Anda di halaman 1dari 34

TUGAS PBL

SKENARIO 2

Disusun oleh : KELOMPOK C6


1. Anung Irawan P 16700087
2. Setya Puspa K 16700089
3. Ririn Halimatus S 16700091
4. Reza Wijdan A 16700093
5. Agnes Poppy M 16700095
6. Esa Erlinda I.S.R 16700097
7. Ni Luh Putu Ayu Monika S 16700099
8. Erma Rusdiana 16700101

PEMBIMBING TUTOR : dr. Maria Sugeng, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.............................................................................................................1
BAB I
SKENARIO................................................................................................................2
BAB II
KATA KUNCI...........................................................................................................3
BAB III
PROBLEM.................................................................................................................4
BAB IV
PEMBAHASAN........................................................................................................5
BAB V
HIPOTESIS AWAL/DIFFERENTIAL DIAGNOSIS...............................................21
BAB VI
ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS..............................................................22
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS).........................................................................31
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS.....................................................................................32
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH........................................................34
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI..........................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................39

1
BAB I

SKENARIO

Nn. Anisa 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan utama nyeri di libang hidung kanan
sejak 3 hari yang lalu. Dirasa makin nyeri, cekot-cekot.

2
BAB II

KATA KUNCI

1. Nyeri di lubang hidung kanan


2. Sejak 3 hari lalu
3. Semakin lama semakin nyeri, cekot-cekot

3
BAB III

PROBLEM

1. Apa diagnosis dari keluhan pasien tersebut?


2. Kelainan apa saja yang dapat menimbulkan keluhan yang sama dengan kasus diatas?
3. Bagaimana cara menegakkan diagnosa?
4. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus ini?
5. Apakah kemungkinan komplikasi kelainan yang dapat ditimbulkan pada kasus tersebut?

4
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Batasan
B. Anatomi/Histologi/Fisiologi
1. Anatomi
a. Hidung
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang
dari nares anterior hingga koana di posterior yang memisahkan rongga
hidung dari nasofaring. Septum nasi membagi tengah bagian hidung
dalam menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior.
Bagian inferior kavum nasi berbatasan dengan kavum oris dipisahkan
oleh palatum durum. Ke arah posterior berhubungan dengan nasofaring
melalui koana. Di sebelah lateral dan depan dibatasi oleh nasus
externus. Di sebelah lateral belakang berbatasan dengan orbita : sinus
maksilaris, sinus etmoidalis, fossa pterygopalatina, fossa pterigoides.

Gambar 1. Anatomi kavum nasi

1). Dasar hidung


Dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
horizontal os palatum. Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis
superior dan inferior, dan tulang-tulang os nasale, os frontale lamina
cribrosa, os etmoidale, dan corpus os sphenoidale. Dinding medial

5
rongga hidung adalah septum nasi. Septum nasi terdiri atas kartilago
septi nasi, lamina perpendikularis os etmoidale, dan os vomer.
Sedangkan di daerah apex nasi, septum nasi disempurnakan oleh kulit,
jaringan subkutis, dan kartilago alaris major.

2). Dinding lateral


Dinding lateral dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu di
anterior terdapat prosesus frontalis os maksila, di medial terdapat os
etmoidal, os maksila serta konka, dan di posterior terdapat lamina
perpendikularis os palatum, dan lamina pterigoides medial. Bagian
terpending pada dinding lateral adalah empat buah konka. Konka
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior kemudian
konka yang lebih kecil adalah konka media, konka superior dan yang
paling kecil adalah konka suprema. Konka suprema biasanya akan
mengalami rudimenter. Diantara konka-konka dan dinding lateral
hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus.
Terdapat tiga meatus yaitu meatus inferior, media dan superior.

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang


sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media.
Resesus sfenoetmoidal terletak di posterosuperior konka superior dan
di depan konka os spenoid. Resesus sfenoetmoidal merupakan tempat
bermuaranya sinus sfenoid.Meatus media merupakan salah satu celah
yang di dalamnya terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan
bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media
yang letaknya menggantung, pada dinding lateralnya terdapat celah
berbentuk bulan sabit yang disebut sebagai infundibulum. Muara atau
fisura berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius
dengan infundibulum dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior
dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti
laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Ostium sinus frontal,
antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior bermuara di infundibulum.
Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian
anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus
frontal.

