Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PENYAKIT ISPA

Oleh :

Kelompok 8

Oktavianus Dawa
Romario Atolo
Rudy Faah

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015). Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta
orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak, dan orang
lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah.

ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang serta salah satu
penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 kasus, Pakistan 10 juta
kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus. Semua kasus
ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit (Dirjen PP & PL, 2012).

Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014) dan 63,45%
(2015). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di
rumah sakit (Kemenkes RI, 2015). Terdapat lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat
(28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
berdasarkan umur terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%). Penyakit ini lebih
banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi ekonomi menengah ke bawah
(Kemenkes, 2013)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang


melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA
akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi
di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan
tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14
hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme `dan menyerang salah satu
bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura.
Akan tetapi sangatlah penting memperhatikan ISPA pada anak karena
anak terlalu rentan terkena penyakit ini dan penyakit ini merupakan salah
satu penyebab kematian pada anak – anak, terutama pada bayi dan anak –
anak dibawah usia lima tahun.
2. Gejala dan tanda ISPA

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa


batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam, dan sakit kepala
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak
yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi ini tidak segera
diobati dengan antibiotik maka akan menyebabkan kematian.
Gejala-gejala ISPA antara lain:

a. Gejala ISPA Ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan


gejala-gejala sebagai berikut: Batuk, sesak yaitu anak bersuara parau
pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu bicara atau
menangis), pilek adalah mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung,
panas atau demam dengan suhu tubuh lebih dari 37 OC atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala ISPA Sedang.

Tanda dan gejala ISPA sedang meliputi tanda dan gejala pada
ISPA ringan ditambah satu atau lebih tanda dan gejala seperti pernafasan
yang lebih cepat (lebih dari 50 kali per menit), wheezing (nafas menciut-
ciut), dan panas 390C atau lebih. Tanda dan gejala lainnya antara lain
sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga yang belum lebih dari dua
minggu, sakit campak.
c. Gejala ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat gejala sebagai


berikut: bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis
(dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak sadar atau
kesadarannya menurun, pernapasan berbunyi mengorok dan anak tampak
gelisah, pernapasan berbunyi menciut dan anak tampak gelisah, nadi
cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna
merah.
3. Macam-macam ISPA

Macam-macam ISPA antara lain :

a. Acute Viral Nasopharyngiti

Nasopharyngitis akut (setara dengan “common cold”) disebabkan


oleh sejumlah virus, biasanya rhinoviruses, RSV, adenovirus, virus
influenza, atau virus parainflu. Gejala nasopharyngitis lebih parah pada
bayi dan anak-anak jika dibandingkan pada orang dewasa. Pada umumya
demam, terutama pada anak kecil. Anak yang lebih besar memiliki
demam ringan, yang muncul pada waktu sakit. Pada anak-anak 3 bulan
sampai 3 tahun, demam tiba- tiba terjadi dan berkaitan dengan mudah
dan marah, gelisah, nafsu makan menurun dan penurunan aktivitas.
Peradangan hidung dapat menyebabkan sumbatan saluran, sehingga
harus membuka mulut ketika bernafas. Muntah dan diare mungkin juga
bisa muncul.
b. Faringitis Akut

70 persen pharingitis akut disebabkan oleh virus pada anak usia


muda. Infeksi streptokokus jarang terjadi pada anak di bawah usia 5
tahun, tapi lebih sering pada yang lebih 5 tahun. Gejala khasnya adalah
kemerahan dan pembengkakan yang ringan pada faring serta pembesaran
tonsil. Seringkali disertai dengan rhinitis, tonsilitis ataupun laringitis.
Di negara dengan kondisi kehidupan dan populasi yang padat, yang
mempunyai predisposisi genetik, gejala sisa setelah infeksi streptokokus
seperti demam reumatik akut dan karditis adalah umum terjadi pada anak
pra dan usia sekolah.
c. Acute Streptococcal Pharyngitis

Group A B- hemolytic streptococcus (GABHS) infeksi saluran


napas bagian atas (radang tenggorokan) bukan merupakan penyakit
serius, tetapi efek bagi anak merupakan resiko serius. Acute Rheumatic
Fever (ARF) penyakit radang sendi, dan sistem saraf pusat dan Acute
glomerulonephiritis, infeksi akut ginjal kerusakan permanen dapat
dihasilkan dari ini gejala sisa terutama ARF.
d. Otitis Media Akut

