Anda di halaman 1dari 110

BAB I

PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN


KONSELING

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan konsep dasar,,
latar belakang dan kedudukan bimbingan dan konseling dalam kerangka pendidikan.

DESKRIPSI
Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, dalam bab ini akan dibahas serangkaian
materi pembelajaran, yang meliputi pengertian bimbingan beserta unsur-unsur pokok
bimbingan, pengertian konseling dan dilanjutkan pembahasan tentang persamaan dan
perbedaan antara bimbingan dan konseling. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi
perlunya bimbingan dan konseling di sekolah terdiri dari: (1) latar belakang psikologis, (2) latar
belakang sosiologis, (3) latar belakang kultural, (4) latar belakang pedagogis. Pada akhir bab ini
akan dibahas tentang kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah.

MATERI

A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah “Guidance and Counseling”
dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan secara umum
sebagai suatu bantuan. Namun untuk pengertian yang sebenarnya, tidak setiap bantuan adalah
bimbingan. Misalnya seorang guru membisikkan jawaban suatu soal ujian pada waktu ujian,
agar siswanya lulus, tentu saja “bantuan” itu bukan bentuk bantuan yang dimaksud dengan
“bimbingan”. Demikian juga bila seorang polisi membantu menyebrang jalan siswa SD karena
jalan sangat ramai, bantuan semacam itu bukan bantuan dalam arti “bimbingan”. Bentuk
bantuan dalam bimbingan membutuhkan syarat tertentu, bentuk tertentu, prosedur tertentu,
dan pelaksanaan tertentu sesuai dengan dasar, prinsip, dan tujuannya.
Bimbingan/Guidance merupakan salah satu bidang dan program dari pendidikan, dan
program ini ditujukan untuk membentu mengoptimalkan perkembangan siswa. Menurut
Hamrin dan nericson dalam Laksi (2003: 1)”…bimbingan sebagai salah satu aspek dari program
pendidikan diarahkan terutama pada membantu para peserta didik agar dapat menyesuaikan
diri dengan situasi yang dihadapinya saat ini dan dapat merencanakan masa depannya sesuai
dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya.
Jones lebih lanjut memberikan penjelasan tentang perencanaan masa depan ini.
“bimbingan berkenaan dengan bantuan yang bersifat pribadi yang diberikan oleh seseorang
(konselor), yang diarahkan untuk membantu seseorang dalam menentukan kemana diaakan
pergi, apa yang dialakukan, atau bagaimana dia dapat mencapai tujuannya, bimbingna
merupakan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapai dalam kehidupannya.
Bimbingan juga merupakan layanan yang bersifat profesionhal yang diberikan oleh para
konselor yang memiliki latar belakang pendidikan, dan keahlian dibidang bimbingan dan
konseling. “bimbingn merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor yang memiliki
kompetensi (profesional) kepada individu dari berbagai tahapan usia untuk membantu mereka
mengarahkan kehidupannya, mengembangkan pandangan hidupnya, menentukan keputusan
bagi dirinya, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi “, (Laksmi, 2003: 3)

1
1
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut, pada prinsipnya
mengandung berbagai unsur pokok sebagai berikut :
1. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Hal ini mengandung arti bahwa
kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan,
insidental, sewaktu-waktu, tidak sengaja, atau asal saja, melainkan suatu kegiatan yang
dilakukan dengan sistematis, sengaja, berencana, terus-menerus, dan terarah kepada tujuan.
Setiap kegiatan bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan artinya senantiasa
diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana individu telah berhasil
mencapai tujuan dan penyesuaian diri.
2. Bimbingan merupakan proses membantu inidvidu. Dengan perkataan membantu berarti
bukan suatu paksaan. Memang bimbingan tidak memaksakan kehendak pembimbing
kepada invidu untuk maju ke satu tujuan yang ditetapkan oleh pembimbing secara pasti,
melainkan membantu atau menolong mengarahkan individu ke arah suatu tujuan yang
sesuai dengan potensinya secara optimal. Yang menentukan pilihan adalah individu itu
sendiri, sedangkan pembimbing hanya membantu. Ini berarti pula bahwa proses
bimbinganm merupakan kegiatan yang bersifat kerja sama secara demokratis dan tidak
otoriter dari pihak pembimbing. Oleh karena itu bimbingan memerlukan teknik-teknik
tertentu yang memadai dan objektif.
3. Bantuan dalam bimbingan diberikan kepada individu, baik perorangan maupun kelompok.
Jadi sasaran pelayanan bimbingan adalah orang yang diberi bantuan, baik secara individual
maupun secara kelompok.
4. Bantuan diberikan kepada semua orang tanpa kecuali, artinya tidak diberikan kepada
kelompok-kelompok umur tertentu saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak,
remaja, dan orang dewasa. Dengan demikian bimbingan dapat diberikan di semua
lingkungan kehidupan, di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
5. Bantuan yang diberikan bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara
optimal menjadi pribadi yang mandiri. Dengan tercapainya kemandirian itu, maka
inidividu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
6. Untuk mencapai tujuan bimbingan tersebut di atas, digunakan pendekatan pribadi dengan
menggunakan berbagai teknik dan media bimbingan. Yang dimaksud dengan pendekatan
pribadi adalah pendekatan yang bertitik tolak pada pandangan siswa sebagai pribadi yang
unik dengan segala ciri dan karakterisitiknya.
7. Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-orang yang memiliki
keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang bimbingan. Hal ini berarti, bahwa untuk
melaksanakan bantuan dalam pengertian bimbingan tidak dapat dilakukan oleh sembarang
orang, akan tetapi menuntut personal yang memiliki syarat-syarat dan kualifikasi tertentu,
baik dari segi kepribadian, pendidikan, pengalaman, maupun latihan-latihan. Dengan kata
lain pekerjaan bimbingan ini merupakan suatu profesi.
8. Bimbingan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Hal ini
berarti bahwa upaya bimbingan, baik bentuk, isi, maupun tujuan serta aspek-aspek
penyelenggaraannya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Namun justru
harus menunjang kemampuan konseli untuk mengikuti norma-norma tersebut. Norma
tersebut dapat berupa: aturan, nilai dan ketentuan yang bersumber dari agama, adat,
hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Berdasar atas ciri-ciri pokok tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada seseorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
mendapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan
kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2
B. Pengertian Konseling
Secara etimologis. Istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “Consilium” yang
berarti “dengan“ atau “bersama” yang dirangkai dengan kata “menerima” atau “memahami”.
Sebagaimana dengan istilah bimbingan, istilah konseling juga telah didefinisikan oleh banyak
ahli.
Menurut Bernard & Fullmer (dalam Prayitno dan E. Amti, 1994: 101) Konseling meliputi
pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi,
dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk
mengapresiasi ketiga hal tersebut.
Sertzer & Stone dalam Smit yang dikutip Prayitno (1994:100), mengemukakan bahwa
konseling merupakan suatu proses di mana konselor membantu konseli dalam membuat
intepretasi-intepretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana,
penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Menurut Division of Counseling Psychology (Prayitno, 1994:1001) Konseling diartikan
sebagai suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan
dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, di
mana proses tersebut terjadi setiap waktu.
Masih banyak lagi rumusan pengertian atau definisi konseling yang dikemukakan oleh
para ahli, namun pada dasarnya masing-masing rumusan konseling mengandung hal-hal
pokok sebagai berikut:
1. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan
komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan saksama isi
pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan
maksud meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi itu.
2. Interaksi antara konseli dan konselor berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan
terarah pada pencapaian tujuan. Berlainan dengan pembicaraan biasa.
3. Tujuan dari hubungan konseling adalah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien.
Konselor memusatkan perhatiannya kepada konseli dengan mencurahkan segala daya dan
upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan ke arah yang lebih baik,
teratasinya masalah yang sedang dihadapi klien.
4. Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan
konseli saling berbicara. Konseli berbicara tentang pikiran-pikirannya, tentang perasaan-
perasaannya, tentang perilaku-perilakunya, dan banyak lagi tentang dirinya. Sedangkan di
pihak konselor, mendengarkan dan menanggapi hal-hal yang dikemukakan oleh konseli
dengan maksud agar konseli memberikan reaksinya dan berbicara lagi lebih lanjut.
Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara dan mengemukakan gagasan-gagasan
yang akhirnya bermuara pada teratasinya masalah klien.
5. Konseling merupakan proses yang dinamis, artinya individu konseli dibantu untuk dapat
mengembangkan dirinya, mengembangkan kemampuan-kemapuannya dalam mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi klien.
6. Konseling didasari atas penerimaan-penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien,
yaitu atas dasar penghargaan terhadap harkat dan martabat klien.
Atas dasar cirri-ciri pokok tersebut di atas, dapat dirumuskan dengan singkat bahwa
yang dimaksud dengan konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien.
Menurut Leona, E. Tylor (1953:2) ada lima karakteristik yang sekaligus juga merupakan
prinsip-prionsip konseling. Lima karakteristik tersebut adalah:

3
1. konseling tidak sama dengan pemberian nasehat (advisement), sebab didalan
pemberian nasehat proses berifikir ada dan diberikan oleh penasehat. Sedang dalam
konseling proses berfikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh konseli sendiri.
2. Konseling mengusahakan perubahan-operubahan yang bersifat fundamental yang
berkebnaan dengan pola-pola hidup.
3. Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan.\
4. Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosionbal daripada pemecahan
intelehtual.
5. Konseling menyangkut hubangan seseorang dengan orang lain.
Tujuan utama konseling adalah kemandirian, artinya kemandirian dalam pemahaman,
pengembangan diri dan pemecahan masalah oleh konseli sendiri. Menurut George dan
Christiani (1981: 9) tujuan konseling adalah:
1. Membentu mengubeh perilaku
2. Meningkatkan kemampyuan individu dalam membina dan memelihara hubungsan
3. Meningkaatkan efektifitas dan kemampuan klien.
4. Mengembangkan proses pengembangan pengambilan keputusan, dan
5. Meningkatkan p[otensi dan pengembangan individu.
Lebih lanjut, George dan Christiani menambahkan beberapahal yang mebdasar berbagaiu
karakteristik konseling:
1. Konseling berkenaan dengan pemberian pengaruh dengan perubahan perilaku secara
sukarela
2. Tujuan dari konseling adalah menyediakan situasi yang mendoriong terjadinya
perubahan secara sukarela pada konseli.
3. Konseling di arahkan bagi kepentingan klien.
4. Kondisi yang mjendoriong perubahan perilaku tercipta melallyui wawancara.
5. Mendengarkan perlu dalam konseling, meskipun tidak semua konseling adalah
mendengarkan.
6. Konselor berusaha memahami konseli
7. Konseling berlangsung dalam situasai yang bersifat pribadi dan dijaga kerahasiaan data
konseli.

C. Persamaan dan Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling


Dengan memperhatikan pengertian bimbingan dan konseling di atas, ada tiga
pertanyaan pokok yang perlu dijawab.
1. Apakah bimbingan dan konseling itu merupakan istilah yang sama saja?
2. Apakah bimbingan dan konseling itu memiliki perbedaan yang nyata antara yang satu
dengan yang lain?
3. Apakah bimbingan dan konseling saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain?
Berkenaan dengan pertanyaan ini, Mohamad Surya (1988) mengemukakan bahwa ada
tiga pandangan tentang hubungan bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat
bahwa kedua istilah itu adalah identik atau sama saja, tidak ada perbedaan yang mendasar
antara keduanya. Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan merupakan dua istilah
yang berbeda, baik dasar-dasar maupun cara kerjanya. Menurut pandangan ini bimbingan
dianggap sama dengan pendidikan; sedangkan konseling dianggap sama dengan psikoterapi,
yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah yang serius. Akhirnya,
pandangan ketiga mengatakan bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang terpadu. Kedua
istilah itu tidak terpisah satu sama lain, sehingga istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan
istilah konseling. Berkenaan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan
Warner (1977) sebagaimana yang dikemukakan oleh Prayitno (1978) menyatakan bahwa
bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasikan dan teritegrasikan ke dalam
program sekolah untuk menunjang perkembangan siswa secara optimal. Sedangkan konseling

4
menyangkut usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari
cara-cara baru guna penyesuaian diri. Lebih lanjut, Moser dan Moser (dalam Prayitno,1978:643)
menyatakan bahwa di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai
inti dari proses pemberian bantuan. Sejalan dengan ini Mortensen dan Schmuller (1976:56)
menyatakan lebih tegas bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.
Pertanyaan berikut yang timbul dari uraian di atas adalah manakah di antara ketiga
pandangan itu yang benar? Jawaban secara pasti tidak dapat dikemukakan, karena masing-
masing memiliki alasan dan latar belakang yang berbeda. Tetapi sebagai pegangan bagi kita
dengan memperhatikan literatur-literatur yang ada dan praktek bimbingan dan konseling di
sekolah-sekolah, kiranya pandangan ketiga lebih banyak diterapkan oleh para ahli di sekolah
dan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, bimbingan dan konseling memiliki persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaan sebagaimana diuraikan di bawah ini.

1. Persamaan
Istilah bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki persamaan-persamaan
tertentu. Persamaan yang lebih jelas antara keduanya terletak pada tujuan yang hendak dicapai,
yaitu sama-sama berusaha untuk memandirikan inidividu, sama-sama diterapkan dalam
program persekolahan, dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan
masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan. Dengan kata lain, bimbingan itu
merupakan satu kesatuan dengan konseling yang mana konseling berada dalam kesatuan
bimbingan tersebut.

2. Perbedaan
Istilah bimbingan dan konseling juga memiliki perbedaan antara yang satu dengan lain,
walaupun kedua istilah itu merupakan kegiatan yang terpadu dalam program pendidikan.
Perbedaannya terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakan.
Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian
informasi dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih mekankan pada fungsi
pencegahan. Sedangkan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap
muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien. Dilihat dari segi tenaga,
bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, dan orang dewasa
lainnya kepada individu (siswa) yang memerlukakannya. Karena sifat dan kegiatannya yang
kas, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konseling itu merupakan bentuk khusus dari
bimbingan, yaitu suatu layanan yang diberikan oleh konselor kepada konseli secara individu.

D. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bidang pelayanan yang perlu
dilaksanakan di dalam program pendidikan. Kebutuhan pelaksanaan bimbingan dan konseling
berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis, sosiologis, kultural, dan paedagogies.

1. Latar Belakang Psikologis


Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik, merupakan pribadi-
pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang dinamis dan
berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya
dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik, terdapat perbedaan individual antara siswa
yang satu dengan siswa yang lainnya. Di samping itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa terjadi
adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar.

5
Hal tersebut di atas, merupakan beberapa aspek psikologis dalam pendidikan yang
bersumber dari siswa sebagai subyek didik, dan dapat menimbulkan berbagai masalah.
Timbulnya masalah-masalah psikologis menuntut adanya upaya pemecahan melalui layanan
bimbingan dan konseling. Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa masalah psikologis
yang merupakan latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.

a. Masalah Perkembangan Individu


Sejak individu terbentuk sebagai suatu organisme, yaitu pada masa konsepsi (masa
dibuahinya sel telur oleh sperma) yang terjadi dalam kandungan ibu, individu terus tumbuh
dan berkembang. Proses ini berlangsung terus hingga individu mengkhiri hayatnya. Proses
pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung sangat cepat terutama nampak sejak lahir
yaitu pada masa kanak-kanak, masa sekolah, masa pemuda, dan masa permulaan dewasa.
Tujuan proses pertumbuhan dan perkembangan adalah mencapai kedewasaan yang sempurna
secara optimal.
Proses perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri individu
maupun dari luar. Dari dalam dipengaruhi oleh faktor bawaan dan kematangan, sedangkan
dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan akan menjadi baik kalau faktor-
faktor tersebut saling mendukung dan saling melengkapai. Oleh karena itu harus ada asuhan
yang terarah. Adapun asuhan dengan melalui belajar sering disebut pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk lingkungan, bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan terhadap perkembangan individu. Bimbingan dan konseling merupakan
bantuan yang diberikan kepada individu di dalam memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Dalam konsepsi tentang tugas-tugas perkembangan (developmental
task) dikatakan bahwa setiap periode tertentu terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
diselesaikan. Berhasil tidaknya individu dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan
berpengaruh bagi perkembangan selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat.
Melalui layanan bimbingan dan konseling, siswa dibantu agar dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan dengan baik.
Dilihat dari proses dan fase perkembangannya, para siswa berada pada fase masa
remaja (adolesensi). Masa ini ditandai dengan berbagai perubahan menuju ke arah tercapainya
kematangan dalam berbagai aspek seperti biologis. Intelektual, emosional, nilai-nilai hidup dan
sebagainya.
Para siswa berada pada masa transisi dari akhir masa kanak-kanak dan memasuki masa
remaja sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dalam rentangan masa transisi ini siswa
akan mengalami berbagai goncangan yang akan mempengaruhi seluruh pola-pola perilakunya.
Maka secara langsung atau tidak, hal ini akan mempengaruhi proses belajar mereka di sekolah.
Mengingat hal tersebut di atas, maka sekolah mempunyai peranan yang penting dalam
membantu siswa untuk mencapai taraf perkembangan melalui pemenuhan tugas-tugas
perkembangan secara optimal. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan komponen
pendidikan yang secara khusus dapat membantu siswa dalam proses perkembangannya.

b. Masalah Perbedaan individu


Keunikan dari individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama
persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik aspek jasmaniah maupun rohaniah. Individu yang
satu berbeda dari individu yang lainnya. Timbulnya individu ini dapat kita kembalikan kepada
faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan
individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu meskipun dengan
lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya
perbedaan individu meskipun pembawaannya sama.
Di sekolah sering kali tampak masalah perbedaan individu ini, misalnya ada siswa yang
sangat cepat dan ada lambat belajar, ada yang cerdas, dan ada yang berbakat dalam bidang
tertentu, dan sebagainya. Kenyataan ini akan membawa konsekuensi bagi pelayanan

6
pendidikan khususnya yang menyangkut bahan pelajaran, metode belajar, alat-alat belajar,
penilaian, dan pelayanan lainnya. Di samping itu perbedaan-perbedaan ini sering kali banyak
menimbulkan masalah-masalah baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi lingkungan. Siswa
akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri antara keunikan dirinya dengan tuntutan
dalam lingkungannya. Hal ini disebabkan karena pada umumnya layanan program pendidikan
memberikan pelayanan atas dasar ukuran-ukuran umum atau rata-rata.
Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah perkembangan yang optimal
dari setiap individu, maka masalah perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam
pelayanan pendidikan. Sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa dalam
menghadapi masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan indidividu. Dengan kata lain
sekolah hendaknya memberikan pelayanan kepada para siswa secara individual sesuai dengan
keunikan masing-masing. Usaha melayani siswa secara individual ini dapat diselenggarakan
melalui program bimbingan dan konseling. Dengan demikian keunikan dari masing-masing
siswa itu tidak akan begitu banyak menimbulkan masalah yang menghambat mereka dalam
seluruh proses pendidikannya.
Beberapa aspek perbedaan individual yang perlu mendapat perhatian ialah perbedaan
dalam hal-hal sebagai berikut : 1) kecerdasan, 2) kecakapan, 3) hasil belajar, 4) bakat, 5) sikap, 6)
kebiasaan, 7) pengetahuan, 8) kepribadian, 9) cita-cita, 10) kebutuhan, 11) minat, 12) pola-pola
dan tempo perkembangan, 13) cir-ciri jasmaniah, 14) latar belakang keluarga (lingkungan).
Dengan mengetahui data tentang perbedaan-perbedaan tersebut di atas mempunyai
manfaat yang sangat besar bagi usaha bantuan yang diberikan kepada siswa di sekolah.

c. Masalah Kebutuhan Individu


Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku
karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya
mendasar bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika inidividu berhasil dalam
memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan belajar pada hakekatnya merupakan perwujudan
usaha pemenuhan kebutuhan tersebut. Sekolah hendaknya menyadari hal tersebut, baik dalam
mengenal kebutuhan diri siswa maupun dalam memberikan bantuan yang sebaik-baiknya
dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti telah dikatakan di atas, kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah bagi dirinya.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu
yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Beberapa kebutuhan- kebutuhan
yang harus kita perhatikan seperti yang dikemukakan oleh Maslow mencakup kebutuhan:
fisiologis, rasa aman, cinta dan dicintai, harga diri, dan aktualisasi diri.

d. Masalah penyesuaian diri


Dalam proses pemenuhan kebutuhan dirinya, individu dituntut mampu menyesuaikan
antara kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungannya. Pada
kenyataannya proses penyesuaian diri ini banyak sekali menimbulkan berbagai masalah
terutama bagi diri individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya
sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi
lingkungannya, maka ia dapat disebut “well adjusted” atau penyesuaian diri baik. Namun
sebaliknya, jika inidividu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut, disebut “maladjusted”
atau salah suai.
Dalam hal ini, sekolah hendaknya memberikan bantuan agar setiap siswa dapat
menyesuaikan diri dengan baik dan terhindar dari timbulnya gejala-gejala salah suai. Sekolah
hendaknya menempatkan diri sebagai lingkungan yang memberi kemudahan untuk
tercapainya penyesuaian diri yang baik. Gejala-gejala salah suai biasanya ditunjukkan dalam
bentuk tingkah laku yang kurang wajar atau sering disebut bentuk kelainan tingkah laku.
Bentuk-bentuk tingkah laku yang dimaksudkan misalnya agresif, rasa rendah diri, bandel,
minta perhatian, membolos, mencuri, dan lain sebagainya. Mereka yang menunjukkan kelainan

7
tingkah laku, pada umumnya mempunyai kecenderungan gagal dalam proses pendidikannya.
Oleh karena itu diperlukan usaha nyata untuk menanggulangi gejala-gejala tersebut. Di sinilah
peranan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan.

e. Masalah belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan perbuatan inti.
Dalam perbuatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar
(guru). Beberapa masalah belajar siswa, misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara
belajar yang efektif, mempersiapkan ujian atau ulangan, cara memusatkan perhatian
(konsentrasi) belajar, cara belajar kelompok, dan lain sebagainya.
Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar mereka
berhasil dalam belajar. Untuk itu hendaknya sekolah memberikan bantuan kepada siswa dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar. Di sinilah letak pentingnya
program bimbingan dan konseling untuk membantu mereka dalam keberhasilan belajar

2. Latar Belakang Sosial Budaya


Telah lama diketahui kenyataan bahwa makin derasnya perubahan sosial dan makin
kompleksnya keadaan masyarakat akan meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi remaja dan
pemuda. Kehidupan yang terlalu berorientasi pada kemajuan dalam bidang material
(pemenuhan kebutuhan biologis telah menlantarkan supraempiris manusia sehingga terjadi
pemiskinan ruhaniah dalam dirinya. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi berkembangnya
masalah-masalah pribadi yang terekspresijkan dalam suasana psikologis yang kurang nyaman
seperti perasaan cemas, stress, perasaan terasing serta sering terjadi penyimpangan moral
dalam sistem nilai.
Problema yang muncul akibat sampingan gaya hidup modern adalah :
1. Ketegangan fisik dan psikis
2. Kehidupan yang serba rumit
3. Kekhawatiran / kecemasan akan masa depan, mungkin tidk manusiawinya hubungan
antar individdu.
4. Makin tidak manuiawinya hubungan antar individu
5. Merasa terasing dari anggota keluarga dan anggota masyar4akat lainnya dan
6. Merenggangnya hubungan kekeluargaan
7. Terjadinya penyimpangan moral dan sistem nilai.
8. Hilangnya identitas diri (Rusdi Muslim, Suara Pembaharuan, 9 Oktober 1993)

Atas dasar keadaan tersebut di atas, sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal
harus bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan
diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Kegiatan
belajar dan pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang diberikan di sekolah, namun
sesungguhnnya kegiatan itu saja belum cukup memadai dalam membantu siswa mengatasi
berbagai permasalahan yang dilaminya dan menyiapkan siswa terjun di masyarakat dengan
berhasil. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk memberi bantuan kepada
siswa dalam memecahkan berbagai masalah, baik masalah belajar, penyesuaian diri, maupun
masalah-masalah pribadi, yang apabila dibiarkan akan menghambat tercapainya tujuan belajar
siswa di sekolah.

3. Latar Belakang Paedagogis


Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha
sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan
dalam GBHN adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

8
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal
semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangunan dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa”. Dari pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang
menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari
setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian, setiap kegiatan proses pendidikan
diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi
masing-masing. Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan
pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional
(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara
pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan
pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai
dengan pengadministrasian yang baik, kurukulum beserta proses belajar pembelajaran yang
memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam
pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal.
Dengan demikian maka hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak
didik yang berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun sosial.
Kalau kita menyimak kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia pada
umumnya, masih terdapat kecenderungan bahwa pendidikan belum sepenuhnya dapat
membantu perkembangan kepribadian anak didik secara optimal. Secara akademis masih
nampak gejala bahwa anak didik belum mencapai prestasi belajar secara optimal. Hal ini
nampak antara lain gejala-gejala: putus sekolah, tinggal kelas, lambat belajar, berprestasi rendah,
kekurangpercayaan masyarakat terhadap hasil pendidikan, dan sebagainya. Secara psikologis
masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang kurang matang, gejala
salah suai, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang
responsif, ketergantangan, pribadi yang tidak seimbang, dan sebagainya. Demikian juga secara
sosial ada kecenderungan anak didik belum memiliki kemampuan penyesuaian sosial secara
memadai. Sehubungan dengan hal itu, layanan bimbingan dirasakan amat berperan dalam
membantu proses dan pencapaian tujuan pendidikan secara paripurna.

a. Perkembangan pendidikan
Sebagai suatu proses yang dinamis, pendidikan akan senantiasa berkembang dari saat ke
saat sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan umumnya. Salah satu ciri dari
perkembangan pendidikan adalah adanya perubahan-perubahan dalam berbagai komponen
sistem pendidikan seperti kurikulum, strategi belajar pembelajaran, alat bantu belajar, sumber-
sumber, dan sebagainya. Perkembangan ini sudah tentu akan mempengaruhi kehidupan para
siswa baik dalam bidang akademik, sosial, maupun pribadi. Para siswa diharapkan mampu
menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan pendidikan yang terjadi untuk mencapai
sukses yang berarti dalam keseluruhan proses belajarnya.
Proses penyesuaian diri para siswa memerlukan bantuan yang sistematis melalui
pelayanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling bagi para siswa pada
hakekatnya merupakan salah satu konsekuensi dari perkembangan pendidikan.

b. Peranan guru
Sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab guru yang paling utama ialah mendidik
yaitu membantu subjek didik untuk mencapai kedewasaan. Untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak
didik baik segi jasmani maupun segi psikis. Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat
perkembangan anak didik, sistem motivasi / kebutuhan, pribadi, kecakapan, kesehatan mental,
dan sebagainya. Tindakan yang bijaksana akan timbul juga apabila guru benar-benar
memahami seluruh pribadi anak didik.

9
Di samping memahami siswa, salah satu tugas guru yang tidak boleh diabaikan adalah
mengenal dan mamahami dirinya. Memahami dan mengenal siswa tidak mungkin dapat
dilakukan dengan baik tanpa mengenal dan memahami dirinya sendiri. Guru harus
mempunyai informasi yang cukup untuk dirinya sehubungan dengan peranannya, pekerjaan,
kebutuhan dan motivasinya, kesehatan mentalnya, dan tingkatan kecakapan yang harus
dimilikinya.
Jenis-jenis informasi tentang dirinya sangatlah membantu para guru itu sendiri dalam
mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam tugasnya, seperti konflik, ilustrasi,
maladjustment (ketidakmampuan menyesuaikan diri), dan sebagainya. Agar guru dapat
memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya, maka guru itu sendiri harus
menghindari masalah-masalah tersebut di atas.