Meatus nasi inferior adalah yang terbesar di antara ketiga


meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-
kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril

6
3). Septum Hidung

2. Gambar 2. Anatomi septum hidung


3.
Septum membagi kavum nasi menjadi ruang kanan dan kiri.
Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid,
bagian anterior oleh kartilago septum, premaksila dan kolumela
membranosa. Bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista
maksila, krista palatina dan krista sfenoid. Pada bagian depan septum
terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut Pleksus
Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial
dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber
epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arteri. Vena di vestibulum dan struktur luar
hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus
kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga
merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi
hingga ke intrakranial.

7
Gambar 3. Vaskularisasi Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan


sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang
berasal dari n.oftalmikus (N.V1). Rongga hidung lainnya, sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan
persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau
otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut
sensoris dari n.maksila (N.V2), serabut parasimpatis dari n.petrosus
superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus
profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di
atas ujung posterior konka media.
Nervus olfaktorius turun dari lamina kribrosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu
pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

8
Gambar 4. Inervasi hidung

b. Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya
darilingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 mdengan berat kira-
kira 16%berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta
merupakan cerminkesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitive,bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras,
dan juga bergantung padalokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit
mempunyai berbagai fungsi sepertisebagai perlindung, pengantar haba,
penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit
berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam,warna merah
muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada
genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003).
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit
yang tebaldan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang
tipis terdapat padamuka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda,
2003).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama
yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis.
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak
(Tortora, Derrickson, 2009).
1). Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum
korneum adalah lapisankulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa
lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung
di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti
dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki
(Djuanda,2003).

9
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar
ini terdiriatas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel
yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya
proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung
glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke
permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun
terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atasprotoplasma dan
tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk
penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003).
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang
tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini
terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan
protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain
oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang
merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti
gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003).
2). Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan
elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu
bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol
kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan
yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat
lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil.

10
Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda,
2003).
3). Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan
penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda,
2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak
di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan
anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare
juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran
lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat saluran getah
bening (Djuanda, 2003).
4). Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan
kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang
kecil-kecil, terletak dangkal didermis dengan sekret yang encer, dan
kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih
kental (Djuanda, 2003).
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan
dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk
spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh
permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila.

11
Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003).
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin
pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas
mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit,
asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).
Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di
telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin
karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi
sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut
dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum
mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan
kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah
kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta
mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian
kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang
terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai
badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku
tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per
minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis
yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang
kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium (Djuanda,
2003).
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang
berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang
merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada
sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak
pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang
dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak,
rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi
hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut
velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun

12
dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen
berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase
katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,,
nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003).

Gambar 5. Anatomi Kulit

2. Histologi
a. Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologi dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan
selalu basah
karena
diliputi oleh
palut lendir
(mucous
blanket) pada

13
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
goblet.

Gambar 1. Histologi Hidung

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang


penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya
untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing
yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan
menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung
tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara
yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan .

b. Kulit
Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis dan
lemak subkutan (Price, 2005).
1. Epidermis
Epidermis terdiri atas 5 lapisan sel penghasil keratin (keratinosit)
yaitu:

1). Stratum basal (stratum germinativum), terdiri atas selapis sel


kuboid atau silindris basofilik yang terletak di atas lamina
basalis pada perbatasan epidermis-dermis,
2). Stratum spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid, atau agak gepeng
dengan inti ditengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang
yang terisi berkas filamen,
3). Stratum granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng
yang sitoplasmanya berisikan granul basofilik kasar,
4). Stratum lusidum, tampak lebih jelas pada kulit tebal, lapisan ini
bersifat translusens dan terdiri atas lapisan tipis sel epidermis
eosinofilik yang sangat gepeng,
5). Stratum korneum, lapisan ini terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng
berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi

14
skleroprotein filamentosa birefringen, yakni keratin (Junqueira,
2007).

