Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN VI

SISTEM PENCERNAAN

Disusun oleh :

NAIDA SINTIANI

200106119

Dosen Pengampu :
1. Dr. Apt. Dwintha Lestari, M.Si.
2. Zulkaida, S. Farm., M.S. Farm.
3. apt. Abdulrahman Ridho, M. Farm

Asisten :
1. Farid Maulana, S. Farm
2. Khusnul Rizaldi

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2021
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1. Menentukan proses pencernaan kimiawi di mulut.
2. Menentukan proses pencernaan kimiawi di lambung oleh enzim pepsin.
3. Menentukan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin.
4. Menentukan proses pencernaan kimiawi di usus halus.
5. Menentukan proses absorpsi glukosa di usus halus.
1.2 Perinsip
Dapat mengetahui peroses pencernaan kimiawi didalam mulut,Mengetahui enzim
yang yang berperan dalam system pencernaan kimiawi dalam lambung serta mengetahui
bagian bagian anatomi pada system pencernaan dan dapat memenentukan peroses pencernaan
kimiawi usus halus serta peroses absorpsi glukosa di usus halus.

BAB II TEORI DASAR

Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan, tanpa makanan makhluk hidup akan sulit
dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari. Setiap makanan memiliki kandungan gizi yang berbeda
misalnya protein, karbohidrat, dan lemak yang merupakan salah satu contoh gizi yn didapatkan
dari makanan (Fathoni, AR, 2016 : 10). Makanan yang kita makan tidak dapat langsung diserap
dan digunakan oleh tubuh akan tetapi harus dicerna terlebih dahulu oleh organ-organ pencernaan
(Mauludin, 2017 :117). Dalam proses pencernaan manusia, makanan mengalami pengurangan
ukuran untuk membantu melepaskan nutrisi yang tertanam agar mudah masuk ke aliran darah
untuk akhirnya diserap oleh sel-sel tubuh (Kong, 2008 : 67). Enzim adalah katalisator biologis
dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim sendiri merupakan protein
yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari sel. Enzim yang dikeluarkan dari sel digunakan
untuk pencernaan diluar sel atau di dalam rongga pencernaan. Sedangkan enzim yang
dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan dalam sel itu sendiri. Enzim pencernaan
yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pancreas, dan
mukosa usus (Fitriliyani, 2011 : 16). Enzim amylase menghidrolisis pati dan glikogen menjadi
polisakarida yang lebih kecil dan disakarida maltose (Aulia, 2020 : 4).
Sistem pencernaan juga disebut perut, saluran alimentary atau jalur gastrointestinal yang
bertugas untuk mengkonversi makanan apapun yang masuk ke dalam tubuh menjadi nutrisi untuk
kemudian didistribusikan ke semua bagian dari tubuh manusia sebagai tenaga. Proses konversi
tersebut membuat manusia dapat melakukan fungsi sistematis dengan tenaga sebagai sumber
kekuatannya (Situmorang, 2016 : 55-60). Pencernaan makanan memiliki dua jenis proses yaitu
pencernaan mekanis dan kimiawi. Pencernaan mekanis merupakan suatu proses yang melibatkan
organ-organ pencernaan sedangkan pencernaan kimiawi adalah suatu proses yang melibatkan
kelenjar-kelenjar pencernaan (Mauludin, 2017 : 117). Menurut Harahap (2019 : 152)
mengatakan bahwa sistem pencernaan manusia merupakan proses penyederhanaan atau
pengemasan makanan baik secara mekanik maupun kimiawi serta pembuangan sisa-sisanya
dilangsungkan oleh berbagai struktur yang bergabung di dalam sistem pencernaan. Sistem
pencernaan manusia juga dikatakan sebagai saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses pencernaan yaitu pengunyahan,
penelanan, dan pencampuran dengan menggunakan enzim dan zat cair yang terbentang dari mulut
sampai anus. Selain itu sistem pencernaan merupakan proses pencernaan pada manusia yang
berawal dari mulut lalu masuk ke kerongkongan, kemudian ke lambung, usus dua belas jari, usus
halus, usus besar dan berakhir di anus (Harahap, 2019 : 152).
Penceraan makanan pada manusia terjadi secara mekanis yaitu proses mengubah ukuran
makanan dari ukuran besar menjadi ukuran lebih kecil dan kimiawi ialah proses pengubahan
bentuk makanan menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan bantuan enzim pencernaan
makanan diawali sejak makanan masuk ke mulut dan berkahir di usus yang menghasilkan sari-
sari makanan lalu diserap tubuh melalui pembuluh darah yang ada di dinding. Lalu, sari makanan
di edarkan ke seluruh tubuh, sisanya yang tidak diserap dan digunakan tubuh akan dibuang
melalui lubang pengeluaran (Saputra, 2016 : 3).
Fungsi utama dari bakteri usus adalah untuk menyediakan jalur biokimia penting untuk proses
pencernaan, seperti yang ada terlibat dalam metabolism karbohidrat, menghasilkan pemuihan
energy dan substrat yang diserap oleh inang dan juga mewakili sumber energy dan nutrisi
(Gherardi, 2017 : 06).
Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Saluran pencernaan tersusun atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus.
Kelenjar pencernaan adalah alat yang menghasilkan enzim atau getah pencernaan, yang terdiri
atas kelenjar ludah, hati, dan pancreas. Disepanjang saluran pencernaan makanan mengalami
pencernaan secara mekanis dan kimiawi (Saputra, 2016 : 03).
Slamet Prawiharono mengemukakan maca-macam organ pencernaan beserta pengertiannya
sebagai berikut, (1) mulut; (2) kerongkongan; (3) lambung; (4) usus halus; (5) usus besar. Mulut,
organ pencernaan yang bertugas pertama untuk proses pencernaan makanan yang berfungsi untuk
menghancurkan makanan yang masuk sehingga berukuran cukup kecil yang dapat ditelan masuk
dengan bantuan lidah dan gigi untuk menghancurkan makanan dimana lidah untuk
