Anda di halaman 1dari 9

Tunjangan Nafkah Pasca Perceraian Smartlegal.

id - 30 Jan 2019|SLN BAGIKAN: “Dalam


menghadapi perceraian, perempuan masih memiliki hak yang masih melekat padadirinya terhadap
suaminya. Hak itu antara lain hak pemeliharaan dan pengasuhan anak, hak atas harta bersama,
dan tentunya hak atas nafkah bagi dirinya dan anak-anaknya. Namun pada kenyataannya, banyak
perempuan yang bercerai tidak mendapatkan nafkah pasca perceraian.” Seringkali kita temukan
kondisi dimana suami sebagai kepala rumah tangga tidak menafkahi istri dan anak-anaknya, atau
melakukan kekerasan dalam rumah tangga.istri Dalam keadaan seperti itu, seringkali sang istri
mengajukan permohonan cerai karena menganggap sang suami tidak bertanggung jawab dan tidak
bersikap baik terhadap dirinya. Namun, apabila perkawinan mereka telah terputus karena suatu
perceraian, apakah sang istri masih dapat mendapatkan nafkah dari sang suami? Apa itu Nafkah?
Nafkah merupakan suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang atau pihak yang berhak
menerimanya. Nafkah utama yang diberikan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
kehidupan, yakni makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Nafkah sudah menjadi ketetapan Allah
SWT atas para suami, dimana seorang suami memberi nafkah kepada istrinya meskipun telah
bercerai dan masih dalam masa iddah. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan
bahwa nafkah yang diwajibkan bagi suami antara lain untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang
anak di bawah umur. Pemeliharaan tersebut harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan
pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, disesuaikan dengan pendapatan dan kemampuan pihak
yang wajib membayar. Bila suami atau istri yang melakukan perceraian tidak mempunyai
penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan
pembayaran tunjangan hidup baginya dan harta pihak yang lain. Walaupun sebuah perkawinan
putus karena perceraian, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban dalam memelihara dan
mendidik anak-anaknya. Dalam hal ini, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istri. Hal
tersebut diatur dalam Pasal 41 huruf c Undang-Undang Perkawinan. Baca juga:  Hobi Merekam Film
di Media Sosial? Awas Sanksi Pidana Menanti Anda! Apa sajakah bentuk-bentuk nafkah setelah
perceraian? Bilamana perkawinan putus karena talak, maka mantan suami wajib untuk memberikan
mut`ah yang layak kepada bekas istrinya (baik berupa uang atau benda), kecuali mantan istri
tersebut qobla al dukhul alias belum disetubuhi. Selain itu, mantan suami juga wajib untuk memberi
nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi
talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Apabila suami belum melunasi mahar yang
masih terhutang seluruhnya, maka wajib baginya untuk melunasi hutang mahar tersebut setelah
perceraian. Hal tersebut diatur dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Selain itu, menurut
Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah
anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya,sekurang-kurangnya sampai anak
tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri yaitu berumur 21 tahun.  Jadi terdapat tiga bentuk
nafkah pasca perceraian, yaitu: Mut’ah, baik berupa uang atau benda Memberi nafkah kepada istri
selama dalam masa iddah (Nafkah Iddah) Menanggung semua biaya hadhanah dan nafkah anak
sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (Nafkah Anak). Kewajiban memberi
nafkah masih berlaku sampai dengan terjadinya perceraian sesudah jatuhnya talak, dengan
harapan dapat mengembalikan suami istri menjadi pasangan seutuhnya kembali. Terdapat
pengecualian dalam pemberian nafkah, yaitu dimana sang istri nusyuz, yaitu kondisi dimana
seorang perempuan bersikap durhaka yang ditampakkannya di hadapan suami dengan jalan tidak
melaksanakan apa yang Allah wajibkan padanya, yakni taat terhadap suami. Akibat dari melakukan
nusyuz adalah gugurnya hak mendapatkan nafkah dari suami. Apa itu Nafkah Iddah? Iddah atau
waktu menunggu adalah sebuah masa di mana seorang wanita yang telah diceraikan
oleh suaminya, baik cerai karena suaminya mati atau karena diceraikan ketika suaminya hidup
untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain. Baca juga:  Karena 5 Hal ini Bisnis
Anda Dikecualikan Dari Wajib Lapor Pajak Nafkah Iddah merupakan nafkah yang wajib diberikan
kepada istri oleh mantan suami jika perceraian terjadi karena talak. Yang dimaksud dengan talak
adalah suami mengajukan permohonan cerai terhadap sang istri ke Pengadilan. Lamanya masa
Iddah seorang wanita yang ditalak suaminya yaitu selama 3 bulan 10 hari. Setelah 3 bulan 10 hari
tersebut lah sang suami masih berkewajiban untuk menafkahi istri nya. Besarnya nafkah yang
dikeluarkan disesuaikan oleh Hakim dengan kemampuan suami. Menurut Imam Syafi’i, suami wajib
memberi nafkah pasca perceraian sampai masa iddah untuk talak raj’i, sedangkan untuk talak ba’in
tidak wajib dengan alasan sesudah talak ada hubungan seksual. Jika perceraian terjadi karena
pihak istri mengajukan gugatan cerai ke suami, maka sang suami tidak berkewajiban untuk
memberikan nafkah kepada istri. Khusus untuk yang beragama Islam, mantan istri berhak untuk
mendapatkan mut’ah dari mantan suami, yaitu hadiah yang diberi suami kepada istri sebagai
kenang-kenangan. Banyak ditemukan kasus dimana suami tidak memenuhi kewajibannya selama
masa iddah, pembagian harta gono gini, melunasi mahar yang belum dituntaskan dan memberi
hadhanah terhadap anak-anaknya. Hal ini terjadi karena minimnya kesadaran hukum pada masing-
masing pihak, sehingga seringkali suami atau mantan suami lengah dalam memenuhi kewajibannya
walaupun sudah terjadi perceraian antara dirinya dan istrinya.