Otitis media akut terjadi hingga 30 % pada infeksi saluran nafas


akut. Di negara berkembang yang pelayanan medisnya tidak adekuat,
penyakit ini mugkin yang berperan terjadinya perforasi kendang telinga
atau ketulian. Infeksi telinga yang berulang dapat menyebabkan
mastoiditis yang pada gilirannya dapat menyebarkan infeksi ke meningen
(selaput otak). Otitis media ini disebabkan oleh terbuntunya saluran tuba
eustachius oleh karena rinitis dan bisa juga karena alergi. Gejalanya
ditandai dengan adanya peradangan lokal, otorrhea, otalgia, demam dan
bisa juga malaise. Oleh karena akumulasi mukus dan cairan sebagai
akibat dari odema pada tuba eustachius, bakteri dapat menginfeksi pula.
Yang paling sering menyerang anak-anak adalah bakteri streptokokus
pneumoniae, haemophilus influenzae, dan moraxella catharralis.
e. Influenza

Influenza atau “flu” disebabkan oleh tiga ortomyxoviruses, dengan


antigenik yang berbeda. Tipe-tipe A dan B yang menyebabkan penyakit
epiddemic dan tipe C yang tidak penting secara epidemiologis. Virus
mengalami perubahan signifikan dari waktu ke waktu. Perubahan utama
terjadi pada interval biasanya 5 sampai 10 tahun yang disebut antigenic
shift: variasi minor di dalam subtipe yang sama antigenic drift, terjadi
hampir setiap tahun. Karenanya, antigenic drift dapat mempengaruhi
virus, secara memadai yang mengakibatkan kerentanan individu, ke jenis
yang sebelum mereka diimunisasi atau terinfeksi.
f. Sinusitis

Sinusitis adalah infeksi pada mukosa rongga sinus paranasal.


Dengan gejala hidung tersumbat, sekret dari hidung yang kental jernih
atau berwarna, berbau, nyeri tekan pada daerah wajah atau pipi, bisa
disertai batuk, demam tinggi, nyeri kepala dan malaise. Terjadinya bisa
akut yang berlangsung kurang dari 30 hari, sub akut yang berlangsung
antara 30 hari sampai dengan 6 minggu, dan kronis jika berlangsung
lebih dari 6 minggu. Penyebab bisa oleh karena bakteri, virus atau
penyebab yang lain, seperti: polip, alergi, infeksi gigi serta
tumor. Bakteri penyebab yang paling sering adalah streptokokus
pneumoniae, haemophilus influenzae, dan moraxella catharralis.
Ditularkan lewat kontak langsung dengan penderita melalui udara. Dan
seharusnya dapat dicegah dengan pemakaian masker serta cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan penderita.
g. Laring Akut

Infeksi laring akut adalah penyakit umum pada anak-anak dan


remaja. Bayi dan anak kecil memiliki keterlibatan yang lebih umum.
Virus adalah faktor yang biasa menyebabkan dan keluhan utama a dalah
suara serak yang disertai dengan gejala pernapasan atas lainya misalnya,
(coryza, sakit tenggorokan, hidung tersumbat) dan manifestasi sistemik
(misalnya, demam, sakit kepala, myalgia).
4. Faktor-faktor yang menyebabkan ISPA

ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia. Infeksi bakterial


merupakan penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi
Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,
Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain grup Mixovirus (virus influenza,
parainfluenza, respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus,
echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia
albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans. Selain itu ISPA pada
anak disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu tentang ISPA.
5. Faktor Internal yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada anak

a. Status Gizi

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas
ini akan berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak. Pertumbuhan
yang baik dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan
tingkat kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang
terhambat biasanya disertai dengan status imunologi yang rendah
sehingga balita mudah terkena penyakit. Anak dibawah lima tahun adalah
kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi
dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
kelompok umur yang lain.Balita yang kurang gizi mempunyai risiko
meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang mempunyai status gizi
yang baik.21Setiap tahun kurang lebih 11 juta balita diseluruh dunia
meningal karena penyakit-penyakit infeksi yang salah satunya adalah
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Salah satu
faktor yang dapat menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status
gizi, dimana status gizi yang kurang merupakan hal yang memudahkan
proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh pada balita.
6. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kejadian ISPA

a. Faktor ibu

a) Pengetahuan

1). Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh


manusia melalui pengamatan panca indera. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunkan indera atau akal budinya utuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Penerimaan
seseorang terhadap suatu perilaku baru karena suatu rangsangan adalah
melalui proses kesadaran (awareness). Merasa tertarik (interest),
menimbang (evaluation), mencoba (trial) dan akhirnya subjek
berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus (adaption).
2). Tingkatan Pengetahuan.