2. Dermis
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum
papilare di sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam
a). Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel
jaringan ikat lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan 10
makrofag. Dari lapisan ini, serabut lapisan kolagen khusus
menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke dalam dermis.
Serabut kolagen tersebut mengikat dermis pada epidermis dan
disebut serabut penambat,
b). Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur
(terutama kolagen tipe I), dan oleh karena itu memiliki lebih banyak
serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilar (Junqueira,
2007).
Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Di daerah

kulit tertentu, darah dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena
melaui anastomosis atau pirau arteriovenosa. Pirau ini berperan sangat
penting pada pengaturan suhu. Selain komponen tersebut, dermis
mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea (Junqueira,2007).

15
Gambar 2.

Fotomikrograf sediaan kulit tebal

3. Fascia superficialis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara
longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit
bergeser di atasnya. Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang
jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi
sesuai dengan status gizi yang bersangkutan. Lapisan ini juga disebut
sebagai jaringan subkutan dan jika cukup tebal disebut panikulus
adiposus (Junqueira, 2007).

16
Gambar 3. Struktur kulit dan jaringan subkutan

3. Fisiologi
a. Hidung
1). Sebagai jalan nafas
Pada saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior lalu naik ke
atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Pada saat ekspirasi udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti
jalan yang sama seperti udara inspirasi,. Tetapi di bagian depan aliran
udara terpecah, sebagian kembali ke belakang membentuk pusaran dan
bergabung dengan aliran dari nasofaring.
2). Pengatur kondisi udara
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara diperlukan untuk
mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini
dilakukan dengan cara :
- Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari
lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi
sebaliknya.
- Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.
Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih

o
37 C.

3). Sebagai penyaring dan pelindung


Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dan dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum

17
nasi, silia dan , palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan
melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan
dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia. Enzime yang dapat menghancurkan
beberapa jenis bakteri, disebut lysozyme.
4). Indera penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indera penghirup dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini
dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan
kuat.
5). Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau.
6). Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle
turun untuk aliran udara.

7). Refleks nasal


Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa
hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau
tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pancreas.
b. Kulit
1).     Fungsi proteksi, 
            Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-
zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, alkali
kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar
ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.

18
     Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan
kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis.
   Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar
matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi
karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia
dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak
zat-zat kimia dan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit
berkisar pada pH 5 - 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap
infeksi bakteri maupun jamur. Proses kreatinisasi juga berperan sebagai sawar
(barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2). Fungsi absorbsi, 
            Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap oksigen dan karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara
saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar.
3).   Fungsi ekskresi, 
            Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak beguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuhberupa NaCl, urea, asam urat, dana amonia.
Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya
memproduksi serum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amonion, pada
waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi
melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit
pada pH 5 - 6.5.
4).  Fungsi persepsi, 

19
        Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yang terletak di
dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap
rabaan, demikian pula badan markel ranvier yang terletak di epidermis.
Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di epidemis. Saraf-
saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
5). Fungsi pengaturan suhu tubuh, (termoregulasi), 
   Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan
pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup
baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis. Pada bayi biasannya
dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi
ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih
banyak mengandung air dan Na.
6).   Fungsi pembentukan pigmen, 
 Sel [pembentuk pigmen(melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf .perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1.
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih
berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell.
Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion
Cudan oksigen. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi
melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit
sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag(melanofor).
Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga
oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten

4. Patofisiologi

20
5. Patomekanisme

21
A. Jenis-jenis Penyakit yang Berhubungan
1. Folikulitis
2. Furunkel
3. Karbunkel
B. Gejala Klinis
 Identitas :
Nama : Nn. Anisa
Umur : 25 Tahun
Alamat : Dukuh Kupang
Pekerjaan : SPG
 Riwayat Penyakit Sekarang
1. Nyeri dilubang hidung kanan sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu
2. Lubang hidung terasa nyeri dan cekot – cekot
3. Kalau disentuh nyeri
4. Jerawat kecil berwarna kemerahan, disamping jerawat ada rambutnya
 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Sebelumnya belum pernah sakit seperti ini, tidak ada polip hidung