Sumber: Tunjangan Nafkah Pasca Perceraian

Adakah Tenggat Pembayaran


Nafkah Idah dan Mutah?

Guy Rangga Boro, S.H.


Hukum Keluarga & Waris
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Pertanyaan
Berapa lama batas pembayaran masa idah dan mutah setelah putusan cerai oleh
hakim? Apakah saya bisa menunda pembayaran sampai enam bulan baru dilakukan
ikrar talak? Saya harus membayar dengan total Rp26 juta kepada mantan istri saya,
tapi di satu sisi saya masih berstatus mahasiswa.

Ulasan Lengkap
 
Pertama-tama, kami asumsikan bahwa batas pembayaran masa idah dan mutah yang
Anda maksud adalah batas pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah. Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut, makna dari nafkah idah dan mutah itu
sendiri perlu diketahui terlebih dahulu.
 
Nafkah Idah dan Nafkah Mutah
Untuk memudahkan Anda memahami esensi dari nafkah idah dan nafkah mutah, maka
kami mencoba mengutip definisi keduanya dari artikel Belum Diatur
Nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Cerai Gugat.
 
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa nafkah idah merupakan nafkah yang wajib
diberikan kepada istri yang ditalak. Nafkah ini berlangsung selama 3-12 bulan
tergantung kondisi haid istri yang dicerai. Sedangkan nafkah mutah adalah pemberian
dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak berupa uang atau benda lainnya.
 
Kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah idah dan nafkah mutah kepada
istri yang ditalaknya didasarkan pada putusan hakim. Hal ini sebagaimana diatur
pada Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (“UU Perkawinan”), yang berbunyi:
 
Pasal 41 huruf c UU Perkawinan
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. …
b. …
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
 
Batas Waktu Pembayaran Nafkah Idah dan Mutah
Dalam peraturan perundang-undangan tidak terdapat ketentuan mengenai batas waktu
pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah. Namun Kusnoto (Hakim Pratama Muda
pada Pengadilan Agama Natuna), dalam tulisannya Masa Pembayaran Beban Mutah
Dan Nafkah  Iddah  Kaitannya dengan Hak Pengucapan Ikrar Talak: Kajian
Putusan Perkara Cerai Talak yang Memuat Beban  Mut’ah dan
Nafkah  Iddah menguraikan bahwa urusan ikrar talak dan beban kewajiban membayar
mutah maupun nafkah idah harus diperlakukan sebagai peristiwa hukum yang saling
berkaitan juga. Keberadaan talak merupakan syarat mutlak atau conditio sine qua
non yang harus ada terlebih dahulu sebelum keberadaan mutah maupun nafkah idah.
Seorang suami harus dinyatakan terlebih dahulu telah menceraikan isterinya sebelum
ia dibebani/dihukum untuk membayar nafkah idah atau mutah.
 