E. Kedudukan BK Dalam Pendidikan

Pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal telah dipetakan secara tepat
dalam kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih dinamakan layanan bimbingna dan
penyuluhan pendidikan dan layanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam kurikulum
sebagai mana tampak pada gambar 1

Wilayah
Manajemen
& Kepemimpinan Manajemen dan
Supervisi

Wilayah Tujuan
Pembelajaran Perkembangan
Pembelajaran Optimal Tiap
Yang mendidik Bidang Studi Peserta Didik

Wilayah Bimbingan dan


Bimbingan dan Konseling
Konseling yang
Memandirikan

Gambar 1
Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal

Dalam gambar terdaapat tiga wilayah yaitu wilayah manajemen dan kepeminpinan, wilayah
poembelajaran yang mendidik dan wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan.

1. Wilayah manajemen dan kepemimpinan


Wilayah ini meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan
pengambilan kebijaksanaan sereta bentuk-bentuk kegiuatan pengelolaan dan manajemen
sekolah seperti perencanaan, pengadaan dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik
dan pengawasan.

2. Wilayah pembelajaran yang mendidik


Wilayah ini meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran
yaitu penyampaian dn pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.

10
3. Wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan
Wilayah ini meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu pada pelayanan
kesisiwaan secara individual agar masing-masing peserta didik dapat berkembang sesuai
dengan bakat, minat, potensi dan tahap-tahap perkembangannya.

Dalam Permendiknas No. 23/2007 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta
didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah
kompetensi kemandirian untuk mewujdukan diri (self actualization) dan pengembangan
kapasitasnya (capacity development) yang dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan
(sebagaimana dimaksud dan dirumuskan dalam Permendiknas No.23/2006 tentang SKL).
Persamaan, keunikan, dan keterkaitan wilayah layanan guru dan konselor dapat digambarkan
dalam Gambar 2 berikut.
Perkembangan Optimum Siswa

Standar Kompetensi Misi bersama Standar


Kemandirian utk guru dan Kompetensi
mewujdukan diri konselor dalam Lulusan mata
(akademik, karir, memfasilitasi pelajaran
sosial, pribadi) perkembangan
(Pembelajaran
peserta didik
(Bimbingan dan bidang studi)
seutuhnya dan
Konseling)
pencapaian
tujuan
pendidikan
nasional

Wilayah Wilayah Penghormatan Wilayah Guru


Konselor Bersama

Gambar 2. Kesamaan dan Keunikan Wilayah Kerja Guru dan Konselor

Telaah di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri dalam Permendiknas No.


22/2006 lebih merupakan wilayah penghormatan bersama yang harus dilaksanakan oleh guru,
konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu bimbingan dan
konseling tetap memiliki wilayah layanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan
pencapaian kompetensi peserta didik.
Posisi wilayah penghormatan bersama mengandung arti bahwa masalah-masalah
perkembangan siswa yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor
untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani konselor dirujuk kepada guru
untuk menindak lanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang studi.
Masalah kesulitan belajar siswa sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari
proses pembelajaran itu sendiri. Ini berati bahwa di dalam proses pembelajaran, dan untuk
membangun pembelajaran bermutu, perlu ada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang
diperankan guru di dalam proses pembelajaran. Jadi sesungguhnya tidak ada wilayah yang
betul-betul digarap bersama oleh guru dan konselor, tapi keduanya menghadapi wilayah
penghormatan bersama itu. Reposisi optimum atas keberadaan bimbingan dan konseling di
dalam struktur kurikulum berdasarkan Permendiknas No. 22/2006 dapat dilukiskan dalam
Gambar 3 berikut ini.

11
Pimpinan Satuan
Pendidikan Manajemen

Muatan Lokal

KURIKULUM
Perkembangan
Guru Mata Pelajaran/ (KTSP) Optimum
Bidang Studi Peserta Didik

Pengembangan Diri

Konselor Bimbingan. dan


Konseling

Gambar 3. Posisi Bimbingan dan Konseling dan Kurikulum (KTSP) dalam Jalur
Pendidikan Formal

F. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru Dan Konselor


Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta diidik secara utuh dan optimal
sesungguhnya merupakan tugas bersama yang bharus dilakdanakan oleh guru, konselor dan
tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu masing-masing pihak tetao memiliki
wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta
didik. Dalam hubungan fungsional kemiotraan antara konselor dengan guru, santara lain dapat
dilakuan melalui kegiatan rujukan (referal). Masalah-masalah perkembagan peserta didik yang
dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya.
Demikian pula masalah yang ditangni konselor dirujuk kepada guru untuk mrenindak
lanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang studi.
Secara rinci keterkaitan dan kekhusuan layanan pembelajaran oleh guru dan layanan
bimbingan dan konseling oleh konselor dapat dilukiskan dalam matriks berikut.
Matriks 1
Kontribusi Unik dan keterkaitan Layanan Guru dan Konselor
Worldview Guru Konselor
Wilayah Gerak Khususnya Sistem Pendidikan Khususnya Sistem
Formal Pendidikan Formal
Tujuan Umum Pencapaian tujuan pendidikan Pencapaian tujuan
nasional pendidikan nasional
1. Konteks Tugas Pembelajaran yang berdampak Layanan B & K yang
Mendididk melalui Mata menumbuhkan
pelajaran dengan Skenario Guru Kemandirian dalam

12
Pengambilan Keputusan
oleh Konseli mengenai
pendidikan dan karier
dengan fasilitasi Konselor
• Masalah yang terkait dengan mata pelajaran masalah pribadi, sosial,
dihadapi Peserta (sebagian) belajar, karier
didik
• Hubungan kerja Alih tangan sesuai hakekat Alih tangan sesuai
masalah hakekat masalah
2. Target Intervensi
• Individual Minim Utama
• Kelompok Pilihan strategis Pilihan strategis
• Klasikal Utama Minim
3 Ekspektasi Kinerja
• Ukuran Pencapaian Standar Kompetensi Kemandirian Konseli
keberhasilan Lulusan dalam Pengambilan
Keputusan dengan
Standar Ipsatif
• Dampak Utama Minim
Langsung
tindak
intervensi
• Dampak tidak Pilihan strategis Utama
langsung tindak
intervensi
• Pendekatan Optimasi pemanfaatan Pengenalan diri oleh
umum Instructional Effects & Nurturant Konseli diperhadapkan
Effects melalui Mata Pelajatan, dengan pengenalan
dalam Pembelajaran yang lingkungan dalam rangka
Mendidik, Skenario tindakan pengatasan masalah
diatur oleh Guru (Wawasan pribadi, sosial, (sebagian)
kependidikan guru) belajar, dan karier,
Skenario tindakan
merupakan hasil
transaksi yang
merupakan keputusan
Konseli (Worldview
konselor)
• Perencanaan Penetapan kebutuhan belajar Penetapan kebutuhan
tindak oleh guru (keputusan situasional penataan diri diputuskan
intervensi oleh guru) secara transaksional oleh
Konseli, difasilitasi oleh
Konselor
• Pelaksanaan Penyesuaian sambil jalan Penyesuaian sambil jalan
tindak berdasarkan respons berdasarkan transaksi
intervensi ideosinkratik Peserta didik makna antara Konseli
terhadap keputusan dan tindakan dengan Konselor
guru (keputusan transaksional (keputusan transaksional
oleh guru) diambil oleh konseli)
• Penilaian proses Ketercapaian Standar Kompetensi Aproksimasi Kemandirian

13
dan hasil dengan Standar Ipsatif
• Lintasan Menuju ketercapaian Tujuan Menuju Kemandirian
Perkembangan Utuh Pendidikan (holistik) dalam pengambilan
peserta didik keputusan Pendidikan
dan Karier dalam konteks
Tujuan Utuh Pendidikan
(holostik)

Dibandingkan dengan seorang psikolog, seorang konselor memikul tugas dan tanggung
jawab untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling komprehensif, yang
berorientasi pengembangan dan pemeliharaan, dan melayani seluruh peserta didik, dengan
kerangka kerja utuh yang dapat dirumuskan ke dalam komponen-komponen berikut ini:
a. Komponen Layanan Umum, yaitu layanan yang bersifat antisipatoris bagi semua siswa
yang diarahkan untuk pengembangan perilaku kemandirian sesuai dengan tahap dan
tugas-tugas perkembangannya. Di sinilah perlu dan bisa dikembangkan apa yang disebut
dengan “program umum BK” atau disebut juga sebagai “kurikulum bimbingan” yang
menjadi komponen utama dan arah pengembangan perilaku kemandirian siswa yang
dirumuskan dalam standar kompetensi kemandirian siswa. Penggunaan instrumen BK
untuk asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat
diperlukan untuk implementasi komponen ini. Dalam hal tertentu guru bisa ambil bagian
untuk mendukung pencapaian kompetensi belajar siswa melalui pengembangan nuturant
effect pembelajaran.
b. Komponen Layanan Responsif, yaitu layanan yang dimaksudkan untuk membantu siswa
memecahkan masalah (pribadi, sosial, akademik, karir) yang dihadapinya pada saat ini dan
memerlukan pemecahan segera. Penggunaan instrumen pengungkapan masalah diperlukan
untuk mendeteksi masalah apa yang perlu dientaskan. Di sinilah layanan konseling
individual maupun kelompok diperlukan dengan segala perangkat pendukungnya.
c. Komponen Layanan Perencanaan Individual, yaitu layanan yang dimaksudkan untuk
memfasilitasi siswa secara individual di dalam merencanakan masa depannya berkenaan
dengan kehidupan akademik maupun karir. Pemahaman siswa secara mendalam dengan
segala karakteristiknya dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan
potensi yang dimiliki siswa amat diperlukan sehingga siswa mampu memilih dan
mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal,
termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik. Kegiatan orientasi, informasi,
konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi
layanan ini.
d. Komponen Sistem Pendukung, yaitu kegiatan yang terkait dengan dukungan manajemen,
tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan
pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan.
Secara utuh kerangka kerja bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal
dalam kaitannya dengan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor, dapat digambarkan
dalam Gambar 4 berikut ini. Seluruh kegiatan dan layanan BK yang ada pada saat ini di
sekolah dapat diakomodasikan dan diinkorporasikan ke dalam kerangka kerja tersebut.

14
STRATEGI
Harapan dan LAYANAN
Asesmen KOMPONEN
Lingkungan Kondisi PROGRAM
Lingkungan
• Bimbingan Klasikal
• Bimbingan Kelompok
• Layanan Dasar
• Perangkat Tugas Bimbingan dan • Orientasi, Informasi
Perkembangan/(Kom Konseling • Konseling Individual
petensi/ kecakapan (Untuk seluruh siswa • Konseling kelompok
hidup, nilai dan dan Orientasi Jangka • Konseling Krisis
moral siswa) Panjang) • Rujukan (referal)
• Tataran Tujuan • Layanan Responsif • Bimbingan Teman Sebaya
Bimbingan dan (Pemecahan Masalah, • Pengembangan media
Konseling Remidiasi) • Instrumentasi
(Penyadaran • Perencanaan • Penilaian Individual atau Kelompok
Akomodasi, Individual • Penempatan dan penyaluran
Tindakan) (Perencanaan • Kunjungan rumah
• Permasalahan yang Pendidikan, Karir, • Konferensi kasus
perlu dientaskan Personal, Sosial) • Kolaborasi Konselor Guru
• Dukungan Sistem • Kolaborasi Orangtua
(Aspek Manajemen • Kolaborasi Ahli Lain
dan Pengembangan) • Konsultasi
• Akses informasi dan teknologi
• Sistem Manajemen
Harapan dan • Kesepakatan
Kondisi • Evaluasi, Akuntabilitas
Konseli
• Pengembangan Profesi

Gambar 4. Kerangka dan Cakupan Kerja Bimbingan dan Konseling Komprehensif

G. Bidang – Bidang Pelayanan di Sekolah


Dalam gambar tersebut terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan, yaitu bidang
kurikulum dan pengajaran, bidang administrasi dan supervisi, dan bidang bimbingan dan
konseling.

1. Bidang Kurikulum dan Pengajaran


Bidang ini meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan
pengajaran, yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan
kemampuan berkomunikasi peserta didik.

2. Bidang Administrasi dan Supervisi


Bidang ini meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah, seperti
perencanaan, pembiayaan, pengadaan dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik, dan
pengawasan.

15
3. Bidang Bimbingan dan Konseling
Bidang ini meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan
kesiswaan secara individual agar masing-masing peserta didik dapat berkembang sesuai
dengan bakat, minat, potensi, dan tahap-tahap perkembangannya.
Kendatipun ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dengan yang lain,
namun semuanya memilki arah yang sama. Yaitu memberikan kemudahan bagi pencapaian
perkembangan yang optimal peserta didik. Antara bidang yang satu dengan lain terdapat
hubungan yang saling isi mengisi. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat memberikan
sumbangan yang berarti terhadap pengajaran. Misalnya proses belajar mengajar akan berjalan
dengan lancar dan efektif apabila siswa terbebas dari masalah-masalah yang mengganggu
proses belajarnya. Pembebasan masalah-masalah siswa tersebut dilakukan melalui pelayanan
bimbingan dan konseling. Lebih jauh lagi, materi layanan bimbingan dan konseling dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dengan individualitas siswa. Demikian
juga terhadap administrasi dan supevisi, bimbingan dan konseling dapat memberikan
sumbangan berarti, misalnya dalam kaitannnya dengan penyusunan kurikulum,
pengembangan program-program pengajaran, pengambilan kebijakan yang tepat dalam rangka
penciptaan iklim yang benar-benar menunjang bagi pemenuhan kebutuhan dan perkembangan
siswa.
Sebaliknya, bidang pengajaran dan administrasi dapat memberikan sumbangan yang
besar bagi suksesnya bidang bimbingan dan konseling. Bidang kurikulum dan pengajaran
merupakan lahan yang efektif bagi terlaksananya di dalam praktek materi-materi layanan
bimbingan dan konseling. Pelaksaan pengajaran yang sehat dan mantap akan memberikan
sumbangan yang besar bagi pencegahan timbulnya masalah siswa, dan juga merupakan
wahana bagi pengetahuan masalah-masalah siswa. Pengajaran perbaikan dan pemberian
bantuan materi pengayaan merupakan bentuk layanan bimbingan yang diselenggarakan
melalui kegiatan pengajaran. Bidang administrasi dan supervisi memberikan sumbangan besar
bagi pelayanan bimbingan dan konseling melaalui berbagai kebijakan dan pengaturan yang
menghasilkan kondisi yang memungkinkan berjalannya layanan–layanan itu secara optimal,
sehingga segenap fungsi-fungsi dan jenis layanan serta kegiatan bimbingan dan konseling dapat
terlaksana dengan lancar dan mencapai sasaran.
Atas dasar uraian tersebut di atas, nampaklah bahwa suatui kegiatan pendidikan yang
baik dan ideal hendaknya mencakup ketiga bidang tersebut. Pendidikan yang hanya
menjalankan program kegiatan pengajaran dan administratif saja tanpa memperhatikan
pembinaan siswa mungkin hanya akan menghasilkan individu yang cakap dan bercita-cita
tinggi, tetapi mereka kurang mampu dalam memahami kemampuan atau potensi dirinya, dan
tidak sanggup untuk mewujudkan dirinya secara optimal. Melalui program layanan bimbingan
dan konseling yang baik dan benar, maka setiap siswa mendapat kesempatan untuk
mengembangkan setiap potensi dan kemampuan seoptimal mungkin. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa bimbingan dan konseling dapat mempertemukan antara kemampuan
individu dengan cita-citanya, dan juga dengan kondisi dan situasi lingkungan sekitarnya.
Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling akan lebih terasa jika melihat berbagai
keadaan yang terjadi di sekolah. Keadaan-keadaan yang dimaksudkan misalnya adalah sebagai
berikut.
a. Terdapat berbagai masalah dalam pendidikan yang tidak mungkin diselesaikan oleh
seorang guru. Misalnya; pengumpulan data tentang siswa, pemberian layanan konseling,
penyelesaian masalah pribadi dan atau sosial siswa. Sedangkan guru lebih memfokuskan
pada tugas-tugas dan tanggung jawabnya dalam proses kegiatan belajar dan pembelajaran.
b. Dalam situasi tertentu kadang-kadang terjadi perselisihan atau konflik antara siswa dan
guru, sehingga dalam situasi pertentangan itu sangatlah sulit guru untuk
menyelesaikannya. Untuk itu perlulah adanya pihak ketiga atau pihak lain yang dapat
menyelesaikan konflik tersebut.

16
c. Sering ditemukannya masalah-masalah pribadi siswa, sehingga diperlukan seorang ahli
khusus yang dapat membantu mengatasi masalah tersebut, yaitu seorang konselor yang
memang sudah dididik untuk tugas penanganan masalah sesuai dengan langkah-langkah
yang benar. Sedangkan guru sudah diberi tanggung jawab khusus dalam bidang
pengajaran dan secara profesional, guru tidak dibekali ilmu khusus untuk memecahkan
masalah yang dimaksudkan.
Atas dasar uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa bimbingan dan konseling merupakan
salah bidang kegiatan dalam penyelenggaraan dan pelaksaan proses pendidikan, yang secara
terintegrasi bersama-sama dengan bidang administrasi dan bidang kurikulum mewujudkan
tujuan pendidikan, yaitu membantu perkembangan peserta didik secara optimal sesuai dengan
potensi, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.

RINGKASAN
Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia
memiliki pengertian-pengertian yang khas. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh soearang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara,
dan bahan agar indidvidu tersebut mampu mandiri dalam mencegah, memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya dan akhirnya dapat mengembangkan diri. Sedangkan konseling
merupakan proses pemberian bantuan yang di dasarkan pada prosedur wawancara konseling
oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada inidividu (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Dengan memperhatikan pengertian keduanya jelaslah bahwa konseling merupakan salah
satu teknik pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan memberikan bantuan
secara individual (face to face relationship). Bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang
sangat erat, perbedaannya terletak di dalam tingkatannya.
Terdapat berbagai faktor yang melatarbelakangi perlunya bimbingan dan konseling di
sekolah, yaitu: latar belakang psikologis, latar belakang sosial budaya, latar belakang pedagogis,
dan latar belakang psikologis.
Sebagai pendidikan formal, pelaksanaan proses pendidikan di sekolah sekurang-
kurangnya meliputi tiga daerah ruang lingkup, yaitu bidang instruksional (pengajaran) dan
kurikuler, bidang administratif dan supervisi, dan bidang bimbingan dan konseling. Tugas
bidang layanan bimbingan dan konseling adalah memberikan pelayanan agar siswa
memperoleh kesejahteraan lahir batin dalam proses pendidikan yang sedang ditempuhnya.
Jadi bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam proses
pendidikan untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan siswa secara
optimal sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, dan potensi masing-masing peserta didik.

PERTANYAAN DAN TUGAS


1. Jelaskan pengertian bimbingan dan pengertian konseling yang di dalamnya terdapat unsur-
unsur pokok pengertian bimbingan dan pengertian konseling, sehingga dapat mengurangi
terjadinya kesalah pahaman terhadap arti bimbingan dan arti konseling itu sendiri.
2. Berikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan antara bimbingan dan konseling.
3. Jelaskan, mengapa konseling dapat dikatakan sebagai inti bimbingan.
4. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi perlunya bimbingan dan konseling
di sekolah. Sertailah contoh peristiwa dalam kehidupan di sekolah yang dapat memperjelas
jawaban saudara.
5. Gambar dan jelaskan kedudukan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan program
pendidikan di sekolah, dan jelaskan bagaimana peranan masing-masing bidang tersebut.
6. Diskusikan dengan teman-teman, berbagai permasalahan yang dapat terjadi apabila di
sekolah (pada zaman sekarang) tidak terdapat pelayanan bidang bimbingan dan konseling.

17
DAFTAR PUSTAKA
Direkatorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, 1995, Pelayanan Bimbingan dan Konseling di
SMU (Seri Pemandu Bimbingan dan Konseling di Sekolah), Jakarta
Mohamad Surya, 1994, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori), Bandung, Bhakti
Winaya.
Prayitno dan Erman Amti, 1995, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka Cipta.

18
BAB II
TUJUAN, ASAS-ASAS, FUNGSI, PRINSIP-PRINSIP DAN ORIENTASI BIMBINGAN DAN
KONSELING

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat memahami pengetahuan wawasan
bimbingan dan konseling

DESKRIPSI
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, dalam bab berikut ini akan dibahas tentang tujuan,
fungsi, asas-asas, prinsip dan orientasi bimbingan dan konseling.

MATERI

A. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah atau
sasaran yang akan dicapai. Secara garis besar, tujuan bimbingan dan konseling dibagi menjadi 2
(dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Guna memperjelas apa yang menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus, akan disampaikan penjelasannya sebagai berikut:

1. Tujuan Umum
Bila ditinjau dari perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan
bimbingan dan konseling senantiasa mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai yang
komprehensif.
Tujuan umum bimbingan dan konseling dengan mengikuti pada perkembangan konsepsi
bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi
yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang
ada (latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, maka bimbingan dan konseling membantu individu
untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan,
pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan
diri sendiri dan lingkungannya (Prayitno, 1999:114).
Dengan tercapainya tujuan umum bimbingan dan konseling maka individu yang
mendapat bantuan tersebut akan menjadi insan yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk
memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan obyektif, menerima diri sendiri dan
lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan
bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta
akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal.
Pencapaian tujuan umum bimbingan dan konseling tersebut dalam rangka
pengembangan perwujudan keempat dimensi kemanusiaan individu. Dimensi di sini
dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia di satu segi dan di segi lain
sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan. Dalam kaitan itu masing-masing gejala mendasar
tersebut dapat dirumuskan sebagai dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan
(sosialitas), dimensi kesusilaan (moralitas), dan dimensi keberagamaan (religiusitas) - (Prayitno,
1999:16).
Pengembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkembangkan
segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada aspek-aspek
kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan dan berbagai kemungkinan yang termuat di

19 19
dalam aspek-aspek mental-fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan
itu. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak
berdiri dengan kepribadiannya sendiri, dengan aku yang teguh, positif, produktif dan dinamis.
Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan seseorang mampu berinteraksi,
berkomunikasi, bergaul, bekerjasama dan hidup bersama orang lain. Kaitan antara dimensi
keindividualan dan kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah sekaligus makhluk
individu dan makhluk sosial. Dimensi pribadi dan sosial saling berinteraksi dan keduanya
saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi kesusilaan memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama
dan kedua. Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana
kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Hidup bersama orang lain, baik dalam
rangka memperkembangkan dimensi keindividualan maupun dimensi kesosialan, tidak dapat
dilakukan seadanya saja, tetapi perlu dilakukan secara terarah. Hidup bersama orang lain perlu
diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di dalamnya
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya demi kehidupan bersama itu. Dimensi kesusilaan
dapat menjadi pemersatu sehingga keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu
kesatuan yang penuh makna. Dapat dibayangkan bahwa tanpa dimensi kesusilaan, maka
berkembangnya dimensi keindividualan dan kesosialan akan tidak serasi, bahkan yang satu
cenderung menyalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia menjalani kehidupan.
Dengan ketiga dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak dan dapat
mengembangkan ilmu, teknologi dan seni sehebat-hebatnya. Kehidupan manusia yang
selengkapnya, yaitu yang menjangkau baik kehidupan duniawi maupun kehidupan di akhirat,
akan tercapai apabila ketiga dimensi yang dibahas terdahulu itu dilengkapi dengan dimensi
keempat, yaitu dimensi keagamaan. Dalam dimensi keagamaan ini, manusia senantiasa
menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak terpukau dan terpaku pada
kehidupan di dunia saja, melainkan mengaitkan secara serasi, selaras, dan seimbang kehidupan
dunianya itu dengan kehidupan akhirat.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut
yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang
bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Masalah yang dihadapi
individu sangat beragam, memiliki intensitas yang berbeda-beda serta bersifat unik. Dengan
demikian maka tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk tiap-tiap individu bersifat unik
pula, artinya tujuan bimbingan dan konseling untuk individu yang satu dengan individu yang
lain tidak boleh disamakan.

B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya
mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling, karena pelayanan bimbingan dan konseling
adalah pekerjaan profesional. Asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan
yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan
terselenggara dengan baik dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan; sebaliknya apabila asas-asas itu diabaikan sangat dikhawatirkan
kegiatan yang terlaksana itu akan berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan
akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan
dan konseling itu.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan,
kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih
tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1999:115).

20
1. Asas Kerahasiaan
Pelayanan bimbingan dan konseling ada kalanya berhubungan dengan konseli yang
mengalami masalah. Bagi konseli yang bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan
sangat membutuhkan bantuan dari orang yang dapat menyimpan kerahasiaan masalah yang
dihadapinya. Oleh karena itu segala sesuatu yang dibicarakan konseli kepada konselor tidak
boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh
konselor, maka konselor dapat kepercayaan dari semua pihak dan mereka akan memanfaatkan
jasa bimbingan dan konseling; sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan
ini maka hilanglah kepercayaan konseli terhadap konselor, konseli takut pada konselor dan
yang lebih fatal lagi konseli akan menyebarluaskan pengalaman yang tidak menyenangkan ini
kepada konseli lain. Hal yang demikian dapat berdampak terhadap pelaksanaan bimbingan dan
konseling selanjutnya.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asas kerahasiaan merupakan asas
kunci dalam usaha bimbingan dan konseling, dan harus benar-benar dilaksanakan dengan
penuh tanggungjawab.

2. Asas Kesukarelaan
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling, maka proses
bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar sukarela. Kesukarelaan itu ada pada
konselor maupun pada konseli artinya konseli secara suka dan rela tanpa ada perasaan terpaksa,
mau menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan mengungkapkan secara terbuka hal-hal
yang dialaminya. Pihak konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan sukarela,
tanpa ada keterpaksaan atau dengan penuh keikhlasan.
Adapun bagi konseli yang dikirim oleh pihak lain untuk mendapat pelayanan bimbingan,
maka menjadi kewajiban konselor untuk mengembangkan sikap sukarela pada diri klien,
sehingga konseli mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya untuk datang pada konselor.

3. Asas Keterbukaan
Suasana keterbukaan antara konselor dengan konseli dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling sangat diperlukan, karena penerapan asas ini akan lebih mempermudah pencapaian
tujuan bimbingan dan konseling. Keterbukaan ini tidak hanya dari pihak konseli saja, tetapi
juga dari pihak konselor. Keterbukaan tidak hanya sekedar kesediaan untuk menerima saran
saja, tetapi kedua belah pihak diharapkan mau menerapkan asas ini, dimana pihak konseli mau
membuka diri dalam rangka untuk pemecahan masalahnya, dari pihak konselor ada kesediaan
untuk menjawab pertanyaan konseli dan mau mengungkapkan keadaan dirinya bila
dikehendaki oleh klien.
Dalam proses konseling, diharapkan para konseli dapat berbicara jujur dan terbuka
tentang keadaan dirinya. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian
berbagai kekuatan dan kelemahan konseli semakin mudah dipahami. Hal yang perlu diketahui
bahwa terlaksananya asas ini dalam proses konseling tentu saja lebih diharapkan. Keterbukaan
dan kejujuran dari pihak konseli ini akan terwujud, bilamana konseli tidak mempersoalkan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan yang telah dilakukan oleh konselor.
Oleh karena itu maka untuk klien, konselor terus-menerus membina suasana hubungan
konseling sedemikian rupa, sehingga konseli yakin bahwa konselor juga bersikap terbuka dan
yakin bahwa asas kerahasiaan telah terselenggara. Kesukarelaan dari konseli tentu juga
merupakan dasar munculnya keterbukaan.

