Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

OLEH :

MUHAMMAD NORHIDAYAT ` 2014901110050

MUHAMMAD RIFKY F 2014901110051

MUHAMMAD RIZKI FAZRI 2014901110052

CINTIA RISKA APRILIANI 2014901110016

DESSY RAHMAWATI 2014901110017

LAIHA 2014901110040

LINI EVIANA 2014901110041

PUTRI AULIA 2014901110070

RAHMIDA 2014901110072

WIDYA APRINIKA SARI 2014901110093

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
BANJARMASIN, 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3)
A. Definisi
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja &
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa.
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : Sasarannya adalah lingkungan
kerja dan bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau
sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah
asing dikenal Occupational Safety and Health.

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga & tidak diharapkan yang
terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena
dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam
bentuk perencanaan. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara
kapasitas kerja. Beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
KesehatanTahun 1992 Pasal 23).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang
dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif)
timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif
bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja.

Perawat yang bekerja di perusahaan selain mempunyai pengetahuan dasar


keperawatan, ia juga mempunyai aspek-aspek khusus dalam tugas mereka.
Karena itu dikembangkan spesialisasi perawatan yang disebut dengan perawatan
kesehatan kerja (occupational health nursing).
Perawatan yang bekerja di perusahaan selain harus mahir dalam perawatan, ia
juga harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit-penyakit
akibat kerja, mengetahui caracara pencegahan, diagnosis dini dan usaha-usaha
lain dalam memberantas penyakit akibat kerja. ia juga harus mengetahui faktor-
faktor yang menyebabkan hubungan kerja yang kurang baik, berkurangnya
gairah kerja, serta hal-hal lain.

Tugas utama atau pekerjaan utama seorang perawat di perusahaan adalah


melakukan promosi kesehatan dan keselamatan kerja. Berikut ini akan dibahas
mengenai peranan keperawatan kesehatan kerja.

B. Dasar Hukum Keselamatan & Kesehatan Kerja


1. UU no.13/2003 Pasal 86
a. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas:
 Keselamatan & kesehatan kerja
 Moral & kesusilaan
 Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia
 Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.
b. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) & ayat (2) dilaksanakn
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. UU no.14/1969 Pasal 9 dan 10
a. Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas:
 Keselamatan
 Kesehatan
 Kesusilaan
 Pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia & moral agama
b. Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi:
 Norma keselamatan kerja
 Norma kesehatan kerja
 Norma kerja
 Pemberian ganti kerugian, perawatan & rehabilitasi dalam hal
kecelakaan kerja
3. UU no.1/1970
a. Agar pekerja & setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja selalu
berada dalam keadaan sehat & selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai & digunakan secara aman &
efisien.
c. Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan.
4. UU no.3/1992
a. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa
atau wajar dilalui.
b. Jaminan kecelakaan kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan
kecelakaan kerja meliputi:
 Biaya pengangkutan.
 Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan.
 Biaya rehabilitasi.
 Santunan berupa uang meliputi: santunan sementara tidak mampu
bekerja, santunan cacat sebagian untuk selamanya, santunan cacat
total untuk selamanya baik fisik maupun mental, dan santunan
kematian.

C. Tujuan Keselamatan Kerja


Tujuannya adalah sebagai berikut:
a. Perlindungn bagi masyarakat dari bahaya yg timbul dari pekerjaan kita.
b. Memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja, melindungi dari
gangguan kerja, meningkatkan efisiensi kerja, menempatkan pekerjaaan yang
sesuai dengan kemampuan.
c. Melindungi hak keselamatan pekerja, memelihara sumber prodeksi agar
berdaya guna.
d. Meningkatkan kesehatan tenaga kerja
e. Menempatkan pekerja sesuai kemampuan
f. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
g. Agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatn setinggi-tingginya dengan
usaha preventif kuratif terhadap ganguan kesehatan yang timbul.
h. Pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga
manusia.
i. Pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja.
j. Pemeliharaan dan peningkatan hygieni dan sanitasi perusahaan pada
umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan cara pembuangan sampah
pengolaan dsb.
k. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar tehindar dari
pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.

D. Trias Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Tempat kerja dan pekerja merupakan populasi, bila menggunakan pendekatan
trias epidemiologi bahwa dengan berfokus pada kesehatan dan keselamatan
populasi pekerja, host digambarkan sebagai manusia yang rentan, karena terkait
dengan sifat bahaya kerja, sehingga diasumsikan bahwa semua individu pekerja
dan kelompok beresiko terkena bahaya kerja. Agent adalah faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan cedera, diklasifikasikan menjadi biologi,
kimia, erginomi, fisik, atau psikososial. Environment, berhubungan dengan
kondisi eksternal yang berpengaruh terhadap interaksi host dan agents.

