Ulasan Lengkap
Pertama-tama, kami asumsikan bahwa batas pembayaran masa idah dan mutah yang
Anda maksud adalah batas pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah. Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut, makna dari nafkah idah dan mutah itu
sendiri perlu diketahui terlebih dahulu.
Nafkah Idah dan Nafkah Mutah
Untuk memudahkan Anda memahami esensi dari nafkah idah dan nafkah mutah, maka
kami mencoba mengutip definisi keduanya dari artikel Belum Diatur
Nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Cerai Gugat.
Pada artikel tersebut dijelaskan bahwa nafkah idah merupakan nafkah yang wajib
diberikan kepada istri yang ditalak. Nafkah ini berlangsung selama 3-12 bulan
tergantung kondisi haid istri yang dicerai. Sedangkan nafkah mutah adalah pemberian
dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak berupa uang atau benda lainnya.
Kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah idah dan nafkah mutah kepada
istri yang ditalaknya didasarkan pada putusan hakim. Hal ini sebagaimana diatur
pada Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (“UU Perkawinan”), yang berbunyi:
Pasal 41 huruf c UU Perkawinan
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. …
b. …
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Batas Waktu Pembayaran Nafkah Idah dan Mutah
Dalam peraturan perundang-undangan tidak terdapat ketentuan mengenai batas waktu
pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah. Namun Kusnoto (Hakim Pratama Muda
pada Pengadilan Agama Natuna), dalam tulisannya Masa Pembayaran Beban Mutah
Dan Nafkah Iddah Kaitannya dengan Hak Pengucapan Ikrar Talak: Kajian
Putusan Perkara Cerai Talak yang Memuat Beban Mut’ah dan
Nafkah Iddah menguraikan bahwa urusan ikrar talak dan beban kewajiban membayar
mutah maupun nafkah idah harus diperlakukan sebagai peristiwa hukum yang saling
berkaitan juga. Keberadaan talak merupakan syarat mutlak atau conditio sine qua
non yang harus ada terlebih dahulu sebelum keberadaan mutah maupun nafkah idah.
Seorang suami harus dinyatakan terlebih dahulu telah menceraikan isterinya sebelum
ia dibebani/dihukum untuk membayar nafkah idah atau mutah.
Apabila dikaitkan dengan permasalahan eksekusi, maka eksekusi nafkah idah dan
nafkah mutah setelah diucapkan ikrar talak akan menjadi lebih sukar. Hal ini terjadi
apabila suami telah mengucapkan ikrar talak namun tidak melaksanakan kewajibannya
untuk membayar nafkah idah dan nafkah mutah.
Hal tersebutlah yang menyebabkan hakim pengadilan agama umumnya menyarankan
agar pembayaran nafkah idah dan nafkah mutah dilakukan terlebih dahulu kepada istri
yang hendak ditalak. Bahkan dalam praktik, tidak jarang dijumpai hakim yang menunda
pengucapan ikrar talak dan memberikan batas waktu pembayaran nafkah idah dan
nafkah mutah terlebih dahulu.
Batasnya kemudian disesuaikan dengan ketentuan Lampiran Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam (“KHI”) terkait pengucapan ikrar talak, yakni enam bulan. Pasal 131 ayat (4)
KHI selengkapnya berbunyi:
Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak
putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan
perkawinan yang tetap utuh.
Oleh karena itu, menurut hemat kami, Anda dapat menunda pembayaran nafkah idah
dan nafkah mutah hingga maksimal enam bulan. Hal ini disesuaikan dengan batas
waktu ikrar talak yang umum dipraktikkan oleh hakim pengadilan agama di Indonesia.
Jika ikrar talak tidak diucapkan setelah enam bulan, ikatan perkawinan tetap utuh. Hal
ini sekaligus menjawab pertanyaan kedua Anda.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, jika perceraian atas inisiatif suami atau cerai talak
maka menyangkut pembebanan kepada suami berlaku ketentuan sebagai berikut:
“Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri”
(a) Memberi mut’ah yang layak kepada bekas istrinya baik berupa uang atau benda,
kecuali bekas istrinya tersebut qabla al dukhul.
(b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali
bekas istri telah dijatuhkan talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
Merujuk kepada ketentuan yang telah disebutkan di atas, secara yuridis normatif, ketentuan
tersebut menjadi acuan bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan pembebanan berupa
nafkah selama masa iddah dan mut’ah sesuai hasil pemeriksaan secara cermat di
persidangan.
Dalam kondisi masyarakat mayoritas non muslim (seperti di Kabupaten Sanggau) dan
hukum adatnya (adat dayak) lebih dominan, maka menurut penulis seorang hakim harus
lebih arif dalam menerapkan hukum yakni melakukan penemuan hukum dengan
memperluas penafsiran hukum dan contra legem (kewenangan hakim untuk menyimpangi
ketentuan-ketentuan hukum tertulis yang telah ada, tetapi telah usang atau ketinggalan
zaman sehingga tidak lagi mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat) khusus terhadap
penerapan pasal-pasal tentang pembebanan nafkah iddah dan mut’ah.
Abdul Manan mengatakan dalam usaha menemukan hukum terhadap suatu perkara yang
sedang diperiksa dalam persidangan, Majelis Hakim dapat mencarinya dalam
Kepada Yth.
