PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan,
hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram, penjelasannya adalah
sebagai berikut :
Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke
lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu
bermaksud ia mampu membayar mahar (mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada
calon istrinya.
Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan
hukum asal perkawinan
Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi
sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia
sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri
jika dia menikah.
Dan Allah Berfirman sebagai berikut :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku
adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(An-Nisaa’, 3)
1. Rukun nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar
pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam akni sebagai berikut:
1) Ada calon suami ,dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa(19 tahun),
beragaama islam, tiak terpaksa, atau dipaksa, tidak sedang dalam ihram dalam haji, dan
bukan calon istrinya.
2) Ada calon isrti, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur (16 tahun); bukan
perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahrom bagi
calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umroh.
3) Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki –laki dengan mempelai
wanita atau mengizinkan pernikahannya.
1. Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang
akan dinikahkan.
1. Wali hakim yaitu kepala negara yang beragama islam. Di indonesia,
wewenang presiden dilimpahkan kepada pembantunya yaitu menti agama.
Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai
wali hakim yaitu kepala kantor kepala urusan agama islam yang ada di setiap
kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah, jika nasab tidak ada atau
tidak bisa memenuhi tugasnya.
Syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah sebagai berikut:
Beragama islam orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi wali nikah.
Laki-laki.
Balig dan berakal.
Merdeka dan bukan hamba sahaya.
Bersifat adil.
Tidak sedang ihram haji atau umroh.
4) Ada dua saksi. Dua orang saksi ini syaratnya harus beragama islam, laki-laki
balig( dewasa) dan berakal sehat, dapat mendengar , dapat melihat, dapat berbicara, adil, dan
tidak sedang )dalam ihram haji atau umroh.
5) Ada akad nikah yakni ucapan ijab kabul. Ijab adalah ucapan wali ( dari pihak
mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah ucapan
mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Suami wajib memberi mas kawin ( mahar)
kepada istrinya, karena merupakan syarat nikah, tetapi mengucapkanya dalam akad nikah
hukumnya sunah. Suruhan untuk memberikan mas kawin terdapat dalam al-qur’an
(an-nisak 4).
Menghadiri walimah bagi yang diundang hukumnya wajib, kecuali kalau ada udzur
( halangan) seperti sakit. Rasulullah SAW bersabda: yang artinya “ orang yang sengaja tidak
megabulkan undangan walimah berarti durhaka kepada allah dan rasul-Nya.”(H.R.
Muslim)
1. Muhrim
Menurut pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim
adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seseorang wanita haram dinikahi ada
empat macam, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu kandung dan seterusnya keatas(nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
2. Anak perempuan kandung dan seterusnya kebawah(cucu dan seterusnya).
3. Saudara perempuan ( sekandung, sebapak atau seibu).
4. Saudara perempuan dari bapak.
5. Saudara perempuan dari ibu.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan perempuan dan seterusnya kebawah.
8. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan:
9. Ibu yang menyusui.
10. Saudara perempuan yang sesusuan.
11. Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan:
12. Ibu dari istri( mertua).
13. Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah berkumpul
dengan ibunya.
14. Ibu tiri(istri dari ayah ), baik sudah cerai atau belum. Allah SWT berfirman
yang artinya, “ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang pernah
dikawini oleh ayahmu.”(Q.S. An-nisa’4:22)