Apabila interaksi antara host, agent dan environment tidak dapat dikendalikan,
maka timbulah penyakit atau cedera. Ketiga faktor timbulnya penyakit tersebut
ada dalam lingkungan pekerja, dengan demikian maka diasumsikan bahwa
semua pekerja yang ada dalam lingkungan kerja maka mempunyai resiko untuk
sakit atau cedera, dengan demikian proaktif dari perawat menjadi hal yang
penting dalam upaya mencegah terjadinya penyakit atau cedera akibat kerja
melalui design yang efektif melalui 3 level prevensi; primer, sekunder dan
tersier.
Lingkup Kegiatan Program Keperawatan Kerja:
a. Riwayat kesehatan terutama para pekerja dan keluarga pekerja
b.Pengkajian atau screening
c. Surveillance atau monitoring
d.Primary health care
e. Konseling
Program Pelayanan Kesehatan Kerja adalah program pelayanan paripurna, terdiri
dari 3 level prevensi yaitu prevensi primer, sekunder dan tersier yang
dilaksanakan dalam suatu system yang terpadu.

a. Pelayanan prevensi primer, kegiatannya antara lain:


1) Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus
2) Immunisasi
3) Kesehatan lingkungan kerja
4) Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya perkerjaan
5) Penyerasaian manusia dengan mesin dan alat kerja (ergonomik)
6) Pengendalian bahaya lingkungan kerja
7) Pendidikan dan penyuluhan tentang kesehatan kerja
8) Pemeliharaan berat badan ideal
9) Perbaikan gizi, menu seimbang dan pemilihan makanan yang sehat dan
aman
10) Olah-raga

b. Pelayanan Prevensi sekunder


Pelayanan diberikan kepada pekerja yang sudah mengalami gangguan
pekerjaan. Pelayanan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun
penyakit akibat kerja, kegiatannya antara lain:
1) Konseling
2) Screening adanya gangguan akibat kerja
3) Penatalaksanaan kasus
4) Penanganan kegawat daruratan baik fisik maupun psikologis akibat kerja
5) Rujukan
6) Home Visite terhadap pekerja yang mengalami gangguan akibat kerja

c. Pelayanan Prevensi tersier


Pelayanan diberikan kepada pekerja yang telah menderita cacat sehingga
menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara permanent baik sebagian
maupun seluruh kemampuan bekerjanya. Kegiantannya antara lain:
1) Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuannya yang masih ada secara maksimal.
2) Penempatan kembali pekerja yang secara selektif sesuai kemampuannya.

E. Penyakit Akibat Kerja


a. Golongan fisik
1. Suara yang keras dapat menyebabkan tuli.
2. Suhu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia.
3. Suhu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, atau frostbite.
4. Penerangan yang kurang atau yang terlalu terang (menyilaukan)
menyebabkan kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya
kecelakaan.
5. Penurunan tekanan udara (dekompressi) yang mendadak dapat
menyebabkan caisson disease.
6. Radiasi dan sinar Roentgent atau sinar radio aktif menyebabkan penyakit-
penyakit darah, kemandulan, kanker kulit dan sebagainya.
7. Sinar infra merah dapat menyebabkan catharfact lensa mata.
8. Sinar ultra violet dapat mnyebabkan konjungtivitis photo electrica.
b. Golongan kimiawi
1. Gas yang menyebabkan keracunan misalnya: CC, HCN, H2S, SQ2.
2. Uap dan logam dapat menyebabkan “metal fume fever”, ataupun
keracunan logam misalnya karena Hg, Pb.
3. Larutan ataupun cairan misalnya H2S04, HC1 dapat menyebabkan
keracunan ataupun dermatosis (penyakit kulit).
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu logam berat
bila terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis.
5. Awan atau kabut dan insecticida ataupun fungicida pada penyemprotan
serangga dan hama tanaman dapat menyebabkan keracunan.
c. Golongan penyakit infeksi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis pada
penyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit infeksi pada
karyawan yang bekerja dalam bidang mikrobiologi ataupun dalam perawatan
penderita penyakit menular.
d. Golongan fisiologi
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kurang baik; karena
konstruksi mesin yang tidak cocok, ataupun karena tempat duduk yang tidak
sesuai.

e. Golongan mental-psikologi
Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang baik antara sesama
karyawan, antara karyawan dengan pimpinan, karena pekerjaan yang tidak
cocok dengan psikis karyawan, karena pekerjaan yang membosankan ataupun
karena upah (imbalan) yang terlalu sedikit sehingga tenaga pikirannya tidak
dicurahkan kepada pekerjaannya melainkan kepada usahausaha pribadi untuk.
menambah penghasilannya.