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah


dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkat pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
2) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan dan


menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian
sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi
mengenai masalah-masalah hubungan antar bagian serta prinsip
yang digunakan dalam organisasi materi pelajaran. Memahami
diartikan sebagai suatu mampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
3) Memahami (Understanding)

Memahami diartikan sebagai suatu mampuan menjelaskan


secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.
4) Sintetis (Synthetic).

Kemampuan sintetis merupakan kemampuan untuk


menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan, seperti
merumuskan tema, rencana, atau melihat hubungan/abstrak dari
berbagai informasi atau fakta. Jadi kemampuan merumuskan suatu
pola atau struktur baru berdasarkan informasi dan fakta.
5) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real
(sebenarnya). Misalnya menggunakan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan menyelesaikan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan


pengetahuan untuk membuat suatu penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
dapat bersifat internal dan dapat bersifat relevan dengan maksud
tertentu.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain :

a) Pendidikan

Pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan


dan makin tinggi pendidikannya makin mudah untuk menerima
dan mencari informasi baik itu dari orang lain atau media massa.
Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan
rendah tidak berarti mutlak pengetahuan rendah pula. Pengetahuan
seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya
akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama


untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan
banyak tantangan. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
c) Lingkungan

Segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik


lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap masuknya pengetahuan ke dalam individu
yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik maupun tidak yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
d) Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang


dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan
pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan,
namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan
maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam
emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
e) Umur

Adalah individu menghitung mulai usia sejak lahir sampai


berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari yang sebelum tinggi dewasanya.
4) Pengetahuan ibu

Tingkat pengetahuan ibu berperan besar terhadap kejadian


pneumonia pada balita. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan. semakin tinggi pendidikan responden, diharapkan
wawasan yang dimilikinya akan semakin luas sehingga
pengetahuanpun juga akan meningkat, danini merupakan salah salah
satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pneumonia.
5) Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan


wawancara atau kuisoner yang menyatakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Pengukuran
pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan
seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan
dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu baik (>75%-100%),
cukup (56%-75%), kurang (>56%).
b. Faktor lingkungan rumah

1) Kebiasaan Merokok Anggota keluarga.

Kebiasaan merokok dapat menyebabkan saluran nafas mengalami


iritasi akibat asap rokok yang dihirup secara langsung maupun secara
pasif akibat merokok di rumah. Hal ini mengakibatkan kadar COHb di
dalam darah meningkat. Anak-anak lebih mudah terserang pneumonia
dan masalah pernafasan lainya jika mereka tinggal di lingkungan yang
tercemar asap dan keberadaan anggota keluarga yang memiliki kebiasaan
merokok menjadi faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada bayi.
2) Ventilasi kurang memadai

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara dari


ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar
oksigen yang optimum bagi pernapasan.
b) Membebaskan udara dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat
pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
c) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

d) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

e) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan radiasi


tubuh, kondisi evaporasi ataupun keadaan eksternal.
f) Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai


sarana untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang
keluar dan masuk dalam ruangan. Luas ventilasi yang kurang dapat
menyebabkan suplai udara segar yang masuk ke dalam rumah tidak
tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar rumah juga tidak
maksimal. Dengan demikian, akan menyebabkan kualitas udara.
3) Kepadatan Hunian