4. Asas Kekinian
Masalah konseli yang ditangani melalui kegiatan bimbingan dan konseling adalah
masalah-masalah yang saat ini sedang dirasakan, bukan masalah yang pernah dialami pada
masa lampau, dan kemungkinan masalah yang akan dialami pada masa yang akan datang.

21
Untuk mendukung fungsi pencegahan, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa
yang perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa mendatang
dapat dihindari.

5. Asas Kemandirian
Pencapaian tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling tercapai bilamana
menjadikan konseli dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung
pada konselor. Ciri-ciri pokok dari individu yang setelah dibimbing dan dapat mandiri adalah
sebagai berikut:
a. mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian yang merupakan tujuan dari usaha layanan bimbingan dan konseling,
haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan konseli dalam kehidupannya
sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses
konseling dan hal itu disadari oleh kedua belah pihak yaitu pihak konselor dan klien. Dengan
demikian, maka para konselor hendaknya senantiasa berusaha menghidupkan kemandirian
pada diri klien, bukan justru menghidupakan ketergantungan konseli pada konselor.

6. Asas Kegiatan
Hasil usaha layanan bimbingan dan konseling tidak akan berarti bila konseli yang
dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil usaha
bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh konseli yang bersangkutan.
Para konselor hendaknya menimbulkan suasana agar konseli yang dibimbing mampu
menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam konseling.

7. Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri
konseli yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan
tidaklah sekedar mengulang-ulang hal-hal yang lama yang bersifat monoton, melainkan
perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai
arah perkembangan konseli yang dikehendaki.
Asas kedinamisan ini hendaknya mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat
pada proses konseling dan hasil-hasilnya.

8. Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling berupaya memadukan berbagai aspek dari konseli
yang dibimbing, sebagaimana diketahui konseli yang dibimbing itu memiliki berbagai segi
kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan justru menimbulkan masalah. Di
samping keterpaduan pada diri konseli yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan
proses layanan yang diberikan. Jangan terjadi aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan
bertentangan dengan aspek layanan yang lain.

9. Asas Kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha layanan bimbingan dan konseling tidak
boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku seperti norma agama, norma adat,
norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas ini diterapkan

22
terhadap isi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang meliputi seluruh isi
layanan, prosedur, teknik dan peralatan yang dipakai.

10. Asas Keahlian


Usaha layanan bimbingan dan konseling dilakukan secara teratur, sistematik, dan dengan
mempergunakan prosedur, teknik serta alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin
keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, dan selanjutnya keberhasilan usaha bimbingan
dan konseling akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan dan konseling.
Dengan penerapan asas keahlian ini akan menunjukkan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pekerjaan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang
khusus dididik untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Asas keahlian mengacu pada kualifikasi konselor dan pengalaman. Teori dan praktik
bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, maka sebagai konselor ahli harus
menguasai teori dan praktik konseling secara benar dan baik.

11. Asas Alih Tangan


Asas ini mengisyaratkan bahwa bila konselor sudah mengerahkan segenap kemampuan
yang dimiliki untuk membantu konseli tetapi konseli belum dapat terbantu sebagaimana yang
diharapkan karena masalah yang dialami konseli berada di luar kemampuan dan
kewenangannya, maka konselor dapat mengalihtangankan konseli tersebut kepada petugas
atau badan lain yang lebih ahli untuk menangani masalah konseli atas persetujuan konseli yang
akan dialihtangankan.
Penanganan suatu masalah akan lebih optimal hasilnya, bila ditangan oleh petugas yang
memiliki keahlian dan kewenangan yang sesuai dengan masalah konseli dan konseling hanya
menangani konseli yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani dan rohani) dan bekerja
dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal ataupun perdata.

12. Asas Tut Wuri Handayani


Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka
hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Asas ini makin dirasakan manfaatnya di
lingkungan sekolah, dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa”. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
keberadaannya pada waktu konseli mengalami masalah dan menghadap konselor saja, namun
di luar hubungan kerja pelaksanaan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan
keberadaannya dan manfaatnya.

C. Fungsi Bimbingan dan Konseling.


Paparan yang membahas tentang fungsi, dapat menambah pemahaman yang berkaitan
dengan manfaat atau kegunaan dan keuntungan-keuntungan penyelenggaraan bimbingan dan
konseling. Berikut akan dijelaskan 4 (empat) fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:

1. Fungsi Pemahaman
Dengan fungsi ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan peningkatan
perkembangan dan kehidupan konseli (yaitu konseli sendiri, konselor, dan pihak ketiga)
memahami berbagai hal yang essensial berkenaan dengan perkembangan dan kehidupan klien.
Dalam hal ini fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling yaitu konseli dengan berbagai
permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Pemahaman yang sangat perlu
dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri konseli
beserta permasalahannya oleh konseli sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang membantu klien,
termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien.

23
a. Pemahaman tentang Klien
Pemahaman tentang konseli merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap
klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan tertentu
kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami konseli yang akan dibantu itu.
Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu
pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta
kondisi lingkungannya. Materi pemahaman ini dapat dikelompokkan dalam berbagai data
tentang:
1) Keluarga
2) Kesehatan jasmani
3) Riwayat pendidikan sekolah
4) Pengalaman belajar di sekolah dan di rumah
5) Pergaulan sosial
6) Rencana pendidikan lanjut
7) Kegiatan di luar sekolah
8) Hobby dan kesukaran yang mungkin dihadapi
Daftar di atas masih dapat diperluas dengan pertanyaan yang lebih terinci, sehingga
dapat diperoleh data yang lebih lengkap tentang individu. Perluasan secara terinci
dikembangkan sesuai dengan tujuan pemahaman terhadap konseli sendiri.
Pemahaman tentang diri klien, pertama kali perlu dipahami oleh konseli sendiri yang
menyangkut kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Adapun pihak lain yang juga perlu
memahami diri konseli adalah pihak-pihak yang berkepentingan (guru, orang tua). Pemahaman
pihak lain terhadap konseli dipergunakan oleh konselor secara langsung untuk memberi
pelayanan bimbingan dan konseling, maupun sebagai bahan acuan utama dalam rangka
kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam membantu klien.
Bagi konselor, upaya mewujudkan fungsi pemahaman merupakan tugas awal pada
setiap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Pemahaman tentang Masalah Klien


Pemahaman terhadap masalah konseli membantu konselor dalam memberikan
penanganan masalah, oleh karena itu maka pemahaman ini wajib dilaksanakan. Pemahaman
terhadap masalah konseli terutama menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut
pautnya, sebab-sebabnya dan kemungkinan berkembangnya masalah ini jika tidak segera
ditangani. Pihak-pihak yang perlu untuk memahami masalah konseli adalah konseli itu sendiri,
orang tua dan guru, serta konselor. Apabila pemahaman masalah konseli oleh konseli sendiri
telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi
pemahaman dengan baik. Dalam kaitan ini tidak jarang terjadi konseli merasa telah terbantu
dan merasa sanggup memecahkan masalahnya sendiri, setelah masalahnya itu terungkap
melalui konseling dan dipahami dengan sebaik-baiknya oleh klien. Konseli merasa konseling
telah selesai dan telah berhasil membantunya. Usaha pemecahan masalah selanjutnya akan
ditangani oleh konseli sendiri.
Bagi para siswa yang perkembangan kehidupannya masih banyak dipengaruhi oleh
orang tua dan guru pemahaman masalah juga diperlukan oleh orang tua dan guru siswa yang
bersangkutan. Orang tua, guru dan konselor merupakan tiga serangkai yang amat
berkepentingan dengan kemajuan anak-anak secara optimal. Ketiganya memerlukan
pemahaman yang mendalam terhadap para siswa.

c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih Luas


Untuk dapat memahami individu secara mendalam, maka pemahaman terhadap
individu tidak hanya mencakup pemahaman terhadap lingkungan dalam arti sempit (seperti
keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi, dan sosio emosional keluarga, keadaan

24
hubungan antar tetangga dan teman sebaya), tetapi termasuk pemahaman terhadap lingkungan
yang lebih luas itu yaitu diperolehnya berbagai informasi yang diperlukan oleh individu seperti
informasi pendidikan dan jabatan, informasi promosi dan pendidikan lebih lanjut, bagi para
karyawan, dan lain sebagainya.
Para siswa perlu memahami dengan baik lingkungan sekolah meliputi hak dan tanggung
jawab siswa terhadap sekolah, lingkungan fisik, tata tertib yang harus dipatuhi oleh siswa,
aturan-aturan yang menyangkut kurikulum, pengajaran, penilaian, kriteria kenaikan kelas,
hubungan dengan guru dan sesama siswa, dan lain sebagainya. Pemahaman terhadap hal-hal
tersebut akan memungkinkan siswa menjalani kehidupan sekolah sebagaimana dikehendaki.
Di samping pemahaman terhadap informasi tersebut, para siswa juga perlu untuk
memahami berbagai informasi lain yang berguna berkenaan dengan pendidikan yang sedang
dijalaninya sekarang, kaitannya dengan pendidikan lanjutan dan kemungkinan pekerjaan yang
dapat dikembangkannya kelak. Bahan-bahan tersebut sering disebut informasi pendidikan dan
informasi jabatan/pekerjaan. Dengan berbagai informasi itu para siswa dimungkinkan
menjangkau pemahaman tentang perkembangan situasi di luar sekolah dan kemungkinan
masa depan mereka.
Adapun untuk konseli dari lingkungan tertentu juga memerlukan pemahaman tentang
lingkungan mereka yang “lebih luas”. Para karyawan memerlukan pemahaman tentang
pekerjaan yang mereka tekuni, hubungan kerja dengan pihak-pihak tertentu, sistem promosi,
pendidikan untuk pengembangan karier lebih lanjut.
Bagi para orang tua dan suami/istri memerlukan pemahaman tentang berbagai hal yang
lebih luas menyangkut kehidupan keluarga dan perkawinan, menjaga hubungan yang
harmonis, kiat mendidik anak, seks sehat, dan sebagainya. Pemahaman terhadap hal-hal
tersebut sangat berguna bagi pelaksanaan tugas mereka sehari-hari ataupun pemecahan
masalah mereka dan pencapaian tujuan-tujuan yang ingin mereka wujudkan. Pemahaman oleh
konseli tentang lingkungan yang lebih luas perlu dikembangkan oleh pelayanan bimbingan dan
konseling. Konselor perlu menyusun program yang lebih luas untuk pemahaman yang
dimaksudkan itu. Kerjasama antara konselor dan pihak-pihak terkait seperti guru dan wali
kelas di sekolah, pejabat di lingkungan ketenagakerjaan dan kalangan industri baik negeri
maupun swasta amat diperlukan.

2. Fungsi Pencegahan
Layanan bimbingan dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan
terhadap timbulnya masalah. Bagi konselor profesional yang misi tugasnya dipenuhi dengan
perjuangan untuk menyingkirkan berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangan
individu, pencegahan tidak sekedar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu keharusan
yang bersifat etis (Horner & Mc.Elhaney, 1993). Oleh karena itu pelaksanaan fungsi pencegahan
bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting.
Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa
agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan
yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karier,
inventarisasi data, dan sebagainya.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh konselor adalah:
a. mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap
individu yang bersangkutan
b. mendorong perbaikan kondisi pribadi diri pribadi klien.
c. Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan mempengaruhi
perkembangan dan kehidupannya
d. Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan risiko yang
besar, dan melakukan sesuatu yang akan memberi manfaat.
e. Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.

25
Secara operasional konselor perlu menampilkan kegiatan dalam rangka pelaksanaan
fungsi pencegahan. Kegiatannya antara lain dapat berupa program-program nyata. Secara garis
besar, program-program tersebut dikembangkan, disusun dan diselenggarakan melalui tahap-
tahap:
a. Identifikasi permasalahan yang mungkin timbul.
Misalnya di sekolah, kemungkinan masalah yang timbul adalah para siswa kurang disiplin;
gagal menjawab soal-soal ulangan; pertentangan antar teman, antar kelas, antar sekolah;
kurang menghargai guru; tidak suka pada salah satu mata pelajaran.
b. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah-masalah
tersebut.
Dalam hal ini kajian teoretik dan studi lapangan perlu dipadukan.
c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah tersebut.
Misalnya untuk permasalahan siswa di sekolah, pihak-pihak yang terkait adalah kepala
sekolah, guru, wali kelas, orang tua, badan atau lembaga tertentu sesuai dengan
permasalahan, teman dekat/sahabat. Keterkaitan pihak-pihak tersebut dengan permasalah
yang dimaksudkan perlu dikaji secara obyektif.
d. Menyusun rencana program pencegahan
Rencana ini disusun berdasarkan (a) spesifikasi permasalahan yang hendak dicegah
timbulnya, (b) hasil kajian teoretik dan studi lapangan, (c) peranan pihak-pihak terkait, (d)
faktor-faktor operasional dan pendukung, seperti waktu, tempat, biaya, dan perlengkapan
kerja.
e. Pelaksanaan dan monitoring
Pelaksanaan program sesuai dengan rencana dengan kemungkinan modifikasi yang tidak
mengganggu pencapaian tujuan dengan persetujuan pihak-pihak yang terkait.
f. Evaluasi dan laporan
Evaluasi dilakukan secara cermat dan obyektif. Laporannya diberikan kepada pihak-pihak
terkait untuk dipergunakan sebagai masukan bagi program sejenis lebih lanjut.
Program-program yang disusun dan diselenggarakan melalui tahap-tahap tersebut
biasanya merupakan program-program “resmi” yang diselenggarakan untuk sekelompok
individu di lembaga tempat konselor bekerja. Kegiatan pencegahan yang lebih sederhana dan
bersifat “tidak resmi” dapat direncanakan langsung dengan konseli yang bersangkutan dan
langsung pula diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
siswa tersebut. Dalam hal ini, pemahaman terhadap siswa dan permasalahan siswa, serta unsur-
unsur pemahaman terhadap bimbingan yang “lebih luas” menjadi dasar bagi kegiatan
pencegahan yang dimaksudkan.

3. Fungsi Pengentasan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja
konseli yang ada di sekolah masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Individu yang
mengalami masalah akan merasa ada sesuatu yang tidak nyaman pada dirinya. Konseli yang
mengalami masalah akan datang pada konselor dengan tujuan untuk dientaskannya masalah
yang tidak mengenakkan dari dirinya. Di sinilah fungsi pengentasan (perbaikan) itu berperan,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya
berbagai permasalahan yang dialami klien.

4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan


Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat
membantu para konseli dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya
secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif
dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian konseli dapat memelihara dan
mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan
dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

26
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Pemahaman tentang prinsip-prinsip
dasar ini sangat penting dan perlu terutama kaitannya dengan kepentingan penerapan di
lapangan. Konselor yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip-prinsip dasar
bimbingan dan konseling ini akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan
penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Prinsip-prinsip yang akan dibahas dapat ditinjau dari prinsip-prinsip secara umum, dan
prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip khusus adalah prinsip-prinsip bimbingan yang
berkenaan dengan sasaran layanan, prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu,
prinsip yang berkenaan dengan program layanan, dan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
pelaksanaan pelayanan.
Berikut penjelasan prinsip-prinsip umum bimbingan dan konseling

1. Prinsip-Prinsip Umum
a. Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlulah
diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek kepribadian
yang unik dan ruwet.
b. Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu yang
dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.
c. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d. Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan kepada individu atau
lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.
e. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh
individu yang dibimbing.
f. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang
bersangkutan.
g. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerjasama dengan para pembantunya
serta dapat dan bersedia mempergunakan sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.
h. Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian yang teratur untuk
mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh serta penyesuaian antara
pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.

2. Prinsip-Prinsip Khusus
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan
1) Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang
unik dan dinamis.
3) Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek
perkembangan individu.
4) Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual
yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
b. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu
1) Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut kondisi
mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah serta dalam
kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan
terhadap kondisi mental dan fisik individu.

27
2) Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah
pada individu dan kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan.
c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan
1) Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan
pengembangan individu, karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan
dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
3) Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang
pendidikan yang terendah sampai yang tinggi.
4) Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya
penilaian yang teratur dan terarah.
d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan
1) Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang
akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
2) Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak
dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena
kemauan atas desakan dari pembimbing atau pihak lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan
dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerjasama antara pembimbing, guru, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
5) Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui
pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu
yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu
sendiri.

E. Orientasi Bimbingan dan Konseling


Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah “pusat perhatian” atau “titik berat pandangan”.
Titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya itulah orientasi
bimbingan dan konseling yang akan diuraikan berikut ini.

1. Orientasi Perseorangan
Orientasi perseorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor
menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa perlu mendapat
perhatian. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok
dalam kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan kepada
masing-masing siswa. Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa merupakan konfigurasi (bentuk
keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus
diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu kelompok atau individu, konselor memilih individu sebagai titik
berat pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai
lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain,
kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan
bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti
mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam
kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antar individu dan kelompoknya.
Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan
kepada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan sebagainya, tidak akan terganggu oleh
pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota kelompok itu.
Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya

28
kepentingan dan tercapainya kebahagiaan individu. Apabila secara individu para anggota
kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia dapat diharapkan
kepentingan kelompok pun terpenuhi pula. Lebih-lebih lagi, pelayanan bimbingan dan
konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh menyimpang ataupun
bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam kelompok sepanjang nilai-nilai itu
sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan
konseling, yaitu :
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling
diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran
layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya, dan kemampuan-
kemampuan potensialnya yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat
menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya itu ke arah pengembangannya yang
optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap konseli harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual
(Ronger, dalam McDaniel, 1956).
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan
perasaan konseli serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan
kebutuhan konseli setepat mungkin. Dalam hal itu penyelenggaraan program yang
sistematis untuk mempelajari individu merupakan dasar yang tak terelakkan bagi
berfungsinya program bimbingan (McDaniel, dalam Prayitno, 1999:236).

2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan pentingnya
peranan perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri individu di
masa yang akan datang. Keseluruhan proses perkembangan itu menjadi perhatian Bimbingan
dan konseling.
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara tradisional dari
dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan. Sejak tahun 1950-an penekanan
pada perkembangan dalam bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas
perkembangan yang dicetuskan oleh Havighurst. Dalam hal itu peranan bimbingan dan
konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjadi alur
perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk
menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan dalam
perkembangannya.
Ivey dan Rigazio (dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan
justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Perkembangan merupakan
konsep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap layanan bimbingan dan
konseling. Selanjutnya ditegaskan bahwa praktek bimbingan dan konseling tidak lain adalah
memberikan kemudahan yang berlangsung perkembangan yang berkelanjutan. Permasalahan
yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu
semua mendorong konselor dan konseli bekerjasama untuk menghilangkan penghalang itu
serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut
perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami
hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk:
a. Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar apa
yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih
dari satu aspek tentang semua hal.

29
c. Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur
yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang
ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah
menangani hambatan-hambatan perkembangan itu.

3. Orientasi Permasalahan
Hambatan dan rintangan seringkali dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan
dan proses perkembangannya. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan proses
perkembangan individu tentunya akan mengganggu tercapainya kebahagiaan. Padahal tujuan
umum bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri,
ialah kebahagiaan. Oleh karena itu maka perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya hambatan
dan rintangan yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan. Kewaspadaan terhadap
timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam
pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan,
orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi
pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah-
masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar
individu yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi-
fungsi lain, yaitu fungsi pemahaman dan fungsi pemeliharaan/pengembangan pada dasarnya
juga bersangkut paut dengan permasalahan pada diri klien. Fungsi pemahaman
memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang dapat
berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat di
dalam upaya pengentasan masalah yang telah terjadi. Demikian pula fungsi pemeliharaan
dapat mengarah pada tercegahnya ataupun terentaskannya masalah-masalah tertentu. Dengan
demikian konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi
bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan kegiatan bimbingan
dan konseling.
Ketiga orientasi tersebut dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat
diselenggarakan baik di sekolah maupun di luar sekolah.

RINGKASAN
Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah atau
tujuan yang akan dicapai. Secara garis besar tujuan bimbingan dan konseling dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bimbingan dan konseling
adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada serta sesuai
dengan tuntutan positif lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan
umum yang dimaksudkan untuk membantu individu agar dapat mencapai tujuan-tujuan
perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karier.
Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling juga perlu mengacu pada asas-asas
bimbingan dan konseling. Asas-asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan-ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelenggaraan layanan itu, karena pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pekerjaan profesional. Apabila asas-asas bimbingan dan konseling diikuti dan
terselenggara dengan baik akan sangat diharapkan pelaksanaan layanan mengarah pada tujuan
yang diharapkan. Asas-asas yang dimaksud adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,
keahlian, alih tangan dan tut wuri handayani (Prayitno, 1999:115).

30
Pembahasan tentang fungsi akan berkaitan dengan manfaat atau kegunaan dan
keuntungan-keuntungan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Ada 4 (empat) fungsi
bimbingan dan konseling yaitu : fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan,
serta fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
Fungsi pemahaman adalah fungsi bimbingan dan konseling yang antara lain
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak siswa maupun pihak-pihak tertentu
sesuai dengan keperluan pengembangan siswa. Fungsi pencegahan adalah fungsi bimbingan
dan konseling yang berusaha untuk mencegah timbulnya masalah bagi siswa yang dapat
menghambat perkembangannya. Fungsi pengentasan adalah fungsi bimbingan dan konseling
yang akan menghasilkan teratasinya berbagai masalah yang dihadapi siswa. Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling dapat
membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara
mantap, terarah dan berkelanjutan.
Untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan dalam pemberian layanan dan
menjaga mutu bimbingan dan konseling, maka perlu dipahami tentang prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling yang merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.
Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling meliputi prinsip umum dan prinsip khusus.
Prinsip khusus meliputi prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan
individu, program layanan dan pelaksanaan layanan.
Untuk penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang terkait dengan sasaran
layanan baik dalam format individu maupun format kelompok, maka konselor perlu memiliki
orientasi. Orientasi bimbingan dan konseling mengacu pada pusat perhatian atau titik berat.
Adapun orientasi bimbingan dan konseling tersebut meliputi: orientasi perseorangan, orientasi
perkembangan dan orientasi permasalahan.
Orientasi perorangan berarti pusat perhatian dan titik berat pelayanan bimbingan dan
konseling diarahkan kepada orang perorang sasaran layanan. Demikian pula dalam format
layanan kelompok, titik berat layanan tetap diarahkan kepada sasaran layanan secara individual.
Orientasi perkembangan melihat sasaran layanan sebagai individu yang sedang berkembang.
Sedangkan orientasi permasalahan bermaksud mengarahkan perhatian konselor kepada
kemungkinan adanya masalah pada diri sasaran layanan, dan kalau ternyata masalah itu
memang ada, layanan bimbingan dan konseling berusaha mengentaskannya. Pelayanan
bimbingan dan konseling dengan 3 (tiga) orientasi tersebut diselenggarakan di berbagai ruang
lingkup kerja (di sekolah dan di luar sekolah).

PERTANYAAN DAN TUGAS


1. Apakah yang akan terjadi, bila tujuan umum bimbingan tidak dirumuskan oleh guru
pembimbing ? Jelaskan dengan disertai contoh.
2. Masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas dan sangkut pautnya, serta masing-
masing bersifat unik. Menurut Saudara apakah tujuan bimbingan dan konseling bisa
disamakan untuk semua individu? Jelaskan jawaban saudara disertai alasan yang
mendukung pendapat Saudara !
3. Apakah yang akan terjadi apabila masing-masing asas bimbingan dan konseling tidak
terselenggara dengan baik ? Uraikan jawaban Saudara untuk masing-masing asas dengan
disertai alasan yang mendukung pendapat Saudara !
4. a. Jelaskan masing-masing fungsi bimbingan dan konseling secara
singkat !
b. Berikan contoh penerapan masing-masing fungsi bimbingan dan konseling tersebut !
5. Diskusikan bagaimana peranan guru, orang tua terhadap upaya pemahaman :
a. diri klien
b. masalah klien

31
c. lingkungan konseli yang “lebih luas”
6. Apakah yang akan terjadi apabila masing-masing prinsip bimbingan dan konseling
diabaikan ? Jelaskan jawaban Anda dengan disertai contoh !
7. a. Keuntungan-keuntungan apakah yang dapat diperoleh apabila
ketiga orientasi itu benar-benar terwujud dalam penyelenggaraan
bimbingan dan konseling?
Jelaskan jawaban anda dengan disertai contoh !
b. Adakah kerugiannya bilamana ketiga orientasi itu tidak terwujud dalam
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling ? Jelaskan jawaban Anda
dengan disertai contoh !

DAFTAR PUSTAKA
Dewa Ketut Sukardi. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Prayitno & Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. PT. Rineka Cipta. Jakarta

32
BAB III
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

Guru mata pelajaran dalam layanan bimbingan dan konseling adalah mitra kerja yang
sangat penting dalam aktivitas bimbingan di sekolah. Ada prosedur yang perlu di ketahui oleh
para guru mata pelajaran dalam membimbing siswa kearah perkembangan yang optimal maka
diperlukan pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman
penyelenggaraan bimbingan dan konseling BK di sekolah, dan Pola 17 Plus.

DESKRIPSI
Matakuliah ini dimaksudkan membekali mahasiswa calon guru sekolah menengah
untuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang membimbing dan memberikan pelayanan
dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenangannya. Sehingga dilakukan pembahasan
tentang model-model bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, penyelenggaraan
bimbingan dan konseling dan Pola Umum 17 Plus yang meliputi pengetahuan wawasan
bimbingan dan konseling enam bidang bimbingan dan konseling, sembilan layanan bimbingan
dan konseling, lima layanan pendukung bimbingan dan konseling. Dan komponen program
bimbingan dan konseling (Bimbingan dan Konsling Komprehensif) yang terdiri dari empat
komponen yaitu (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan
indiviual, dan (4) dukungan sistem, serta pemetaan tugas konselor dalam jalur pendidikan
formal dan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus dan berbakat.

A. Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan


Pelayanan Bimbingan dan Konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan
dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang
terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu program
bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan
pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari
gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir
yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah Model
menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun
belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan
oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat
dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.
1. Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam
jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan,
serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen
bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua
fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk
rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita
siswa.

33
33
3. John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar,
bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
4. Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis
menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan
menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan
kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik
dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman
batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfatkan bentuk pelayanan individual dan
kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani
bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendiskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah
kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan
memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif dan remedial dan
mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
7. Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara
konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara
kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara
konseling.
8. Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa
dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu
terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang
pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam
bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen
bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan
pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual
yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam
rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di sekolah diberi
pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para
siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan
nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka
yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti
pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya.
11. Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam
lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan
model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi
antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan
pertanggungjawaban teoretis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika yaitu:
1. Organisasi profesional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan
konseling dari pada layanan bimbingan pada umumnya.
2. Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur
3. Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah,
sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
4. Pemikirannya teoretis
5. Terdapat anggapan

34
B. Pola-pola Bimbingan
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan
bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama:
1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh
terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat
sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa.
Pada akhirnya bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh
ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan
bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan
dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus
bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk
beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam
pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil
belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagia
bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.
Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf
pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf
pendidik.