22
2. Tidak memiliki riwayat alergi
 Riwayat Pengobatan
1. Belum pernah diobati
 Riwayat Penyakit Keluarga
1. Anggota keluarga tidak ada yang seperti ini
 Riwayat Sosial
1. Suka makan kacang – kacangan
2. Suka mengorek hidung dengan kuku panjang
C. Pemeriksaan Fisik Penyakit
1. Kesadaran: Compos Mentis
2. Keadaan umum: Baik
3. Vital sign:
 Tensi : 130/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36.8°C
 a/i/c/d :-/-/-/-
4. Kepala Leher : Normal
5. Thorax : Normal
6. Abdomen : Normal
7. Extremitas :
 Akral, hangat
8. Status Lokalis :
 Papula merah dengan diameter 5mm di lubang hidung kanan
 Nyeri tekan (+)
D. Pemeriksaan Penunjang Penyakit
Pada skenario ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, tapi apabila igin memastikan
diagnosis yang lebih tepat maka dapat dilakukan Kultur swab hidung agar dapat
mengetahui kuman atau bakteri penyebab papula.

BAB V

23
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

A. Folikulitis

B. Furunkel

C. Karbunkel

24
BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

A. Folikulitis

1. Gejala Klinis

Folikulitis adalah infeksi di folikel rambut yang disebabkan bakteri dan menyerang


area yang terdapat foliel rambut seperti: dagu laki-laki yang mencukur jenggotnya
dan aksila.

2. Pemeriksaan Fisik
o Lokalisasi : daerah kulit berambut, paling sering pada kulit kepala dan
ekstremitas.
o Efloresensi : makula eritematosa, papula, pustula, dan miliar sampai
lentikular, regional sesuai dengan pertumbuhan rambut. Terlihat pustula
folikuker kecil dan berbentuk kubah, sering ditembus oleh rambut halus.
Krusta tipis dapat menutupi muara folikel yang menyembul. Biasanya lesi
banyak, meskipun lesi tunggal dapat terjadi. Masing-masing lesi saling
terpisah, yang diantarai kulit normal, tanpa ada kecenderungan untuk
bergabung.
3. Pemeriksaan Penunjang

 Gambaran histopatologi : Khas, terdapat pustula subkorneal di muara


folikel rambut. Folikel rambut tampak edematosa dengan sebukan sel-sel
radang akut. Infiltrate peradangan terdiri dari netrofil yang mengelilingi
bagian atas folikel. Pada bentuk kronik, terdapat abses folikuler yang
segera berubah menjadi nekrosis.

 Pemeriksaan bakteriologis dari sekret lesi dengan pewarnaan Gram

25
B. Furunkel

1. Gejala Klinis
Furunkel adalah infeksi di folikel rambut yang mengalami nekrosis berbentuk
(bisul) benjolan berisi nanah kemudian menjalar ke jaringan bawahnya dengan
membentuk abses dalam tempat yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadisetelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single
follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang
kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahandengan granulasi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis darifurunkel
menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak
subkutan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yangdikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram
S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram
positif)bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kultur pada medium agar
MSA(Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus.

C. Karbunkel

1. Gejala Klinis
Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa furunkel yang meluas ditandai dengan
abses pada kulit jaringan subkutan. Bagian posterior leher dan bokong sering
terkena karena permukaan kulitnya tebal dan tidak elastis.

2. Pemeriksaan Fisik
 Lokalisasi : sering pada tubuh yang berambut dan mudah terkena iritasi,
gesekan, atau tekanan; atau pada daerah yang lembap seperti ketiak,
bokong, punggung, leher, dan wajah.
 Efloresensi : mula-mula berupa macula eritematosa lentikular-numular
setempat, kemudian menjadi nodula lentikular-numular berbentuk kerucut.
Dalam satu minggu terjadi supurasi dan pus keluar melalui beberapa muara

26
folikel. Kemudian muara-muara ini bersatu dan terbentuklah nekrosis
sebagai jaringan mati berwarna kuning, yang jika dibuang akan terbentuk
cekungan seperti kawah. Lesi yang sembuh akan membentuk parut.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Gambaran histopatologis : berupa abses yang dibentuk oleh limfosit dan
leukosit PMN, mula-mula pada folikel rambut. Pada bagian bawah folikel
rambut (dalam jaringan subkutis), abses dapat pula mengandung
stafilokokus. Pembuluh darah mengalami dilatasi. Terjadii nekrosis
kelenjar dan jaringan sekitar kemudian membentuk inti yang dikelilingi
oleh daerah dilatasi vaskuler, lekosit, dan limfosit.
 Pemeriksaan bakteriologis dari sekret

27
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa Nn. Anisa mengeluh nyeri pada lubang hidung
kanan sejak 3 hari yang lalu. Semakin lama nyeri semakin bertambah dengan sifat nyeri
cekot-cekot. Dari pemeriksaan fisik didapakan papula berwarna kemerahan pada lubang
hidung kanan dengan diameter 5mm, disamping papula tersebut ditumbuhi rambut. Nn.
Anisa mengaku tidak pernah mempunyai riwayat penyakit hidung dan suka makan
kacang.
Dari pemeriksaan diatas, maka kelompok kami meyimpulkan bahwa hidung kanan
Nn. Anisa terdapat Furunkel.