membolakbalikan makanan sedangkan gigi untu proses pencernaan secara mekanis tetapi dimulut
juga terjadi pencernaan secara kimiawi (Sunggu, 2019 : 156).
Kerongkongan, setelah mengunyah makanan di dalam mulut kemudian masuk hingga ke
lambung dengan melalui saluran kerongkongan. Fungsi dari kerongkongan itu sendiri untuk
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Di dalam leher manusia terdapat dua buah saluran
yaitu kerongkongan yang letaknya di belakang dan tenggorakan yang letaknya di depan.
Kerongkongan merupakan organ yang akan emnyambungkan mulut dengan lambung manusia
(Sunggu, 2019 : 156).
Lambung adalah alat pencernaan yang mirip dengan bentuk kantung. Pada dinding sebuah
lambung terdapat susunan dari otot-otot yang berbentuk memanjang, melingkar dan menyorong.
Hal tersebut memungkinkan makanan yang akan masuk ke dalam lambung dibolakbalik sehingga
nanti nya kaan menjadi halus (Sunggu, 2019 : 156).
Usus halus, setelah makanan dicerna di dalam lambung, akan terus masuk ke usus halus,.
Adapun usus halus ini terdiri atas tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum) dan usus penyerap (ileum). Usus dua belas jari dan usus kosong ini berperan untuk
pencernaan sebuah makanan yang secara kimiawi. Kemudia di usus dua belas jari ini kantong
empedu dan pancreas akan mengeluarkan pencernaannya (Sunggu, 2019 : 156).
Vili atau jonjot usus dapat dijumpai pada usus kosong atau jejunum dan usus penyerapan atau
ileum karena hubungannya dengan luas permukaan. Vili berfungsi untuk memperluas bidang
penyerapan zat-zat makanan, sehingga organ yang memilikinya pasti berhubungan dengan fungsi
tersebut (Kurniasih, 2017 : 09).
Usus besar, zat yang tidak terserap oleh usus halus akan masuk ke dalam usus besar atau biasa
disebut dengan kolon. Selanjutnya maka akan terjadi penyerapan air dan pembusukan dari sisa-
sisa makanan oleh bakteri yang telah membusuk. Pembususkan dilakukan oleh bakteri yang hidup
dalam usus. Pada akhirnya nanti makanan akan dikeluarkan dengan bentuk kotoran atau feses
melalui anus atau dengan proses defekasi (Sunggu, 2019 : 156).
Secara spesifik organ yang termasuk dalam sistem pencernaan terbagi menjadi dua kelompok
yaitu, saluran pencernaan dan organ pencernaan tambahan. Saluran pencernaan adalah saluran
yang berlanjut berupa tabung yang dikelilingi otot, mencerna makanan, memecahnya menjadi
bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian tersebut menuju pembuluh darah. Organ yang
termasuk di dalamnya ialah mulut, faring, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar.
Dalam usus besar makanan akan dibuang keluar tubuh melalui anus (Fathoni AR, 2016 : 10).
Organ pencernaan tambahan berfungsi untuk membantu saluran pencernaan dalam melakukan
kerjanya. Gigi dan lidah terdapat dalam rongga mulut, kantung empedu serta kelenjar pencernaan
akan dihubungkan dengan sebuah saluran. Kelenjar pencernaan tambahan akan memproduksi
secret yang berkontribusi dalam pemecahan bahan makanan. Gigi, lidah, kantung empedu
beberapa kelenjar pencernaan seperti kelenjar ludah, hati dan pancreas (Fathoni AR, 2016 : 10).
Menurut Harahap (2019 : 152-153) ada beberapa bagian yang perlu diketahui dalam sistem
pencernaan manusia yaitu, (1) zat-zat yang terdapat dalam makanan; (2) fungsi zat-zat makanan;
(3) struktur dan fungsi organ dalam sistem pencernaan; dan (4) proses pencernaan.
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama manusia, susunan pembentuk karbohidrat yaitu
karbon, hydrogen, dan oksigen. Protein disusun oleh asam amino esensial dan non esensial yang
memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang merupakan senyawa yang panjang. Protein juga
merupakan senyawa penyusun utama enzim dan antibody serta cairan tubuh seperti darah dan
susu. Zat makanan yang dimakan dibutuhkan tubuh sebagai sumber energy (Harahap, 2019 : 153)
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat
disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk
membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah
atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu)
sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar
(Pearce, 2009 : 172).
Didalam air liur atau air ludah terkandung zat yang dapat membantu proses penyembuhan
luka pada manusia yang disebut dengan Histatin, Histatin adalah protein yang dihasilkan oleh air
liur yang dipercaya dapat membunuh bakteri-bakteri jahat pada luka. Fakta ini juga menjawab
mengapa luka pada mulut, seperti luka setelah pencabutan gigi dapat sembuh lebih cepat
dibandingkan dengan luka pada kulit atau tulang (Surjadi, 2012 : 15).
Air liur juga berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan di dalam mulut seperti
membersihkan makanan dan sel-sel mati di dalam mulut, mengikat makanan menjadi bola
sehingga dapat ditelan, membersihkan makanan yang tersisa dan bakteri dari gigi, mencegah
lapisan rongga mulut menjadi kering, menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur di
dalam mulut, menetralisir asam dari makanan yang dimakan, dan membantu menumbuhkan
enamel gigi yang rusak karena kalsium dan kadar phospor. Dan masih banyak lagi manfaat ludah
bagi kesehatan manusia (Colby, 1988: 45-48).
Saliva secara normal sedikit asam (dapat berubah sedikit dengan perubahan kecepatan
aliran dan perbedaan waktu dalam sehari). Dengan adanya sistem buffer pada saliva, pH akan
kembali netral setelah 20 menit terpapar karbohidrat yang berkonsistensi cair dan 40-60 menit
pada karbohidrat yang berkonsistensi padat (Pradanta, 2016 : 158).