C. Pendekatan atau Strategi Dasar


Robert H. Mathewson (1962), membedakan tujuh pendekatan atau strategi dasar yang
masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar itu
adalah sebagai berikut:
1. Edukatif versus Direktif, yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai
pengalaman belajar bagi siswa yng membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-
pilihannya. Di sisi yang lain pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis
oleh seorang ahli disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta
orang tua.
2. Kumulatif versus Pelayanan, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dilihat sebagai
program yang kontinyu dan bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu
pada saat tertentu.
3. Evaluasi diri versus oleh orang lain, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dirancang
untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakasa sendiri. Di sisi yang
lain banyak memberikan tanggapan, pendapat, pandangan dan saran karena siswa
dianggap membutuhkan hal itu.
4. Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan
menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang
lain difokuskan pada kebutuhan lingkungan masyarakat atau lingkungan sekolah sendiri.
5. Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, yaitu di sisi satu pelayanan bimbingan
diarahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta
lingkungan hidupnya, di sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa dari
sumber di luar siswa sendiri.
6. Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, yaitu di satu sisi
pelayanan bimbingan diprogramkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan
permasalahan di berbagai bidang kehidupan siswa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain
dipusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.

35
7. Koordinatif versus Spesialistik, yaitu di satu sisi ditangani oleh sejumlah tenaga melakukan
kerjasama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan
harus bekerjasama erat dalam mendiskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang
dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secara spesifik
berdasarkan keahlian.

D. Pola Umum 17 Plus


Pola dasar dalam bimbingan dan konseling yang saat ini dilaksanakan di lingkungan
pendidikan tingkat SLTP dan SLTA digambarkan dalam matriks berikut:

GAMBAR
POLA UMUM 17 PLUS

BK POLA 17 PLUS
WAWASAN BK
(Pengertian, Tujuan, Fungsi, Prinsip, dll tentang BK)

BP. PRIBADI BP. SOSIAL BP. BELAJAR BP. KARIR

BP. KEHIDUPAN BP. KEHIDUPAN


BERKELUARGA KEBERAGAMAAN

9 JENIS LAYANAN DAN


6 KEGIATAN PENDUKUNG 6

1. Wawasan Bimbingan dan Konseling


Pengetahuan Wawasan Bimbingan dan Konseling yang harus dimiliki oleh seorang
konselor yaitu mengenai konsep dasar, fungsi, landasan, asas, dan prinsip-prinsip bimbingan
dan konseling.

a. Konsep Dasar bimbingan dan konseling


Dalam konsep dasar seorang konselor perlu memahami dan mendalami tentang:
1) perubahan dan perkembangan masyarakat;
2) modernisasi,
3) era glogalisasi dan informasi,
4) dampak modernisasi, globalisasi dan informasi,
5) derajat manusia di antara sekian makhluk,
6) dimensi kemanusiaan (individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas),

36
7) Manusia seutuhnya,
8) sumber masalah,
9) peranan pendidikan,
10) peranan bimbingan dan konseling, dan
11) peraturan perundang-undangan sistem pendidikan nasional.

b. Fungsi bimbingan dan konseling


Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling ada beberapa fungsi pokok
diantaranya adalah:
1) Fungsi Pemahaman,
2) Fungsi Pencegahan,
3) Fungsi Pengentasan,
4) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan.
Yang dimaksud dengan fungsi bimbingan dan konseling tersebut adalah merujuk Bab II.

c. Landasan bimbingan dan konseling


Dalam pelayanan bimbingan dan konseling terdapat beberapa landasan diantaranya:
1) Landasan Filosofi,
2) Landasan Religius,
3) Landasan Psikologis,
4) Landasan Sosial Budaya,
5) Landasan Ilmiah dan Teknologi, dan
6) Landasan Paedagogis.
Yang dimaksud dengan landasan tersebut adalah:
1. Landasan Filosofi, pemikiran filosofis yang menitik beratkan pada pemahaman tentang
hakekat manusia. Pada landasan ini menuntut konselor bekerja secara cermat, tepat dan
bijaksana karena berhubungan dengan manusia. Hakekat manusia dilihat dari beberapa
dimensi memiliki empat dimensi yaitu
1) Dimensi keindividualan,
2) Dimensi kesosialan,
3) Dimensi kesusilaan dan
4) Dimensi keberagamaan.
Selain itu hakekat manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki tujuan mengemban tugas
dalam kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan beragama, bekerja, berkeluarga, dan
bermasyarakat.
2. Landasan Religius, pemikiran religius menitik beratkan pada pemahaman tentang
keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta terhadap makhluk Tuhan. Sikap yang
mendorong perkembangan dan peri kehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai
dengan kaidah agama. Upaya konselor pada landasan ini menuntut suasana dan perangkat
budaya dan kemasyarakatan sesuai dengan kehidupan beragama dalam membantu dan
memecahkan masalah individu. Konselor bekerja harus benar-benar bijaksana dalam
memilih dan menerapkan unsur-unsur agama dalam konseling.
3. Landasan Psikologis, pemikiran psikologis menitik beratkan pada pemahaman tentang
tingkah laku klien. Upaya konselor pada landasan ini menuntut bidang garapan bimbingan
dan konseling adalah tingkah laku perlu diubah, dikembangkan dalam mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi atau tujuan yang akan dicapai dengan pemahaman bahwa
pemahaman tingkah laku yang jadi sasaran pelayanan memiliki latar belakang dan masa
depan yang berbeda. Konselor bekerja harus benar-benar bijaksana dalam memahami
tingkah laku individu, motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan
individu, belajar, balikan dan penguatan serta kepribadiannya.
4. Landasan Sosial Budaya, penyelengaraan bimbingan dan konseling harus dapat dilandasi
oleh pertimbangan keanekaragaman sosial budaya dan hidup dalam masyarakat di

37
samping akan dinamika sosial budaya menuju masyarakat lebih maju. Pelayanan
bimbingan dan konseling bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatkan
mutu kehidupan serta martabat manusia indonesia yang harus berakar pada budaya
bangsa sendiri. Perbedaan latar belakang sosial budaya yang beraneka pada konseli
menjadi tanggung jawab konselor agar tidak disamaratakan dalam usaha membantu
memecahkan persoalan klien.
5. Landasan Ilmiah dan Teknologi, Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat
keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang
multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sehingga bimbingan dan konseling diharap akan semakin kokoh dan selalu mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi yang lajunya semakin pesat.
6) Landasan Paedagogis, dalam landasan paedagogis dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
dan tujuan bimbingan dan konseling memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk
pendidikan sehingga tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan pendidikan dan
menunjang program pendidikan secara menyeluruh.

d. Asas bimbingan dan konseling


Dalam pelayanan bimbingan dan konseling terdapat beberapa asas diantaranya:
1) Asas Kerahasiaan,
2) Asas Kesukarelaan,
3) Asas Keterbukaan,
4) Asas Kekinian,
5) Asas Kemandirian,
6) Asas Kegiatan,
7) Asas Kedinamisan,
8) Asas Keterpaduan,
9) Asas Kenormatifan,
10) Asas Keahlian,
11) Asas Alih Tangan, dan
12) Asas Tutwuri Handayani.
Yang dimaksud dengan asas-asas tersebut adalah merujuk Bab II.

e. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling


Prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling ada empat hal yang menjadi perhatian
yaitu
1) Prinsip-prinsi berkenaan dengan sasaran pelayanan,
2) Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu,
3) Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelayanan dan
4) Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan.
Adapun yang dimaksud dengan prinsip-prinsip tersebut adalah merujuk Bab II.

2. Bidang Bimbingan
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi empat bidang bimbingan yaitu
1) Bidang bimbingan pribadi,
2) Bidang bimbingan sosial,
3) Bidang bimbingan belajar, dan
4) Bidang bimbingan karir
5) Bidang kehidupan keluarga
6) Bidang kehidupan keagamaan

38
Selanjutnya penjelasan masing-masing bidang diuraikan sebagai berikut:

1. Bidang Kehidupan Pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, sesuai
dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
Contoh: Pengetrapan tentang pemahaman kekuatan diri konseli dan pengembangannya
untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, dalam kehidupan sehari-hari untuk di
masa depan konseli.

2. Bidang Kehidupan Sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat
dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang
lebih luas.
Contoh: Pengetrapan tentang kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, dengan
menjunjung tinggi tata krama, adat istiadat, hukum, ilmu dan norma kebiasaan yang
berlaku.

3. Bidang Kegiatan Belajar yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
Contoh: Pengetrapan tentang sikap, kebiasaan belajar yang efektif, efesien. Semangat serta
produktif mencari informasi sumber belajar, sikap pada guru, mengembangkan
keterampilan belajar, tertib mengerjakan tugas-tugas pelajaran.

4. Bidang Perencanaan, pelaksanaan dan pemantapan Karir yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan
mengambil keputusan karir.
Contoh: Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebagai wawasan mengembangkan karir dimasa yang
akan datang.

5. Bidang Kehidupan Berkeluarga yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
dalam merencanakan kehidupan keluarga, dan keragaman persoalan persiapan membentu
keluarga.
Contoh: Membantu individu dapat mengambil keputusan berkenaan dengan perencanaan
perkawinan dan/atau kehidupan keluarga yang sudah dijalaninya

6. Bidang Kehidupan Keberagamaan yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
untuk mementapkan diri dalam memahami dan melaksanakan nilai-nilai keagamaan
dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Contoh: Membantu individu memantapkan dan memaksimalkan berkenaan dengan
kehidupan keberagamaan sesuai agama yang dianutnya.

39
9 JENIS LAYANAN

ORIEN- INFOR- PENEMP./ PEMBE-


PENG. KONS.
TASI MASI PENYAL. LAJARAN
KONTEN PER.

BIMB. KONS. KON- MEDIA-


KELP. KLP SULTASI SI

6 KEGIATAN PENDUKUNG

3. Layanan Bimbingan dan Konseling


Layanan Bimbingan dan Konseling meliputi tujuh layanan yaitu
1) Layanan orientasi,
2) Layanan informasi,
3) Layanan penempatan/penyaluran,
4) Layanan penguasaan konten
5) Layanan konseling perorangan,
6) Layanan bimbingan kelompok,
7) Layanan konseling kelompok,
8) Layanan Konsultasi,
9) Layanan Mediasi.

Sembilan layanan ini diselenggarakan dengan mengacu pada bidang-bidang bimbingan dan
konseling. Adapun bentuk dan isi layanan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
siswa, berikut penjelasan tentang:

a. layanan orientasi
Layanan Orientasi ditujukan untuk semua siswa baru dan untuk pihak-pihak lain guna
memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru
dimasuki siswa. Hasil yang diharapkan dari layanan orientasi adalah dipermudahnya
penyesuaian diri siswa terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar dan kegiatan lain yang
mendukung keberhasilan siswa. Fungsi utama layanan orientasi ialah fungsi pemahaman dan
pencegahan.
Materi yang dapat diangkat melalui layanan orientasi ada berbagai macam, yaitu
meliputi:
1) Orientasi umum sekolah yang baru dimasuki
2) Orientasi kelas baru dan semester baru

40
3) Orientasi kelas terakhir, semester akhir, EBTA, ijazah.Materi layanan orientasi dalam
bidang-bidang bimbingan meliputi:
1. Layanan orientasi dalam bidang bimbingan pribadi kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian orientasi tentang;
a) fasilitas penunjang ibadah keagamaan yang terdapat di sekolah,
b) acara keagamaan yang menunjang pengembangan kegiatan peribadatan,
c) hak dan kewajiban siswa termasuk pakaian sekolah,
d) bentuk pelayanan bimbingan dan konseling dalam membantu siswa mengenal
kemampuan, bakat, minat dan cita-citanya serta usaha mengatasi berbagai
permasalahan pribadi yang ditemui di rumah, sekolah, dan masyarakat,
e) fasilitas kesehatan.
2. Layanan orientasi dalam bidang bimbingan sosial kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian orientasi tentang;
a) suasana kehidupan dan tata krama tentang hubungan sosial di sekolah, baik dengan
sesama teman, guru, wali kelas, maupun staf sekolah lainnya;
b) peraturan dan tata tertib memasuki/menggunakan kantor, kelas, perpustakaan,
mushola, laborat dan fasilitas sekolah lainnya;
c) lingkungan sosial masyarakat sekitar sekolah dengan berbagai bentuk tuntutan
pergaulan dan kebiasaan masyarakatnya;
d) wadah yang ada di sekolah yang dapat membantu dan meningkatkan serta
mengembangkan hubungan sosial siswa seperti OSIS, Pramuka, UKS, PMR, Kesenian
dan Olah raga;
e) organisasi orang tua siswa dan guru;
f) adanya pelayanan bimbingan sosial bagi para siswa.
3. Layanan orientasi dalam bidang bimbingan belajar kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian orientasi tentang:
a) pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, jadwal pelajaran, guru-guru setiap mata
pelajaran;
b) lingkungan dan fasilitas sekolah yang menunjang kegiatan dan belajar seperti ruang
kelas, workshop, laboratorium, perpustakaan, ruangan diskusi, ruang bimbingan dan
konseling;
c) kurikulum berkenaan dengan tujuan pendidikan, mata pelajaran dan program belajar,
sistem pendekatan proses belajar-mengajar, tugas-tugas kegiatan ko-kurikuler, sistem
ujian, penilaian, kenaikan kelas, EBTA, ijazah, jenis dan sistem penetapan pilihan
kegiatan ekstrakurikuler, pelayanan bimbingan dan konseling sebagai bagian dari
kurikulum;
d) suasana belajar di sekolah pada umumnya yang perlu dikembangkan;
e) adanya pelayanan bimbingan belajar bagi para siswa.
4. Layanan orientasi dalam bidang bimbingan karier kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian orientasi tentang:
a) peran bimbingan dan konseling serta pelacakan karier di sekolah menengah;
b) pelaksanaan bimbingan karier untuk siswa sekolah menengah;
c) kegiatan yang diharapkan dari siswa dalam pelaksanaan bimbingan karier.
Penyelenggaraan layanan orientasi dapat diselenggarakan melalui berbagai cara seperti
ceramah, tanya jawab dan diskusi selanjutnya dapat dilengkapi dengan peragaan, selebaran,
tayangan foto, film, video, dan peninjauan ketempat-tempat yang dimaksud (ruang kelas,
laboratorium, perpustakaan dll). Materi orientasi dapat diberikan oleh konselor, Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Mata pelajaran, atau personil lain. Namun seluruh
kegiatan itu direncanakan dan dikoordinasikan oleh konselor sekolah.
Layanan orientasi dapat diselenggarakan baik dalam bentuk pertemuan umum,
pertemuan klasikal, maupun pertemuan kelompok. Materi orientasi dapat disampaikan oleh
konselor sekolah, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Mata pelajaran, atau

41
personil lain. Dalam layanan orientasi seluruh personil berperan saling melengkapi sehingga
siswa memperoleh gambaran yang lengkap dan mantap tentang satu jenjang pendidikan.
Layanan orientasi diselenggarakan pada awal mulainya kegiatan pada satu jenjang atau periode
pendidikan tertentu.

b. Layanan Informasi
Layanan informasi bertujuan untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan
dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan
mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi, digunakan sebagai bahan acuan dalam
meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan
kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan. Fungsi utama layanan informasi ialah fungsi
pemahaman dan pencegahan.
Materi yang dapat diangkat melalui layanan informasi ada berbagai macam, yaitu
meliputi:
1) Informasi pengembangan pribadi;
2) Informasi kurikulum dan proses belajar mengajar;
3) Informasi pendidikan tinggi;
4) Informasi jabatan;
5) Informasi kehidupan keluarga, sosial-kemasyarakatan, keberagaman, sosial-budaya, dan
lingkungan.
Materi layanan informasi dalam bidang-bidang bimbingan meliputi:
1. Layanan informasi dalam bidang bimbingan pribadi kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian informasi tentang;
a) tugas-tugas perkembangan masa remaja akhir khususnya tentang kemampuan dan
perkembangan pribadi;
b) perlunya pengembangan kebiasaan dan sikap dalam keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
c) usaha yang dapat dilakukan dalam mengenal bakat, minat serta bentuk-bentuk
pembinaan, pengembangan dan penyaluran;
d) perlunya hidup sehat dan upaya melaksanakannya;
e) membantu siswa menghadapi masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa awal
penuh tantangan.
2. Layanan informasi dalam bidang bimbingan sosial kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian informasi tentang;
a) tugas-tugas perkembangan masa remaja tentang kemampuan dan pengembangan
hubungan sosial;
b) cara bertingkah laku, tata krama, sopan santun, dan disiplin di sekolah;
c) tata krama pergaulan dengan teman sebaya baik di sekolah sendiri, sekolah lain, siswa
dengan guru, siswa dengan staf lain dalam kehidupan yang harmonis di lingkungan
sekolah;
d) suasana dan tata krama kehidupan dalam keluarga;
e) nilai-nilai sosial, agama, adat istiadat, kebiasaan dan tata krama yang berlaku di
lingkungan masyarakat;
f) hak dan kewajiban warga negara;
g) keamanan dan ketertiban masyarakat;
h) keamanan dan ketertiban masyarakat;
i) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi masyarakat sekitar;
j) permasalahan hubungan sosial dan ketertiban masyarakat beserta berbagai akibat;
k) pengenalan dan manfaat lingkungan yang lebih luas (lingkungan fisik, sosial, budaya);
l) pelaksanaan pelayanan bimbingan sosial.

42
3. Layanan informasi dalam bidang bimbingan belajar kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian informasi tentang;
a) tugas-tugas perkembangan masa remaja berkenaan dengan pengembangan diri,
keterampilan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian;
b) perlunya pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, aktif dan perorangan
baik belajar mandiri maupun kelompok;
c) cara belajar di perpustakaan, meringkas buku, membuat catatan dan mengulang
pelajaran;
d) kemungkinan timbulnya berbagai masalah belajar dan upaya pengentasannya;
e) pengajaran perbaikan dan pengayaan;
f) pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya meningkatkan kegiatan
dan hasil belajar siswa;
g) kursus dan sekolah yang mungkin dimasuki setamat sekolah menengah (kurikulum
dan sistem pengajaran, biaya, prosedur memasuki dan prospeknya).
4. Layanan informasi dalam bidang bimbingan karier kegiatannya meliputi kegiatan
pemberian informasi tentang;
a) tugas-tugas perkembangan masa remaja berkenaan dengan kemampuan dan
perkembangan karier;
b) perkembangan karier di masyarakat;
c) sekolah menengah kursus-kursus, beserta program pilihannya, baik umum maupun
kejuruan dalam rangka pengembangan karier;
d) jenis dan tuntutan dan syarat-syarat jabatan yang dapat dimasuki tamatan sekolah
menengah seperti kemampuan, pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki;
e) kemungkinan permasalahan dalam pilihan pekerjaan, karier dan tuntutan pendidikan
yang lebih tinggi serta berbagai akibatnya;
f) pelaksanaan pelayanan bimbingan karir bagi siswa.
Seperti dalam penyelenggaraan layanan orientasi, layanan informasi dapat
diselenggarakan melalui berbagai cara seperti ceramah, tanya jawab dan diskusi selanjutnya
dapat dilengkapi dengan peragaan, selebaran, tayangan foto, film, video, dan peninjauan
ketempat-tempat atau obyek-obyek yang dimaksud. Materi informasi dapat diberikan berbagai
nara sumber baik dari sekolah sendiri, dari sekolah lain, dari lembaga-lembaga pemerintah,
maupun dari berbagai kalangan di masyarakat dapat diundang untuk memberikan informasi
kepada siswa. Namun seluruh kegiatan itu harus direncanakan dan dikoordinasikan oleh
konselor sekolah.
Seperti dalam layanan orientasi, layanan informasi dapat diselenggarakan baik dalam
bentuk pertemuan umum, pertemuan klasikal, maupun pertemuan kelompok. Papan informasi
dapat diselenggarakan untuk menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, gambar, pamflet
dll.
Sesuai dengan jenis dan sifatnya materi informasi diberikan pada awal atau akhir suatu
periode pendidikan atau di antara keduanya. Layanan informasi dapat diberikan kapan saja
pada waktu yang memungkinkan. Topik yang diberikan dipilihkan yang sedang hangat
menyangkut kebutuhan siswa dalam cakupan yang besar.

b. Layanan Penempatan/Penyaluran
Kemampuan, bakat, dan minat bila tidak disalurkan secara tepat dapat mengakibatkan
siswa yang bersangkutan tidak dapat berkembang secara optimal. Layanan penempatan dan
penyaluran memungkinkan siswa berada pada posisi dan pilihan yang tepat yaitu berkenaan
dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/karier, kegiatan ekstra kurikuler,
program latihan dan pendidikan yang lebih tinggi sesuai kondisi fisik dan psikisnya. Fungsi
utama layanan penempatan dan penyaluran ialah fungsi pencegahan dan pemeliharaan.
Materi yang dapat diangkat melalui layanan penempatan dan penyaluran ada berbagai
macam, yaitu meliputi:

43
1) penempatan di dalam kelas berdasar kondisi dan ciri pribadi dan hubungan sosial siswa
serta asas pemerataan;
2) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok belajar berdasarkan kemampuan dan
kelompok campuran;
3) penempatan dan penyaluran di dalam program yang lebih luas.
Materi layanan penempatan dan penyaluran dalam bidang-bidang bimbingan meliputi;
1. Layanan penempatan dan penyaluran dalam bidang bimbingan pribadi kegiatannya
meliputi kegiatan pemberian penempatan dan penyaluran tentang;
a) posisi duduk dalam kelas yang disesuaikan dengan kondisi fisik dan pribadi siswa;
b) pilihan keterampilan dan kesenian sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat;
c) kegiatan ekstra kurikuler yang dapat digunakan sebagai penunjang pengembangan
kebiasaan dan sikap keagamaan, kemampuan, bakat, minat dan cita-cita seperti
kegiatan OSIS, Pramuka, UKS, PMR, Kesenian dan Olah Raga.
2. Layanan penempatan dan penyaluran dalam bidang bimbingan sosial kegiatannya meliputi
kegiatan pemberian penempatan dan penyaluran tentang;
a) kelompok kegiatan bersama sehingga siswa mampu memberi dan menerima serta
berkomunikasi secara dinamis, kreatif dan produktif seperti organisasi kelas;
b) kegiatan kesiswaan seperti kepengurusan OSIS, kegiatan lapangan, koperasi siswa dan
polisi lalu lintas sekolah.
3. Layanan penempatan dan penyaluran dalam bidang bimbingan belajar kegiatannya
meliputi kegiatan pemberian penempatan dan penyaluran tentang;
a) kelompok belajar berdasarkan kemampuan siswa seperti kelompok cepat, sedang dan
lambat;
b) kelompok belajar campuran, masing-masing kelompok terdapat anak-anak yang cepat,
sedang dan lambat;
c) kelompok belajar tambahan yang didasarkan pada minat terhadap mata pelajaran
sebagai penunjang bakat, minat dan cita-cita;
d) program pengajaran perbaikan;
e) program pengayaan; dan
f) kelompok penelitian ilmiah remaja.
4. Layanan penempatan dan penyaluran dalam bidang bimbingan karier kegiatannya
meliputi kegiatan pemberian penempatan dan penyaluran tentang;
a) kelompok latihan ketrampilan dan kegiatan ekstra-kurikuler yang menunjang pilihan
karier/pekerjaan;
b) kelompok kerja penyusunan peta dunia kerja sederhana, melalui diskusi, ceramah dari
nara sumber dan kegiatan kunjungan ke instansi/lapangan pekerjaan;
c) kelompok yang membahas pilihan program studi lebih lanjut.
Pelaksanaan layanan penempatan dan penyaluran didahului oleh pengungkapan;
a) Kondisi fisik siswa meliputi;
(1) keadaan panca indera (terutama mata dan telinga);
(2) ukuran badan;
(3) jenis kelamin;
(4) keadaan fisik lainnya.
b) Kemampuan akademik, kemampuan berkomunikasi, bakat dan minat.
c) kondisi psikofisik, seperti terlalu banyak gerak, cepat lelah.
Pengungkapan pelaksanaan layanan penempatan dan penyaluran dapat dilakukan
melalui pengamatan langsung, analisis hasil belajar, dan himpunan data, penyelenggaraan
instrumentsi, wawancara dengan siswa, analisis laporan (wali kelas, guru mata pelajaran, guru
praktek, diskusi dengan personil sekolah). Konselor sekolah perlu memiliki catatan lengkap
tentang penempatan dan penyaluran seluruh siswa asuhannya. Kemana siswa itu ditempatkan,
pada posisi mana di dalam kelas, kelompok mana, berapa lama direncanakan berada pada

44
posisi kelompok itu, dan kapan penempatan dan penyaluran itu dievaluasi dan diperbarui.
Catatan ini amat diperlukan untuk tindak lanjut layanan penempatan dan penyaluran.

d. Penguasaan Konten

Yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama
kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan
masyarakat.

Materi umum layanan penguasaan konten ditujukan konseli dapat memiliki konten dalam:
1) Ketrampilan teknik belajar
2) Ketrampilan cara belajar yang efektif dan efesien
3) Melatih kebiasaan belajar
4) Melatih efisiensi waktu sehari-hari

Contohnya:

1) Mengatur jadwal kegiatan sehari-hari: di rumah, di sekolah, di luar, rumah/sekolah,

2) Menggunakan waktu senggang,

e. Layanan Konseling Perorangan


Tujuan dan fungsi layanan konseling perorangan dimaksudkan untuk memungkinkan
siswa mendapatkan layanan langsung, tatap muka dengan konselor sekolah dalam rangka
pembahasan dan pengentasan permasalahannya. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh
layanan konseling perorangan ialah fungsi pengentasan.
Materi layanan konseling perorangan ada beberapa macam, tidak terbatas dan
dilaksanakan untuk segenap masalah secara perseorangan. Materi layanan konseling
perorangan dalam bidang-bidang bimbingan meliputi;
1. Layanan konseling perorangan dalam bidang bimbingan pribadi kegiatan penyelenggaraan
konseling perorangan yang membahas dan mengentaskan masalah-masalah pribadi siswa
yaitu masalah-masalah yang berkenaan dengan:
a) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikis yang terjadi pada diri sendiri;
c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat dan minat serta penyaluran dan
pengembangannya;
d) pengenalan tentang kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya;
e) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri sendiri;
f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat.
2. Layanan konseling perorangan dalam bidang bimbingan sosial kegiatannya meliputi
kegiatan penyelenggaraan konseling perorangan yang membahas dan mengentaskan
masalah-masalah yang berkenaan dengan;
a) kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis,
efektif dan produktif;
b) kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial (di rumah, sekolah dan
masyarakat) dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat-
istiadat dan kebiasaan yang berlaku;
c) hubungan dengan teman sebaya (di rumah, sekolah dan masyarakat);
d) pemahaman pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah;
e) pengenalan dan pengamalan pola hidup sederhana yang sehat dan bergotong-royong.

