Anda di halaman 1dari 13

HUKUM PERDATA terdiri dari 2 :

Materiil = Hak & Kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat

Formil = Hukum Acara (jika ada pelanggaran) mengatur pelaksanaan hak &
kewajiban

Istikah di perdata : menggugat, penggugat, gugatan.

Dalam perdatan aturannya : memaksa, dan sukarela

Sumber hukum perdata :

Formal = sejarahnya/asal usul

Materiil = tempatnya ( KUHPer berdasarkan BW yang sudah terkodipikasi )

KUHPer ada 4 buku

Ada aturan pelaksanaanya

Sistematis, tuntas

UU bisa berlaku meskipun tidak di atur

Contoh SUAMI/ISTRI sudah menikah harus satu kamar/meja bila cerai harus
PISAH

CAKAP :

Dewasa ( 18thn/sudah kawin )

Tidak dibawah pengampuan ( CURATELE )

Tidak dalam keadaan pailit


Kalau Mau ganti nama, minta penetapan pengadilan baru ke kantor pencatatan
sipil

Pidana = menuntut

Perdata = menggugat

Syarat sah nya perakwina adalah dilangsungkan dengan hokum agama dan dicatat
kalau muslim di KUA, kalo non-muslim di kantor catatan sipil

UU No. 1 tahun 1974

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.

Pasal 2

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-


masing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan


yang berlaku.

Bila ada orang yang ternyata udah kawin tapi ngakunya belum, jangan Cerai!!!!!
Minta pembatalan kawin

Syarat- Syarat Perkawinan


Syarat melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 6 sampai dengan 77
UU Nomor 1 tahun 1974. Di dalam ketentuan itu ditentukan dua syarat untuk dapat
melangsungkan perkawinan, yaitu syarat intern dan syarat ektern.
Syarat intern yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan
perkawinan. Syarat intern meliputi :
1.      Persetujuan kedua belah pihak
2.      Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun.
3.      Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun pengecualiannya yaitu ada
dispensasi dari pengadilan.
4.      Kedua belah pihak tidak dalam keadaan kawin.
5.      Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu (idda). Bagi
wanita yang putus perkawinan karena perceraian, masa iddanya 90 hari dan karena
kematian 130 hari.

Syarat materill yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok dalam
melngsungkan perkawinan. Syarat materill dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.      Syarat materil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi
seseorang yang harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada
umumnya. Syarat itu meliputi :
a.       Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 27 BW)
b.      Persetujuan antara suami istri (pasal 28 KUH perdata )
c.       Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki minimal berumur 18 tahun
dan wanita berumur 15 tahun (pasal 29 KUH perdata )
d.      Seorang wanita pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu
300 hari setelah perkawinan terdahuu dibubarkan (pasal 34 KUH perdata)
e.       Harus ada izin sementara dari orang tuanya atau walinya bagi anak-anak yang
belum dewasa dan belum pernah kawin (pasal 34 sampai dengan pasal 49 KUH
perdata )
2.      Syarat materill relative adalah ketentuan yang merupakan larangan bagi
seseorang untuk kawin dengan orang tertentu. Larangan itu meliputi :
a.       Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam kekeluargaan sedarah
dan kerena perkawinan.
b.      Larangan karena zina
c.       Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya perceraian, jika
belum lewat satu tahun.
Syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam
pelaksanaan perkawinan. Syarat ini di bagi dalam dua tahapan. Syarat-syarat yang
dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan adalah :
a.       Pemberitahuan akan dilaksanakan perkawinan oleh calon mempelai baik secara
lisan maupun tertulis kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan
dilangsungkan, dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan (pasal 3 dan 4 PP No.9 tahun 1975)
b.      Pengumuman oleh pegawai pencatat dengan menempelkannya pada tempat yang
disediakan di kantor pencatat perkawinan. Maksud pengumuman tersebut adalah
untuk memberitahukan kepada siapa saja yang berkepentingan untuk mencegah
maksud dari perkawinan tersebut jika ada undang-undang yang dilanggar atau
alasan-alasan tertentu. Pengumuman tersebut dilaksanakan setelah pegawai
pencatat meneliti syarat-syarat dan surat-surat kelengkapan yang harus dipenuhi
calon mempelai.