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
No Nama Alat Fungsi
1 Beker glass Untuk menampung bahan kimia berupa larutan
2 Cover gelas Untuk menutup objek glass
3 Objek glass Untuk menyimpan metilen biru
4 pH indikator Untuk menentukan pH saliva
5 Penangas air Untuk menciptakan suhu yang konstan
6 Plastik Untuk menutup gelas kimia yang berisi putih telur
dan pensin
7 Rak tabung reaksi Untuk menyimpan tabung reaksi yang berisi pati
8 Tabung reaksi Untuk mereaksikan dua larutan kimia atau lebih

3.1.2 Bahan
No Nama Bahan Fungsi
1. Air dingin dan Untuk membuat pasta kani
tepung tapioka
2. Cuka Untuk diteteskan ke saliva
3. Garam empedu Untuk menentukan kerja garam empedu terhadap
pencernaan lemak
4. HCl Untuk menjaga pH campuran putih telur+pensin
5. Larutan pasta Untuk uji pencernaan pati di mulut
amilum
6. Larutan benecit Untuk menguji keberadaan gulu pereduksi dalam
suatu sampel
7. Larutan iodium Untuk mengetahui apakah suatu bahan makanan
mengandung amilum atau zat pati
8. Minyak sayur yang Untuk menentukan minyak yang terdispersi atau
disudah dicampur teremulsi
warna
9. NaOH 40% Untuk menetralkan campuran putih telur+pensin
10 5 mL NaOH Untuk membasakan saliva
11. Pensin Untuk uji pencernaan protein di lambung
12. Putih telur Untuk uji pencernaan protein di lambung
13. Saliva Untuk menentukan komponen saliva
14. Serum darah dan Untuk menentukan kecepatan pencernaan terhadap
larutan pankreatin albumin

3.2 Prosedur
3.2.1Anatomi Sistem Pencernaan
Lengkapi bagian-bagian anatomi organ sistem pencernaan yang
terdapat dalam modul
3.2.2. Pemeriksaan Komponen Saliva
a. Uji Mikroskopik
Diwarnai satu tetes saliva dengan metilen biru dan ditempatkan
di atas object glass. Kemudian, ditutuplah dengan cover glass. Lalu,
diamati di bawah mikroskop adanya sel epitel, butir-butir lemak,
leukosit dan bakteri.
b. Pengamatan pH Normal Saliva
Ditentukan  pH saliva dengan menggunakan kertas pH
indikator (Indikator Universal) dan diamati
c. Membuktikan Adanya Mucin
Diambil sedikit saliva kemudian ditetesi dengan cuka. Diamati
apakah terjadi endapan atau tidak jika adanya endapan menunjukkan
bahwa pada saliva terdapat mucin.
d. Membuktikan Adanya Protein
Diambil 5 ml saliva, lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi.
Lalu, dilakukan uji Biuret dengan cara:
Dibasakan saliva melalui penambahan 5 ml NaOH encer. Kemudian,
ditambahkan Cu-sulfat 1% tetes demi tetes. Diamati, jika adanya
protein ditunjukkan oleh terjadinya warna merah ungu.

3.2.3. Pencernaan Pati di Mulut


a) Pencernaan Pati Oleh Saliva
Dibuat pasta kani dengan cara tepung aci atau tapioka
dilarutkan dalam air dingin kemudian dipanaskan. Lalu, dimasukan 20
mL pasta amilum ke dalam gelas kimia, dan ditambahkan 10 tetes
saliva. Diaduk hingga merata, dibiarkan 1 menit. Setelah satu menit,
dilakukan 2 hal berikut secara bersamaan:
. Diambil satu tetes larutan pasta amilum + saliva dan diteteskan
pada plat tetes, kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan iodium.
Diambil 3 tetes larutan amilum + saliva. Kemudian,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan Benedict.
Lalu, diamati apakah telah terjadi hilangnya kekeruhan larutan.
Hilangnya kekeruhan larutan ini menunjukkan bahawa pati telah
melarut.
Setiap menit berikutnya dilakukan lagi hal yang sama seperti langkah
di atas (ambil 1 tetes larutan pasta amilum + saliva yang diuji dengan
larutan iodium dan 3 tetes larutan pasta amilum + saliva yang diuji
dengan larutan Benedict). Dilakukan terus sampai tercapai titik
akromik melalui tahap-tahap berikut:
1. Larutan pasta amilum + saliva dengan iodium : timbul warna
biru jernih
2. Larutan pasta amilum + saliva dengan larutan Benedict :
kekeruhan hilang.
3. Larutan pasta amilum + saliva dengan iodium : timbul warna
merah. Hal ini menunjukkan amilum telah menjadi
eritrodekstrin.
Larutan amilum + saliva dengan iodium : lama kelamaan
menimbulkan larutan yang tidak berwarna. Hal ini menunjukkan
bahwa proses pemecahan amilum telah menghasilkan akromodekstrin.
Tahap ini disebut titik akromik.
Jika telah tercapai titik akromik, dipanaskan semua tabung reaksi (yang
berisi campuran pasta amilum +saliva dengan larutan benedict) di
penangas air yang mendidih, selama 5 menit. Sebagai pembanding
digunakan tabung berisi larutan benedict yang dicampur dengan 2 ml
glukosa 10% dan dibiarkan menjadi dingin. Diamati perubahan warna
yang terjadi. Perubahan warna yang terjadi dapat dijadikan indikator
apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dalam saliva dan
proses pencernaan tersebut telah sampai ke tahap mana.