Apabila dikaitkan dengan permasalahan eksekusi, maka eksekusi nafkah idah dan
nafkah mutah setelah diucapkan ikrar talak akan menjadi lebih sukar. Hal ini terjadi
apabila suami telah mengucapkan ikrar talak namun tidak melaksanakan kewajibannya
untuk membayar nafkah idah dan nafkah mutah.
 
Hal tersebutlah yang menyebabkan hakim pengadilan agama umumnya menyarankan
agar pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah dilakukan terlebih dahulu kepada istri
yang hendak ditalak. Bahkan dalam praktik, tidak jarang dijumpai hakim yang menunda
pengucapan ikrar talak dan memberikan batas waktu pembayaran nafkah idah dan
nafkah mutah terlebih dahulu.
 
Batasnya kemudian disesuaikan dengan ketentuan Lampiran Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam (“KHI”) terkait pengucapan ikrar talak, yakni enam bulan. Pasal 131 ayat (4)
KHI selengkapnya berbunyi:
 
Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak
putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan
perkawinan yang tetap utuh.
 
Oleh karena itu, menurut hemat kami, Anda dapat menunda pembayaran nafkah idah
dan nafkah mutah hingga maksimal enam bulan. Hal ini disesuaikan dengan batas
waktu ikrar talak yang umum dipraktikkan oleh hakim pengadilan agama di Indonesia.
Jika ikrar talak tidak diucapkan setelah enam bulan, ikatan perkawinan tetap utuh. Hal
ini sekaligus menjawab pertanyaan kedua Anda.

4. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, jika perceraian atas inisiatif suami atau cerai talak
maka menyangkut pembebanan kepada suami berlaku ketentuan sebagai berikut:

–       Pasal 41 huruf (c) UU Nomor 1 Tahun 1974

“Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri”

–       Pasal 149 KHI

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

(a)  Memberi  mut’ah  yang  layak  kepada  bekas  istrinya  baik  berupa uang atau benda,
kecuali bekas istrinya tersebut qabla al dukhul.

(b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali
bekas istri telah dijatuhkan talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil

–       Pasal 152 KHI

Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.

–       Pasal 158 KHI

Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat:

(b) Perceraian itu atas kehendak suami.

Merujuk kepada ketentuan yang telah disebutkan di atas, secara yuridis normatif, ketentuan
tersebut menjadi acuan bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan pembebanan berupa
nafkah selama masa iddah dan mut’ah sesuai hasil pemeriksaan secara cermat di
persidangan.

Dalam kondisi masyarakat mayoritas non muslim (seperti di Kabupaten Sanggau) dan
hukum adatnya (adat dayak) lebih dominan, maka menurut penulis seorang hakim harus
lebih arif dalam menerapkan hukum yakni melakukan penemuan hukum dengan
memperluas penafsiran hukum dan contra legem (kewenangan hakim untuk menyimpangi
ketentuan-ketentuan hukum tertulis yang telah ada, tetapi telah usang atau ketinggalan
zaman sehingga tidak lagi mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat) khusus terhadap
penerapan pasal-pasal tentang pembebanan nafkah iddah dan mut’ah.

Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa sumber-sumber untuk menemukan hukum bagi


hakim ialah perundang-undangan, hukum tidak tertulis, putusan desa, yurisprudensi dan
ilmu pengetahuan. lebih lanjut sudikno mertokusumo mengatakan Hukum yang tidak tertulis
yang hidup di dalam masyarakat merupakan sumber bagi hakim untuk menemukan hukum.
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 5ayat 1 UU No. 48 tahun 2009).
Hakim harus memahami kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat itu. Dalam hal ini
hakim dapat meminta keterangan dari para ahli, kepala adat dan sebagainya. Bahwa
putusan desa merupakan sumber menemukan hukum bagi hakim diletakkan secara tertulis
dalam pasal 120a HIR/pasal 143a Rbg. Putusan desa ini merupakan penerapan
administratif oleh hakim perdamaian desa yang merupakan lembaga peradilan yang
sesungguhnya, melainkan merupakan lembaga eksekutif, sehingga hakim dalam
lingkungan peradilan umum tidak berwenang untuk menilai putusan desa dengan
membatalkan atau mengesahkan. [19]

Abdul Manan mengatakan dalam usaha menemukan hukum terhadap suatu perkara yang
sedang diperiksa dalam persidangan, Majelis Hakim dapat mencarinya dalam

