Menurut KKP, setelah ditelusuri, Kapal Penggalang 13 ini ternyata kapal di bawah institusi resmi Pemerintah
Malaysia, yaitu Kapal Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Kejadian ini sendiri bermula pada Rabu, 3 April 2018. Saat itu, Kapal Pengawas Perikanan milik KKP yang
bernama KP. Hiu 08, menangkap dan menahan dua kapal pencuri ikan berbendara Malaysia yaitu KP. KHF
1256 dan KP. PKFB 1852. Karena tidak mengantongi izin dari pemerintah Indonesia, keduanya pun dibawa
ke Stasiun PSDKP, Belawan, Sumatera Utara.
Saat KP. Hiu 08 membawa kedua kapal nelayan inilah intervensi dari Kapal Penggalang 13 dimulai. Pukul
12.30 WIB, kapal ini melalukan manuver dan mendekati KP. Hiu 08 sembari meminta agar kedua kapal
nelayan ini dilepaskan. Tak hanya itu, tiga helikopter asal Malaysia pun ikut terlibat melakukan intervensi.
Upaya intervensi tak berhasil dan KP. Hiu 08 berhasil membawa kedua kapal nelayan ke Stasiun PSDKP
Belawan pada pukul 21.30 WIB.
Intervensi serupa terjadi kembali pada Selasa, 9 April 2019 saat Kapal Pengawas Perikanan milik KKP yang
bernama KP. Macan Tutul 02 menjalankan tugasnya. Saat itu, KP. Macan Tutul 02 tengah membawa dua
kapal pencuri ikan, KM. PKFA 8888 berbendera Malaysia dan KM. PKFA 7878 tanpa bendera, ke Stasiun
PSDKP Belawan.
Karena kejadian dua kali berturut ini dinilai bukan masalah sepele, KKP mengajukan permohonan kepada
Kemenlu untuk menindaklanjutinya.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh KKP. Pertama, tindakan APMM yang memasuki teritori
Indonesia bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan.
Kedua, tindakan APMM terhadap KP. Hiu 08 merupakan bentuk Obstruction of Justice (merintangi proses
hukum) karena menghalangi KP. Hiu 08 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan
Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Ketiga, kapal ikan asing asal Malaysia sudah berulang kali memasuki
teritori Indonesia dan melakukan illegal fishing.
Sumber : Tempo.Co, Fajar Pebrianto, Editor: Rahma Tri, Kamis, 11 April 2019, Kapal Malaysia Intervensi,KKP Minta Kemenlu Kirim Nota
Diplomatik
Pertanyaan :
2. Kasus 2 :
1. Papua Barat
Saat masa penjajahan, wilayah Papua dikuasai oleh Belanda dan juga Australia. Saat Indonesia
merdeka, Papua pun dinyatakan termasuk menjadi wilayah Indonesia.Hal ini ditentang oleh banyak
masyarakat Papua hingga kemudian
mendirikan Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memisahkan diri pada 1965. Suara masyarakat
Papua untuk bisa lepas dari Indonesia masih terdengar hingga tahun 2017. Baru-baru ini OPM
merayakan ulang tahunnya yaitu pada 1 Desember.
2. Aceh
Sejak tahun 1976, Aceh meminta keluar dari Indonesia melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang
merupakan gerakan separatis. GAM muncul bukan hanya karena ingin mewujudkan cita-cita untuk
membentuk negara dengan berlandaskan syariat Islam, tetapi juga karena faktor lain, padahal Aceh
telah memberikan banyak kontribusi bagi Indonesia.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
3. Maluku
Pada 1950, sekelompok masyarakat Maluku yang tergabung dalam gerakan Republik Maluku Selatan
(RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia. Begitu banyak cara yang mereka lakukan
agar Maluku bisa merdeka. Salah satunya ialah tindakan separatis yang memanfaatkan lengsernya
Suharto. Hingga saat ini RMS masih aktif bahkan memiliki situs sendiri untuk memberi informasi
mengenai sejarah RMS. Mereka pun telah membuat bendera beserta lagu kebangsaan.
Sumber : Yunan Helmy, Malang Times.Com, 8 Feb 2019, 10 Daerah yang Pernah Ingin berpisah dengan
Indonesia dan merdeka sebagai negara sendiri..
Pertanyaan :
Selamat bekerja
Sakri Widhianto S.Teks. MM Sonny Taufan, SH. MH. Fitria Ika Aryanti, ST., M.Eng