b) Pengaruh Suhu dan pH terhadap Aktivitas Amilase Saliva


Dikumpulkan saliva secukupnya dari seorang sukarelawan,
kemudian disiapkan larutan kontrol. Lalu, disiapkan 1 seri tabung
kontrol sebagai berikut (untuk dibandingkan dengan hasil eksperiman):
1. Disiapkan dan beri label 2 buah tabung:
Tabung 1 : 1 tetes pati + 2 tetes iodine (ganti betadine)
Tabung 2 : 1 tetes aquades + 2 tetes larutan iodine
2. Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut:
Tabung 1 : terjadi warna biru hitam (hasil uji positif terhadap
pati).
Tabung 2 : terjadi warna kekuning-kuningan (hasil uji negatif
terhadap pati).
c) Pengamatan Pengaruh Suhu
Disiapkan inkubator (kukusan) untuk tiap suhu tersebut. Lalu,
disiapkan 4 tabung, beri nomor (1-10) dan susun dalam rak tabung.
Kemudian, ditambahkan satu tetes pati dalam (bentuk pasta) pada
tabung-tabung tersebut dan ditempatkan rak tabung dan wadah saliva
dalam penangas air. Dibiarkan 5 menit untuk mencapai kestabilan
termperatur. Kemudian, dicatat waktu. Ditambahkan 1 tetes saliva pada
tiap-tiap tabung dimulai dari tabung 1.
Tepat 1 menit setelah tabung 1 menerima saliva, ditambahkan 2 tetes
larutan iodium ke dalam tabung 1 tersebut. 1 menit kemudian
tambahkan 2 tetes larutan iodium ke dalam tabung 2. Dilanjutkan
penambahan larutan iodium ke tiap tabung pada interval 1 menit
sampai ke-10 tabung menerima larutan iodium. Kemudian,
dipindahkan tabung-tabung dari penangas air setelah penembahan
larutan iodium dan bandingkan dengan warna dari larutan uji dengan
warna pada kontrol untuk menentukkan waktu yang diperlukan untuk
mencerna pati.
d) Pengamatan Pengaruh Pendidihan
Pertama, disiapkan 3 tabung, beri nomor 1, 2 dan 3. Kedua,
ditambahkan 5 tetes larutan saliva ke tabung 1 dan 2. Tambah 5 tetes
aquades ke tabung 3. Ketiga ditempatkan 1 ml air dalam beaker glass
dan panaskan sampai mendidih. Ditempatkan tabung 1 dalam beaker
glass yang berisi air mendidih selama 3 menit. Keempat, ditambahkan
1 tetes pasta amilum (pati_ ke masing-masing tabung dan campur
dengan cara agitasi. Ditempatkan tabung-tabung tersebut ke dalam
penangas air pada suhu 37 C selama 5 menit. Terakhir dipindahkan
o

tabung dari penangas air dan tambahkan 2 tetes larutan iodium ke


masing-masing tabung tersebut. 
e) Pengamatan Pengaruh pH
Disiapkan 9 tabung, beri nomor 1-9. Lalu, ditambahkan 1 tetes
larutan dapar sebagai berikut: pH 5 ke tabung 1, 4 dan 7; pH 7 ke
tabung 2, 5 dan 8; pH 9 ke tabung 3, 6 dan 9. Kemudian, ditambahkan
2 tetes larutan saliva ke masing-masing tabung, campur dengan agitasi.
Ditempatkan tabung-tabung dalam rak dan masukkan ke penangas air
pada suhu 37 C. Biarkan 5 menit untuk mencapai suhu yang stabil.
o

Dicatat waktu, mulai dengan tabung 1, ditambahkan 1 tetes pasta ke


masing-masing tabung, dicampur dengan cara agitasi. Pada menit ke-2
ditambahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung 1, 2 dan 3. Kemudian,
pada menit ke-4 ditambahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung 4, 5 dan
6. Lalu, pada menit ke-6 ditembahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung
7, 8 dan 9. Selanjutnya, dipindahkan tabung dari penangas air setelah
penambahan larutan iodium dan bandingkan dengan

