

pemohon tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan:

1. Pemohon II sebagai anak kandung, mempunyai hubungan keperdataan

balik yang sempurna dengan KEMAL FACHRUDIN SUMARTONO

sebagai ayah kandung

2. Pemohon II tidak melakukan tindakan membunuh atau mencoba

membunuh, dan memfitnah pewaris yang membuat pemohon II

kehilangan hak-haknya dalam waris.

3. Adanya hubungan keperdataan pemohon II dengan ayah kandung dan

semasa hidupnya ayah kandung tidak memberikan wasiat, maka anak

tersebut mendapatkan hak warisnya melalui wasiat wajbah maksimal

1/3 dari harta peninggalan.

2. Faktor majelis hakim dalam memutus perkara Nomor 84/Pdt.P/2012/PA JU,

dan merupakan dasar hukum dalam mengambil putusan ialah aturan hukum

tertulis, yurisprudensi dan hukum yang hidup dimasyarakat serta yang

terpenting menjunjung rasa keadilan diantaranya yang dilihat dari hati nurani

hakim.

3. Hak waris setelah keluarnya putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor

84/Pdt.P/2012/PA JU mengenai hubungan hak waris anak murtad di landasi

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 368. K/AG/1995 jo


79

Nomor : 51.K/AG/1995 bahwa anak murtad tidak ditetapkan sebagai ahli

waris, karena murtad maka terhalang untuk mendapatkan harta waris. Namun

didalam Yurisprudensi dijelaskan apabila semasa hidup pewaris tidak

memberikan wasiat, maka hak waris anak murtad masih mendapatkan harta

peninggalan dari pewaris melalui wasiat wajibah.

B. Saran

1. Bagi para orang tua, harusnya memberikan pendidikan agama Islam yang

lebih sejak dini, demi mencegah penyimpangan anak yang keluar dari agama

Islam yaitu dengan cara mengikuti pendidikan sekolah yang berbasis agama

Islam dan juga di dukung dengan kurikulum yang berkompeten.

2. Peran ulama dan ustadz sangatlah penting dalam hal ini, melalui pengajian

dan khutbah rutin yang diadakan di masjid demi terciptanya insan yang

mempunyai iman dan akhlak yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

3. Bagi majelis hakim agar dapat lebih teliti dan bijaksana dalam menangani

perkara sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan juga

mampu menekan angka penetapan ahli waris anak murtad.

4. Bagi pemerintah, diharapkan mampu membuat aturan yang lebih jelas lagi

agar dapat membantu para hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang

masuk ke Pengadilan dan diharapkan pula mampu membuat aturan sebelum

kasus atau peristiwa sudah terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Tarjamah

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Utara, Putusan Nomor. 84/Pdt.P/2012/PA.JU

A. Karim, Muchith. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris Dikalangan Umat Islam


Indonesia. Jakarta: Malaho Jaya Abadi Press

Abu Zuhrah, Muhammad. 2011. Hukum Waris Menurut Imam Jafar Shadiq. Jakarta:
Lentera

Al-Faruq, Assadulloh. 2014. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor:
Ghalia Indonesia

Ali, Zainudin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika

Al-Ustamin, Asy-syaikh. 2007. Ilmu Waris. Tegal: Ash-Shaf

Arief, Saifuddin. 2007. Hukum Waris Islam. Jakarta: Darunnajah Production House

Hasan, M. Ali. 1996. Hukum Warisan Dalam Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang

Http://andibooks.wordpress.com/definisi-anak diunduh pada tanggal 30 Maret 2015

Hukor.depkes. 2013. Undang-Undang Tentang Hak Asasi


Manusia, http://hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU No.39 Th 1999 ttg Hak
Asasi Manusia.pdf,(diakses 27 desember 2013)

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta Selatan:
Senayan Abadi Publishing

Lubis, Suhrawadi K. dan Komisi Simanjuntak. 1995. Hukum Waris Islam (lengkap
dan Praktis). Jakarta: Sinar Grafika

Muhubbin, Moh dan Abdul Wahid. 2011. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar
Grafika

Muhubbin, Moh dan Abdul Wahid. 2011. Hukum Kewarisan Islam Sebagai
Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

80
81

Naisaburi, Muslim bin al-Hajjjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. 2012. Ensiklopedia Hadits


4; Shahih Muslim 2. Jakarta: Almahira

Nasution, Amin Husein. 2012. Hukum Kewarisan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Parman, Ali. 1995. Kewarisan dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Pitlo. A dan J.E Kasdrop. 1994. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Belanda. Jakarta: Intermasa

Rahman, Fathur. 1971. Ilmu Waris. Bandung: PT. Alma’ arif

Ramulyo, M. Idris. 1992. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Pedoman


Ilmu Jaya
Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Mawaris. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sopyan, Yayan. 2011. Islam Negara. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah

Suparman, Eman. 2007. Hukum Waris Indonesia. Bandung: Refika Aditama

Suma, Muhammad Amin. 2013. Keadilan Hukum Waris Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada

Suma, Muhammad Amin. 2011. Pidana Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus

Tono, Sidik. 2012. Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan.
Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia

Tim Redaksi Fokusmedia. 2007. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Tim Redaksi
Fokusmedia

http://mariotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-
kewarisan.html. di unduh pada tanggal 9 Maret 2014

http://www.merriam-webster.com/dictionary/heir di akses 14 November 2014

http://www.islam101.com/sociology/wills.htm, di akses pada tanggal 14 November


2014

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_inheritance_jurisprudence, di akses pada tanggal


14 November 2014
82

http://wikiislam.net/wiki/Islam_and_Apostasy#Definitions, di unduh pada


tanggal 14 November 2014
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102

Hasil wawancara dengan salah satu hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara,

Ibu Sarbiati Pada tanggal 17 Juni 2014 pada jam 14.25-14.33 WIB

Berikut beberapa pertanyaan yang diajukan kepada beliau serta jawaban dan
tanggapan dari beliau, diantara sebagai berikut:

1. Apakah anak murtad berhak mendapatkan warisan?

Pada umumnya anak murtad tidak mendapatkan hak waris, karena yang saling

mewarisi itu adalah sesama muslim itu yang menjadi pandangan dasarnya,

jadi intinya bahwa anak murtad itu tidak mendapatkan waris dan yang saling

mewarisi antara pewaris dan ahli waris harus sesama muslim.