45
3. Layanan konseling perorangan dalam bidang bimbingan belajar kegiatannya meliputi
kegiatan penyelenggaraan konseling perorangan yang membahas dan mengentaskan
masalah-masalah belajar siswa yaitu masalah-masalah yang berkenaan dengan;
a) motivasi dan tujuan belajar dan latihan;
b) sikap dan kebiasaan;
c) kegiatan disiplin belajar serta berlatih secara efektif efisien dan produktif;
d) penguasaan materi pelajaran dan latihan/keterampilan;
e) keterampilan teknis belajar;
f) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di sekolah dan
lingkungan sekitar;
g) orientasi belajar di perguruan tingggi.
4. Layanan konseling perorangan dalam bidang bimbingan karier membahas dan
mengentaskan masalah-masalah pilihan pekerjaan dan pengembangan karier siswa yaitu
masalah-masalah yang berkenaan dengan;
a) pilihan dan latihan keterampilan;
b) orientasi dan informasi pekerjaan/karier, dunia kerja dan upaya memperoleh
penghasilan;
c) orientasi dan informasi lembaga-lembaga keterampilan sesuai dengan pilihan
pekerjaan dan arah pengembangan karier;
d) pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah pengembangan
karier.
Penyelenggaraan layanan konseling perorangan terselenggara atas inisiatif klien.
Konselor sekolah tidak boleh sekedar menunggu kedatangan siswa saja, sebaiknya harus aktif
mengupayakan agar siswa yang bermasalah menjadi sadar bahwa dirinya bermasalah, menjadi
sadar bahwa mereka memerlukan bantuan untuk memecahkan masalahnya. Upaya ini
dilakukan dengan ceramah, tanya jawab terkait dengan layanan konseling perorangan sehingga
yakin bahwa layanan konseling perorangan itu benar-benar bermanfaat dan diperlukan siswa.
Upaya lain adalah memanggil siswa didasari oleh analisis yang mendalam tentang perlunya
siswa dipanggil berdasar analisis belajar, hasil instrumen, hasil pengamatan, laporan pihak
tertentu dengan dalih menawarkan diri untuk membantu siswa dan memberikan kesempatan
bahwa pertemuan itu untuk kepentingan siswa.

f. Layanan Bimbingan Kelompok


Tujuan dan fungsi layanan konseling kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan
siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari konselor sekolah sebagai
narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun
pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. Layanan bimbingan kelompok, siswa diajak
bersama-sama mengemukakan pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan
mengembangkan bersama permasalah yang dibicarakan pada kelompok. Sehingga terjadi
komunikasi antara individu di kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan sikap dan
tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok. Fungsi utama bimbingan yang
didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan.
Materi layanan bimbingan kelompok dapat dibahas berbagai hal yang amat beragam
yang berguna bagi siswa. Materi layanan bimbingan kelompok meliputi;
1. Pemahaman dan pemantapan kehidupan beragama dan hidup sehat;
2. Pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya (termasuk
perbedaan individu, sosial, budaya serta permasalahannya);
3. Pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik, dan peristiwa yang terjadi di masyarakat
serta pengendalian/pemecahannya;
4. Pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif untuk belajar, kegiatan sehari-hari, dan
waktu senggang;

46
5. Pemahaman tentang adanya berbagai alternatif pengambilan keputusan dan berbagai
konsekuensinya,
6. Pengembangan sikap kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar, timbulnya kegagalan
belajar, dan cara penanggulangannya;
7. Pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif;
8. Pemahaman tentang dunia kerja, pilihan dan pengembangan karier serta perencanaan masa
depan;
9. Pemahaman tentang pilihan dan persiapan memasuki jurusan/program studi dan
pendidikan lanjutan.
Materi layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan meliputi:
1. Layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan pribadi kegiatan penyelenggaraan
bimbingan kelompok yang membahas aspek aspek pribadi siswa yaitu yang menyangkut;
a) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa;
b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikis yang terjadi pada diri sendiri;
c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat dan minat serta penyaluran dan
pengembangannya;
d) pengenalan tentang kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya;
e) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri sendiri;
f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat.
2. Layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial meliputi kegiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang membahas aspek-aspek sosial siswa yaitu hal-
hal yang menyangkut;
a) kemampuan berkomunikasi, serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis,
efektif dan produktif;
b) kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial dengan menjunjung tinggi tata
krama, norma dan nilai agama, adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku;
c) hubungan dengan teman sebaya di sekolah dan masyarakat;
d) pengendalian emosi, penanggulangan konflik dan permasalahan yang timbul di
masyarakat baik di sekolah maupun luar sekolah;
e) pemahanan dan pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah, di rumah, di masyarakat.
3. Layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan belajar meliputi kegiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang membahas aspek-aspek kegiatan belajar siswa
yaitu yang menyangkut;
a) motivasi dan tujuan belajar dan latihan;
b) sikap dan kebiasaan belajar;
c) pengembangan keterampilan teknis belajar;
d) kegiatan dan disiplin belajar serta berlatih secara efektif, efisien dan produktif;
e) penguasaan materi pelajaraan dan latihan/ketrampilan;
f) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di sekolah dan
lingkungan sekitar;
g) orientasi belajar di perguruan tinggi.
4. Layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan karier meliputi kegaiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang membahas aspek-aspek pilihan pekerjaan dan
pengembangan karier siswa yaitu hal-hal yang menyangkut;
a) pilihan dan latihan keterampilan;
b) orientasi dan informasi pekerjaan/karier, dunia kerja dan upaya memperoleh
penghasilan;
c) orientasi dan informasi lembaga keterampilan sesuai dengan pilihan pekerjaan dan
arah pengembangan karier;
d) pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan pilihan dan arah
pengembangan karier.

47
Penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok terselenggara atas memaftaatkan
dinamika kelompok untuk mencapai tujuan layanan bimbingan. Agar dinamika kelompok yang
berlangsung dalam kelompok dapat berlangsung efektif, baik kelompok tetap maupun
kelompok tidak tetap. Kelompok tetap bersama konselor sekolah melaksanakan kegiatan sekali
dalam seminggu dengan topik yang bervariasi baik berupa topik tugas maupun topik bebas.
Konselor sekolah bertindak sebagai fasilitator dengan menerapkan strategi pengembangan dan
teknik bimbingan kelompok.
Manfaat dan pentingnya bimbingan kelompok bagi siswa adalah;
1) diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan yang terjadi di
sekitarnya. Semua pendapat yang positif maupun negatif disinkronkan dan diluruskan
sehingga memantapkan siswa;
2) memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, pandangan luas dan pemahaman obyektif
sehingga diharapkan;
3) menimbulkan sikap positif terhadap keadaan diri dan lingkungan seperti (menolak hal
yang salah/buruk/negatif dan menyokong hal yang benar/baik/positif. Sikap positif
diharap merangsang siswa untuk;
4) menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk
dan sokongan yang baik, dengan harapan;
5) melaksanakan kegiatan nyata dengan membuahkan hasil.

g. Layanan Konseling Kelompok


Tujuan dan fungsi layanan konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika
kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan
dalam suasana kelompok. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling
kelompok ialah fungsi pengentasan.
Materi umum layanan konseling kelompok diselenggarakan dalam kelompok dengan
memanfaatkan dinamika kelompok yang meliputi segenap bidang bimbingan. Masalah tesebut
dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok. Materi layanan
konseling kelompok dalam bidang-bidang bimbingan meliputi:
1. Layanan konseling kelompok dalam bimbingan pribadi meliputi penyelenggaraan konseling
kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah pribadi siswa yaitu berkenaan
dengan:
a) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikis yang terjadi pada diri sendiri;
c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat dan minat serta penyaluran dan
pengembangannya;
d) pengenalan tentang kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya;
e) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri sendiri;
f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat.
2. Layanan konseling kelompok dalam bimbingan sosial meliputi penyelenggaraan konseling
kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah sosial siswa yaitu berkenaan
dengan;
a) kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis,
efektif dan produktif;
b) kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial (di rumah, sekolah dan
masyarakat) dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat-
istiadat dan kebiasaan yang berlaku;
c) hubungan dengan teman sebaya (di rumah, sekolah dan masyarakat);
d) pemahaman pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah;
e) pengenalan dan pengamalan pola hidup sederhana yang sehat dan bergotong-royong.

48
3. Layanan konseling kelompok dalam bimbingan belajar meliputi penyelenggaraan
konseling kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah belajar siswa yaitu
berkenaan dengan;
a) motivasi dan tujuan belajar dan latihan;
b) sikap dan kebiasaan;
c) kegiatan disiplin belajar serta berlatih secara efektif efisien dan produktif;
d) penguasaan materi pelajaran dan latihan/keterampilan;
e) keterampilan teknis belajar;
f) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di sekolah dan
lingkungan sekitar;
g) orientasi belajar di perguruan tingggi.
4. Layanan konseling kelompok dalam bimbingan karir meliputi penyelenggaraan konseling
kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah karir siswa yaitu berkenaan dengan;
a) pilihan dan latihan ketrampilan;
b) orientasi dan informasi pekerjaan/karier, dunia kerja dan upaya memperoleh
penghasilan;
c) orientasi dan informasi lembaga-lembaga keterampilan sesuai dengan pilihan
pekerjaan dan arah pengembangan karier;
d) pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah pengembangan
karier.
Penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok
merupakan dua jenis layanan yang saling keterkaitan sangat kuat keduanya menggunakan
dinamika kelompok sebagai media kegiatannya kecuali pemahaman dan pengentasan masalah
sebagai fungsi pokok konseling kelompok adalah suasana kejiwaan yang sehat antara lain
berkenaan dengan spontanitas, perasaan positif (senang, gembira, rileks, nikmat, puas, bangga),
katarsis, peningkatan pengetahuan dan keterampilan sosial.
Hal-hal yang perlu ditampilkan dalam kegiatan kelompok adalah;
a) membina keakraban kelompok;
b) melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok;
c) bersama-sama mencapai tujuan kelompok;
d) membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok;
e) ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok;
f) berkomunikasi secara bebas dan terbuka;
g) membantu anggota lain dalam kelompok;
h) memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok;
i) menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
Dalam konseling kelompok masalah pribadi setiap anggota kelompok dibicarakan
melalui dinamika kelompok tujuannya agar anggota kelompok yang bermasalah itu terentaskan.
Semua anggota kelompok ikut serta dalam dalam pembicaraan dengan tertib melalui pengajuan
pertanyaan, pemberian jawaban, penjelasan uraian, analisis, nasihat, dorongan, semangat,
simpati, alternatif pemecahan, dan konselor sekolah sebagai fasilitator mendorong siswa untuk
berinteraksi secara penuh dan seluruh anggota kelompok lainnya menyerap serta menanggapi
segala yang bersumber dari temannya.dan terpecahkannya masalah yang dihadapinya.

h. layanan konsultasi;
Layanan konsultasi adalah bantuan dari konselor ke klien dimana konselor sebagai konsultan
dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang
dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid
atau orangtuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu
mengahdapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya. Jika konselor tidak mampu mengatasi
masalah yang dihadapi oleh konsulti maka direferalkan kepada pihak lain yang lebih pakar.

49
Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata
disebabkan oleh konsulti, dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga

Contoh penerapan layanan ini sebagai berikut:


1. Wali kelas konsultasi mengenai keadaan atau kondisi peserta didiknya
2. Orang tua konsultasi mengenai keadaan atau kondisi anaknya
3. Guru bidang studi konsultasi mengenai keadaan atau kondisi peserta didiknya
4. Pembina ekstrakurikuler konsultasi mengenai keadaan atau kondisi peserta didiknya

i. Layanan mediasi
Pengertian dan konsep dasar, Mediasi berasal dari kata “media” yang artinya perantara
atau penghubung. Layanan mediasi adalah layanan yang dilaksanakan oleh konselor
terhadap dua pihak atau lebih yang sedang mengalami keadaan tidak harmonis (tidak
cocok).
Tujuan umum: tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara para klien,
yaitu pihak-pihak yang berselisih.
Tujuan khusus: difokuskan kepada perubahan atau kondisi awal menjadi kondisi baru
dalam hubungan antara pihak-pihak yang bermasalah.

Kondisi Awal Antara Kedua Belah Pihak Kondisi Yang Dikehendaki

• Rasa bermusuhan terhadap pihak lain. • Rasa damai terhadap pihak lain
• Ada perbedaan kesenjangan di banding • Adanya persamaan dengan pihak lain
pihak lain • Sikap mendekati pihak lain
• Sikap menjauhi pihak lain • Sikap mau memberi dan menerima
• Sikap mau menang sendiri terhadap terhadap pihak lain
pihak lain. • Sikap memaafkan
• Sikap ingin membalas. • Sikap lembut dan positif
• Sikap kasar dan negatif • Sikap mau memahami
• Sikap mau benar sendiri

Penerapan Layanan ini


Membantu mendamaikan siswa yang sedang bertikai atau bertengkar. Konselor akhirnya
hanya menjadi penasehat. Keributan sering terjadi karena asas-asas yang dilupakan. Fungsi
konselor dari membantu menyelesaikan berubah menjadi penasehat sehingga klien lebih
pasif

50
6 KEGIATAN PENDUKUNG

INSTRUMEN- KONFRENSI ALIH TANGAN


TASI KASUS KASUS

HIMPUNAN KUNJUNGAN TAMPILAN


DATA RUMAH KEPUST.

4. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling


Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling meliputi kegiatan pokok; 1) aplikasi
instrumentasi bimbingan dan konseling; 2) himpunan data; 3) konferensi kasus; 4) kunjungan
rumah, 5) alih tangan 6) tampilan kepustakaan. Semua kegiatan pendukung itu langsung
dikaitkan dengan keenam bidang bimbingan yang disesuaikan dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Aplikasi Instrumentasi
Tujuan dan Fungsi aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling bermaksud
mengumpulkan data dan keterangan peserta didik baik secara individual maupun kelompok,
keterangan tentang lingkungan yang termasuk di dalamnya informasi pendidikan dan jabatan..
Pengumpulan data dan keterangan ini dilakukan dengan berbagai instrumen baik tes maupun
non-tes. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kegiatan penunjang aplikasi instrumenasi
ialah fungsi pemahaman.
Materi umum aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling meliputi;
1. kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang maha Esa.
2. kondisi mental dan fisik siswa, pengenalan terhadap diri sendiri
3. kemampuan pengenalan lingkungan dan hubungan sosial
4. tujuan, sikap, kebiasaan, keterampilan dan kemampuan belajar
5. informasi karier dan pendidikan
6. kondisi keluarga dan lingkungan
Materi aplikasi instrumentasi dalam bidang-bidang bimbingan:
a. Aplikasi instrumentasi dalam bimbingan pribadi meliputi kegiatan pengungkapan dan
pengumpulan data dan keterangan berkenaan dengan karakteristik dan kondisi pribadi
siswa, yaitu tentang;
1) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

51
2) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikis siswa yang terjadi pada diri siswa
3) pengenalan tentang kekuatan diri seperti tingkat kecerdasan, bakat dan minat serta
penyaluran dan pengembangannya
4) pengenalan tentang kelemahan diri dan upaya penanggulangan-nya
5) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri
6) perencanaan dan penyelenggaran hidup sehat
b. Aplikasi instrumentasi dalam bimbingan sosial meliputi kegiatan pengungkapan dan
pengumpulan data dan keterangan berkenaan dengan karakteristik dan kondisi hubungan
sosial siswa, yaitu tentang;
1) kemampuan berkomunikasi, serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis,
efektif, dan produktif
2) kemampuan bertingkah laku berhubungan sosial (di rumah, sekolah dan masyarakat)
dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat istiadat dan
kebiasaan yang berlaku;
3) hubungan dengan teman sebaya di rumah, sekolah dan masyarakat;
4) pemahaman pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah;
5) pengenalan dan mengamalan pola hidup sederhana sehat dan bergotong royong
c. Aplikasi instrumentasi dalam bimbingan belajar meliputi kegiatan pengungkapan dan
pengumpulan data dan keterangan berkenaan dengan kemampuan dan kegiatan belajar
siswa yaitu tentang;
1) tujuan belajar dan latihan
2) sikap dan kebiasaan belajar
3) kemampuan ketrampilan teknis belajar
4) kegiatan dan disiplin belajar serta berlatih secara efektif, efisien dan produktif
5) penguasaan materi pelajaraan dan latihan/ketrampilan
6) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya di sekolah dan
lingkungan sekitar
7) orientasi belajar di sekolah
c. Aplikasi instrumentasi dalam bimbingan karier meliputi kegiatan pengungkapan dan
pengumpulan data dan keterangan berkenaan dengan pilihan karier siswa, yaitu tentang;
1) pilihan dan latihan ketrampilan
2) orientasi dan informasi pekerjaan/karier, dunia kerja dan upaya memperoleh
penghasilan
3) orientasi dan informasi lembaga-lembaga ketrampilan sesuai dengan pilihan pekerjaan
dan arah pengembangan karier
4) pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah pengembangan
karier
Penyelenggaraan aplikasi instrumentasi adalah untuk mengungkapkan dan
mengumpulkan berbagai data dan keterangan yang diperlukan dalam bimbinan dan
konseling dimanfaatkan sejumlah instrumen baik tes maupun non tes, untuk mengungkap
kondisi pribadi.

2. Himpunan Data
Tujuan dan fungsi himpunan data bimbingan dan konseling bermaksud menghimpun
seluruh data dan keterangan peserta yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa
dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi
instrumentasi dan apa yang menjadi isi himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam
kegiatan layanan bimbingan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh penyelenggaraan
himpunan data ialah fungsi pemahaman.
Materi umum himpunan data meliputi pokok-pokok data/keterangan tentang berbagai
hal sebagaimana menjadi isi dari aplikasi instrumentasi tersebut juga memuat berbagai karya

52
tulis, atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus dan informasi
pendidikan dan jabatan.
Materi himpunan data dalam bidang-bidang bimbingan:
a. Himpunan data dalam bimbingan pribadi meliputi data/keterangan yang perlu dihimpun
ialah berbagai hal yang menyangkut karakteristik dan kondisi pribadi siswa, dan
perkembangan pribadi siswa, yaitu tentang;
1) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) kondisi perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi pada
diri siswa
3) kemampuan umum, bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya
4) kelemahan dan upaya penanggulangannya
5) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri
6) perencanaan dan penyelenggaran hidup sehat
b. Himpunan data dalam bimbingan sosial meliputi data/keterangan yang perlu dihimpun
ialah berbagai hal yang menyangkut karakteristik, kondisi dan perkembangan sosial siswa
serta berbagai hal yang menunjangnya, yaitu tentang;
1) kemampuan berkomunikasi, serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis,
efektif, dan produktif.
2) kemampuan bertingkah laku berhubungan sosial (di rumah, sekolah dan masyarakat)
dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat istiadat dan
kebiasaan yang berlaku;
3) hubungan dengan teman sebaya di rumah, sekolah dan masyarakat;
4) pemahaman pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah;
5) pengenalan dan pengamalan pola hidup sederhana sehat dan bergotong royong
c. Himpunan data dalam bimbingan belajar meliputi data/keterangan yang perlu dihimpun
ialah berbagai hal yang mencakup karakteristik, kondisi dan perkembangan belajar siswa
yaitu tentang;
1) tujuan belajar dan latihan
2) sikap dan kebiasaan belajar
3) kemampuan ketrampilan teknis belajar
4) kegiatan dan disiplin belajar serta berlatih secara efektif, efisien dan produktif
5) penguasaan materi pelajaraan dan latihan/ketrampilan
6) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya di sekolah dan
lingkungan sekitar
7) orientasi belajar di sekolah
d. Himpunan data dalam bimbingan karier meliputi data/keterangan yang perlu dihimpun
ialah menyangkut karakteristik, kondisi dan perkembangan pilihan jabatan dan karier
siswa serta bahan-bahan yang menunjangnya yaitu tentang;
1) pilihan dan latihan ketrampilan
2) orientasi dan informasi pekerjaan/karier, dunia kerja dan upaya memperoleh
penghasilan
3) orientasi dan informasi lembaga-lembaga ketrampilan sesuai dengan pilihan pekerjaan
dan arah pengembangan karier
4) pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah pengembangan
karier
Penyelenggaraan himpunan data umumnya menjadi isi yang dianggap penting dalam
himpunan data. Lebih dari itu himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi
kasus, kunjungan rumah, analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan
bahan lainnya yang relevan dengan pelayanan bantuan kepada siswa. Keseluruhan data yang
dikumpulkan itu dapat dikelompokkan menjadi 1) data pribadi; 2) data kelompok; dan 3) data
umum.

53
1. Data Pribadi, menyangkut diri masing-masing siswa secara perorangan, yang dilakukan
setiap siswa, bersifat berkelanjutan. Tidak semua data/keterangan yang masuk harus
disimpan terus-menerus. Data/keterangan yang masih relevan sajalah yang perlu di
pertahankan.
2. Data Kelompok, menyangkut aspek dari sekelompok siswa seperti gambaran menyeluruh
hasil belajar siswa satu kelas, hasil sosiometri kelas, laporan penyelenggaraan dan hasil
diskusi/belajar kelompok. Data kelompok perlu digabungkan dengan data pribadi begitu
pula sebaliknya. Data/keterangan kelompok yang masih relevan sajalah yang perlu di
pertahankan.
3. Data Umum, adalah data yang tidak menyangkut diri siswa baik secara
pribadi/perorangan ataupun kelompok. Data ini berasal dari luar diri siswa seperti
informal pendidikan dan jabatan, informasi lingkungan fisik-sosial-budaya. Data dihimpun
dapat dalam bentuk buku, kumpulan leaflet tentang informasi pendidikan, jabatan,
informasi sosial budaya. Yang perlu diperhatikan bahwa data ini dijaga ketepatannya,
kebaruan, kemanfaatannya. Dan data yang sudah kadaluarsa tidak perlu dipertahankan
lagi.
Keseluruhan jenis data pribadi, data kelompok, dan data umum di simpan tersendiri
dengan dijaga kerahasiaannya secara ketat khususnya data pribadi.

A. Jenis dan Kegunaan Data Siswa, Pengumpulan dan Penyimpanan dalam


Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah memerlukan adanya data yang lengkap,
menyeluruh, sahih dan terandalkan baik mengenai diri sendiri siswa maupun lingkungannya.
Data data yang lengkap, menyeluruh, sahih dan terandalkan tidak berarti bahwa dengan
sendirinya semua teknik dan alat pengumpul data itu digunakan dengan mudah. Karena itu
perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai meliputi pengetahuan tentang
jenis data yang perlu dikumpulkan, sumberdata yang dapat diperoleh, cara dan prosedur
mendapatkan data serta ketrampilan dalam menyusun alat dan penggunaannya.

1. Jenis Data
Data merupakan hal yang penting dalam memahami siswa secara lebih baik.
Pemahaman yang lebih baik tentang siswa hanya akan dicapai jika sekolah memiliki data yang
lengkap dan menyeluruh baik data pribadi maupun data lingkungan.
a. Data Pribadi, Data pribadi ialah data tentang pribadi siswa.Yang termasuk data pribadi
adalah
1) data tentang pengenalan diri siswa;
2) data tentang latar belakang keluarga dan lingkungan sosial;
3) data tentang keadaan kesehatan;
4) data tentang kemampuan dasar;
5) data tentang kemampuan khusus;
6) data tentang riwayat pendidikan dan prestasi belajar;
7) data tentang kepribadian;
8) data tentang kegiatan-kegiatan luar sekolah;
9) data tentang rencana masa depan.
1) Data tentang pengenalan diri siswa, data ini terdiri dari nama, jenis kelamin,
tanggal dan tempat lahir, dan tempat tinggal.
2) Data tentang latar belakang keluarga dan lingkungan sosial, yaitu keadaan orang
tua dan anggota keluarga lainnya serta lingkungan sekitar yang berupa antara lain
umur ayah dan ibu, status hubungan ayah dan ibu (utuh, cerai, meninggal),
jumlah anggota keluarga pendidikan orang tua dan anggota keluarga lainnya,
pekerjaan orang tua dan keluarga lainnya, dan pengaruh-pengaruh kehidupan
masyarakat sekitar.

54
3) Data tentang keadaan kesehatan dan perkembangan siswa seperti keadaan
kelahiran, penyakit, yang pernah diderita, imunisasi yang pernah diperoleh,
penglihatan, dan pendengaran.
4) Data tentang kemampuan dasar, yaitu angka atau keterangan kemampuan
(kecerdasan) yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan
tes psikologis.
5) Data tentang kemampuan khusus, yaitu kecakapan dan keterampilan dalam
bidang-bidang tertentu yang dimiliki, angka atau keterangan tentang kecakapan
yang berdasar hasil pengukuran dengan menggunakan tes bakat
6) Data tentang riwayat pendidikan dan prestasi belajar, yaitu usia ketika pertama
kali masuk sekolah, kepindahan sekolah, kenaikan kelas, pendidikan tambahan,
atau kursus yang pernah diikuti, kedudukan di dalam kelas, dan prestasi belajar
pada umumnya.
7) Data tentang kepribadian, yaitu penyesuaian diri, sikap, kebiasaan-kebiasaan,
kematangan emosional, minat dll.
8) Data tentang kegiatan-kegiatan luar sekolah, kegiatan-kegiatan yang diikuti di
luar jam sekolah seperti kegiatan sosial, kegiatan bidang keagamaan, kegiatan
studio musik, lukis, kegiatan klub olah raga, dll.
9) Data tentang rencana-rencana masa depan, yaitu berkenaan dengan rencana
setelah tamat sekolah, baik kelanjutan studi maupun pilihan pekerjaan.
b. Data Lingkungan, data tentang lingkungan ini sangat penting dan berguna dalam rangka
pemberian informasi kepada siswa. Dalam rangka penyesuaian diri khususnya yang
berkaitan erat dengan program dan kegiatan pendidikan, minat, cita-cita; siswa
memerlukan dan yang lengkap dan menyeluruh tentang berbagai aspek lingkungan. data
yang dimaksud adalah;
1) Data tentang pendidikan, yaitu data yang berkenaan dengan sistem penyelenggaraan
pendidikan, kurikulum, program yang ada, mata pelajaran yang dipersyaratkan,
syarat-syarat masuk, biaya yang diperlukan dll.
2) Data tentang jabatan dan pekerjaan, data kategori ini antara lain berkenaan dengan
jenis-jenis jabatan dan pekerjaan, kesempatan dan syarat-syarat kerja, dan kondisi-
kondisi kerja.
3) Data tentang sosial pribadi kategori ini antara lain mengenai adat istiadat, kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi.

2. Sumber-sumber Data
Yang dimaksud sumber data ialah pihak-pihak yang dapat dimintai dan memberikan
keterangan tentang pribadi siswa dan lingkungan. Secara skematis sumber data itu
digambarkan seperti di bawah ini.