3.2.4. Pencernaan Protein di Lambung


1. Percobaan Proses Pencernaan Protein secara In Vitro
Putih telur dipotong-potong (sampai seperti telah dikunyah),
dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian, direndam putih telur tersebut
dengan larutan pesin (5%). Dicatat banyaknya putih telur dan pepsin yang
dipergunakan (sampai seluruh putih telur terendam oleh pepsin). Lalu,
ditetesi dengan HCl 0,4% sampai tercapai pH 1,5 atau 2 (gunakan indikator
universal atau pH meter). Kemudian, ditutup gelas kimia yang berisi
campuran putih telur dan pepsin dengan plastik dan inkubasikan pada suhu
37oC selama 3 hari. Dicampuran putih telur dengan pepsin ini harus sering
diaduk dan dijaga pH-nya (sekitar 1,5-2) dengan ditambahkan HCl bila perlu.
Setelah diinkubasi selama 3 hari, saring campuran putih telur + pepsin
tersebut, netralkan dengan beberapa tetes NaOH 40%. Jika masih terdapat
endapan, artinya masih terdapat protein yang belum terurai. Dalam kondisi
seperti ini maka campuran harus dipanaskan sampai mendidih, kemudian
disaring. Diambilah sedikit campuran putih telur + pepsin, kemudian
dilakukan uji Biuret. Uji Biuret dimaksudkan untuk melihat apakah sudah
terjadi hasil urai protein. Warna ungu kemerahan/merah keunguan
menunjukkan telah terjadi hasil urai protein berupa campuran proteosa
dengan pepton. Sebagai kontrol dapat digunakan pepton. Diambil sedikit
pepton kemudian direaksikan dengan Biuret..
2. Kondisi Optimum untuk Aktivitas Pepsin (coba ganti madu atau
kefir)
Disiapkan 5 tabung reaksi. tabung 1 dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5
ml. Tabung 2 dimasukkan HCl 0,4% sebanyak 5 ml. Tabung 3 dimasukkan
pepsin 5% sebanyak 5 ml dan HCl 0,4% sampai dengan dicapai pH 1,5-2.
Tabung 4 dimasukkan pepsin 5% sebanyak 2 ml dan Na 2CO3 0,5% sebanyak
5 ml. Dan tabung 5 dimasukkan aquades sebanyak 5 ml.
Kemudian, pada tabung 1-5 masukkan sedikit protein. Lalu, dimasukkan
tabung 1-5 ke dalam inkubator (water bath) pada suhu 400C selama 30 menit.
Selanjutnya, diamati perubahan yang terjadi pada tabung 1-5 dengan cara
melakukan uji Biuret pada setiap tabung. Kemudian dicampur isi tabung 1
dan 2. Inkubasikan pada suhu 40oC selama 15-20 menit. Amati perubahan
yang terjadi.
3.2.5 Pencernaan Kimiawi di Usus Halus
a. Percobaan untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin dan Serum
Darah
Pertama disiapkan 2 buah wadah (wadah 1 dan wadah 2)
1. dimasukan 5 mL larutan pankreatin (madu atau kefir)  dan sedikit putih telur Ke
dalam wadah 1
2. dimasukan 5 mL larutan pankreatin (madu atau kefir) dan sedikit serum darah
Ke dalam wadah 2
Kemudian, diinkubasikan (kukus) wadah 1 dan 2 pada suhu 40 0C. Lalu, tiap
selang 15 menit, ambil sedikit larutan dari vial 1 dan 2, amati dengan menggunakan
uji Biuret. Lakukan terus sampai t=90 menit. Kemudian diamati perbedaan kecepatan
pencernaan oleh pankreatin terhadap albumin dengan serum darah. Hasil yang
diperoleh dicatat dalam bentuk tabel seperti dibawah ini
b. Kerja Garam Empedu terhadap Pencernaan Lemak
Disiapkan 2 buah tabung reaksi
1. diisi dengan air 5 mL ke dalam tabung 1
2. diisi dengan air dan garam empedu 5% (sama banyak) ke dalam tabung 2
Kemudian, ke dalam tabung 1 dan 2 diteteskan 1 tetes minyak sayur yang
telah dicampur dengan pewarna (Sudan). Lalu, Tabung 1 dan 2 dikocok-kocok.
Biarkan selam 5-10 menit. Kemudia, diamati dan bandingkan pada tabung yang
mana minyak terdispersi/teremulsi (terlihat dari pecahnya minyak menjadi tetesan
yang kecil-kecil) dan dijelaskan pentingnya proses emulsifikasi lemak dalam
membantu proses pencernaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan


1. Mulut 9. Lidah 17. Kolon Transversa
2.Esofagus 10. Kelenjar parotid 18. Kolon Desenden
3. Hati 11. Kelenjar Sublingual 19. Kolon Asenden
4. Kantung Empedu 12. Kelenjar Submandibular 20. Sesum
5. Duodenum 13. Faring 21. Kolon Sigmoid
6. Jejenum 14. Lambung 22. Rektum
7. Ileum 15. Pankreas 23. Umbai Cacing
8. Anus 16. Limpa 24. Anal Kanal
1. Esofagus 6. Kurvatur Mayor 11. Pilorus
2. Fundus 7. Antrum Pilori 12. Kurvatur Minor
3. Serosa 8. Kanal Pilori 13. Lapisan Oblique
4. Badan 9. Sfingter Pilori 14. Lapisan circular
5. Rugo Mukosa 10. Duodenum 15. Lapisan Longitudinal
16.Kardia
1. Kolik Fleksur kiri 9. Anal kanal 17. Arteri Mesentrik
Superior
2. Mesokolon Transversa 10. Rektum 18. Kolon Transversa
3. Apendiks epiploik  11. Umbai Cacing 19. Kolik Fleksur kanan
4. Kolon Desenden 12. Sekum
5. Mesentarium 13. Katup Ileocecal
6. Tenia Coli 14. Ileum
7. Kolon sigmoid 15. Kolon asenden
8. Sfungter Anal Eksternal 16. Haustrum

4.1.2 Pemeriksaan Komponen Saliva


 Uji Mikroskopik

 Pengam
atan pH
normal
saliva

Tabel 1 Pengamatan pH Normal Saliva


No. Perlakuan Pengamatan
1. Saliva + kertas pH indikator (Indikator Universal) Derajat keasaman atau biasa
disebut pH saliva dalam
keadaan normal berkisar
antara 6,8 - 7,2

 Membuktikan adanya mucin

Tabel 2 Hail Adanya Mucin


No. Perlakuan Pengamatan
1. Saliva + Cuka Larutan Putih keruh
Larutan terbentuk 2
lapisan:
Bawah: bening
Atas: putih

 Membuktikan adanya protein

Tabel 3 Hail Adanya Protein


No. Perlakuan Pengamatan
1. Saliva + NaOH encer + Cu-sulfat 1% Menurut Poedjiadi
(1994), hasil percobaan
menunjukkan bahwa saliva
positif menghasilkan warna
ungu, yang berarti didalam
saliva mengandung ikatan
peptide.