Pencegahan Perkawinan
Pencegahan perkawinan merupakan upaya untuk menghalangi suatu
perkawinan antara calon pasangan suami istri yang tidak memenuhi syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Tujuan pencegahan hukum perkawinan adalah untuk menghindari suatu
perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Orang yang dapat melakukan pencegahan perkawinan adalah :
1.      Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan kebawah
2.      Saudara
3.      Wali nikah
4.      Wali pengampu dan salah seorang dari calon mempelai dan pihak-pihak yang
bersangkutan.
5.      Ayah kandung
6.      Suami atau istri yang masih terkait dalam perkawinan dengan salah seorang
calon istri atau calon suami yang akan melangsungkan perkawinan.
7.      Pejabat yang di tunjuk untuk mengawasi perkawinan

Adapun tata cara pencegahan perkawinan adalah :

1.      Orang yang mengajukan pencegahan perkawinan harus mengajukan


permohonan pencegahan perkawinan ke pengadilan di wilayah hukum tempat akan
berlangsungnya perkawinan. (pasal 17 nomor 1 tahun 1974)
2.      Pencegah memberitahukan kepada pegawai pencatat nikah tentang usaha
pencegahannya. Pegawai pencatat nikah inilah yang akan memberitahukan adanya
permohonan pencegahan.
3.      Apabila hakim telah menerima permohonan itu, maka dalam waktu yang tidak
terlalu lama pengadilan memutuskan permohonan pencegahan tersebut. Putusan itu
berupa menerima atau menolak permohonan pencegahan.
4.      Dengan adanya keputusan, maka pegawai pencatat nikah dapat melangsungkan
perkawinan

a.       Adanya Hubungan Suami Istri


Hubungan hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban suami-istri sejak terjadi
perkawinan. Hak dan kewajibab suami istri diatur dalam pasal 30 sampai dengan
pasal 34 UU Nomor 1 tahun 1974. Hak dan kewajiban suami-istri dalam UU No 1
tahun 1974 yaitu :
1.      Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. (pasal 30 UU No 1 tahun 1974)
2.      Hak kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dan masyarakat. (pasal 31 ayat 1 UU
NO 1 tahun 1974)
3.      Suami-istri berhak melakukan perbuatan hukum (pasal 31 ayat2 UU No 1 tahun
1974)
4.      Suami-istri wajib mempunyai kediaman yang tetap (pasal 32 ayat 1 UU No 1
tahun 1974).
5.      Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain (pasal 33 UU No 1 tahun 1974)
6.      Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
rumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34 ayat 1 No 1 tahun 1974)

b.      Adanya Hubungan Orang Tua Dan anak


Hak dan kewajiban orang tua dan anak dia atur dalam pasal 45 sampai dengan
pasal 49 UU Nomor 1 tahun 1974. Hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah
sebagai berikut :
1.      Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Kewajiban orang tua berlaku sampai dengan anak itu kawin atau dapat berdiri
sendiri (Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2 UU No 1 tahun 1974)
2.      Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik
(pasal 46 ayat 1 UU No 1 tahun 1974)(
3.      Anak wajib memelihara dan membantu orang tuanya, manakala sudah tua (pasal
46 ayat 2 UU No 1 tahun 1974)
4.      Anak yang belum dewasa, belum pernah melakukan perkawinan ada dibawah
kuasa orang tua (pasal 47 ayat 1 UU No 1 tahun 1974)
5.      Orang tua mewakili anak dibawah umur dan belum pernah kawin mengenai
segala perbuatan hukum di dalam maupun di luar pengadilan (pasal 47 ayat 2 UU
No 1 tahun 1974)1[8]

c.       Harta kekayaan


Harta benda dalam perkawinan di atur dalam pasal 35 sampai 37 UU No 1 tahun
1974. Didalam ketentuan tersebut dibedakan antara harta bersama dan harta
bawaan. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, sedangkan
harta bawaan adalah harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan

Asas-asas perkawinan menurut KUHPerdata

1
 Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
 Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan
pegawai catatan sipil.
 Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan di bidang hukum keluarga.
 Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
undang-undang.
 Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
 Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
 Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.

Asas-asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

 Asas Kesepakatan (Bab II Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), yaitu
harus ada kata sepakat antara calon suami dan isteri.
 Asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974). Pada asasnya,
seorang pria hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang wanita hanya
boleh memiliki satu suami, namun  ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU
No. 1 Tahun 1974), dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4-5.
 Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah.
 Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang-
undang (Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974).
 Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri.
 Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan dari perkawinan
tersebut.
 Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.