(gambar yg bentuk lingkaran tidsak direvi sehingg tetap dicantumkan)

55
Lingkaran 1; Sumber data yang paling utama tentang pribadi siswa adalah siswa itu sendiri.
Siswa adalah pusat data mengenai dirinya, baik data kekuatan maupun
kelemahannya. Semua data perlu diungkapkan untuk dibuat keputusan-
keputusan yang bijaksana berkenaan dengan diri siswa. Terkumpulnya data
tentang siswa bergantung pada siswa itu sendiri. Bila siswa tidak mau
mengemukakan masalah, tidak memberi data diri, tidak sungguh-sungguh
mengerjakan tugas-tugas (angket, wawancara, tes) maka menjadi sa-sia makna
data siswa itu. Oleh sebab itu kewajiban bagi para guru, konselor sekolah dan
staf sekolah untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mau secara
suka rela mengemukakan segala data tentang dirinya.
Lingkaran 2; Pihak-pihak yang menjadi sumber data adalah orang tua, wali kelas, konselor
sekolah, kepala sekolah dan pihak lain yang terkait dengan masalah siswa.
Mereka adalah orang-orang yang paling dekat dan paling bertanggung jawab
tentang siswa. Status hubungan dan pergaulan mereka sehari-hari dengan siswa,
memungkinkan mereka dapat lebih banyak mengetahui segala sesuatu tentang
siswa.
Lingkaran 3; Pihak-pihak yang dapat menjadi sumber data tentang siswa yaitu orang yang
dekat dengan siswa tetapi tidak langsung bertanggung jawab. Misalnya teman
di sekolah maupun di luar sekolah, dan anggota keluarga lainnya.
Lingkaran 4; Dalam lingkaran ini tercakup orang-orang yang berhubungan dengan siswa
tetapi dapat memberikan keterangan tentang siswa. Pihak-pihak tersebut adalah
tetangga, kepala desa, dan tata usaha sekolah.
Lingkaran 5; Lingkaran terakhir ini tercakup orang-orang atau lembaga-lembaga yang
berada di luar lembaga yang berada di luar lingkungan pendidikan dan rumah
tangga tetapi dapat memberikan keterangan siswa. Misal rumah sakit, dan
organisai pemuda.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data, baik bersifat tes maupun non tes

a. Tes.
Teknik pengumpulan data tes merupakan suatu serangkaian pertanyaan atau tugas yang
harus dijawab atas dasar pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, sikap atau kualifikasi
seseorang. Penggolongan tes atas aspek psikis yang diukur dibedakan jenisnya. Yaitu meliputi 1)
tes intelegensi; 2)tes bakat; 3) tes kepribadian; dan 4) tes prestasi belajar.
1) Tes Intelegensi, adalah suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengungkap taraf
kemampuan dasar seseorang, dalam kemampuan berfikir, bertindak, dan menyesuaikan
diri secara efektif. Tes intelegensi ada bermacam-macam jenisnya, dilihat dari segi apa yang
diukur. Tes intelegensi dapat dibedakan atas;
a) Tes intelegensi umum. Tes ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang
taraf kemampuan seseorang.
b) Tes intelegensi khusus. Tes ini menggambarkan taraf kemampuan seseorang secara
spesifik.
c) Tes intelegensi diferensial. Tes ini memberikan gambaran umum tentang kemampuaan
seseorang dalam berbagai bidang yang memungkinkan didapatkan profil kemampuan
selanjutnya untuk mengenal kekuatan dan kelemahan kemampuan yang terdapat pada
diri siswa.
Kegunaan Tes intelegensi
1. Membantu guru dan konselor sekolah menganalisis berbagai masalah yang dialami
siswa.
2. Membantu guru dan konselor sekolah memahami sebab-sebab terjadinya masalah
yang dialami siswa berkaitan dengan kemampuan dasarnya.

56
3. Membantu guru dan konselor sekolah menganali siswa yang memiliki kemampuan
sangat tinggi, sangat rendah, dan yang membutuhkan pendidikan khusus.
4. Membantu guru dan konselor sekolah menafsirkan kesulitan-kesulitan yang dialami
siswa.
2) Tes Bakat. Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus
memungkinkannya menguasai suatu kecakapan, pengetahuan, keterampilan tertentu
seperti kemampuan bermain musik, kemampuan berolah raga. bagi siswa yang berbakat
dengan latihan yang sama dengan siswa lain yang tidak berbakat akan lebih cepat
menguasai keterampilan dan akan lebih mudah berkembang. Tes bakat adalah suatu teknik
atau alat untuk mengetahui kecakapan, pengetahuan, keterampilan dalam bidang tertentu.
Tes bakat berguna untuk membentuk seseorang dalam membuat rencana dan keputusan
yang bijaksana berkenaan dengan pilihan pendidikan dan pekerjaan. Hasil tes bakat akan
memberikan gambaran tentang kecakapan, kemampuan dan keterampilan dalam suatu
bidang tertentu. Perlu diperhatikan bahwa tes bakat itu merupakan salah satu data atau
informasi sehingga masih perlu dikpadukan dengan data lain yang berkenaan dengan diri
siswa.
3) Tes Kepribadian. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem-sistem psikologis
dalam diri individu yang menentukan penyesuaian-penyesuaian yang unik dengan
lingkungan. Menurut Alport dalam Erman Amti & Marjohan (1993). Kepribadian dapat
diukur dengan berbagai cara dengan jalan melihat:
a) apa yang seseorang katakan tentang keadaan dirinya sendiri. Cara ini disebut self-report
inventory. Yaitu seseorang yang mengemukakan sesuatu mengenai dirinya melalui alat
yang sudah disediakan.
b) apa yang orang lain tentang keadaan diri seseorang, cara ini disebut inventories
sociometric, dimana orang lain diminta mengemukakan keadaan pribadi seseorang;
c) apa yang seseorang lakukan dalam situasi tertentu. Seperti seseorang disuruh
melakukan sesuatu dan hal-hal yang dilakukan itu diamati secara cermat dan
ditafsirkan.
4) Tes Prestasi Belajar. Tes prestasi adalah suatu alat tes yang disusun untuk mengukur hasil-
hasil pengajaran, kemajuan yang telah dicapai selama pelajaran dalam kurun waktu
tertentu. Tujuan utama penggunaan tes prestasi belajar adalah agar guru dapat membuat
keputusan, seleksi dan klasifikasi serta menentukan keefektifan pengajaran. Hasil tes
prestasi belajar juga dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar, mengenali murid
belajar, membutuhkan pengajaran perbaikan, memudahkan murid belajar, dan sebagai
kriteria dalam menilai teknik pengajaran.

b. Non-Tes
Pengumpulan data siswa yang dilakukan dengan teknik non-tes seperti observasi, angket,
sosiometri, riwayat hidup, dan studi kasus.
1) Observasi. Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpul data yang dilakukan
dengan mengatasi dan mencatat secara sistematik gejala-gejala tingkah laku yang tampak.
Observasi merupakan salah satu teknik yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian
luar biasa namun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, pengamatan perlu
direncanakan sedemikian rupa baik waktu, alat maupun aspek-aspek tingkah laku yang
diamati. Dilihat dari hubungan pengamat dengan orang yang diamati, pengamat
dibedakan atas observasi partisisif, yaitu pengamat ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan
oleh orang/siswa yang diamati. Pengamatan non-partisipasif adalah pengamat tidak
pengamat ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang/siswa yang diamati, pengamat
bertindak seolah-olah sebagai penonton sambil mencatat peristiwa yang diamati. Alat
rekam pengamatan berupa catatan anekdot atau anaecdotal record dan skala penilaian atau
rating scale.

57
Catatan Anekdot atau Anaecdotal Record merupakan suatu bentuk pencatatan tentang gejala
tingkah laku individu yang diamati, ini biasanya memahami tingkah laku atau peristiwa yang
aneh luar biasa atau jarang dilakukan siswa.
Ciri-ciri catatan anekdot yang baik bila;
a) membuat keterangan, data tanggal, tempat dan suasana dimana peristiwa itu terjadi.
b) melukiskan perbuatan individu siswa dan relasi orang lain yang hadir terhadap peristiwa
itu.
c) melengkapi catatan dengan gerakan yang ditampilkan siswa seperti mimik, gerak-gerik,
wajah, dan tekanan suara.
d) membuat uraian secukupnya meliputi episode yang terjadi sehingga catatan tidak
tertinggal. Contoh format Catatan Anekdot (dalam lampiran 1)
Skala Penilaian (Rating Scale), skala penilai seperti anaecdote record, maka skala penilaian juga
sering untuk pencatatan hasil pengamatan, yang memuat kata-kata atau pernyataan mengenai
tingkah laku kepribadiaan siswa. Penilaian kepribadian terhadap siswa seperti kejujuran,
kegotong-royongan, kepercayaan pada diri sendiri, kepemimpinan, kemandirian, dll.
Beberapa skala penilaian yang sering digunakan untuk merekam tingkah laku atau
kepribadian siswa antara lain
a) Skala bilangan merupakan skala penilaian yang dilakukan pengamat dengan cara
melingkari bilangan yang menunjukkan derajat yang dimunculkan siswa. Setiap rangkaian
bilangan diberi uraian verbal yang menunjuk pada perilaku siswa. Contoh skala bilangan
dalam lampiran 2
b) Skala Uraian, skala ini disusun dengan menggunakan serangkaian ungkapan yang
menggambarkan berbagai kadar ciri yang dinilai, biasanya disusun dengan cara berurutan.
Contoh skala uraian dapat dilihat dalam lampiran 3
2) Daftar Isian (Angket), Daftar Isian atau angket ialah suatu daftar pertanyaan atau pernyataan
yang digunakan untuk pengumpulan data dimana melalui daftar pertanyaan atau
pernyataan itu diharapkan dapat memberikan tanggapan secara tertulis. Tanggapan itu
dapat berbentuk pemberian tanda pada jawaban, dan kata-kata atau kalimat pendek. Daftar
isian menurut bentuknya dapat dibagi atas daftar isian tertutup dan daftar isian terbuka.
Daftar isian tertutup adalah daftar isian yang jawabannya sudah disediakan oleh pembuat
angket dan responden tinggal memililih salah satu atau beberapa di antara yang sesuai
dengan keadaannya. Daftar isian terbuka ialah daftar isian yang jawabannya tidak
ditentukan lebih dahulu oleh pembuat angket tetapi diberi keleluasaan responden untuk
memberi jawaban. Masing-masing bentuk daftar isian memiliki kekurangan dan kebaikan
sebagaimana dalam bagan berikut:

3) Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan mengadakan
pembicaraan atau tanya jawab secara lisan antara orang yang mewawancara dengan yang
diwawancarai. Dalam wawancara selalu ada dua pihak yang terlibat masing-masing
mempunyai kedudukan yang berlainan. Pihak yang satu sebagai pencari keterangan atau data,
yang mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mengadakaan parapase,
mencatat atau mengingat jawaban dan menggali keterangan secara lebih mendalam. Pihak yang
lain adalah yang diwawancara adalah yang menjawab pertanyaan dan memberi penjelasan,
mengemukakan pikiran dan perasaannya dan memberikan keterangan yang konkret dan
mendalam.
Pertimbangan yang perlu dilakukan selama wawancara:
1. Pewawancara hendaknya memberi kesempatan yang luas kepada yang diwawancarai
untuk mengemukakan pendapat dan pandangannya.
2. Pewawancara hendaknya tidak menggunakan hanya satu pola untuk mendapatkan
keterangan yang mungkin sudah terstruktur menurut bentuk tertentu. Sebaiknya pola
pertanyaan itu bervariasi dari seorang individu ke individu lain.

58
3. Pewawaancara hendaklah berusaha menghindari diri dari kecenderungan untuk berbicara
terlalu banyak dan harus berusaha mendengarkan dengan sebaik-baiknya keterangan yang
disampaikan pewawancara. Hal ini tercermin dalam sikapnya yang hangat, permisif dan
sungguh-sungguh.
Contoh pedoman wawancara dapat dilihat dalam lampiran 4.

4) Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu teknik untuk mengungkapkan hubungan sosial antar
anggota di dalam suatu kelompok. Metode ini juga untuk mengetahui popularitas seseorang di
dalam kelompoknya, menyelidiki kesulitan-kesulitan yang dialami seseorang dalam bergaul
dengan teman sekelompoknya.
Untuk mendapatkan data berkenaan dengan hubungan sosial, maka diajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berisi tentang siapa yang disenangi (dipilih) dan siapa yang tidak
disenangi (ditolak) dari anggota kelompoknya. Daftar pertanyaan yang digunakan untuk
mendapatkan data disebut angket sosiometri. Salah satu bentuk angket sosiometri adalah dalam
lampiran 5
Cara penyajian data hasil angket sosiometri dengan cara peta sosiometri dan sosiogram.
Di bawah ini contoh sosiogram dari sepuluh siswa yang dapat memudahkan guru atau konselor
sekolah untuk mengetahui siswa yang paling banyak dipilih, tidak disenangi, atau terisolir.
Data tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta sosiometri pada lampiran 6.

Peta sosiometri ini cepat mengenali siswa yang paling banyak dipilih, tidak disenangi,
atau terisolasi. Tetapi sukar mengenali siapa siswa yang paling memilih dan kecenderungan
terbentuk kelompok. Maka perlu membuat sosiogram untuk dengan mudah mengenal.
(1) Status hubungan masing-masing siswa (dipilih dan ditolak)
(2) Besarnya jumlah pemilih setiap siswa
(3) Arah pilihan dari dan terhadap murid tertentu
(4) Kualitas arah pilih
(5) Intensitas pilih
(6) Ada tidaknya pusat pilihan
(7) Ada tidaknya isolasi
Pada sosiogram di atas E merupakan murid yang paling populer dan disenangi oleh
teman-temannya, D paling tidak populer dan paling tidak disenangi, E dan F saling memilih.
Bagan sosiometri terlampir pada lampiran 7.
Bentuk hubungan antara siswa dalam suatu kelompok dapat bermcam-macam seperti
berikut ini.

(gambar dan penjelasan gambar tidsak direvisi sehingg tetap dicantumkan)

5) Riwayat Hidup
Setiap siswa memiliki riwayat hidup yang unik, berbeda satu sama lain. Sebagaimana
besar liku-liku hidupnya hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Ungkapan kehidupan diri siswa
dalam keluarga, sekolah maupun di luar sekolahnya terefleksi dalam riwayat hidup atau
biografi. Ada dua riwayat hidup yaitu 1)riwayat hidup terstruktur dan 2) riwayat hidup tidak
terstruktur.
1. Riwayat hidup terstruktur, riwayat hidup terstruktur menyangkut kehidupan masa lalu,
yang akan datang, dan masa yang akan datang. Beberapa topik riwayat hidup terstruktur
meliputi; a. Keluargaku, b. Kehidupanku sebelum masuk sekolah, c. Tempat ku dibesarkan,
d. Kehidupanku di sekolah dasar, e. Kehidupanku di masa libur, f. Cita-citaku, g. Pekerjaan
yang kuinginkan

59
Penulisan riwayat terstruktur dimaksud untuk merangsang siswa untuk mengungkapkan
diri.
2. Riwayat hidup tidak terstruktur, bahwa riwayat hidup ini dituliskan secara bebas. Dalam
mengemukakan tentang dirinya tanpa harus terikat pada aturan atau struktur tertentu.

6) Studi Kasus
Merupakan suatu metode yang komprehensif yang digunakan untuk mengungkap data
individu. Di sini menyajikan gambaran menyeluruh tentang totalitas kepribadian dengan
mengadakan studi tentang perkembangan seseorang serta hubungan keadaan dirinya sekarang.
Informasi diperoleh dari semua sumber yang dapat dipercaya seperti catatan kumulatif,
pengamatan, wawancara, riwayat hidup, tes, berbagai laporan diri, tanggapan-tanggapan guru
dan catatan lainnya. informasi itu mengandung penafsiran, rekomendassi tindakan, dan
kemungkinan tidak lanjut yang diambil untuk meninjau perkembangan dan penyesuaian siswa.
Pada umumnya studi kasus dilaksanakan dalam menangani siswa yang menghadapi
kesulitan belajar, masalah hubungan sosial, masalah tingkah laku lain yang memerlukan
perhatian khusus terutama kasus yang memerlukan pendekatan diagnostik.

7) Penyimpanan Data
Data tentang siswa yang dikumpulkan harus dihimpun dengan secara sistematis,
diklasifikasikan jenisnya kemudian disimpan menurut sistem tertentu. Untuk memenuhi
maksud ini diperlukan Buku Data Pribadi Siswa/Cumulatif Record. Semua data tentang murid
dimasukkan kedalam Buku Data Pribadi Siswa /Cumulatif Record.

Buku Data Pribadi Siswa /Cumulatif Record dapat bermanfaat bagi pengajaran maupun
bagi kepentingan layanan bimbingan dan konseling. Manfaat dan kegunaan Buku Data Pribadi
Siswa /Cumulatif Record meliputi
1. Upaya mendapatkaan informasi tentang pengalaman masa lalu siswa sebagai individu
2. Upaya menyediakan informasi untuk kegiatan kelompok
3. Penyusunan rencana pelajaran dan pengalaman bimbingan yang diperlukan
4. Penilaian tentang perkembangan siswa
5. Penilaian tentang rencana pekerjaan
4. Penyelenggaraan prosedur administrasi
7. Pencatatan pengalaman siswa saat ini
8. Pengelompokan siswa kedalam kelas, kelompok, kegiatan, dalam layanan penempatan
9. Pelaksanaan penelitian tentang kesesuaian hasil pendidikan
Berikut ini model Buku Data Pribadi Siswa /Cumulatif Record yang dapat digunakan di
sekolah dalam lampiran 8

8) Konferensi Kasus
Tujuan dan fungsi konferensi kasus bimbingan dan konseling secara spesifik dibahas
permasalahan yang menyangkut siswa tertentu dalam forum diskusi yang dihadiri oleh pihak
terkait seperti (konselor sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah dan tenaga ahli
lainnya) dan diharap dapat memberikan data keterangan lebih lajut serta kemudahan-
kemudahan bagi terentaskannya permasalahan siswa. Konferensi kasus bersifat terbatas dan
tertutup, konferensi kasus juga bermaksud upaya pengentasan masalah. Fungsi utama
bimbingan yang diemban oleh penyelenggaraan konferensi kasus ialah fungsi pemahaman dan
pengentasan.
Materi konferensi kasus dalam bidang bimbingan adalah membicarakan segenap aspek
permasalahan baik menyangkut aspek-aspek pribadi dan pengembangannya, aspek-aspek
hubungan sosial, aspek-aspek pembelajaran dan aspek-aspek pilihan serta pengembangan
karier. Meski demikian tidak setiap konferensi kasus dikaji kesemua bidang bimbingan. Tetapi
bergantung dari cakupan masalah siswa yang diajukan dalam konferensi kasus.

60
Penyelenggaraan konferensi kasus dilaksanakan hanya untuk penanganan suatu masalah
siswa yang diperlukan tambahan masukan dari berbagai pihak tertentu yang diyakini dapat
membantu penanganan masalah siswa seperti orang tua murid, wali kelas, guru mata pelajaran,
kepala sekolah dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Penyelenggaraan konferensi kasus
harus dibicarakan dahulu dan mendapat persetujuan dari siswa yang bermasalah. Sehingga
penyelenggaraan konferensi kasus seluruh pembicaraan melaksanakan asas kerahasiaan.
Seluruh peserta harus diyakini dan memiliki sikap yang teguh untuk merahasiakan segenap
aspek yang dibicarakan. Hasil penyelenggaraan konferensi kasus diintegrasikan kedalam
himpunan data pribadi siswa.

4. Kunjungan Rumah
Tujuan kunjungan rumah dalam bimbingan dan konseling mempunyai tujuan pertama
untuk memperoleh berbagai keterangan/data yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan
dan permasalahan siswa. Kedua untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan siswa.
Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman dan
pengentasan.
Materi kunjungan rumah akan diperolehnya berbagai data dan keterangan tentang
berbagai kemungkinan permasalahan siswa. Data/keterangan ini meliputi
a. kondisi rumah tangga dan orang tua
b. fasilitas belajar yang ada di rumah
c. hubungan antara anggota
d. sikap dan kebiasaan siswa dirumah
e. berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan anak dan
pengentasan masalah siswa
f. komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan siswa dan
pengentasan masalah siswa
Materi kunjungan rumah dalam bidang-bidang bimbingan bahwa semua data/
keterangan hendak diperoleh dan komitmen keluarga yang hendak dibina melalui kunjungan
rumah menyangkut seluruh bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang pribadi, sosial,
belajar, dan karier.
Penyelenggaraan kunjungan rumah seperti konferensi kasus, tidak semua masalah siswa
memerlukan kunjungan rumah. Hanya masalah-masalah yang memerlukan kunjungan rumah.
Maka untuk pembimbing perlu persiapan berupa:
a. pembicaraan dengan siswa ybs tentang rencana kunjungan rumah
b. rencana yang matang mencakup waktu kunjungan, hal yang akan dibicarakan, hal yang
akan diobservasi komitmen akan dimintakan pada orang tua
c. pemberitahuan kepada orang tua yang akan dikunjungi
Dalam keadaan tertentu kunjungan rumah dapat diganti dengan pemanggilan orang
tua ke sekolah. Persiapan dan prosedur pemanggilan data dasarnya sejalan dengan persiapan
dan prosedur kunjungan rumah.

5. Alih Tangan Kasus


Tujuan dan fungsi alih tangan kasus diartikan bahwa wali kelas, guru mata pelajaran, staf
sekolah, atau orang tua mengalih tangankan siswa kepada konselor sekolah. Sebaliknya
konselor sekolah menemukan siswa yang bermasalah dalam bidang pemahaman/penguasaan
materi pelajaran/latihan secara khusus dapat mengalihtangankan siswa kepada guru mata
pelajaran, untuk mendapatkan perbaikan atau program pengayaan. Dapat pula konselor
sekolah mengalih tangankan ke ahli lain yang relevan seperti dokter, psikiater, ahli hukum, ahli
agama dan lainnya. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh alih tangan kasus ialah fungsi
pengentasan.
Materi alih tangan kasus pada pokok kasus yang dialihtangankan adalah keseluruhan
kasus yang dialih tangankan. Secara khusus materi yang alih tangan ialah bagian permasalahan

61
yang belum tuntas ditangani konselor sekolah dan materi itu di luar bidang keahlian ataupun
kewenangan konselor sekolah. Materi alih tangan kasus dalam bidang-bidang bimbingan
mencakup segenap bidang bimbingan; bidang bimbingan bidang pribadi, sosial, belajar, dan
karier. Dalam alih tangan kasus perlu mempertimbangkan terlebih dahulu kecocokan antara inti
materi permasalahan yang dialihtangankan itu dengan bidang keahlian tempat alih tangan yang
dimaksud
Penyelenggaraan alih tangan kasus hanya dilakukan apabila konselor sekolah menjumpai
kenyataan bahwa sebagian atau keseluruhan inti permasalahan siswa berada di luar
kemampuan/kewenangan konselor sekolah. Dengan demikian tidak semua masalah
memerlukan alih tangan kasus.

5. Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan berupa bantuan layanan untuk memperkaya dan memperkuat diri
berkenaan dengan permasalahan yang dialami klien. Layanan ini memandirikan klien
untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di pustaka sesuai dengan
kebutuhan.
Tujuan tampilan kepustakaan:
1. Melengkapi subtansi layanan berupa bahan-bahan tertulis dan rekaman yang ada
dalam layanan tampilan kepustakaan.
2. Mendorong klien memanfaatkan data yang ada untuk mengentaskan masalah
Mendorong klien memanfaatkan pelayanan konseling secara langsung dan berdaya guna

E. Komponen Program Bimbingan dan Konseling (Bimbingan Konsesing Komprehansif)


Program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: (1)
pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan indiviual, dan (4)
dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Pelayanan
Dasar

Pelayanan Peserta
Komponen Responsif didik
Program
BK
Pelayanan
Per.Indiv.
Pengembangan
Profesional,
Dukungan Konsultasi,
Sistem Kolaborasi, dan
Kegiatan
Manajemen

Gambar 5
Komponen Program Bimbingan dan Konseling

62
1. Pelayanan Dasar
a. Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli
melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang
disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka pan-jang sesuai
dengan tahap dan tugas-tugas perkem-bangan (yang dituangkan sebagai standar
kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan
mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen asesmen
perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk
mendukung implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan
landasan pengembangan pengalaman tersetruktur yang disebutkan.

b. Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan
dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai
upaya untuk membantu konseli agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan
lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu
mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat
tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu
menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan
dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

c. Fokus Pengembangan
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya
membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar
kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar
standar kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan: (1) self-esteem, (2)
motivasi berprestasi, (3) keterampilan pengambilan keputusan, (4) keterampilan pemecahan
masalah, (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi, (6) penyadaran
keragaman budaya, dan (7) perilaku bertanggung jawab. Hal-hal yang terkait dengan
perkembangan karir (terutama di tingkat SLTP/SLTA) mencakup pengembangan: (1)
fungsi agama bagi kehidupan, (2) pemantapan pilihan program studi, (3) keterampilan
kerja profesional, (4) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi
pekerjaan, (5) perkembangan dunia kerja, (6) iklim kehidupan dunia kerja, (7) cara melamar
pekerjaan, (8) kasus-kasus kriminalitas, (9) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (10)
dampak pergaulan bebas.

2. Pelayanan Responsif
a. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi
kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak
segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan. Konseling indiviaual, konseling krisis, konsultasi dengan orangtua, guru,
dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam
pelayanan responsif.

b. Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi
kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang

63
mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan
pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-
masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu,
berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan
pendidikan.

c. Fokus pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli.
Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal
karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti
kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program
studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan
bebas.

Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu
kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi
kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Masalah konseli pada
umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala
perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin dialami konseli diantaranya: (1) merasa
cemas tentang masa depan, (2) merasa rendah diri, (3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan
atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan-nya secara matang), (4) membolos dari
Sekolah/Madrasah, (5) malas belajar, (6) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (7)
kurang bisa bergaul, (8) prestasi belajar rendah, (9) malas beribadah, (10) masalah pergaulan
bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12) manajemen stress, dan (13) masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen dan
analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori
tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara, observasi,sosiometri, daftar hadir
konseli, leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM).

3. Perencanaan Individual
a. Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan peren-canaan masa depan
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan
peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara
mendalam dengan segala karakteris-tiknya, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan
informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat
diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di
dalam mengem-bangkan potensinya secara optimal, termasuk keber-bakatan dan
kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan,
kola-borasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.

b. Tujuan
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar (1) memiliki
pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan,
atau pengelolaan terhadap perkembang-an dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial,
belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan,
dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi
konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual

64
adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang
perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual
ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih bersifat
individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh
masing-masing konseli. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan
dapat:
1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan
mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan
akan dirinya, informasi tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
3) Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.

c. Fokus pengembangan
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain
mencakup pengembangan aspek (1) akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar,
melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau
pelajar-an tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karir
meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan,
memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi
meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial
yang efektif.

4. Dukungan Sistem
Ketiga komponen diatas, merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli
secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan
pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak
langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
konseli.
Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memper-lancar
penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk
memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem
ini meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking), (b) kegiatan manajemen, (c)
riset dan pengembangan.
a. Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi (1) konsultasi
dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau
masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
Sekolah/Madrasah, (4) bekerjasama dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya dalam
rangka menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan
konseli, (5) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan
bimbingan dan konseling, dan (6) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain
yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1)
pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4)
pengembangan penataan kebijakan.
1) Pengembangan Profesionalitas

65
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif
dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d)
melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
2) Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf
Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/ Madrasah (pemerintah,
dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan
yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah
yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas
program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya
Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini
seperti dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi
profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam
bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, (5)
MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka
analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
3) Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara, dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam
arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Keterkaitan antar komponen pelayanan
dan strategi peluncurannya dapat disimak pada gambar 5 kerangka kerja utuh bimbingan
dan konseling.

F. Pemetaan Tugas Konselor dalam Jalur Pendidikan Formal

1. Tugas Konselor di Taman Kanak-kanak


Kebutuhan pengembangan diri konseli di Taman Kanak-kanak nyaris sepenuhnya
ditangani oleh guru yang sesuai dengan konteks tugas dan ekspektasi kinerjanya,
menggunakan spektrum karakteristik perkembangan konseli sebagai konteks permainan yang
memfasilitasi perkembangan kepribadian konseli secara utuh. Namun begitu, konselor juga
dapat berperan serta secara produktif di jenjang Taman Kanak-kanak sebagai Konselor Kunjung
(Roving Counselor) yang diangkat pada tiap gugus Sekolah/Madrasah untuk membantu guru
dalam menyusun program bimbingan yang terpadu dengan proses pembelajaran, dan
mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior) anak sesuai keperluan, yang salah
pendekatannya adalah Direct Behavioral Consultation.