3. Pencernaan Pati di Mulut


 Pencernaan pati oleh saliva

Waktu setelah Warna yang terjadi pada uji Warna yang terjadi pada uji
pencampuran pasta iodium Benedict
amilum + saliva
1 menit Bening – biru gelap Biru muda
mengendap
2 menit Bening – biru gelap Hijau pudar
mengendap
3 menit Biru gelap keruh Hijau pekat
4 menit Bening – biru gelap Bening - Coklat pudar
5 menit Kuning tua sedikit pekat Bening – coklat tua
6 menit Kuning tua pekat Coklat muda keruh pekat
7 menit Kuning pudar Coklat keruh pekat
8 menit Tidak ada warna Coklat tua keruh pekat

 Pengaruh Suhu dan pH terhadap Aktivitas Amilase Saliva

No Perlakuan Pengamatan
1 1 menit : Warna biru tua
Pengaruh Suhu
menit : intesitas biru tua
berkurang

5. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus


a. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum darah

Waktu setelah pencampuran Hasil uji buret


dengan pankreatin Albumin Serum
15 menit Kuning - ungu muda atau / Kuning – ungu muda ( ++)
keruh ( + )
30 menit Kuning – ungu muda (++) Kuning – ungu muda ( +++)
45 menit Kuning – ungu muda ( +++) Kuning – ungu muda ( +++
+)
60 menit Kuning – ungu muda ( +++ Kuning – ungu muda ( ++++
+) +)
75 menit Kuning – ungu muda ( ++++ Kuning – ungu muda ( ++++
+) +)
90 menit Kuning – ungu muda ( +) Kuning – ungu muda ( ++)

 Kerja Garam Empedu terhadap Pencernaan Lemak


Hasil pengamatan gambar
Tabung 1 air 5 ml + garam ampedu 5 %+ diteteskan minyak
sayur + pewarna sudan

Tabung 2 air 5 ml + garam ampedu 5% di teteskan minyak


sayur + pewarna sudan
4.2 Pembahasan
4.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk memahami anatomi sistem pencernaan
yang dipahami melalui percobaan dengan mengisi bagian-bagian anatomi berkaitan
dengan stuktur pencernaan serta komponen dan organ-organ tersebut yang nantinya
akan bekerjasama untuk memproses makanan menjadi zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh.Mulut adalah bagian terdepan dari sistem pencernaan manusia. Mulut
dianggap sebagai pintu bagi makanan dan minuman yang telah konsumsi untuk
masuk dan diteruskan kepada sistem pencernaan selanjutnya. Bagian mulut
terdapat beberapa bagian penting, diantaranya adalah lidah.
Lidah berfungsi untuk merasakan makanan, serta memposisikan makanan agar
mudah dikunyah dan membantu makanan agar mudah ditelan. Kemudian gigi,
bagian ini berfungsi untuk mengunyah makanan yang dikonsumsi agar menjadi
lebih halus dan lebih mudah dicerna. Yang terakhir adalah ludah yang akan
membantu Anda menelan makanan dengan lebih mudah lagi dan juga
berfungsi sebagai pelindung rongga mulut.
 Bagian Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan atau Esofagus berasal dari bahasa ilmiah. Kerongkongan
merupakan lorong yang akan dimasuki makanan yang selesai di kunyah dan  telah
diproses di dalam mulut. Kegiatan ini terjadi diantara rongga mulut menuju
lambung dan melalui proses pencernaan yang selanjutnya.

Gerakan peristaltic adalah gerakan yang membantu mendorong makanan yang


sudah dikunyah agar masuk ke dalam lambung secara perlahan-lahan.
Berdasarkan penelitian makanan akan melewati kerongkongan biasanya hanya
terjadi dalam waktu 6 detik.

 Bagian Lambung
Lambung atau dalam bahasa ilmiah disebut Ventrikulus. Lambung
berbentuk seperti kantong yang menggelembung dan letaknya pada bagian kiri
dalam rongga di perut. Lambung secara garis besar terdiri dari 3 bagian. Ia
memiliki fungsi penting dalam sistem pencernaan salah satunya adalah
menghasilkan asam klorida yang akan membasmi semua mikroorganisme yang
ada pada makanan yang kita makan.
 Bagian Usus Halus
Usus Halus memiliki beberapa bagian, diantaranya adalah usus dua belas
jari, usus kosong dan usus penyerapan. Ada banyak proses kimia yang terjadi pada
usus halus, karena di dalam usus halus juga memproduksi berbagai macam enzim
yang dapat mengubah beberapa zat makanan menjadi kandungan yang dibutuhkan
tubuh agar lebih mudah diserap.

 Bagian Usus Besar


Usus besar adalah tempat sisa makanan kemudian berada dan nantinya
akan dibusukkan menggunakan bakteri Escherichia coli sehingga bisa menjadi
kotoran (feses) yang kemudian akan dibuang melalui anus.

 Rektum dan Anus


Rektum adalah bagian paling ujung dari usus besar. Rektum inilah yang
disebut sebagai jalur yang akan dilalui kotoran menuju ke tempat pembuangan
terakhirnya yaitu anus. Pada saat kotoran memasuki rektum maka itu berarti
tempat penyimpanan kotoran yang berada di atasnya sudah penuh dan pada saat
itulah seseorang akan merasakan sakit perut serta keinginan untuk buang air besar.
Sedangkan anus seperti yang kita semua ketahui merupakan lubang dimana
kotoran akan dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dibuang.

4.1.2 Pemeriksaan Komponen Saliva

a. Uji Mikroskopik
Pada percobaan ini saliva diamati di bawah mikroskop, hasil analisis
menunjukkan bahwa banyak sel terlihat dan sebagian besar sel yang terlihat adalah
sel-sel dari lapisan pipi didalam mulut, selain itu potongan makanan juga terlihat dan
juga sel darah putih. Makanan yang kita makan membuat kita terkena bakteri dan
memungkinkan bakteri untuk tumbuh. Sel darah putih didalam mulut kitalah yang
membantu melawan mereka. Bakteri dapat dilihat sebagai titik-titik kecil yang
bergerak pada mikroskop.
b. Pengamatan pH normal saliva
Saliva didalam rongga mulut mempunyai pH atau derajat keasaman yang dapat
berubah setiap saat. Menurut Dikri,dkk (2003) perubahan pH saliva dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain irama siang dan malam, diet, perangsangan kecepatan
sekresi, dan berubahnya polisakarida menjadi asam didalam rongga mulut. menuliskan
bahwa pH normal saliva berkisar antara 6,8-7,4.
a. Membuktikan Adanya Mucin
Pada hasil percobaan ini dilihat ketika saliva diteteskan cuka. terjadi endapan
yang menunjukkan adanya musin yang berfungsi sebagai pelicin rongga mulut dan
membasahi makanan sewaktu makanan dikunyah sehingga mudah ditelan. Hasil
percobaan, menunjukkan adanya musin. Namun, hanya sedikit sekali yang terlihat.
Keberadaan musin dalam air liur merupakan hal yang pasti dikarenakan fungsi musin
yang sebagai pelicin rongga mulut dan makanan agar mudah ditelan.
b. Membuktikan adanya protein
Pada percobaan ini dilakukan uji terhadap protein yang ditandai dengan
perubahan warna menjadi ungu pada sampel dengan menggunakan reagen yaitu
biuret, dimana reagen ini didapatkan dengan mereaksikan larutan NaOH dan CuSO4.
Adapun tujuan dari uji ini untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptide dalam
sampel. Dimana CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu yang nantinya
akanmembentuk kompleks protein. Penambahan NaOH berfungsiuntuk menyediakan
basa. Hasil dari hasil praktikum sampel saliva positif mengandung protein.