28
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK

Keluhan Utama: Nyeri pada lubang hidung 1. Kesadaran: Compos Mentis


kanan; 2. Keadaan umum: Baik
RPS: 3. Vital sign:

1. Nyeri lubang hidung kanan sejak 3  Tensi : 130/80 mmHg


hari yang lalu  Nadi : 90 x/menit
2. Lubang hidung kanan nyeri dan makin  RR : 20 x/menit
cekot-cekot
 Suhu : 36.8°C
3. Saat palpasi didapatkan papula
kemerahan diameter 5mm,  a/i/c/d :-/-/-/-
disampingnya ditumbuhi rambut 4. Kepala Leher : Normal
4. Nyeri tekan (+)
5. Thorax : Normal
5. Belum pernah berobat ke dokter
6. Abdomen : Normal
RPD:
7. Extremitas :
1. Tidak pernah sakit seperti ini  Akral, hangat
2. Hipertensi (-)
8. Status Lokalis :
3. Kencing Manis (-)
4. Alergi (-)  Papula merah dengan diameter
5mm di lubang hidung kanan
RPK:
 Nyeri tekan (+)
A. Folikulitis
1. Tidak ada keluarga seperti ini

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Pada skenario ini tidak dilakukan
1. Folikulitis
pemeriksaan penunjang, tapi apabila
2. Furunkel
igin memastikan diagnosis yang lebih 3. Karbunkel
tepat maka dapat dilakukan Kultur
swab hidung agar dapat mengetahui
kuman atau bakteri penyebab papula.

HIPOTESA AKHIR

Furunkel pada hidung kanan

29
BAB IX

STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH

A. Prinsip Tindakan Medis


Pengobatan tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi permulaan yang belum
berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik oral. Kompres
hangat akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan. Ditujukan untuk
bisul kecil atau baru tumbuh, langkah-langkah di bawah ini dapat membantu infeksi
sembuh lebih cepat dan mencegah penyebaran:
1. Kompres hangat. Tempelkan waslap hangat atau kompres ke daerah kulit yang
terkena bisul selama 15 menit beberapa kali sehari. Cara ini akan membantu bisul
cepat matang, mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
2. Jangan pernah memencet bisul sendiri. karena akan mempermudah penyebaran
infeksi.
3. Mencegah kontaminasi. Cuci tangan dengan bersih setelah mengobati bisul dengan
cara diatas. Juga, cuci pakaian, handuk atau kompres yang telah menyentuh bisul,
hal ini untuk mencegah bisul timbul lagi, terutama jika Anda sering mengalami
bisul yang berulang
B. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat sistemik (per oral)
 Antibiotik
Penicillin 4x200-500mg/ hari
Amoxycillin 3 x 250-500mg/hari
 Analgesik antiinflamasi
Asam mefenamat 3 x 250-500mg/hari
Ibuprofen 3 x 250-500mg/hari
b. Obat topical
Salep yang mengandung basitrasin dan neomisi, asam fusidat, natrium
fusidat, atau mengandung mupirosin.
2. Non-Farmakologi
Meningkatkan hygiene

30
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Prognosis
Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis kurang
baik apabila terjadi rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan
tubuh. Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi yang tepat
dan adekuat. Beberapa pasien juga bisa mengalami komplikasi bakteremia dan
bermetastasis ke organ lain.
B. Komplikasi