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkatkan faktor


polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada
hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari
bronkopnemonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara,
tingkat sosial, dan pendidikan memberikan korelasi yang tinggi pada
faktor ini.
Kepadatan dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,
dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan cepat terjadi
pencemaran udara di dalam rumah.
Rumah dikatakan padat apabila penghuninya jika perbandingan
luas lantai seluruh ruangan rumah dengan jumlah penghuni kecil lebih
dari 10 m2 /orang. Sedangkan ukuran yang digunakan untuk luas lantai
ruang tidur minimal 3 m2 per orang untuk mencegah penularan
penyakit (misalnya penyakit pernapasan) jarak antara tepi tempat tidur
yang satu dengan yang lain minimum 90 cm.)
7. Pencegahan ISPA pada anak

a) Berhati–hati dalam mencuci tangan dengan melakukannya ketika merawat


anak yang terinfeksi pernapasan.
b) Anak dan keluarga diajarkan untuk menggunakan tisu atau tangannya
untuk menutup hidung dan mulutnya ketika batuk/bersin.
c) Anak yang terinfeksi pernafasan sebaiknya tidak berbagi peralatan pribadi
apapun.
d) Untuk mencegah kontaminasi virus lakukan cuci tangan dan jangan
menyentuh mata dan hidung.
e) Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudarannya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi
dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan anggota
keluaga lain yang sedang sakit ISPA.
f) Upayakan ventilasi ruangan/rumah cukup.

g) Hindarkan anak dari paparan asap rokok.

8. Pengobatan

a. Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan


di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selama
10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberikan kotrimoksasol atau mungkin dengan pemberian
kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotik
pengganti seperti ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.
c. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Sejarah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah menjadi penyakit umum bagi
masyarakat. ISPA berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah.Penyebab dari infeksi
saluran pernapasan pada umumnya yaitu dikarenakan adanya berbagai
mikroorganisme, namun yang terbanyak yakni karena adanya infeksi virus dan
bakteri (Depkes RI, 2005).Penyakit yang termasuk kedalam ISPA adalah
influenza,campak,faringitis, trakeitis, bronchitis akut,bronkiolitis dan pneumonia.
Hasil laporan riset kesehatan atau riskesdas pada tahun 2013 sebanyak 25%.
Kejadian ISPA di indonesia pada tahun 2013 menunjukan insiden sebesar 1,8 %
dan pravelensi sebesar 4,5% . ISPA tertinggi pada kelompok 1-4 tahun yaitu
25%.di NTT kasus ispa tertinggi yaitu sebesar 41,7 %
b. Demografi
Menurut data yang dapat di kumpulkan mencakup komposisi penduduk(anak,rem
aja,dewasa atau lansia),orang yang tidak memiliki tempat tinggal,orang yang
tinggal sendirian,keluarga,dan karakteristik komunitas.Data dapat di peroleh dari
sensus penduduk dan perumahan,badan perencanaan local (kelurahan, kecamatan,
kabupaten, provinsi), arsip daerah, dinas kesehatan serta melakukan observasi
data yang di kumpul dapat berupa karakteristik umum dan jenis kelamin jenis dan
tipe keluarga status pernikahan stastistik vital
c. Nilai dan keyakinan
Data yang dapat di peroleh mencakup tempat beribada, homogenitas masyarakat,
penggunaan pekarangan rumah,dan kebun. tanda kesenian, budaya warisan
leluhur yang ada serta peninggalan yang bersejarah yang ada.data-data di peroleh
melalui observasi langsung di masyarakat atau wawancara perkelompok dan
survey.
d. Keamanan
Jenis layanan perlindungan yang tersedia, dengan pelayanan kesehatan masih
sangat minim di karenakan puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya belum
tersedia di daerah pedesaan tersebuat oleh karena itu masyarakat belum
mendapatkan pemahaman terkait ISPA.
e. Rekreasi
Data dapat mencakup pusat atau tempat permainan anak- anak, bentuk rekreasi
yang ada di masyarakat maupun fasilitas rekreasi yang ada di pedesaan .Data
dapat di peroleh dari wawancara maupun observasi
Pengkajian subsistem
1. Pendidikan
Data ini meliputi ketersediaan sekolah,kondisi sekolah, perpustakaan badan yang
mengurus pendidikan di daerah tersebut terkait dengan fugsinya, reputasi
sekolah yang ada,isu utama tentang pendidikan di daerah tersebut, angka putus
sekolah ketersediaan aktifitas ekstrakurikuler,pelayanan kesehatan sekolah,dan
perawat kesehatan dan perawat sekolah. Data dapat di peroleh dari wawancara
2. Ekonomi
Data ekonomi meliputi keadaan komunitas. Data yang di peroleh sebagian besar
penduduk bekerja sebagai pedagang dan karyawan suaswta, dan sebagianya IRT.
Data didapatkan dari hasil wawancara atau observasi
3. Keamanan dan transportasi
Data ini meliputi bagaimana masyarakat melakukan perjalanan dengan
kendaraan pribadi dan umum, jalur kusus (pejalan kaki, bersepeda, dan
pengendara motor, dan penyadang cacat)
4. Lingkungan fisik
Data lingkungan fisik meliputi kondisi geografis, musim, dan cuaca yang sangat
mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit ISPA.
Lingkungan perumahan meliputi kualitas air minum dan air bersih yang dapat di
jadikan indicator pencemaran tinja dalam air, tersedianya sarana buang air besar
yang memenuhi syarat yang dapat mencegah penularan hepatitis melalui tinja,
dan keberadaan sampah di sekitar rumah yang dapat memicu datanya lalat
sebagai penularan penyakit hepatitis.
5. Pelayanan kesehatan sosial
Data dapat meliputi kejadian akut atau kronis di masyarakat adanya
fasilitas,sosial seperti (rumah singgah,pengobatan tradisional,pengobatan
alternative,klinik ,rumah sakit prlayanan rumah sakit pribadi prtugas
kesehatann,pelayanan kesehatan masyarakat pusat, kedaruratan,fasilitas
pelayanan kesehatan mental)
1. Analisa data