1. Kitab-kitab perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis,


2. Kepala Adat dan penasihat agama sebagaimana tersebut dalam pasal 44 dan 15
Ordonansi adat bagi hukum tidak tertulis
3. sumber yurisprudensi, dengan catatan bahwa hakim sama sekali tidak boleh terikat
dengan putusan-putusan terdahulu itu, ia dapat menyimpang dan berbeda pendapat
jika ia yakin terdapat ketidakbenaran atas putusan atau tidak sesuai dengan
perkembangan hukum kontemporer. Tetapi hakim dapat berpedoman sepanjang
putusan tersebut dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang beperkara.
4. tulisan-tulisan ilmiah para pakar hukum dan buku-buku ilmu pengetahuan lain yang
ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang diperiksa itu. [20]
5. Jawaban Rekonpensi
6. Law Office
TAUFIQ NUGROHO, SH & ASSOCIATES
Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum
Sragen – Jawa Tengah
Jl. Irian RT.02/V, Nglorog, Sragen, Jawa Tenagah. Telpon 081 548 300 783

Kepada Yth.
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Perdata
No. 258/Pdt.G/2009/PA.Sr.
Pengadilan Agama Sragen
di –
SRAGEN

Perihal : Jawaban dan Gugat Rekonpensi.


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini : ………………………….…………………………
TAUFIQ NUGROHO, SH. Advokat, pengacara dan penasehat Hukum, berkantor di Jl. Irian RT.02/V,
Nglorog, Sragen, Jawa Tengah; --------------------------------------------

Untuk dan atas nama termohon (DEWI ARISTIANTI, S.Ked Binti H. HARIS WIYADI), sebagaimana surat
kuasa khusus tanggal 28 Pebruari 2009, terlampir; ------

Dengan ini termohon hendak menyampaikan jawaban terhadap permohonan cerai talak yang
diajukan pemohon pada tanggal 17 Pebruari 2009 dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Sragen tertanggal 19 Pebruari 2009, sebagai berikut: ……………...

KONPENSI
1.Bahwa termohon menolak dengan tegas dalil-dalil permohonan pemohon kecuali dalam hal secara
tegas termohon mengakui kebenarannya; ---------------

2.Bahwa termohon pada intinya membenarkan posita 1, posita 2, posita 3 dan posita 4 pada
permohonan pemohon, jadi dalam hal ini termohon tidak perlu menganggapinya lebih jauh;
----------------------------------------------------------- -

3.Bahwa pada posita 5 pada permohonan pemohon tidak benar, karena selama ini keadaan rumah
tangga antara pemohon dan termohon berjalan harmonis, tidak ada perselisihan sama sekali, dan
bahkan lebaran tahun 2007 antara pemohon dan termohon masih berlebaran bersama di rumah
orang tua pemohon di Surabaya selama sepekan; ---------------------------------------------------------------

4.Dan selain itu selama ini termohon juga selalu hormat dan taat pada pemohon sebagai suami,
termohon tidak pernah menghina dan mencela pada pemohon, apalagi termohon sampai bicara
kotor pada pemohon itu tidak betul dan hal itu tidak pernah dilakukan sama sekali oleh termohon
pada pemohon; ---------------

5.Bahwa pada posita 6 permohonan pemohon tidak benar, karena selama ini antara pemohon dan
termohon tidak ada perselisihan sama sekali, dan mengenai termohon menuduh pemohon sebagai
pencuri karena mengambil uang di lemari termohon itu pun juga tidak betul sama sekali, apalagi
sampai bicara kasar pada pemohon itupun juga tidak pernah dilakukan oleh termohon;-

6.Bahwa untuk posita 7 permohonan pemohon memang betul kalau pemohon pergi sejak Nopember
2007, dan sebelum pergi tersebut juga tidak ada perselisihan, justru setelah pergi tersebut,
pemohon nikah sirri dengan wanita lain. Dan mengenai sudah tidak ada komunikasi lagi itu pun
sebenarnya yang memulai adalah pemohon sendiri, karena selama pisah termohon sudah beberapa
kali berusaha menemui pemohon akan tetapi termohon selalu bersikap acuh dan marah-marah juia
ditemui oleh termohon dan anak-
anaknya;------------------------------------------------------------------------------------
7.Bahwa untuk posita 8 permohonan pemohon, termohon tidak datang melayat ibu pemohon di
Bogor, karena pada saat itu juga termohon juga baru sakit dan dirawat di rumah sakit Amal Sehat
Sragen; --------------------- --------------------

REKONPENSI
Dalam rekonpensi ini termohon konpensi mohon disebut sebagai penggugat rekonpensi dan pemohon
konpensi mohon disebut sebagai tergugat rekonpensi; ……..