Sedangkan pada sampel air liur atau saliva, menurut Poedjiadi (1994) hasil
percobaan menunjukkan bahwa saliva positif menghasilkan warna ungu, yang berarti
didalam saliva mengandung ikatan peptide. Protein saliva tertentu mencegah
presipitasi, yang akan membentuk garam. Ion-ion ini bertindak sebagai penyangga ,
menjaga keasaman mulut dalam kisaran tertentu, biasanya pH 6,2-7,4. Ini mencegah
mineral dalam jaringan keras gigi agar tidak larut.

4.1.3 Pencernaan Pati di Mulut


a. Pencernaan pati oleh saliva
Pada percobaan pencernaan pati dalam mulut, hal yang pertama dilakukan adalah
mencampurkan antara saliva dengan pati yang kemudian diuji dengan uji iodium dan
uji benedict. Pada pengujian dengan iodium hasil reaksinya adalah warna biru hal ini
menunjukkan bahwa sampel positif mengandung pati. Seharusnya pada pengujian
dengan iodium ini sampai mencapai titik akromik yaitu titik dimana pereaksi tidak
dapat bereaksi lagi terhadap dengan sampel. Pada pengujian pati titik akromik
ditunjukkan dengan menjadi beningnya larutan sampel yang semula berwarna biru,
warna bening ini menunjukkan bahwa pati sudah dirubah menjadi gula sederhana
oleh enzim amilase.
b. Pengaruh Suhu dan pH Aktivitas Amilase Saliva
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan pH terhadap
aktivitas amilase saliva pada pencernaan pati. Dilakukan dengan Saliva dikumpulkan
secukupnya dari seorang sukarelawan, siapkan larutan control, kemudian siapkan 1
seri tabung kontrol sebagai berikut (untuk dibandingkan dengan hasil eksperiman):
Siapkan dan beri label 2 buah tabung, Tabung dimasukkan 1 tetes pati + 2 tetes
iodine (ganti betadine) dan tabung 2 dimasukkan 1 tetes aquades + 2 tetes larutan
iodine. Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut: Tabung 1 terjadi warna biru
hitam (hasil uji positif terhadap pati) dan tabung 2 terjadi warna kekuning-kuningan
(hasil uji negatif terhadap pati). Dari hasil pun menunjukan hasil pada tabung 1
positif karena terjadi warna biru hitam. Hasil tabung 2 negatif yang menunjukkan
warna kekuning- kuningan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya : suhu, pH,
konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat. Suhu optimum pada enzim amilase yaitu
370C. Enzim akan terdenaturasi bila dipertahankan pada suhu melebihi suhu
optimum.
c. Pengamatan Pengaruh Suhu
Dalam percobaan ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas amilase pada
suhu ruangan, suhu 200C dan suhu 37oC. dari hasil yang didapat 1 menit : Warna biru
tua 2 menit : intesitas biru tua berkurang setelah 1 menit setelah tabung 1 menerima
saliva, tambahkan 2 tetes larutan iodium ke dalam tabung 1 tersebut. Setelah 1 menit
kemudian tambahkan 2 tetes larutan iodium ke dalam tabung 2, dilanjutkan dengan
penambahan larutan iodium ke tiap tabung pada interval 1 menit sampai ke-10
tabung menerima larutan iodium

Hal ini terjadi karena pada suhu kamar, kenaikan suhu lingkungan akan
meningkatkan energy kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim
dengan substrat, sehingga enzim aktif dan keaktifannya menyebabkan amilum dapat
terhidrolisis sehingga terjadi perubahan warna pada kedua uji tersebut.
d. Pengamatan Pengaruh Pendidihan
Percobaan ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas amilase yang telah
dipanaskan sampai mendidih dengan amilase yang tidak dipanaskan. Percobaan ini
dilakukan dengan menyiapkan 3 tabung, beri nomor 1, 2 dan 3. Kemudian
ditambahkan 5 tetes larutan
saliva ke tabung 1 dan 2. Tambah 5 tetes aquades ke tabung 3, ditempatkan 1 ml air
dalam beaker glass dan panaskan sampai mendidih. Tempatkan tabung 1 dalam
beaker glass yang berisi air mendidih selama 3 menit, kemudian ditambahkan 1 tetes
pasta amilum (pati_ ke masing-masing tabung dan campur dengan cara agitasi.
Tempatkan tabung-tabung tersebut ke dalam penangas air pada suhu 37oC selama 5
menit dan pindahkan tabung dari penangas air dan tambahkan 2 tetes larutan iodium
ke masing-masing tabung tersebut. Dari hasil yang didapat kandungan amilase pada
saliva menyebabkan larutan berwarna ungu dan pada pemanasan dan suhu 37ºC
dapat meningkatkan kerja enzim
e. Pengamatan Pengaruh pH
Pada percobaan pertama mengenai pengaruh pH terhadap aktivitas enzim,
bertujuan untuk membuktikan pengaruh pH terhadap aktivitas kerja enzim,
khususnya pada enzim amilase pada saliva (air liur). Salah satu tujuan enzim amilase
adalah untuk mendegadrasi karbohidrat polisakarida menjadi karbohidrat monoksida,
yaitu dari amilum menjadi glukosa. Secara teori, enzim bekerja pada kisaran pH
tertentu dan menunjukkan kerja maksimum pada pH optimum. Di luar pH optimum
aktivitas enzim akan terganggu. Berdasarkan hasil analisis, percobaan ini
menggunakan lima variasi pH pada subtract, di antaranya yaitu pH 2, pH 5, pH 7, pH
8, dan pH 9. Subtract yang dipakai dalam percobaan ini adalah larutan pati. Hal
pertama yang dilakukan di dalam percobaan ini adalah melakukan preparasi larutan
enzim, yaitu dengan mengambil air liur dimasukkan ke dalam tabung, dan
selanjutnya ditambahkan akuades, yang berupa larutan tidak berwarna, sampai tanda
batas. Hasil yang didapat dalam analisis Pada semua pH berwarna bening.