2. Bagaimana menurut ibu hakim pemberian wasiat wajibah terhadap anak

murtad?

Jadi di putusan tadi di sebutkan di cantumkan bahwa anak murtad mendapat

hak waris melalui wasiat wajibah dalam pandangan ini ada yang mengatakan

boleh bahwa anak murtad mendapatkan waris melalui wasiat wajibah dan ada

yang mengatakan tidak tetapi dalam putusan tersebut menjelaskan

membolehkan orang non muslim mendapatkan waris melalui wasiat wajibah

dengan mengacu yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI Nomor :

368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29

September 1999 yang isinya menetapkan anak yang murtad itu sebagai ahli

waris di sebutkan juga kadar wasiat wajibah itu tidak boleh melebihi 1/3
103

sehingga di putusan ini anak murtad ditetapkan sebagai ahli waris dengan

adanya pertimbangan tersebut.

3. Apakah memberikan wasiat wajibah kepada anak murtad bukan merupakan

diskriminasi terhadap anak itu?

Faktor dan pertimbangan hakim dalam memutus masalah waris khususnya

anak murtad terjadi diskriminasi merupakan konsekuensi bahwa anak tersebut

murtad kemudian oleh Mahkamah Agung dengan yurisprudensinya Nomor

368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 disebutkan jadi sebagai kompensasi

yang sebenarnya Islam itu tidak membeda-bedakan tetapi, kemudian dari

agamanya tidak membatasi dia untuk mendapatkan hak waris murni sehingga

oleh Mahkamah Agung di beri porsi berupa wasiat wajibah dan pembagianya

itu disamakan dengan ahli waris yang lain dalam arti sama dengan porsi

wasiat wajibah yang lainnnya dan tidak membedakan porsi dalam kelamin

contoh perempuan dan laki-laki.

Hakim bukan sebagai corong undang-undang bahwa apa yang tertuang dalam

undang-undang itu dikuti karena secara yuridis bahwa itu tidak dicantumkan

dalam pasal dan anak murtad itu mendapat wasiat wajibah. Hanya hakim

melihat dari beberapa segi nilai dalam memutus, nilai sosiologis, nilai

keadilannya, nilai manfaatnya, nilai keselerasannya. Sehingga oleh hakim di

kaji nilai-nilai itu dalam rangka mempersamakan hak anak itu sehingga kita

mempertimbangkan nilai filosofisnya kemudian bahwa anak itu merupakan

darah dagingnya dari orang tua yang sama, apabila tidak diberikan atau
104

ditetapkan itu bagaimana secara undang-undang menyatakan secara jelas anak

murtad tidak dapat hak waris akhirnya dengan kajian-kajian dan nilai-nilai

filosofis akhirya keluarlah yurisprudensi dengan berbagai pertimbangan

sehingga muncullah putusan yang mengadopsi dan bisa memungkinkan

bahwa anak murtad mendapatkan hak waris sama dengan saudaranya yang

muslim sehingga dimungkinkan untuk memberikan hak waris anak murtad

melalui wasiat wajibah.

4. Bagaimana menurut ibu hakim tentang putusan khususnya yang berkenan

dengan waris?

Karena seperti tadi hakim dalam memutus suatu perkara tidak secara normatif

tapi dilihat dari berbagai aspek dan nilai-nilai terkandung didalamnya dengan

alasannya mengapa ia murtad bagi mana kehidupan sosial di keluarga

tersebut, maka hakim tidak sembarangan memutus suatu perkara. Tetapi di

lihat pada putusan No. 84/Pdt.P/2012/PA.JU bahwa hakim dalam memutus

perkara tidak melihat nilai sosial dan aspek-aspek dalam kehidupan anak

murtad ini dan memang yurisprudensi adalah undang-undang urutan tertinggi.

5. Bagaimana potensi hakim dalam menggunakan yurispudensi?

Bahwa dalam peradilan agama acuanya uu no 1 tentang peradilan agama, uu

no 4 tahun 194 tentang perkawinan dan lain-lain. Kalau dari semua undang-

undang hakim tidak menemukan hak waris dari anak murtad dan tidak

dicantumkan dalam undang-undang tersebut, maka hakim harus berikhtiar

yang terpenting kita bisa mengolahnya. Contoh dalam Alquran perempuan


105

mendapatkan separuh dari hak waris laki-laki tetapi dalam kasus lain tidak

terpakai undang-undang tersebut tetapi kita lihat terlebih dahulu nilai-nilai

dari berbagai aspek. Sering kali mendapatkan kasus yang sama tetapi

outputnya beda maka para hakim harus mengkaji dan setiap kajian dari hakim

satu dengan yang lain berbeda tetapi yang penting ada acuannya walaupun

hukum adat yang sebagai acuannya. Terkadang hukum adat bisa mengalahkan

hukum formil, sehingga hakim harus melihat keadilan dari berbagai sisi.

Anda mungkin juga menyukai