2. Tugas Konselor di Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah


Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah tidak ditemukan posisi
struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan konseli usia
Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada,
meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang Sekolah Menengah dan
jenjang Perguruan Tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperanserta secara produktif
di jenjang Sekolah Dasar, sebagai Konselor Kunjung (Roving Counselor) yang diangkat pada
setiap gugus Sekolah/Madrasah, 2 (dua) – 3 (tiga) konselor untuk membantu guru mengatasi
perilaku mengganggu (disruptive behavior) sesuai keperluan, antara lain dengan pendekatan
Direct Behavioral Consultation.

66
3. Tugas Konselor di Sekolah Menengah
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah
Jenjang Sekolah Menengah merupakan setting yang paling subur bagi konselor karena di
jenjang itulah konselor dapat berperan secara maksimal dalam memfasilitasi konseli
mengaktualisaikan potensi yang dimilikinya secara optimal. Konselor berperan untuk
membantu peseta didik dalam menumbuhkembangkan potensinya. Salah satu potensi yang
seyogyannya berkembang pada diri konseli adalah kemandirian, seperti kemampuan
mengambil keputusan penting dalam perjalanan hidupnya yang berkaitan dengan pendidikan
maupun persiapan karier. Dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling, konselor
seyogyanya melakukan kerjasama (kolaborasi) dengan berbagai pihak yang terkait, seperti
dengan kepala Sekolah/ Madrasah, guru-guru mata pelajaran, orang tua konseli. Di samping
itu dapat bekerjasama dengan ahli misalnya dokter, psikolog, dan psikolog.
Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pelayanan bimbingan dan konseling lebih
difokuskan kepada upaya membantu konseli mengokohkan pilihan dan pengembangan karir
sejalan dengan bidang vokasi yang menjadi pilihannya. Bimbingan karir (membangun soft skills)
dan bimbingan vokasional (membangun hard skilss) harus dikembangkan sinergis, dan untuk
itu diperlukan kolaborasi produktif antara konselor dengan guru bidang studi/mata
pelajaran/keterampilan vokasional.

4. Tugas Konselor di Perguruan Tinggi


Di jenjang perguruan tinggi, konseli telah difasilitasi baik penumbuhan karakter serta
penguasaan hard skills maupun soft skills lebih lanjut yang diperlukan dalam perjalanan hidup
serta dalam mempersiapkan karier. Oleh karena itu, di jenjang Perguruan Tinggi pelayanan
Bimbingan dan Konseling lebih difokuskan pada pemantapan karir, sebisa mungkin yang
paling cocok baik dengan rekam jejak pendidikannya maupun kebutuhan untuk
mengakutalisasikan dirinya sebagai pribadi yang produktif, sejahtera serta berguna untuk
manusia lain.

I Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Berbakat


Meskipun pada dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan itu
memang untuk semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan khusus dan berbakat,
namun untuk mencegah timbulnya kerancuan perlu dikeluarkan dari cakupan pelayanan ahli
bimbingan dan konseling yang memandirikan itu. Pelayanan bimbingan yang memandirikan
dalam arti menumbuhkan kecakapan hidup fungsional bagi konseli yang menyandang retardasi
mental, harus dilayani oleh Pendidik yang disiapkan melalui Pendidikan Guru untuk
Pendidikan Luar Biasa (PG PLB). Dengan spesifikasi wilayah pelayanan ahli konselor yang
lebih cermat itu, kawasan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan itu juga
perlu ditakar secara tepat, karena untuk sebahagian sangat besar pelayanan bimbingan yang
memandirikan yang dibutuhkan oleh konseli yang menyandang kekurang-sempurnaan fungsi
indrawi itu juga hanya bisa dilakukan oleh Pendidik yang disiapkan melalui PG PLB dengan
spesialisasi yang berbeda-beda.
Pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat
kaitannya dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities) yang
tidak akan terisolasi dari konteks. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling bagi
anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan intervensi tidak langsung yang akan lebih
terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan perkembangan (inreach-outreach) bagi
kepentingan fasilitasi perkembangan konseli, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Demikian pula pengembangan bakat khusus konseli tidak terjadi dalam suatu ruang yang
vakum, melainkan selalu menggunakan bidang studi sebagai konteks pembinaan bakat. Ini
juga berarti bahwa, wilayah pelayanan ahli konselor juga perlu dipetakan dengan mencermati
peran konselor berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan bagi
konseli yang berbakat khusus. Pemfasilitasian secara maksimal pengembangan potensi konseli

67
berbakat khusus tidak dapat dilakukan sendirian oleh konselor atau oleh psikolog, akan tetapi
harus dengan peran serta dari guru mata pelajaran yang jauh lebih besar, bahkan mungkin juga
diperlukan peran serta dari dosen mata pelajaran di jenjang perguruan tinggi, seperti yang
misalnya diluncurkan dalam program pembinaan potensi luar biasa konseli di bidang
matematika pada jenjang Sekolah Menengah melalui Proyek MPS (Mathematically Precocious
Students). Selain itu, keberhasilan prkarsa pembinaan bakat luar biasa semacam itu, juga sangat
bergantung pada tersedianya dukungan yang bersifat sistemik. Tanpa dukungan sistemik
semacam itu, maka pikiran, waktu dan biaya yang dikerahkan untuk menyelenggarakan
berbagai program pengembanan bakat khusus itu, termasuk biaya peluang (opportunity cost)
yang sangat mahal, yang “harus dibayar” oleh sejumlah besar konseli yang tidak tersentuh
program khusus pembinaan bakat tersebut, hanya akan merupakan kegiatan yang tidak
berbeda dari kegiatan yang menyerupai kegemaran (hobby) saja.
Oleh karena itu bimbingan bagi anak berbakat melalui apa yang dinamakan Pendidikan
Anak Berbakat, tidak dapat diperlakukan dan tak perlu dipandang sebagai upaya yang luar
biasa, melainkan harus dilihat sebagai bagian dari upaya perwujudan tujuan Pendidikan
Nasional, di tingkat satuan Pendidikan dan di tingkat individual, sehingga harus dilihat dalam
konteks pencapaian Tujuan Utuh Pendidikan Nasional. Pencapaian prestasi luar biasa seperti
misalnya prestasi dalam olimpiade fisika, olimpiade matematika dan dalam berbagai mata
plajaran lain, harus dilihat seperti halnya keberbakatan atlet di bidang bulutangkis, tinju, dan
olah raga lainnya termasuk atlet catur, yang memang memerlukan takaran latihan yang jauh di
atas takaran yang diperlukan oleh konseli lain sebagai warga negara biasa.

RINGKASAN
Program bimbingan dan konseling di sekolah disusun dan diselenggarakan atas dasar
kerangka berpikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu. Secara teoritis ada berbagai model
bimbingan, mulai dari model Frank Parson sampai model Menacker. Ada juga model yang
mengacu kepada pola dasar generalis, spesialis, kurikuler dan hubungan manusia dan
kesehatan mental.
Pola dasar bimbingan dan konseling yang diterapkan di sekolah-sekolah dewasa ini
adalah Pola Umum 17 Plus. Pola ini meliputi empat aspek yaitu:
(1) aspek pengetahuan wawasan bimbingan dan konseling meliputi: konsep dasar, fungsi,
landasan, asas dan prinsip bimbingan dan konseling;
(2) aspek bidang bimbingan yakni: bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar karier, kehidupan
keluarga dan kehidupan keberagamaan.
(3) aspek layanan meliputi: layanan informasi, orientasi, penempatan penyaluran, penguasaan
konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan
mediasi
(4) kegiatan pendukung yaitu: aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus,
kunjungan rumah , alih tangan kasus dan tampilan kepustakaan.
Program bimbingan dan konseling komprehensif mengandung empat komponen
pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan
indiviual, dan (4) dukungan sistem.
Pemetaan Tugas Konselor dalam Jalur Pendidikan Formal melitputi: (1) Tugas Konselor di
Taman Kanak-kanak; (2) Tugas Konselor di Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah; (3) Tugas
Konselor di Sekolah Menengah dan (4) Tugas Konselor di Perguruan Tinggi. Bimbingan dan
Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Berbakat, pelayanan Bimbingan dan Konseling
yang memandirikan itu memang untuk semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan
khusus dan berbakat

68
PERTANYAAN DAN TUGAS
1. Jelaskan model-model bimbingan dan konseling yang saudara ketahui, serta diskusikan
dalam kelompok saudara model bimbingan manakan yang sesuai dengan pola pendidikan
di Indonesia. Sebutkan alasannya.
2. Pola dasar bimbingan, yang manakah yang sesuai bagi pendidikan di SMP dan SMA? beri
alasan jawaban saudara.
3. Dalam Pola Umum 17 Plus, diperlukan pengetahuan wawasan bimbingan dan konseling
menjadi pijakan pengetahuan penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah.
Bagaimana menurut pendapat saudara mengenai pernyataan di atas? Sekaligus buat skema
Pola Umum 17 Plus.
4. Pelayanan bimbingan dan konseling perlu di pisahkan antara bidang bimbingan yang satu
dan lainnya? Selanjutnya jelaskan masing-masing bidang bimbingan menurut saudara.
5. Apakah setiap penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling harus melaksanakan
ketujuh layanan secara menyeluruh ? Beri alasan jawaban saudara .
6. Bagaimanakah peran layanan pendukung dalam penyelenggaraan layanan bimbingan
konseling? Beri argumentasi 3 layanan pendukung yang urgen dengan layanan bimbingan
dan konseling dengan contoh.
7. jelaskan dan beri contoh pelaksanaan program bimbingan konseling komprehansif. Di
sekolah menengah.
8. Diskusikan, bandingkan pola pelayanan bimbingan konseling Pola 17 Plus dan BK
Komprehensif.
9. Diskusikan, perbedaan tugas konselor di taman kanak-kanak, di sekolah dasar, di sekolah
menengah, dan di Perguruan tinggi.
10. Mengapa bimbingan dan konseling juga di perlukan bagi anak berkebutuhan khusus dan
berbakat

DAFTAR PUSTAKA
Erman Amti & Marjohan, 1992/1993, Bimbingan dan Konseling, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan.

Permendiknas Nomor. 27 Tahun 2008. Tentang Standar Kompetensi dan Kualifikasi Profesi Konselor.
Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Depdiknas, 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Binmbingan Dan Konseling
Dalam Jalur Pendidikan Formal. jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Prayitno dan Erman Amti, 1994, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Proyek Pembinaan dan
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah
Umum, Departemen Pendidikan, Jakarta.

Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta.
Prayitno dan Erman Amti, 1999, edisi Revisi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, diterbitkan
kerjasama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.

69
Prayitno dkk, 1995, Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMU Buku IV, Seri Pemandu Pelaksanaan
BK di Sekolah, Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Menengah Umum, Jakarta.
W.S. Winkel, 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Penerbit PT Grasindo,
Jakarta.

70
BAB VI
JENIS-JENIS MASALAH SISWA DI BERBAGAI TINGKAT SEKOLAH
( TK, SD, SLTP/SLTA)

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa mempunyai pemahaman tentang
apa yang dimaksud dengan masalah, bagaimana ciri-ciri masalah, dan jenis-jenis masalah siswa
sesuai dengan fase perkembangannya, yakni anak usia TK, usia SD, usia SLTP dan usia SLTA.

Deskripsi
Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut di atas, pada awal bab ini akan
dibahas tentang pengertian masalah beserta ciri-cirinya. Pada bagian ke dua pada bab ini akan
dibahas tentang jenis-jenis permasalahan yang biasanya dihadapi oleh siswa usia TK, sekolah
dasar, lanjutan, baik lanjutan permata (SLTP) maupun sekolah lanjutan atas (SLTA). Untuk
memperoleh gambaran secara rinci tentang berbagai permasalahan siswa di TK, SD, dan SLTP
/SLTA ini, perlu dikaitkan dengan ciri-ciri perkembangan yang terjadi pada usia TK, SD, dan
pada remaja awal hingga remaja akhir.

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah


Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui
berbagai permasalahan, baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu sangat dimungkinkan selain berpengaruh
pada dirinya sendiri juga berpengaruh kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Pada hakekatnya proses pengembangan manusia seutuhnya hendaknya mencapai
pribadi-pribadi yang kediriannya matang, dengan kemampuan sosial yang baik, kesusilaan
yang tinggi, serta keimanan dan ketakwaan yang dalam. Namun pada kenyataannya yang
sering dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, tingkat kesosialan
dan kesusilaan yang rendah, serta tingkat keimanan dan ketakwaan yang dangkal.
Ketidak mamapuan setiap individu untuk mewujudkan perkembangan yang optimal
pada keemapat dimenesi ( individualitas, sosialitas, moralitas, dan relegiusitas) tersebut
dikarenakan oleh berbagai permasalahan yang dialami selama proses perkembangannya.
Keadaan tersebut di atas juga banyak dijumpai siswa yang berada pada tingkat sekolah
menengah pertama (SLTP) maupun tingkat menengah atas (SLTA) di mana mereka sedang
berada dalam fase masa remaja.
Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan.
Masalah yang menimpa seseorang bila dibiarkan berkembang dan tidak segara dipecahkan
dapat mengganggu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Adapun ciri-ciri
masalah dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das Sollen) dan kenyataan (das
sein).
2. Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
3. Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
4. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun
oleh lingkungan.
5. Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
6. Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar (basic Question) yang perlu dijawab.
7. Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.

71
71
B. Jenis-Jenis Masasalah Taman Kanak-Kanak
Masalah yang dihadapi oleh anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya berkaitan
dengan gangguan pada perkembangan anak. Bila tidak segera diatasi, gangguan ini akan
berlanjut pada fase perkembangan berikutnya, yaitu fase perkembangan anak sekolah.
Sri Maryati D. dan Rusda Koto mengemukakan bahwa Secara garis besar, masalah di TK
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan fisik, psikis, dan
sosial.

1. Masalah Fisik
Masalah-masalah fisik yang mungkin dialami oleh anak taman kanak-kanak pada
umumnya meliputi:
a. Masalah gangguan fungsi panca indra. Gangguan fungsi panca indra yang sering dijumpai
pada anak-anak TK adalah gangguan pendengaran dan penglihatan. Gangguan penglihatan
baru dapat diketahui setelah derajat gangguannya sudah sangat besar, kaena untuk
gangguan yang masih ringan sangat sulit untuk dideteksi. Hal ini dikarenakan anaktidak
menyadari bahwa penglihatannya sedang ada gangguan. Gangguan penglhatan untuk usia
taman kanak-kanak biasanya dibawasejak lahir, atau tidak menutup kemungkinan ada
faktor pemicu dari luar. Sedangkan untuk masalah gangguan pendengaran akan lebih
mudah dikenali oleh lingkungan sekitar (misal guru, orang tua, dan teman). Gangguan
pendengaran ini lebih banyak disebabkan oleh faktor kebersihan telinga yang kurang
mendapat perhatian dari orang tua.
b. Cacat Tubuh. Pada usia taman kanak-kanak, gangguan cacat tubuh mempunyai dampak
yang sangat besar pada diri anak, baik secara fisikmaupun secara psikis. Secara fisik anak
akan terganggu aktifitas fisiknya, sdangkan secara psikis, anak belum bisa memahami
dirinya, sehingga anak akan menarik diri dari teman-teman sepermainannya dan bila halini
dibiarkan berlanjut dalam waktu yang panjang, maka akan mengganggu perkembangan
anak selanjutnya.
c. Obesitas (kegemukan). Masalah obesitas pada usia taman kanak-kanak mempunyai
dampak negaif terhadap perkembangan fisik dan psikis anak. Anak yang terlalu gemuk
mengalami kesulitan dalam berakitivitas, dan dapat menyebabkan timblnya penyakit lain,
misalnya penyakit jantung dan patah tulang, dan lain-lain.
d. Kidal. Sebenarnya kidal bisa dikatakan bukan masalah, yang membuat kidal merupakan
suatu masalah adalah orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama guru dan orang tua
yang menginginkan anak kidal untuk beraktivitas seperti anak-anak normal lainnya dengan
menggunakan tangan kanan dalam beraktivitas. Paksaan
seperti inilah yang membuat anak kidal menjadi tertekan sepanjang hidupanya.
e. Hipraktif. Ciri-ciri anak hiperaktif adalah sebagai berikut: (1) Tidak dapat memusatkan
perhatian dalam jangka waktu lama. (2) Impulsivitas, misalnya sering bertindak sebelum
berpikir, sulit mengorganisasi pekerjaan, sering berteriak-teriak di dalam kelas, dan
sebagainya. (3) Hiperaktivitas, misalnya berlari-lari scara berlebihan, Sulit duduk dengan
tenang dan atau gelisah sacara berlebihan, sulit tetap tinggal untuk duduk.

2. Masalah Psikis
Masalah yang berkaitan dengan psikis antara lain adalah daya konsentrasi, inteligensi,
berbohong, dan emosi yang tidak normal.
a. Konsentrasi. Pada anak-anak yang kemampuan konsentrasinya rendah, proses belajarnya
terganggu.
b. Inteligensi. Masalah inteligensi ini meliputi masalah yang ditimbulkan karena inteligensi
rendah dan masalah yang ditimbulkan karena inteligensi tinggi.
c. Berbohong.
d. Emosi. Masalah emosi meliputi : perasan takut, cemas, marah, iri hati dan cemburu, mudah
tersinggung, dan perasaan sedih.

72
3. Masalah sosial.
Yang tergolong ke dalam masalah sosial ini adalah sebagai beirut:
a. Tingkah laku agresif.
b. Daya sesuai kurang,
c. Pemalu,
d. Negativisme
e. Perilaku berkuasa.
f. Perilaku yang merusak

4. Kesulitan Belajar
Seorang dikatakan mengalami kesulitan belajar bila anak tersebut menunjukkan
kegagalan dalam mencapai tujuan belajar yang sudah ditentukan. Untuk anak TK, kesulitan
belajar tidak hanya diketahui dari hasil akhir, tetapi juga harus diidentifikasi selama proses
kegiatan pembelajaran.

C. Jenis-Jenis Masalah Siswa Sekalah Dasar


Siswa sekolah dasar berada pada fase akhir masa kanak-kanak, dan berada pada
rentangan usia antara 6 tahun hingga 12 tahun atau samapi munculnya tanda-tanda fase pra
puber. Kegagalan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada masa ini akan
mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diterima oleh kelompok teman-
temannya dan tidak mampu menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-
tugas perkembangan.
Pada fase akhir masa kanak-kanak ini setiap individu tidak lepas dari berbagai
permasalahan yang kalau dibiarkan akan menghambat perkembangan inidividu dalam
mencapai kedewasaannya. Berbagai masalah yang dialami siswa SD, diantaranya adalah:
masalah emosi , masalah sosial, dan masalah prestasi belajar.
1. Masalah Emosi
Pada periode akhir masa kanak-kanak ini, adawaktu di mana anak sering menjalani emosi
yang hebat. Karena emosi cenderung kurang menyenangkan, maka dalam periode ini
meningginya emosi menjadi periode ketidakseimbangan, dengan demikian anak menjadi sulit
dihadapi. Pada masa ini banyak terjadi ledakan kemarahan dan perasaan kecewa.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu meningginya amosi pada usia SD ini,
diantaranya adalah keadaan fisik, misalnya sakit atau lelah. Anak yang sedang sakit atau lelah
cenderung menjadi cepat marah, rewel, dan sulit dihadapi. Keadaan lingkungan dapat juga
menyebabkan meningginya emosi anak, misalnya terjadinya perubahan yang menonjol dalam
pola kehidupan anak, seperti perceraian, kematian, atau ketidak harmonisan hubungan antar
anggota keluarga.
2. Masalah Soaial
Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai”usia kelompok” karena ditandai dengan
adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai anggota kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama dengan teman-
temannya.
Keanggotaan kelompok dapat menimbulkan akibat yang kurang baik pada anak-anak,
diantaranya sangat sering terjadi dan cukup menggangu proses sosiali. Pertama, menjadi
anggota geng sering kali menimbulakn pertentangan dengan orang tua. Anak lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan gennya dari padaberada di lingkungan keluarganya, sehingga
anak tidak melakukan tugas-tugas rumah dan keluarga.sehingga dapat mengganggu ikatan
emosinal antara du pihak. Kedua, permusuhan antar anak laki-laki dan perempuan semakin
meluas dan melahirkan sikap antipati terhadap anggota lawan jenis. Kecemburuan anak
perempuan terhadap kebebasan yang dimiliki anak laki-laki membuat antipati dapat
memperparah sikap antipati tersebut. Ketiga, adalah cara yang paling merusak, yaitu caraanak

73
73
memperlakukan anak-anak yang bukan anggota gen. Anak-anak yang telah membentuk geng
bersikap kejam dan kasar terhadap anak-anak yang bukan anggota gennya.
3. Masalah Kesulitan Belajar
Meningkatnya pelanggaran di sekolah dapat di sekolah dapat diterangkan oleh kenyataan
bahwa anak yang lebih besar tidak lagi menyenangi seklah seperti ketika masih kecil, anak tidak
lagimenyukai guru-guru sperti ketika masih duduk di kelas rendah, anak menganggap beberpa
mata pelajaran membosankan sehingga i “berhenti belajar” dan tidakmemusatkan perhatian
pada mata pelajaran tersebut. Anak juga tidak didudkung oleh temna-temannya seperti ketika
masih duduk di kelas-kelas yang lebih rendah. Keadaan itu dapat menyebabkan anak menjadi
menagalam kesulitan belajar, yang ditandai dengan rendahnya presatasi belajar mereka.
Selain masalah-masalah tersebut di atas, Hurlock (1980: 166) mengemukakan berbagai
pelanggaran yang umumnya dilakukan oleh anak-anak pada fase akhir masa kanak-kanak.
Pelanggaran di rumah, mencakup: berkelahi dengan saudara, merusak milik saudara, bersikap
kasar kepada saudara yang lebih dewasa, malas melakukan kegiatan rutin, melalaikan
tanggung jawab, berbohong, tidak berterus terang, mencuri milik saudaranya.
Sedangkan pelanggaran di sekolah mwncakup: mencuri, menipu, berbohong,
menggunakan kata-kata kasar dan kotor, merusak milik sekolah, membolos, mengganggu anak
lain, berkelahi dengan teman sekelasdan lain-lain.

D. Jenis-Jenis Masalah Siswa Sekolah Lanjutan


Ada pendapat yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung resiko.
Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak mulus, banyak
mengalami berbagai hambatan dan rintangan.
Lebih-lebih bagi siswa sekolah menengah yang berada dalam fase perkembangan remaja, masa
di mana individu mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun secara psikis.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa siswa sekolah menengah berada dalam
fase masa remaja. Pada fase ini individu mengalami perubahan yang besar, yang dimulai sejak
datangnya fase masa puber. Datangnya masa puber ditandai dengan kematangan seksualitas.
Kematangan seksualitas pada perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi sebagai akibat
matangnya sel telur yang tidak dibuahi, mulai tumbuhnya kelenjar susu, terjadinya perubahan
suara, tumbuhnya rambut pada bagian-bagian tubuih tertentu, dan mulai mekarnya pinggul.
Adapun kematangan seksualitas pada laki-laki ditandai dengan mulai tumbuhnya jakun,
kumis, dada bidang, suara serak, tumbuhnya rambut pada bagian-bagian tubuh tertentu,
perubahan suara menjadi lebih berat dan besar, dan sudah mulai mimpi basah. Hurlock
(1980:192) menuliskan berbagai berubahan sikap dan perilaku sebagai akibat dari perubahan
yang terjadi pada masa puber. Sikap dan perilaku yang dimasudkan adalah:
1. Ingin menyendiri. Kalau perubahan pada masa puber sudah mulai terjadi, anak-anak
biasanya mulai menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga, sering
bertengkar dengan sesama teman bermain. Anak puber lebih sering malamun, Mulai
berekperimen seks melalui masturbasi.
2. Bosan. dengan datangnya masa puber, anak mulai bosan terhadap segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan atau hobi yang dilakukan pada masa sebelumnya. Pada
masa puber ini biasanya terjadi penurunan prestasi belajar.
3. Inkoordinasi. Anak akan mengalami ketidak seimbangan gerakan.
4. Antagonisme Sosial. Anak puber sering tidak mau kerja sama, sering membantah dan
menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang berlainan. Pada umumnya
diuangkapak dengan kritik dan komentar-komentar yang cenderung merendahkan.
5. Emosi yang meninggi. Kemurungan, merajukl, ledakan marah yang berlebihan hanya
dikarenakan oelh hal-hal sepele. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah, sedih, cepat
tersinggung, dan cepat marah.

74
6. Hilangnya kepercayaan diri. Sebagai akibat terjadinya perubahan fisik pada diri anak pada
masa puber ini mengakibatkan anak merasa rendah diri, lebih-lebih bagi anak yang sering
mendapat kritik yang bertubi-tubi tentang dirinya.
Sikap dan perilaku anak yang berada dalam masa puber tersebut sering mengganggu
tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu fase masa remaja, dan sebagai
akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada fase masa remaja.
Beberapa masalah yang dialami oleh remaja
1. Masalah Emosi,
2. Masalah penyesuaian diri,
3. Masalah perilaku seksual,
4. Masalah perilaku sosial,
5. Masalah keluarga.
1. Masalah Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu
masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak irasional. Hal ini
dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya mudah marah, mudah
dirangsang, emosinya cenderung “meledak-ledak” dan tidak mampu mengendalikan
perasaannya. Kedaan ini sering menimbulkan berbagai permasalahan khususnya dalam
kaitanannya dengan penyesuaian diri di lingkungannya. Maraknya kasus perkelaian antar
pelajar akhir-akhir ini adalah contoh nyata dari ketidak mampuan remaja mengolah dan
mengendalikan emosi.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
membantu subjek didik menuju kearah kedewaaan yang optimal harus mempunyai langkah-
langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini. Misalnya dengan
memberikan pelayanan khusus bagi siswa melalui program layanan informasi, layanan
konseling, layanan bimbingan dan konseling kelompok. Dalam layanan bimbingan dan
konseling kelompok anak dapat berlatih bagaimana cara menjadi pendengar yang baik,
bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara mengendalikan diri baik dalam
menanggapai masalah sesama anggota maupun mengemukakan masalahnya sendiri. Melalui
wahan kelompok, siswa dapat berlatih mengendalikan diri.
2. Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuain sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik dengan sasama
remaja maupun dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru.
Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama-sama teman-temannya sebagai
kelompok, maka dapatlah dimengerti kalau pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku,
sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar dari pada pengaruh dari keluarga. Perilaku remaja
sangat tergantung dari pola-pola perilaku kelompok. Yang menjadi masalah apabila mereka
salah dalam ber-gaul, misalnya berada dalam kelompok pemakai obat-obatan terlarang,
minuman keras, merokok, dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Dalam keadaan demikian,
remaja cen-derung akan mengikutinya tanpa memperdulikan berbagai akibat yang akan
menimpa dirinya. Kebutuhan akan penerimaan dirinya dalam kelompok sebaya merupakan
kebutuhan yang dianggap paling penting. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, remaja mau
melakukan apa saja dengan tanpa melihat berbagai efek negatif yang akan menimpa atas
perilaku mereka tersebut.
Untuk itulah maka sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remaja
tersebut agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui
penyenyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat baik, lewat
kegiatan kurikuler maupun kokurikuler di sekolah, diharapkan dapat mencegah dan mengatasi
kesalahan pergaulan tersebut.