Tedapat beberapa komplikasi dari penyakit infeksi ini. Sebagian besar kasus, akan sembuh
tanpa dilakukan pengobatan medis, dan sangat jarang komplikasi muncul. Namun, apabila
muncul komplikasi, maka dapat ditemukan beberapa kondisi berikut ini, seperti:
a. Furunkel malignan : yaitu furunkel yang timbul pada daerah segitiga yang dibatasi
oleh bibir atas dan pinggir lateral kedua mata, oleh karena dapat meluas ke dalam intra
kranial melalui vena facialis dan anguular emissary dan juga pada vena tersebut tidak
mempunyai katup sehingga menyebar ke sinus cavernosus yang nantinya bisa menjadi
meningitis.
b. MRSA : komplikasi yang dapat muncul juga disebut dengan MRSA. MRSA atau
metisilin resisten staphylokokus aureus adalah infeksi furunkel yang resisten teradap
berbagai antibiotik. Infeksi ini lebih serius dan mungkin diperlukan tes kepekaan
antibiotik sebelum diberikan sebagai pengobatan penunjang. Beberapa jenis antibiotik
yang dapat digunakan adalah jenis vankomisin.
c. Selulitis bisa terjadi apabila furunkel menjadi lebih dalam dan meluas.
d. Bakterimia dan hematogen : bakteri berada di dalam darah dapat mengenai katup
jantung, sendi, spine, tulang panjang, organ viseral khususnya ginjal.
e. Furunkel yang berulang, hal ini disebabkan oleh higine yang buruk

10.1 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien

Penyampaian suatu prognnosis terhadap pasien atau keluarga pasien haruslah baik dimana
seorang dokter harus memikirkan tempat yang baik dan pribadi untuk menyampaikan suatu berita
tentang penyakitnya, mulai memikirkan apa saja yang akan dokter sampaikan mengenai informasi

31
dari penyakit yang di derita pasien sehingga pasien atau keluarga pasien dapat menerima dan
menanggapi perasaan pasien atau keluarga pasien untuk memperlihatkan rasa peduli.

10.2 Tanda Untuk Merujuk Pasien

Jika prognosis ke depannya jelek dan ada komplikasi yang lebih berat, dengan sarana dan
prasarana yang tidak memadai, maka dokter harus merujuk pasien secepatnya ke pelayanan
sekunder.

10.3 Peran Pasien / Keluarga Untuk Penyembuhan

1. Keluarga memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.


2. Keluarga pasien menemani pasien selama menjalani pengobatan guna memberi dukungan
secara moral.
3. Peran keluarga membimbing pasien untuk meminum obat secara teratur.
4. Pasien mau menjalani pengobatan sebagaimana yang di rujuk oleh dokter kepada pasien.
5. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

10.4 Pencegahan Penyakit

Baik bisul furunkel maupun karbunkel bisa dicegah dengan cara menjaga kebersihan tubuh dan
lingkungan. Jika kondisi tubuh bersih maka bisul pun tidak akan timbul . Bayi dan anak-anak
merupakan yang paling sering diserang karena anak-anak biasanya sering bermain dan sering
kotor. Jika sudah timbul bisul maka jangan dipencet. Hal ini akan memperparah karena
menyebabkan kerusakan jaringan lainnya yakni kulit yang berongga. Selain itu, bisa disertai
dengan konsumsi antibiotic yang diminum. Tetapi pemberian obat-obatan antibiotic tersebut
haruslah disertai dengan resep dokter.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. KalbeMed, http://kalbemed.com/Portals/6/07_243Leptospirosis.pdf, diakses pada 17


April 2018
2. Depkes RI, http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=15022400002, diakses pada 17 April
2018

3. A, Rahmawati. Pengaruh Pemberian Permen Karet Xylitol Terhadap Penurunan


Keluhan Xerostomia pada Pasien Radioterapi Kepala dan Leher. Semarang. UNDIP;
2013
4. Soejoto, Soetedjo, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwanti RD, et al.
Lecture Notes Histologi II. Semarang: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro;2010.
5. Djuanda, S., dan Sri A. S., 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al., ed. 3 Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Soepardiman L. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. 5TH Ed. Jakarta:
FKUI. 2007: p. 296-298.
7. http://repository.unimus.ac.id/286/1/bahan%20ajar%20kulit.pdf, diakses pada 01
oktober 2018
8. Djuanda, A. Pioderma. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke lima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Hal 60.2. Abdullah, Benny

9. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta: EGC;2005
10. Junqueira, L.C. 2007. Persiapan Jaringan untuk Pemeriksaan Mikroskopik. Histology

Dasar : Teks dan Atlas. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
11.

33

Anda mungkin juga menyukai