F. Kerugian-Kerugian yang disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja


Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin,
pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan
dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh &
menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan
juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang &
berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya
langsung & biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya pemberian
pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit,
biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya
perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan
biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau
beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.

G. Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab antara lain:
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human
acts).
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).

H. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Akibat Kerja


a. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah
dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya
akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk
jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja
dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
4. Kebersihan diri dari petugas.
b. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang
banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai
zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat
memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan
yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika
tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut
dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang
impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi
kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering
adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
d. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi :
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian.
2. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak
dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :

1. Pengendalian cahaya di ruang kerja


2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
e. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat
menyebabkan stress
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahan-tamahan.
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton. 
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja. 
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.

I. Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja


Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan &
pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-
tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak
resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan
jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene
umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat
perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau
penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-
tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis &
patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik
yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.

J. Pengaturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat
keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan
dalam bekerja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk
tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja
dapat dieliminasi atau setidaknya direduksi. Terdapat tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu:
1. Seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan.
2. Pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak
melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam
pelaksanaan program K3 di tempat kerja.
3. Kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.

Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program
K3 adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas
dan efisiensi program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan
kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja.
Apabila terjadi peristiwa demikian, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan.
2. Pelatihan, Instruksi, Informasi dan Pengawasan kecelakaan kerja.
3. Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja.
4. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan sebagai
upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan.
5. Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan preventif.
6. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi).
7. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja.
8. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja.
9. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada pihak
yang berwenang.
10. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam
penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja.

Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar


berupa kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh
perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu
kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja dan pengusaha.

Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang hak dan


kewajiban tenaga kerja terhadap keselamatan kerja untuk:
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan/atau ahli keselamatan kerja.
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan.
4. Meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alatalat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

K. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Jamsostek


Sebagai perwujudan program K3 yang diharapkan menjadi program
perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek), yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian
dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,
sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar
hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang
Asuransi Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan
yang diwajibkan membayar tunjangan diwajibkan pula membayar iuran guna
mendirikan suatu dana. Artinya, undang-undang tersebut menentukan bahwa
kewajiban membayar ganti kerugian bagi buruh yang tertimpa kecelakaan kerja
harus dilaksanakan sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan.
Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi
Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut dari
pihak pengusaha atau pemberi majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT
Astek. Iuran untuk pembayaran jaminan kecelakaan kerja ini seluruhnya
ditanggung oleh perusahaan yang mengikutsertakan diri dalam program tersebut.

Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur


dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Berdasarkan undangundang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai
upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan.Yangberhak memperoleh pemeliharaan jaminan
kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak.17 Ruang lingkup
jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi:
1. Rawat jalan tingkat pertama;
2. Rawat jalan tingkat lanjutan;
3. Rawat inap;
4. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
5. Penunjang diagnostik;
6. Pelayanan khusus; dan
7. Pelayanan gawat darurat.

Semua pengelolaan program tersebut di atas dilaksanakan dengan mekanisme


asuransi oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) yang berdiri dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 1995.

L. Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di Indonesia


Dalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan
protes yang datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat lainnya yang
dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di
bidang ketenagakerjaan. Secara luas, berita-berita mengenai fakta tersebut dapat
dengan mudah diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik nasional
maupun daerah, namun nampaknya belum juga ada perubahan signifikan yang
menjadikan penyelenggaraan Jamsostek lebih baik.