NO masalah keperawatan
Data komunitas
1. Ds :Berdasarkan hasil Defisit kesehatan
wawancara dan observasi komunitas
didesa x beberapa bulan berhubungan dengan
terakhir penyakit yang paling kurang nya
banyak adalah ispa ketidakmampuan
Do : berdasarkan hasil masyarakat dalam
wawancara dengan memelihara kesehatan
masyarakat, masi banyak lingkungan.
masyarakat yang lalai dalam
menjaga kesehatan,masi
membuangan sampah
dimana- mana, dan juga
lingkungan yang kurang
sehat,kotor yang
mengakibatkan meningkatnya
kasus ispa.
2. Diagnosa
Defisit kesehatan komunitas berhubungan dengan kurang nya ketidakmampuan
masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan,
3. Intervensi keperawatan
No DX Tujuan / luaran Intervensi
1. Defisit kesehatan Luararn  : status
komunitas kesehatan komunitas 1. Manejemen lingkungan
berhubungan dengan (L12108) komunitas
kurang nya 1. Kepatuhan terhada I.14515
ketidakmampuan standar kesehatan Observasi
masyarakat dalam lingkungan  Lakukan skrining resiko
memelihara kesehatan 2. Sistem surveilens gangguan kesehatan
lingkungan, kesehatan lingkungan
3. Pemantaun  standar
kesehatan Teraputik
komunitas  Libatkan  masyrakat
dalam memelihara
kesehatan lingkungan
Edukasi
 berikan pendidikan
kesehatan untuk
kelompok resiko
kolaborsi
 kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam
program kesehatan
komunitas untuk
menghadapi resiko yang
diketahui
4. implementasi
pelaksanaa keperawatan komunitas menggunakan 3 metode :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasiakan ke populasi sehat pada umunya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan kusus terhadap status penyakit. Seperti
kegiatan penyuluhan penyakit, pemberian imunisasi
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang di lakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan di temukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnose dini dan intervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atu kelainan sehingga memperpendek
waktuk sakit dan tingkat keparahan
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tesier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian individu
pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidak mampuan keluarga.
Pencegahan ini di mulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidak mampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.
5. Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan agregat dengan hasil yang di
harapkan. evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan criteria evaluasi,
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dkk, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Gramik Fakultas
Kedokteran Universitas Air Langga, Surabaya.
Anonim, 1992, Pedoman Penggunaan Antibiotik Rasional, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonima, 2002, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita,. Dit.Jen.PPM-PLP, Jakarta.
Anonimb, 2002, Buku Ajar Ilmu KEsehatan Anak, Infeksi, dan Penyakit
Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
(http://www.isfijatim.org).
Arsyad S., Efiaty dan Iskandar, N., 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Banker, A. W., Bint, A. J., 2003, Urinary Tract Infections, in Walker, R.,
Edward, A., (eds.) Clinical Pharmacy and Theurapeutic, 3rd Edition, 542-
543, Churchill Livingstone, Vk.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley,P.C, 1998, Pharmaceutical Care
Practice, The Mc, Graw Hills Companies.

Anda mungkin juga menyukai