1.Bahwa dalil-dalil yang termuat dalam konpensi yang ada relevansinya dengan dalil-dalil gugatan
rekonpensi ini secara mutatis muntandis mohon dianggap terulang kembali dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam rekonpensi ini;
-----------------------------------------------------------------------------

2.Bahwa pada prinsipnya penggugat rekonpensi/termohon konpensi tidak menginginkan perceraian


ini, namun jika pada akhirnya perceraian tersebut diatas memang harus terjadi maka penggugat
rekonpensi/termohon konpensi meminta hak-haknya sebagai berikut : …………………………………………

a.Bahwa mengingat anak-anak penggugat rekonpensi/termohon konpensi dan tergugat


rekonpensi/pemohon konpensi belum MUMAYYIZ, yang menurut hukum anak tersebut berhak
mendapat HADHANAH dari penggugat rekonpensi/termohon konpensi selaku ibunya, maka terhadap
pemeliharaan anak yang masih belum MUMAYYIZ tersebut, penggugat rekonpensi/termohon konpensi
mohon pemeliharaannya diserahkan kepada penggugat rekonpensi/termohon konpensi;
-------------------------

b.Bahwa semenjak tergugat rekonpensi/pemohon konpensi meninggalkan penggugat


rekonpensi/termohon konpensi yaitu sejak Nopember 2007, tergugat rekonpensi/pemohon konpensi
telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami, yaitu tidak pernah memberikan nafkah wajib,
maka tergugat rekonpensi/pemohon konpensi wajib melunasi nafkah lampau pada penggugat
rekonpensi/termohon konpensi; ------------------
Dan nafkah yang harus dibayar oleh tergugat rekonpensi/pemohon konpensi kepada penggugat
rekonpensi/termohon konpensi dapat diperinci sebagai berikut : …..…………………………………………..
1.Nafkah lampau yang diperhitungkan sejak bulan Nopember 2007 sampai putusan perkara ini
mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) per-harinya sebesar Rp. 100.000,00
(seratus ribu rupiah);------------------------------------------------------------------

2.Nafkah Iddah yang diperhitungkan perharinya sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah),
sehingga seluruhnya berjumlah 100 hari x Rp. 100.000,00 = 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);---

3.Nafkah Mut’ah sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah);-

4.Nafkah anak yaitu, untuk 2 orang anak sampai anak tersebut dewasa setiap bulannya sebesar Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah);---------

Berdasarkan hal-hal dan alasan-alasan diatas, penggugat rekonpensi/termohon konpensi mohon


kepada Pengadilan Agama Sragen untuk berkenan memutus sebagai berikut :
………………………………………………………………………………...

Dalam Konpensi
1.Menolak permohonan pemohon; -------------------------------------------------------
2.Membebankan beaya perkara menurut hukum; --------------------------------------

Dalam Rekonpensi
1.Mengabulkan gugatan penggugat rekonpensi/termohon konpensi untuk seluruhnya;
--------------------------------------------------------------------------------
2.Menetapkan terhadap HADHANAH (pemeliharaan) anak yang diperoleh selama pernikahan antara
penggugat rekonpensi/termohon konpensi dan terggat rekonpensi/pemohon konpensi diserahkan
pada penggugat rekonpensi/termohon konpensi; --------------------------------------------------------
3.Menghukum tergugat rekonpensi/pemohon konpensi untuk membayar nafkah lampau per-harinya
sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) yang diperhitungkan sejak bulan Nopember 2007 sampai
dengan putusan perkara ini mempunyai kekutan hukum tetap, nafkah iddah sebesar Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),nafkah mut’ah sebear 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
dan nafkah anak untuk 2 orang anak setiap bulanya sebesar 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
4.Membebankan beaya perkara menurut hukum; --------------------------------------

Demikain jawaban dan gugat rekonpensi ini kami sampaikan, atas perkenannya kami mengucapkan
terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Sragen, 13 April 2009
Hormat kami
Kuasa Hukum Penggugat Rekonpensi/Termohon Konpensi

Anda mungkin juga menyukai