4.1.4 Pencernaan protein di lambung


a. Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro
Pada percobaan ini mebandingkan dengan pencernaan di lambung. Putih telur di
tambah pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton dan untuk
mempercepat reaksi. Kemudian larutan di inkubasi pada suhu 37c karena enzim dapat
bekerja pada suhu tersebut. Sampel yang telah diinkubasi akan diuji dengan biuret
dan hasil reaksi adalah positif warna ungu. Maka menunjukkan bahwa protein dapat
dipecah menjadi pepton.
b. Kondisi Optimum untuk aktivitas pepsin
Pada percobaan ini diketahui bahwa suhu 40oC mampu mengaktivasi enzim
amilase untuk bekerja secara optimum untuk memecah pati. Enzim amilase bekerja
pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pada suhu 40 oC enzim amilase masih bekerja aktif
mengubah pati menjadi gula yang lebih sederhana (disakarida). Enzim merupakan
senyawa protein yang sangat peka terhadap perubahan temperatur. Semakin tinggi
temperatur akan terjadi perubahan struktur enzim yang diikuti oleh hilangnya
aktivitas katalitik dari enzim tersebut. Pada temperatur rendah, laju inaktivasi enzim
berjalan lambat dan sangat kecil, sehingga boleh diabaikan. Menurut Winarno
(1986), di Indonesia, temperatur optimum bagi proses enzimatis dilakukan pada
temperatur kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada temperatur
sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada temperatur 45oC.
Berdasarkan hasil analisis, setelah ditambahkan pepsin dan HCl menunjukkan
hasil reaksi positif karna terurai oleh pepsin. HCl dianalogikan sesperti dalam
lambung kita yang bersifat asam, keadaan inilah yang membuat enzim pepsin di
lambung bekerja. Pepsin merupakan enzim proteolitik yang memiliki pH optimum
1,4. Enzim pepsin bekerja optimum (reaksi positif) pada keadaan lingkungan asam.
Fungsi HCl pada lambung diantaranya yaitu merangsang keluamya sekretin,
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein, desinfektan,
merangsang keluarnya hormon kolesistokinin yang berfungsi merangsang empedu
mengeluarkan getahnya.

4.1.5 Pencernaan Kimiawi di Usus Halus

a. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum


darah

Pada percobaan ini mengamati kecepatan pencernaan albumin dan serum darah.
Salah satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang merupakan
protein globular (Podjiadi, 1994). Protein ini memiliki sifat-sifat yang khas, salah
stunya dapat terdenaturasi atau terjadi perubahan struktur, hal ini dapat di tandai
dengan terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat di lakukan dengan
penambahan asam, ion logam, gram divalent, atau dengan pemanasan.

Uji Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara albumin dan
serum dengan berubahnya warna. Terjadi perbedaan kecepatan pencernaan antara
sebelum dan ketika di inkubasi karena suhu mempengaruhi kelarutan, jadi
pencernaan oleh serum darah lebih cepat dibandingkan pencernaan albumin karena
ukuran partikel serum darah itu lebih kecil sehingga labih cepat di cerna. Pada
umumnya kelenjar ludah kaya dengan pembuluh darah. Pembuluh darah besar
berjalan bersama- sama dengan duktusnya pada jaringan ikat interlobularis dan
memberi cabang-cabang mengikuti cabang-cabang duktusnya kedalam lobuli,
dimana pada akhirnya ia membentuk anyaman-anyaman kapiler mengitari asinus dan
akhirnya kembali membentuk vena yang berjalan bersama-sama dengan pembuluh
darah arterinya

BAB V KESIMPULAN
 Mahasiswa dapat mengetahui proses pencernaan kimiawi di mulut yaitu dari
hasil pengujian ini dengan iodium hasil reaksinya adalah warna biru hal ini
menunjukkan bahwa sampel positif mengandung pati. Seharusnya pada pengujian
dengan iodium ini sampai mencapai titik akromik yaitu titik dimana pereaksi tidak
dapat bereaksi lagi terhadap dengan sampel
 Mahasiswa dapat mengetahui bahwa proses pencernaan kimiawi di lambung
oleh enzim pepsin yaitu setelah ditambahkan pepsin dan HCl menunjukkan hasil
reaksi positif karna terurai oleh pepsin
 kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin merupakan enzim
proteolitik yang memiliki pH optimum 1,4. Enzim pepsin bekerja optimum (reaksi
positif) pada keadaan lingkungan asam
 Dapat Menentukan proses pencernaan kimiawi di usus halus yang mana
praktikan dapat mengamati kecepatan pencernaan albumin dan serum darah. Salah
satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang merupakan protein
globular

Anda mungkin juga menyukai