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Perdata
No. 258/Pdt.G/2009/PA.Sr.
Pengadilan Agama Sragen
di –
SRAGEN
Untuk dan atas nama termohon (DEWI ARISTIANTI, S.Ked Binti H. HARIS WIYADI), sebagaimana surat
kuasa khusus tanggal 28 Pebruari 2009, terlampir; ------
Dengan ini termohon hendak menyampaikan jawaban terhadap permohonan cerai talak yang
diajukan pemohon pada tanggal 17 Pebruari 2009 dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Sragen tertanggal 19 Pebruari 2009, sebagai berikut: ……………...
KONPENSI
1.Bahwa termohon menolak dengan tegas dalil-dalil permohonan pemohon kecuali dalam hal secara
tegas termohon mengakui kebenarannya; ---------------
2.Bahwa termohon pada intinya membenarkan posita 1, posita 2, posita 3 dan posita 4 pada
permohonan pemohon, jadi dalam hal ini termohon tidak perlu menganggapinya lebih jauh;
----------------------------------------------------------- -
3.Bahwa pada posita 5 pada permohonan pemohon tidak benar, karena selama ini keadaan rumah
tangga antara pemohon dan termohon berjalan harmonis, tidak ada perselisihan sama sekali, dan
bahkan lebaran tahun 2007 antara pemohon dan termohon masih berlebaran bersama di rumah
orang tua pemohon di Surabaya selama sepekan; ---------------------------------------------------------------
4.Dan selain itu selama ini termohon juga selalu hormat dan taat pada pemohon sebagai suami,
termohon tidak pernah menghina dan mencela pada pemohon, apalagi termohon sampai bicara
kotor pada pemohon itu tidak betul dan hal itu tidak pernah dilakukan sama sekali oleh termohon
pada pemohon; ---------------
5.Bahwa pada posita 6 permohonan pemohon tidak benar, karena selama ini antara pemohon dan
termohon tidak ada perselisihan sama sekali, dan mengenai termohon menuduh pemohon sebagai
pencuri karena mengambil uang di lemari termohon itu pun juga tidak betul sama sekali, apalagi
sampai bicara kasar pada pemohon itupun juga tidak pernah dilakukan oleh termohon;-
6.Bahwa untuk posita 7 permohonan pemohon memang betul kalau pemohon pergi sejak Nopember
2007, dan sebelum pergi tersebut juga tidak ada perselisihan, justru setelah pergi tersebut,
pemohon nikah sirri dengan wanita lain. Dan mengenai sudah tidak ada komunikasi lagi itu pun
sebenarnya yang memulai adalah pemohon sendiri, karena selama pisah termohon sudah beberapa
kali berusaha menemui pemohon akan tetapi termohon selalu bersikap acuh dan marah-marah juia
ditemui oleh termohon dan anak-
anaknya;------------------------------------------------------------------------------------
7.Bahwa untuk posita 8 permohonan pemohon, termohon tidak datang melayat ibu pemohon di
Bogor, karena pada saat itu juga termohon juga baru sakit dan dirawat di rumah sakit Amal Sehat
Sragen; --------------------- --------------------
REKONPENSI
Dalam rekonpensi ini termohon konpensi mohon disebut sebagai penggugat rekonpensi dan pemohon
konpensi mohon disebut sebagai tergugat rekonpensi; ……..
1.Bahwa dalil-dalil yang termuat dalam konpensi yang ada relevansinya dengan dalil-dalil gugatan
rekonpensi ini secara mutatis muntandis mohon dianggap terulang kembali dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam rekonpensi ini;
-----------------------------------------------------------------------------
2.Nafkah Iddah yang diperhitungkan perharinya sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah),
sehingga seluruhnya berjumlah 100 hari x Rp. 100.000,00 = 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);---
4.Nafkah anak yaitu, untuk 2 orang anak sampai anak tersebut dewasa setiap bulannya sebesar Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah);---------
Dalam Konpensi
1.Menolak permohonan pemohon; -------------------------------------------------------
2.Membebankan beaya perkara menurut hukum; --------------------------------------
Dalam Rekonpensi
1.Mengabulkan gugatan penggugat rekonpensi/termohon konpensi untuk seluruhnya;
--------------------------------------------------------------------------------
2.Menetapkan terhadap HADHANAH (pemeliharaan) anak yang diperoleh selama pernikahan antara
penggugat rekonpensi/termohon konpensi dan terggat rekonpensi/pemohon konpensi diserahkan
pada penggugat rekonpensi/termohon konpensi; --------------------------------------------------------
3.Menghukum tergugat rekonpensi/pemohon konpensi untuk membayar nafkah lampau per-harinya
sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) yang diperhitungkan sejak bulan Nopember 2007 sampai
dengan putusan perkara ini mempunyai kekutan hukum tetap, nafkah iddah sebesar Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),nafkah mut’ah sebear 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
dan nafkah anak untuk 2 orang anak setiap bulanya sebesar 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
4.Membebankan beaya perkara menurut hukum; --------------------------------------
Demikain jawaban dan gugat rekonpensi ini kami sampaikan, atas perkenannya kami mengucapkan
terima kasih.