75
4. Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja sehubungan dengan
kematangan seksualitasnya adalah pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan
jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini remaja sudah mulai
tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk
memeperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis, sebagai akibatnya, remaja mempunyai
minat yang tinggi pada seks. Seharusnya mereka mencari dan atau memperoleh informasi
tentang seluk beluk seks dari orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih banyak mencari
informasi dari sumber-sumber yang kadang tidak dapat dipertanggngjawabkan, misalnya
teman sebaya yang sama-sama kurang memahami arti pentingnya seks, internet, media
elektronik, dan media cetak yang kadang-kadang lebih menjurus pornografi. Sebagai akibat
dari informasi yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila
ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak untuk dilakukan., misalnya berciuman,
bercumbu, masturbasi, dan bersanggama. Bagi generasai yang lalu, peri-laku seksual seperti itu
adalah tabu dan menimbulkan rasa bersalah dan rasa malu pada dirinya, namun pada generasi
sekarang hal-hal seperti dianggap benar dan normal, atau paling tidak diperbolehkan. Bahkan
hubungan seks di luar nikah dianggap “benar” apabila orang–orang yang terlibat saling
mencintai dan saling merasa terikat. (Hurlock, 1980:229).
Untuk menanggulangi dan mengatasi permasalah itu, sekolah hendaknya melakukan
tindakan-tindakan nyata, misalnya pendidikan seks (seks education).
4. Masalah Perilaku Sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari adanya
diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang
berbeda. Dengan pola-pola perilaku sosial seperti ini, maka dapat melahirkan geng-geng atau
kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar belakang,
agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut
dapat memicu terjadinya permusahan antar kelompok atau geng. Untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan kelompok (baik kurikuler maupun kokurikuler) dengan tidak memperhatikan latar
belakang suku, agama, ras, dan sosial ekonomi. Sekolah harus memperlakukan siswa secara
sama, tidak membeda-bedakan siswa yang satu dengan yang lain.
5. Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada para remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan
remaja membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari. Misalanya anta sekolah, keluarag, dan kelompok remaja. Ketidak mampuan membedakan
mana yang benar dan mana yang salah dapat membawa mala petaka bagi kehidupan remaja
pada khususnya dan pada semua orang pada umumnya.
Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah
sebaiknya menyenggarakan berbagai kegiatan keagamaan, meninggkatkan pendidikan budi
pekerti.
5. Masalah Keluarga
Sering ditemukan berbagai permasalah remaja yang penyebab utamanya adalah
terjadinya kesalahpahaman antara anak dengan orang tua. Seperti yang dikemukakan oleh
Hurlock (1980, 233) sebab-sebab umum pertentangan keluarga selamam masa remaja adalah:
standar perilaku, metode disiplin, hubungan dengan saudara kandung, sikap yang sangat kritis
pada remaja, dan masalah palang pintu.
Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern
berbeda. Menurut remaja, orang tua yang mempunyai standar kuno harus mengikuti standar
modern, sedangkan orang tua tetap pada pendiriannya semula. Keadaan inilah yang sering
menjadi sumber perselisihan diantara mereka. Metode disiplin yang diterapkan oleh orang tua
yang terlalu kaku dan cendrung otoriter akan dapat menimbulkan permasalahan dan

76
pertentangan diantara remaja dan orang tua. Salah satu ciri remaja adalah dimilikinya sikap
kritis terhadap segala sesuatu, namun bagi keluarga tertentu sering tidak menyukai sikap
remaja yang terlalu kritis terhadap pola perilaku orang tua dan terhadap pola perilaku
keluarga pada umumnya. Yang dimaksud dengan masalah palang pintu adalah peraturan
keluarga tentang penetapan jam atau waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa
remaja dapat berhubungan, terutama teman-teman lawan jenis. Untuk mencegah dan
mengatasi per-masalah tersebut, maka sekolah harus meningkatkan kerjasama dengan orang
tua.
Prayitno (1994:42) mengelompokkan masalah siswa di sekolah menengah menjadi
empat kelompok besar, yaitu masalah yang berhubungan dengan dimensi keindividualan,
masalah yang berhubungan dengan dimensi kesosialan, masalah yang berhubungan dengan
dimensi kesusilaan, dan masalah yang berhubungan dengan dimensi keberagamaan.
Jenis masalah yang (mungkin) diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L. Mooney
(dalam Prayitno, 1994:238) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke dalam 11
(sebelas) masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan :
1. Perkembangan jasmani dan kesehatan (PJK)
2. Keuangan, keadaan lingkungan, dan pekerjaan (KLP)
3. Kegiatan sosial dan rekreasi (KSR)
4. Hubungan muda-mudo, pacaran dan perkawinana (HPP)
5. Hubungan sosial kejiwaan (HSK)
6. Keadaan pribadi kejiwaan (KPK)
7. Moral dan agama (MDA)
8. Keadaan rumah tangga (KRK)
9. Masa depan pendidikan dan pekerjaan (MPP)
10.Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah (PTS)
11.Kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran (KPP)
Frekuensi dialaminya masalah-masalah tersebut juga bervariasi. Satu jenis masalah
barangkali banyak dialami, sedangkan jenis masalah lain lebih jarang muncul. Frekuensi
munculnya masalah-masalah itu diwarnai oleh berbagai kondisi pribadi dan lingkungan. Untuk
siswa di sekolah, frekuensi dialaminya masalah-masalah tersebut terlihat pada tabel berikut
(Prayitno, 1994: 239).

Frekuensi Dialaminya Masalah-Masalah oleh Siswa SMA


Negeri Sumatra Barat (N = 405)
NO Kelompok Masalah Frekuensi Peringkat (dlm %)

1. PJK 91,4 8
2. KLP 97,5 2
3. KSR 95,6 3,5
4. HPP 88,6 9
5. HSK 94,6 6
6. KPK 95,6 3,5
7. MDK 94,1 5
8. KRK 97,9 5
9. MPP 98,0 1
10. PTS 94,1 7
11. KPP 86,7 11

77
Ringkasan
Pada hakekatnya, setiap manusia senantiasa ingin mewujudkan kebahagiaan dalam
hidupnya. Pada kenyataannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai permasalahan yang
dapat menghambat dan mengganggu tercapainya kebahagiaan tersebut. Demikian juga bagi
subjek didik yang berada pada segala jenjang / tingkat pendidikan, (baik jenjang TK, SD, dan
SLTP/SLTA) juga mengalami berbagai permasalahan hidup, yang apabila dibiarkan akan
mengganggu dan menghabat tercapainya tujuan pendidikan yang sedang dilaluinya.

Tugas
1. Sesuai dengan fase perkembangannya, masalah-masalah apa saja yang muncul pada
siswa usia SLTP dan SLTA
2. Lakukan pengamatan dan lakukan wawancara di sekolah-sekolah baik TK maupun SD
tentang berbagaimasalah yang sering dialami oleh siswa di sekolah tersebut.
Kemukakan bagaimana cara mengatsi masalah tersebut.
3. Identifikasi masalah-masalah apa saja yang pernah anda alami pada saat anda duduk
di bangku sekolah menengah (SLTP/SLTA).
4. Jelaskan apa latar belakang penyebab terjadinya masalah tersebut.
5. Jelaskan bagaimana cara mengatasinya.

Daftar pustaka
Direkatorat Jendral Pendidikan Dasar dan menengah, 1995, Pelayanan Bimbingan dan
Konseling di SMU (Seri Pemandu Bimbingan dan Konseling di Sekolah), Jakarta

Hurlock E. B., 1980, Psikologi perkembangan, Erlangga, Jakarta


Moh. Surya dan Rohman Natawijaya, 1985, Konsep Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Buku
Materi 1), Jakarta, Universitas Terbuka
Mohamad Surya, 1994, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori), Bandung,
Bhakti Winaya.
Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka Cipta.

78
BAB V
MANAJEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak mungkin akan
tersusun, terselenggara dan tercapai apabila tidak dikelola dalam suatu sistem manajemen yang
bermutu. Manajemen yang bermutu sendiri akan banyak ditentukan oleh kemampuan manajer
pendidikan di sekolah dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan sumber daya yang ada.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang manajemen
program bimbingan dan konseling di sekolah.

DESKRIPSI
Untukmencapai tujuan tersebut secara berturut-turut akan dibahas dalam bab ini: pengertian
manajemen bimbingan dan konseling, aspek-aspek dalam manajemen yang meliputi
perencanaan program, pelaksanaan dan pengarahan, evaluasi program dan supervisi, dan
organisasi bimbingan dan konseling di sekolah

MATERI

A. Pengertian Manajemen Bimbingan dan Konseling


Istilah manajemen berasal dari kata management dalam bahasa Inggris. Banyak pakar
yang mengartikan istilah manajemen dalam berbagai versi. Namun pada prinsipnya
manajemen memuat makna segala upaya menggerakkan individu atau kelompok untuk bekerja
sama dalam mendayagunakan sumber daya dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan.
Apabila diterapkan ke dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka
manajemen bimbingan dan konseling adalah segala upaya atau cara yang digunakan Kepala
Sekolah untuk mendaya gunakan secara optimal semua komponen atau sumber daya ( tenaga,
dana, sarana/ prasarana) dan sistem informasi berupa himpunan data bimbingan untuk
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam manajemen bimbingan dan konseling mencakup beberapa aspek yakni :
perencanaan dan pengorganisasian program, pelaksanaan dan pengarahan program, evaluasi
dan supervisi.

1. Perencanaan Program Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan konseling diselenggarakan di sekolah sebagai bagian dari keseluruhan
usaha sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Bimbingan konseling dapat
dikatakan sebagai “soko guru” yang ketiga dalam sistem pendidikan di sekolah selain
pembelajaran (instruksional) dan administrasi sekolah. Sebagai sub-sistem pendidikan di
sekolah, bimbingan dan konseling dalam gerak pelaksanaannya tidak pernah lepas dari
perencanaan yang seksama dan bersistem.
Sebagai suatu kegiatan, apabila dilakukan secara sembarang, tak terencana, dapat
dipastikan hasilnya tidak akan diketahui secara pasti. Apalagi bila kegiatan itu dilakukan oleh
sekelompok orang yang melakukan kerjasama, maka bisa jadi kegiatan itu tidak lebih dari
bekerja bersama. Demikian juga halnya dengan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah,
apabila tidak dilakukan secara terencana dan sembarang saja maka tidak akan dapat diketahui
seberapa hasil yang telah dicapai dalam konteks kontribusinya bagi pencapaian tujuan

79
79
pendidikan di sekolah. Maka di sinilah terlihat arti pentingnya suatu program bagi
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Apakah yang dimaksudkan dengan program itu sendiri? Program dalam bahasa sehari-
hari sering dipadankan dengan rencana kerja. Definisi yang mendekati ketepatan konsep
tentang apakah itu program antara lain dikemukakan oleh T. Raka Joni (1981): “Program
adalah seperangkat kegiatan yang dirancang dan dilakukan secara kait mengkait untuk
mencapai tujuan tertentu.”
Dari definisi itu dapat diuraikan bahwa suatu program mengandung unsur-unsur :
a. Adanya seperangkat kegiatan, artinya kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan merupakan
suatu kegiatan yang utuh.
b. Dirancang, artinya hal-hal yang akan dilakukan dirancang sedemikian rupa agar tidak
terjadi pelapisan atau akumulasi kegiatan, apalagi berbagai benturan akibat kegiatan yang
dilakukan berulang-ulang yang pada gilirannya berdampak pada penurunan efektivitas
dan efisiensi.
c. Dilakukan secara kait-mengkait, yaitu bahwa dalam melakukan kegiatan yang sudah
dirancang kegiatan itu tidak berdiri sendiri atau lepas-lepas melainkan ada keterkaitan
satu dengan yang lainnya. Keterkaitan itu tidak hanya terjadi antar kegiatan saja tetapi
juga pada tahap kesinambungan kegiatan satu dengan tahap kegiatan selanjutnya.
d. Adanya tujuan tertentu, yaitu sebagai arah dan kendali agar semua aktivitas yang
terangkum dalam program selalu terfokus kepada satu titik tuju.
Bertolak dari pengertian di atas, secara sederhana dapat dirumuskan bahwa program
bimbingan dan konseling adalah seperangkat kegiatan yang dirancang oleh konselor sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dalam penyelenggaraannya akan
melibatkan seluruh personil sekolah dan dalam berbagai jenis layanannya akan berurusan
dengan bidang lain seperti bidang pembelajaran dan administrasi sekolah. Oleh karena itu,
agar tidak terjadi tumpang tindih dan benturan antar kegiatan di masing-masing bidang, maka
diperlukan program yang sistematis. Adapun program yang sistematis selalu mengacu kepada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Program bimbingan dan konseling dirancang untuk melayani kebutuhan siswa.
2) Program bimbingan dan konseling merupakan bagian terpadu dari keseluruhan program
pendidikan di sekolah.
3) Tujuan program harus dirumuskan secara jelas dan eksplisit (operasional) dan menunjang
pencapaian keseluruhan tujuan program bimbingan dan konseling.
4) Pelaksanaan program perlu melibatkan seluruh staf sekolah.
5) Personil bimbingan dan konseling perlu diidentifikasi dan tugas-tugas serta tanggung
jawabnya harus dirumuskan.
6) Segala sumber daya perlu ditemukan untuk mencapai tujuan program.
7) Dari keperluan-keperluan untuk penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling,
dua hal yang esensial adalah : data pribadi siswa untuk pemahaman diri dan bahan
informasi untuk perencanaan pendidikan dan pengambilan keputusan.
8) Perlu penerapan ancangan sistem dalam pengembangan program dan pemecahan masalah
pengelolaan.
9) Dukungan dan pelibatan masyarakat sekitar harus diusahakan sejauh mungkin demi
kelancaran penyelenggaraan program dan tercapainya tujuan (Munandir , 1996).

2. Pelaksanaan dan Pengarahan Program Bimbingan dan Konseling


Setiap sekolah sebagai satuan pendidikan perlu merancang program bimbingan dan
konseling sebagai bagian integral dari program sekolah secara keseluruhan. Program inilah
yang akan dijadikan acuan pelaksanaan layanan bimbingan dan sekolah di sekolah tersebut.
Ada dua jenis program yang perlu dirancang dan dikembangkan yaitu:
1. Program tahunan sebagai program sekolah. Program tahunan ini dijabarkan menurut
alokasi waktu pada setiap semester, program bulanan, bahkan program mingguan. Oleh

80
karena itu, perlu dibuat dalam satu matriks atau schedule . Dalam program itu dicantumkan
substansi kegiatan, jenis layanan menurut alokasi waktu. Kegiatan layanan bimbingan dan
konseling sebagai program sekolah antara lain:
a) Pemberian layanan informasi melalui ceramah yang mengundang nara sumber dari
luar sekolah yang dijadikan sebagai career day.
b) Program pemberian layanan orientasi bagi siswa baru pada awal tahun sebagai bagian
dari program sekolah.
c) Mengadakan tes bakat atau inventori minat untuk bahan pertimbangan penjurusan.
d) Mengadakan kunjungan ke tempat industri yang bermanfaat bagi bimbingan karier.
e) Membentuk kelompok-kelompok group counseling.
f) Memberikan pelatihan keterampilan belajar akademik. Dan sebagainya.
2. Program kegiatan layanan bagi setiap Guru Pembimbing sesuai dengan pembagian tugas
layanan di sekolah. Setiap Guru pembimbing perlu membuat program berupa satuan
layanan (satlan) dan satuan kegiatan pendukung (satkung) setiapkali akan melakukan
pelayanan kepada siswa berdasarkan jadwal yang sudah dipetakan.
Dalam menyusun program, baik program tahunan maupun program setiap kegiatan
layanan bimbingan dan konseling, hendaknya mencakup bidang-bidang yang menjadi garapan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah . Agar lebih jelas, lihat pada pembahasan
tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah di bab lain buku ini.
Demikian pula, penyusunan program pada masing-masing bidang itu hendaknya
disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan atau jenis dan jenjang sekolah. Karena,
setiap sekolah atau satuan pendidikan tertentu mempunyai kurikulum dan tugas pendidikan
yang berbeda. Contoh: Sekolah Menengah Umum akan berbeda dengan Sekolah Menengah
Kejuruan dalam hal kurikulum dan misi pendidikannya.
Dalam pelaksanaan program ini agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka
diperlukan pengarahan agar terjadi suatu tata kerja yang diwarnai oleh koordinasi dan
komunikasi yang efektif di antara staf bimbingan dan konseling. Pengarahan ini juga dilakukan
untuk memotivasi staf dalam melakukan tugas-tugasnya sehingga memungkinkan kelancaran
dan efektivitas pelaksanaan program yang telah direncanakan.

3. Evaluasi PelaksanaanProgram Bimbingan dan Konseling


Program bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu (lihat Bab lain dalam buku ini yang membicarakan tentang tujuan bimbingan).
Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan mencapai tujuan itu maka dibutuhkan upaya
untuk mengumpulkan bukti berupa data yang mengindikasikan keberhasilan itu untuk di
analisis dan ditafsirkan. Upaya ini lazim dinamakan evaluasi.
Dengan kata lain, evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling merupakan
upaya menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah pada
jkhususnya dan program bimbingan dan konseling yang dikelola oleh staf bimbingan dan
konseling pada umumnya.
Dengan demikian evaluasi bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen
sistem bimbingan dan konseling yang sangat penting, karena mengacui pada hasil evaluasi
itulah dapat diambil simpulan apakah kegiatan yang telah direncanakan telah dapat mencapai
sasaran yang diharapkan secara efektif dan efisien atau tidak, kegiatan itu dilanjutkan atau
sebaliknya direvisi dan sebagainya.

a. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling.


Secara umum evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah
bertujuan :
1) Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subyek yang telah
memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.

81
2) Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program dalam kurun
waktu yang tertentu.
3) Secara khusus, evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan untuk :
4) Meneliti secara berkala hasil pelaksanaan program yang telah dicapai.
5) Memperoleh informasi tentang tingkat efektivitas dan efisiensi layanan bimbingan dan
konseling yang ada.
6) Mengetahui jenis layanan yang sudah ataupun belum dilaksanakan dan jenis layanan yang
memerlukan perbaikan atau pengembangan.
7) Mengetahui tingkat partisipasi staf atau personil sekolah dalam menunjang keberhasilan
pelaksanaan program.
8) Mengetahui seberapa besar kontribusi program bimbingan dan konseling terhadap
ketercapaian tujuan pembelajaran di sekolah
9) Memperoleh informasi yang cermat dan memadai untuk kepentingan perencanaan
langkah-langkah pengembangan program.
10) Membantu mengembangkan kurikulum sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik

b. Prinsip-prinsip Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling.


Agar diperoleh suatu hasil evaluasi pelaksanaan program yang diharapkan, di samping
menuntut pengelolaan yang baik, juga harus mengacu kepada prinsip-prinsip evaluasi program.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1) Evaluasi program yang efektif menuntut pengenalan yang cermat dan rinci terhadap tujuan
yang akan dicapai.
2) Evaluasi program yang efektif membutuhkan kriteria pengukuran yang jelas.
3) Evaluasi program memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak yang memiliki kompetensi
profesional.
4) Evaluasi program menuntut umpan balik dan tindak lanjut sehingga hasilnya dapat
dipakai untuk dasar pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan.
5) Evaluasi program hendaknya terencana dan berkesinambungan.

c. Pendekatan dan Metode Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan


Konseling.
Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat menempuh beberapa
pendekatan dan metode. Beberapa pakar antara lain Shetzer dan Stone (1983) membagi
pendekatan ke dalam tiga pendekatan pokok yakni:

1) Pendekatan dan metode survei


Pendekatan dan metode ini biasanya lebih banyak memakai metode evaluasi yang
berlatar sekolah. Prosedur yang ditempuh biasanya dengan mengumpulkan sebanyak mungkin
data tentang masukan ( siswa), proses, dan hasil yang merupakan keluaran program. Temuan
yang diperoleh dirumuskan dalam profil yang bersifat deskriptif kuantitatif maupun kualitatif.

2) Pendekatan dan Metoda Eksperimen


Pendekatan ini merupakan perpaduan antara riset dan evaluasi. Artinya, kegiatannya
bertujuan melakukan evaluasi tetapi prosedurnya memakai model riset eksperimental.
Lazimnya dipakai ketika guru pembimbing atau konselor di sekolah ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh layanan bimbingan dan konseling terhadap perilaku sejumlah subyek
(siswa).
Kebutuhan pendekatan dan metode ini muncul ketika layanan bimbingan dan konseling
di sekolah bertujuan terjadinya perubahan perilaku. siswa Untuk mengetahui tercapai atau
tidaknya tujuan itu maka perlu metode yang dapat mengukur dampak layanan terhadap

82
perilaku siswa tersebut. Riset eksperimental merupakan pendekatan yang paling tepat untuk
dikenakan.

3) Studi Kasus
Studi kasus digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keadaan seseorang siswa
yang dijadikan sebagai objek telaah kasus. Pendekatan dan metode ini banyak dipakai untuk
mengukur keberhasilan layanan konseling . Salah satu alasannya adalah dalam layanan
konseling diperlukan telaah cermat atas proses dan hasil perubahan akibat perlakuan (treatment)
terhadap diri siswa yang bermasalah (klien).
Metode ini memang membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak, karena bersifat
longitudinal . Tetapi jika dapat dilakukan akan banyak bermanfaat karena dengan demikian
dapat diketahui perkembangan kepribadian konseli sejak dari awal ketika ia bermasalah,
selama dibantu , sampai akhirnya setelah dibantu dengan layanan konseling.

4. Supervisi Kegiatan Bimbingan dan Konseling


Supervisi merupakan aspek penting dalam manajemen program bimbingan dan
konseling. Manfaat pokok dari supervisi ini adalah untuk mengendalikan personil pelaksana
bimbingan dan konseling, memantau kemungkinan-kemungkinan kendala yang muncul dan
dihadapi personil dalam pelaksanaan tugasnya, mencari jalan keluar terhadap hambatan dan
permasalahan dalam pelaksanaan program agar tercapai pelaksanaan yang lancar ke arah
pencapaian tujuan bimbingan dan konseling di sekolah.

B. Organisasi Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

1. Pola Organisasi Pelayanan Bimbingan dan Konseling


Manajemen bimbingan dan konseling di sekolah agar bisa berjalan seperti yang
diharapkan antara lain perlu didukung oleh adanya organisasi yang jelas dan teratur.
Organisasi yang demikian itu secara tegas mengatur kedudukan, tugas dan tanggung jawab
para personil sekolah yang terlibat. Demikian pula , organisasi tersebut tergambar dalam
struktur atau pola organisasi yang bervariasi yang tergantung pada keadaan dan karakteristik
sekolah masing-masing. Sebagai contoh, untuk sebuah sekolah yang jumlah siswanya sedikit
dengan jumlah guru pembimbing yang terbatas maka pola organisasinya bisa bersifat
sederhana. Sebaliknya, jika sekolah tersebut siswanya berjumlah banyak dengan didukung oleh
personil sekolah yang memadai diperlukan sebuah pola organisasi bimbingan dan konseling
yang lebih kompleks.
Namun demikian, pada umumnya pola organisasi bimbingan dan konseling yang
dewasa ini banyak disarankan adalah seperti tampak pada gambar berikut ini:

83
GAMBAR POLA ORGANISASI BK DI SEKOLAH

Keterangan :
a. Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah,Dalam hal ini adalah Pengawas sebagaimana dimaksudkan dalam petunjuk
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
b. Kepala Sekolah ( bersama Wakil Kepala Sekolah) adalah penanggung jawab pendidikan
pada satuan pendidikan ( SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung
jawab dalam membuat kebijakan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Koordinator Bimbingan dan Konseling ( bersama guru pembimbing/ konselor sekolah )
adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Guru (Mata Pelajaran atau Praktik), adalah pelaksana pengajaran dan praktik/latihan.
e. Wali kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan
administrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kelas tertentu.
f. Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan
bimbingan di SLTP, SMA, dan SMK.
g. Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan
ketatausahaan.
h. Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsur sekolah, orang tua dan tokoh
masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Sifat hubungan seperti terlihat dalam gambar pola di atas bisa diartikan secara variatif.
Hubungan antara Unsur Kandepdiknas dengan Kepala Sekolah dan Koordinator BK adalah
hubungan administratif. Hubungan antara Koordinator BK dengan Guru dan Wali kelas adalah
hubungan kerjasama sekaligus koordinatif bila ditinjau dari garis administrasi Kepala Sekolah
ke bawah. Sedangkan hubungan Koordinator BK (dan Guru pembimbing/Konselor Sekolah),
Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas dengan siswa adalah hubungan layanan.

2. Peranan Guru dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling


Dalam kedudukannya sebagai personil pelaksana proses pembelajaran di sekolah, guru
memiliki posisi yang strategis. Dibandingkan dengan guru pembimbing atau konselor, misalnya,
guru lebih sering berinteraksi dengan siswa secara langsung. Guru dapat mengamati secara
rutin tentang perkembangan kepribadian siswa, kemajuan belajarnya, dan bukan tidak
mungkin akan langsung berhadapan dengan permasalahan siswa. Oleh karena itu tidak salah
jika dalam pelayanan bimbingan dan konseling guru ditempatkan sebagai mitra kerja utama, di
samping wali kelas.
Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh seorang guru ketika ia
diminta mengambil bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di
sekolah.

a. Guru sebagai Informator


Seorang guru dalam kinerjanya dapat berperanan sebagai informator, terutama berkaitan
dengan tugasnya membantu guru pembimbing atau konselor dalam memasyarakatkan layanan
bimbingan dan konseling kepada siswa pada umumnya. Melalui peranan ini guru dapat
menginformasikan berbagai hal tentang layanan bimbingan dan konseling, tujuan, fungsi dan
manfaatnya bagi siswa.

84
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru dapat berperanan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan
pembelajaran baik itu yang bersifat preventif ataupun kuratif. Dibandingkan guru pembimbing,
guru lebih memahami tentang keterampilan belajar yang perlu dikuasai siswa pada mata
pelajaran yang diajarnya. Maka , pada saat siswa mengalami kesulitan belajar, guru dapat
merancang program perbaikan (remedial teaching) dengan mempertimbangkan tingkat
kesulitan yang dialami dan menyesuaian dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, bagi siswa
yang pandai guru dapat memprogramkan tindak lanjut berupa kegiatan pengayaan
(enrichment).

c. Guru sebagai Mediator


Dalam kedudukannya yang strategis, yakni berhadapan langsung dengan siswa , guru
dapat berperanan sebagai mediator antara siswa dengan guru pembimbing. Hal itu tampak
misalnya pada saat seorang guru diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa yang
memerlukan bimbingan dan pengalihtanganan siswa yang memerlukan bimbingan dan
konseling kepada guru pembimbing atau konselor sekolah.

d. Guru sebagai Motivator


Dalam peranan ini, guru dapat berperan sebagai pemberi motivasi siswa dalam
memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, sekaligus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan konseling, misalnya pada saat siswa
seharusnya mengikuti pelajaran di kelas. Tanpa kerelaan guru dalam memberi kesempatan
kepada siswa menerima layanan, layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana
mengingat terbatasnya jam khusus bimbingan pada sekolah-sekolah kita.

e. Guru sebagai Kolaborator


Sebagai mitra seprofesi yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik di sekolah, guru dapat
berperanan sebagai kolaborator konselor di sekolah, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai
jenis layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran atau dalam pelaksanaan kegiatan
pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data dan kegiatan lainnya yang relevan.

C. Kerangka Kerja Utuh Bimbingan dan Konseling


Secara utuh keseluruh