BENDA

Apa maksud dari benda bergerak dan tidak bergerak di hukum perdata dan apa
gunanya?
Jawaban :
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”),
benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer.
Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.

Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata
(hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak
bergerak (“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan
pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-
undang.

Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul
Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44),
mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga
golongan:

1.    Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah
dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon
dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan
di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.

2.    Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya


(Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang dihasilkannya,
penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan beserta benda-
benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan,
perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah
seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta
bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi
untuk membangun gedung tersebut, dan lain-lain.

3.    Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya, hak


pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian
tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di
samping itu, menurut ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan
dalam suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak
bergerak.

Lebih lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45) menerangkan bahwa untuk
kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:

1.    Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah
atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan
lain-lain (Pasal 509 KUHPer).

Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu,


gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan
sebagainya (Pasal 510 KUHPer).

2.    Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer)


misalnya:

a.    Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;

b.    Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;

c.    Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;

d.    Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.

Apa gunanya pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak?

Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat dalam hal
cara penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda
tersebut, dan beberapa hal lainnya.

Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana kami sarikan,
pentingnya pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu penguasaan,
penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1.    Kedudukan berkuasa (bezit)

Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal 1977
KUHPer). Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda tidak
bergerak, karena seseorang yang menguasai benda tidak bergerak belum tentu
adalah pemilik benda tersebut.

2.    Penyerahan (levering)

Menurut Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat dilakukan


dengan penyerahan nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya penyerahan
nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering).
Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPer, penyerahan benda tidak bergerak
dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti
ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain membukukannya dalam
register.

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan
peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA dan peraturan
pelaksananya.

3.    Pembebanan (bezwaring)

Pembebanan terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150 KUHPer harus


dilakukan dengan gadai, sedangkan pembebanan terhadap benda tidak bergerak
menurut Pasal 1162 KUHPer harus dilakukan dengan hipotik.

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak


Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah, maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
hanya dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan. Sedangkan untuk benda-
benda bergerak juga dapat dijaminkan dengan lembaga fidusia menurut
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

4.    Daluwarsa (verjaring)

Terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut Pasal 1977
ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan eigendom;
karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda bergerak, pada saat itu atau
detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.
Terhadap benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karena menurut Pasal 610
KUHPer, hak milik atas sesuatu kebendaan diperoleh karena daluwarsa

Menurut KUHPerdata benda itu dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Benda berwujud dan tidak berwujud – lihamelijk, onlichamelijk.


2. Benda bergerak dan tidak bergerak
3. Benda yang dapat dipakai habis/vebruikbaar dan benda yang tidak dapat
dipakai habis/onverbruikbaar.
4. Benda yang sudah ada/tegenwoordige zaken dan benda yang masih aka
nada/toekkomstige zaken
1. Yang absolut ialah barang-barang yang pada suatu saat sama sekali
belum ada, misalnya: hasil panen yang akan datang.
2. Yang relatif ialah barang-barang yang ada pada saat itu sudah ada tapi
bagi orang-orang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang
sudah dibeli tapi belum diserahkan.
5. Benda dalam perdagangan/zaken in de handel dan benda diluar
perdagangan/zaken buiten de handel (barang haram, udara)
6. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi

Benda bergerak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Benda bergerak karena sifatnya/Pasal 509 KUHPerdata:


1. Yang dapat dipindahkan
2. Yang dapat pindah sendiri
2. Benda bergerak karena undang-undang.

Benda tidak bergerak dibagi tiga, yaitu

1. Benda tidak bergerak karena sifatnya: tanah beserta segala apa yang
terdapat di dalam dan diatas dan segala apa yang dibangun di atas
tanah itu secara tetap apa yang ditanam serta buah-buhan di pohon
yang belum diambil.

Disini dianut asas vertical lawannya adalah asas horizontal.

2. Benda tidak bergerak karena tujuannya: ke dalam benda semacam ini


termasuk benda bergerak yang dipakai dalam benda pokok harus
sedemikian rupa kontruksinya sehingga keduanya sesuai dan terikat
untuk dipakai tetap. Benda pokoknya harus merupakan benda tidak
bergerak.
3. Benda tidak bergerak karena undang-undang

Anda mungkin juga menyukai