Formil = Hukum Acara (jika ada pelanggaran) mengatur pelaksanaan hak &
kewajiban
Sistematis, tuntas
Contoh SUAMI/ISTRI sudah menikah harus satu kamar/meja bila cerai harus
PISAH
CAKAP :
Pidana = menuntut
Perdata = menggugat
Syarat sah nya perakwina adalah dilangsungkan dengan hokum agama dan dicatat
kalau muslim di KUA, kalo non-muslim di kantor catatan sipil
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Pasal 2
Bila ada orang yang ternyata udah kawin tapi ngakunya belum, jangan Cerai!!!!!
Minta pembatalan kawin
Syarat materill yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok dalam
melngsungkan perkawinan. Syarat materill dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Syarat materil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi
seseorang yang harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada
umumnya. Syarat itu meliputi :
a. Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 27 BW)
b. Persetujuan antara suami istri (pasal 28 KUH perdata )
c. Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki minimal berumur 18 tahun
dan wanita berumur 15 tahun (pasal 29 KUH perdata )
d. Seorang wanita pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu
300 hari setelah perkawinan terdahuu dibubarkan (pasal 34 KUH perdata)
e. Harus ada izin sementara dari orang tuanya atau walinya bagi anak-anak yang
belum dewasa dan belum pernah kawin (pasal 34 sampai dengan pasal 49 KUH
perdata )
2. Syarat materill relative adalah ketentuan yang merupakan larangan bagi
seseorang untuk kawin dengan orang tertentu. Larangan itu meliputi :
a. Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam kekeluargaan sedarah
dan kerena perkawinan.
b. Larangan karena zina
c. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya perceraian, jika
belum lewat satu tahun.
Syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam
pelaksanaan perkawinan. Syarat ini di bagi dalam dua tahapan. Syarat-syarat yang
dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan adalah :
a. Pemberitahuan akan dilaksanakan perkawinan oleh calon mempelai baik secara
lisan maupun tertulis kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan
dilangsungkan, dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan (pasal 3 dan 4 PP No.9 tahun 1975)
b. Pengumuman oleh pegawai pencatat dengan menempelkannya pada tempat yang
disediakan di kantor pencatat perkawinan. Maksud pengumuman tersebut adalah
untuk memberitahukan kepada siapa saja yang berkepentingan untuk mencegah
maksud dari perkawinan tersebut jika ada undang-undang yang dilanggar atau
alasan-alasan tertentu. Pengumuman tersebut dilaksanakan setelah pegawai
pencatat meneliti syarat-syarat dan surat-surat kelengkapan yang harus dipenuhi
calon mempelai.
Pencegahan Perkawinan
Pencegahan perkawinan merupakan upaya untuk menghalangi suatu
perkawinan antara calon pasangan suami istri yang tidak memenuhi syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Tujuan pencegahan hukum perkawinan adalah untuk menghindari suatu
perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Orang yang dapat melakukan pencegahan perkawinan adalah :
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan kebawah
2. Saudara
3. Wali nikah
4. Wali pengampu dan salah seorang dari calon mempelai dan pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Ayah kandung
6. Suami atau istri yang masih terkait dalam perkawinan dengan salah seorang
calon istri atau calon suami yang akan melangsungkan perkawinan.
7. Pejabat yang di tunjuk untuk mengawasi perkawinan
1
Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan
pegawai catatan sipil.
Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan di bidang hukum keluarga.
Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
undang-undang.
Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.
Asas Kesepakatan (Bab II Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), yaitu
harus ada kata sepakat antara calon suami dan isteri.
Asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974). Pada asasnya,
seorang pria hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang wanita hanya
boleh memiliki satu suami, namun ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU
No. 1 Tahun 1974), dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4-5.
Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah.
Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang-
undang (Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974).
Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri.
Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan dari perkawinan
tersebut.
Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.
BENDA
Apa maksud dari benda bergerak dan tidak bergerak di hukum perdata dan apa
gunanya?
Jawaban :
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”),
benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer.
Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata
(hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak
bergerak (“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan
pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-
undang.
Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul
Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44),
mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga
golongan:
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah
dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon
dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan
di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.
Lebih lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45) menerangkan bahwa untuk
kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
1. Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah
atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan
lain-lain (Pasal 509 KUHPer).
a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;
Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat dalam hal
cara penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda
tersebut, dan beberapa hal lainnya.
Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana kami sarikan,
pentingnya pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu penguasaan,
penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Kedudukan berkuasa (bezit)
Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal 1977
KUHPer). Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda tidak
bergerak, karena seseorang yang menguasai benda tidak bergerak belum tentu
adalah pemilik benda tersebut.
Terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut Pasal 1977
ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan eigendom;
karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda bergerak, pada saat itu atau
detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.
Terhadap benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karena menurut Pasal 610
KUHPer, hak milik atas sesuatu kebendaan diperoleh karena daluwarsa
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya: tanah beserta segala apa yang
terdapat di dalam dan diatas dan segala apa yang dibangun di atas
tanah itu secara tetap apa yang ditanam serta buah-buhan di pohon
yang belum diambil.