M. Kebijakan Pemerintah Tentang Hiperkes


1. Definisi
Hiperkes merupakan gabuangan dari kata Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja. Hiperkes adalah ilmu kesehatan/ kedokteran yang bertujuan untuk
melindungi keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan. Hiperkes
mempelajari cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja
dan masyarakat di sekitar perusahaan dan segala kemungkinan gangguan
kesehatan dan keselamatan akibat proses produksi di perusahaan. Lapangan
kesehatan yang mengurusi proses kesehatan secara menyeluruh (kuratif,
preventif, penyesuaian faktor manusiawi, hygiene).
2. Tujuan
a. Agar masyarakat pekerja dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, mental, dan sosialnya.
b. Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya-bahaya
pengotoran oleh bahan-bahan yang berasal dari perusahaan.
c. Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat konsumennya.
d. Agar efisiensi kerja dan daya produktivitas para karyawan meningkat dan
dengan demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan.
e. Sebagai tindakan korektif pada lingkungan.
3. Usaha
Meningkatkan moril kerja, meningkatkan dan memelihara kesehatan yang
setinggi-tingginya, mencegah timbulnya gangguan kesehatan.
a. pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja.
c. pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga
manusia.
d. pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja.
e. pemeliharaan dan peningkatan hygieni dan sanitasi perusahaan pada
umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan cara pembuangan sampah
pengolaan dsb.
f. perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar tehindar dari
pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.
g. perlindungan masyarakat luas dari bahay-bahay yg mungkin ditimbulkan
oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
4. Ruang lingkup
Kesehatan masyarakat: masyarakat umum, hiperkes: tenaga kerja dan
masyarakat di sekitarnya, mencegah timbulnya gangguan kesehatan bagi
pekerja, memelihara kesehatn di lingkungan kerja, memberi perlindungan
bagi pekerja.

N. Fungsi dan Ruang Lingkup Perawat Hiperkes


1. Definisi
American Association of Occupational Health Nurses mendefenisikan
perawat hiperkes sebagai “Orang yang memberikan pelayanan medis kepada
tenaga kerja”. Sedangkan Departement of Labor (DOL) USA mendefenisikan
sebagai “ Orang yang memberikan pelayanan medis atas petunjuk umum
kesehatan kepada si sakit atau pekerja yang mendapat kecelakaan atau orang
lain yang menjadi sakit atau menderita kecelakaan di tempat kerja.

Seorang perawat hiperkes adalah seseorang yang berijazah perawat dan


memiliki pengalaman/training keperawatan dalam hiperkes dan bekerja
melayani kesehatan tenaga kerja di perusahaan.

2. Fungsi Perawat Hiperkes


Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry,
beberapa fungsi spesifik dari perawat hiperkes adalah :
1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/industri dalam
membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana
bertujuan memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik
mungkin kepada tenaga kerja.
2. Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit-
penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan
akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.
3. Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit ,
klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan
lebih lanjut.
4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan
follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada.
5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan
dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan.
6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.
7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan
data-data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan.
Lakukan referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai
hasil yang positif.
8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj
perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional
maupun personal.
9. Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan
memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.
10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan
obyektif dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and
Restoration.
11. Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan
bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan
pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang
terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.
12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan
kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan
pengobatan dalam bidang hiperkes ini.
13. Secara periodik untuk meninjau kembali program-program perawatan
dan aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi
kebutuhan serta efisiensi.
14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan
paramedik hiperkes, dll.
15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan
penting adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional
(continues education).
3. Ruang Lingkup Perawat Hiperkes
Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup
pekerjaan perawat hiperkes adalah :
1. Health promotion / Protection
Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja
akan paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan
perilaku yang berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.
2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis
pekerjaannya .
3. Workplace Surveillance and Hazard Detection
Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja. Bekerjasama dengan tenaga profesional lain
dalam penilaian dan pengawasan terhadap bahaya.
4. Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan
kecelakaan pada tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan,
pengobatan, rujukan dan perawatan emergensi.
5. Counseling
Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan
membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.
6. Management and Administration
Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab
pada progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan
manajemen.
7. Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan,
mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
8. Legal-Ethical Monitoring
Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan
kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga
kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja.
9. Community Organization
Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga
kerja.
Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan
tenaga kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan
atau dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip
perawatan dan prosedur untuk merawat orang sakit dan korban kecelakaan
adalah merupakan pegangan yang utama dalam proses perawatan yang
berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis, nursing intervention dan
nursing evaluation adalah mempertinggi efisiensi pemeliharaan dan
pemberian perawatan selanjutnya.

Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan


praktek-praktek standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes,
melalui program pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu
membantu karyawan / tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja.

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. (2005). Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan


dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Silalahi, Bennett N.B. dan Silalahi, Rumondang. 1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja: Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur. 1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: Gunung


Agung, 1985

Suma'mur. 1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Haji Masagung

Suryandono, Widodo. (2005). Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas


Hukum Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai