Eugene Pauly atau yang popular sebagai E.P, menderita ensefalitis vital, penyakit akibata sejenis virus yang relatif tak berbahaya dan menyebabakan herpes labialis, lepuhan kulit, dan infeksi ringan di kulit. Tapi, dalam kasus-kasus langka, virus itu bisa masuk ke otak, menimbulkan kerusakan parah dengan menggerogoti lipatan-lipatan halus jaringan di mana pikiran, mimpi kita berdiam. Hasil pindaian kepalanya menampakkan bayang-bayang menyeramkan di dekat pusat otaknya. Virus itu telah menghancurkan jaringan berbentuk oval di dekat tempat tempurung kepala dan tulang belakangnya bertemu. Dan ia menjadi seseorang yang berbeda, dimana ia hanya bisa mengingat hal- hal di masa lalu sebelum penyakit ini muncul di dalam dirinya, dan tidak bisa mengingat hal-hal yang baru saja terjadi. Ia hanya dapat mengingat hal yang terjadi 20 detik yang lalu, dan lupa ketika 20 detik itu telah berlalu. Setelah kondisi fisiknya membaik, ia pulang ke rumah. Istrinya, Beverly, mengajaknya jalan keluar rumah untuk mengelilingi blok tempat tinggal mereka setiap harinya. Dokter dan peneliti memeberitahu agar Eugene untuk selalu di awasi karena jika ia keluar rumah sendirian, ia akan tersesat dan tidak tahu di mana rumahnya. Hingga suatu ketika, Beverly mengganti bajunya di dalam kamar, ketika keluar ia menyadari Eugene tidak ada di rumah, ia panik dan mencari ke rumah-rumah tetangga—lingkungan tempat tinggal mereka memiliki rumah yang terlihat sama semua—dan mengelilingi blok yang biasa Eugene dan Beverly lewati. Namun, Eugene tak terlihat, hingga Beverly pulang ke rumah untuk menelepon polisi. Ternyata, hal tak terduga terjadi, Eugene sedang menonton televisi di dalam rumah, dan ia tidak mengingat bahwa dia sudah berjalan ke luar dan kembali lagi ke rumah. Hal ini membuat peneliti melakukan percobaan terhadap tikus-tikus yang sudah dipasang lusinan kabel mikroskopik di dalam kepala mereka sebagai sensor-sensor mungil untuk mencatat perubahan apa pun di dalam otak mereka. Saat dibedah, tengkorak setiap tikus disisipi apa yang terlihat seperti joystick kecil dan lusinan kabel mungil. Lorong itu dibuat sedemikian rupa sehingga setiap tikus ditempatkan dibelakang partisi yang terbuka ketika bunyi klik keras diperdengarkan. Akhirnya, tikus-tikus tersebut di tempakan dalam Lorong berbentuk T dengan coklat di satu ujungnya. Awal percobaan, tikus-tikus ini sulit untuk mendapat ganjaran—coklat—karena ia harus mengendus-endus dan menggaruk-garuk dindingnya, dan seringkali salah berbelok di pertigaan T, hingga akhirnya menemukan ganjaran yang tersedia itu. Setelah mengulangi percobaan mereka berkali-kali, tikus- tikus tak lagi mengendus-endus pojokan dan salah belok. Mereka malah semakin cepat melintasi Lorong. Dan di dalam otak mereka, sesuatu yang tak terduga terjadi: ketika setiap tikus belajar cara menemukan jalan dalam Lorong, aktivitas mentalnya berkurang. Seiring semakin otomatisnya rute yang mereka tempuh, setiap tikus semakin sedikit berpikir. Internalisasi itu—lari lurus, belok kiri, lahap coklat—mengandalkan ganglia basal. Ganglia basal adalah pusat bagi pengingatan pola dan bekerja berdasarkan pola-pola tersebut. Dengan kata lain, ganglia basal menyimpan kebiasaan meskipun sebagian besar lain otak tertidur. Begitu lah yang terjadi juga oleh Eugene. Walaupun ia tidak mengingat hal-hal yang baru saja terjadi, ia masih bisa kembali ke rumah nya setelah berjalan-jalan sendirian. Namun, ketika ditanya di mana, yang mana rumahnya, ia tidak tahu, dan berjalan menuju rumahnya. Proses di dalam otak kita ini merupakan suatu lingkar bertahap tiga. Pertama, ada tanda (cue), pemicu yang memberitahu otak untuk memasuki mode otomatis dan kebiasaan mana yang harus digunakan. Kemudian ada rutinitas (routine), yang bisa jadi fisik, mental, ataupun emosional. Terkakhir, ada ganjaran (reward), yang membantu otak Anda mengetahui apakah lingkar ini patut diingat untuk masa depan. Lama-kelamaan, lingkar ini menjadi otomatis. Kebiasaan bukanlah takdir. Kebiasaan bisa diabaikan, diubah, ataupun diganti. Namun alasan mengapa penemuan lingkar kebiasaan begitu penting adalah bahwa hal itu mengungkapkan kebenaran mendasar: ketika kebiasaan muncul, otak berhenti turut-serta penuh dalam pengambilan keputusan. Otak berhenti bekerja keras, atau mengalihkan focus ke tugas-tugas lain. Kebiasaan tak pernah benar-benar hilang. Kebiasaan diprogramkan ke dalam struktur otak kita, dan itu merupakan keuntungan besar bagu kita, sebaba menyebalkan sekali bila kita harus belajar lagi cara menyetir setiap kali pulang liburan. Tanpa lingkaran kebiasaan, otak kita akan padam, kewalahan mengahadapi segala tetek-bengek kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang ganglia basalnya rusak akibat cedera atau penyakit seringkali lumpuh secara mental. Tanpa ganglia basal, kita kehilangan akses ke ratusan kebiasaan yang kita andalkan setiap hari. Tapi, pada waktu yang sama, ketergantungan otak kepada rutinitas otomatis bisa berbahaya. Kebiasaan seringkali tak hanya mendatangkan manfaat, melainkan juga kutukan. Kebiasaan sungguk kuat, namun rapuh. Kebiasaan muncul di luar kesadaran kita, atau dengan sengaja dirancang. Kebiasaan seringkali terjadi tanpa izin kita, namun bisa dibentuk ulang dengan mengutak-atik bagiannya. Pengaruh kebiasaan dalam membentuk kehidupan kita jauh lebih besar daripada yang kita sadari—bahkan kebiasaan sedemikian kuat sampai-sampai otak kita terus bergantung kepada kebiasaan tanpa mempedulikan segala sesuatu yang lain, termasuk akal sehat.