ASKEP Dila
ASKEP Dila
PENYAKIT ISPA
Oleh :
Kelompok 8
Oktavianus Dawa
Romario Atolo
Rudy Faah
A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015). Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta
orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak, dan orang
lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah.
ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang serta salah satu
penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 kasus, Pakistan 10 juta
kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus. Semua kasus
ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit (Dirjen PP & PL, 2012).
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014) dan 63,45%
(2015). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di
rumah sakit (Kemenkes RI, 2015). Terdapat lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat
(28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
berdasarkan umur terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%). Penyakit ini lebih
banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi ekonomi menengah ke bawah
(Kemenkes, 2013)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Tanda dan gejala ISPA sedang meliputi tanda dan gejala pada
ISPA ringan ditambah satu atau lebih tanda dan gejala seperti pernafasan
yang lebih cepat (lebih dari 50 kali per menit), wheezing (nafas menciut-
ciut), dan panas 390C atau lebih. Tanda dan gejala lainnya antara lain
sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga yang belum lebih dari dua
minggu, sakit campak.
c. Gejala ISPA Berat
a. Status Gizi
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas
ini akan berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak. Pertumbuhan
yang baik dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan
tingkat kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang
terhambat biasanya disertai dengan status imunologi yang rendah
sehingga balita mudah terkena penyakit. Anak dibawah lima tahun adalah
kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi
dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
kelompok umur yang lain.Balita yang kurang gizi mempunyai risiko
meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang mempunyai status gizi
yang baik.21Setiap tahun kurang lebih 11 juta balita diseluruh dunia
meningal karena penyakit-penyakit infeksi yang salah satunya adalah
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Salah satu
faktor yang dapat menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status
gizi, dimana status gizi yang kurang merupakan hal yang memudahkan
proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh pada balita.
6. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kejadian ISPA
a. Faktor ibu
a) Pengetahuan
1) Tahu (Know)
a) Pendidikan
8. Pengobatan
NO masalah keperawatan
Data komunitas
1. Ds :Berdasarkan hasil Defisit kesehatan
wawancara dan observasi komunitas
didesa x beberapa bulan berhubungan dengan
terakhir penyakit yang paling kurang nya
banyak adalah ispa ketidakmampuan
Do : berdasarkan hasil masyarakat dalam
wawancara dengan memelihara kesehatan
masyarakat, masi banyak lingkungan.
masyarakat yang lalai dalam
menjaga kesehatan,masi
membuangan sampah
dimana- mana, dan juga
lingkungan yang kurang
sehat,kotor yang
mengakibatkan meningkatnya
kasus ispa.
2. Diagnosa
Defisit kesehatan komunitas berhubungan dengan kurang nya ketidakmampuan
masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan,
3. Intervensi keperawatan
No DX Tujuan / luaran Intervensi
1. Defisit kesehatan Luararn : status
komunitas kesehatan komunitas 1. Manejemen lingkungan
berhubungan dengan (L12108) komunitas
kurang nya 1. Kepatuhan terhada I.14515
ketidakmampuan standar kesehatan Observasi
masyarakat dalam lingkungan Lakukan skrining resiko
memelihara kesehatan 2. Sistem surveilens gangguan kesehatan
lingkungan, kesehatan lingkungan
3. Pemantaun standar
kesehatan Teraputik
komunitas Libatkan masyrakat
dalam memelihara
kesehatan lingkungan
Edukasi
berikan pendidikan
kesehatan untuk
kelompok resiko
kolaborsi
kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam
program kesehatan
komunitas untuk
menghadapi resiko yang
diketahui
4. implementasi
pelaksanaa keperawatan komunitas menggunakan 3 metode :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasiakan ke populasi sehat pada umunya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan kusus terhadap status penyakit. Seperti
kegiatan penyuluhan penyakit, pemberian imunisasi
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang di lakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan di temukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnose dini dan intervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atu kelainan sehingga memperpendek
waktuk sakit dan tingkat keparahan
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tesier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian individu
pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidak mampuan keluarga.
Pencegahan ini di mulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidak mampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.
5. Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan agregat dengan hasil yang di
harapkan. evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan criteria evaluasi,
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dkk, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Gramik Fakultas
Kedokteran Universitas Air Langga, Surabaya.
Anonim, 1992, Pedoman Penggunaan Antibiotik Rasional, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonima, 2002, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita,. Dit.Jen.PPM-PLP, Jakarta.
Anonimb, 2002, Buku Ajar Ilmu KEsehatan Anak, Infeksi, dan Penyakit
Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
(http://www.isfijatim.org).
Arsyad S., Efiaty dan Iskandar, N., 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Banker, A. W., Bint, A. J., 2003, Urinary Tract Infections, in Walker, R.,
Edward, A., (eds.) Clinical Pharmacy and Theurapeutic, 3rd Edition, 542-
543, Churchill Livingstone, Vk.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley,P.C, 1998, Pharmaceutical Care
Practice, The Mc, Graw Hills Companies.