Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU

BERSALIN DENGAN COVID-19


DOSEN PEMIMBING : NOVA HARYANI Amd.,Keb.

Disusun Oleh:
1. CHATRIN DWI PUTRI AGMA NINGSIH (18005)
2. GADIS SEPTIANI WULANDARI ( 18013 )
3. HAINA RAESITA (18015)
4. HANA AYAKEDING ( 18016)
5. ISTARIL JANNAH ( 18020)
6. NURFADHILLA RAHMADHANTY ( 18034)
7. REVIKA ENDRIANSA FITRI ( 18041)
8. SITI JUMAEROH ( 18048)
9. SRI RAHAYU ( 18050)
10. YULI AMALIA ( 18055)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RSPAD GATOT SEOBROTO
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Dilaporkan pertama kali pada 31 Desember 2019, Coronavirus disease 2019


(COVID-19) adalah penyakit yang sedang mewabah hampir di seluruh dunia saat
ini, dengan nama virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2
(SARSCOV2). Dimulai dari daerah Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok yang
melaporkan pertama kali mengenai kasus Pneumonia yang tidak diketahui
penyebabnya. Data dari website WHO tanggal 7 Maret 2010 didapatkan kasus
konfirmasi sebanyak 90870 dengan total kematian 3112 orang.
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S014067320303603. Retrieved
Feb 21, 2020.)

Berdasarkan data per tanggal 14 Februari 2020, angka mortalitas di seluruh


dunia sebesar 2,1%, secara khuss di kota Wuhan sebesar 4,9% dan provinsi Hubei
sebesar 3,1%. Di Indonesia per tanggal 14 Maret 2020 ada sebanyak 96 kasus yang
terkonfirmasi COVID-19 dengan jumlah kematian 6 orang dan menjadi negara ke
65 yang positif konfirmasi COVID-19. Secara keseluruhan tingkat mortalitas dari
COVID-19 masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kejadian luar biasa oleh
Coronavirus tipe lain yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome-coronavirus
(SARSCoV) dan Middle East Respiratory Syndrome-coronavirus (MERS-CoV)
masing-masing sebesar 10% dan 40%.

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.


Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38C), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi
kritis bahkan meninggal. ( Kemenkes RI. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi
Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCov). Direktorat Jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. 2020)

Sampai saat ini, pengetahuan tentang infeksi COVID-19 dalam hubungannya


dengan kehamilan dan janin masih terbatas dan belum ada rekomendasi spesifik
untuk penanganan ibu hamil dengan COVID-19. Berdasarkan data yang terbatas
tersebut dan beberapa contoh kasus pada penanganan Coronavirus sebelumnya
(SARS-CoV dan MERS-CoV) dan beberapa kasus COVID-19, dipercaya bahwa ibu
hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya penyakit berat, morbiditas
dan mortalitas dibandingkan dengan populasi umum. Efek samping pada janin
berupa persalinan preterm juga dilaporkan pada ibu hamil dengan infeksi COVID-
19. Akan tetapi informasi ini sangat terbatas dan belum jelas apakah komplikasi ini
mempunyai hubungan dengan infeksi pada ibu. Dalam dua laporan yang
menguraikan 18 kehamilan dengan COVID-19, semua terinfeksi pada trimester
ketiga didapatkan temuan klinis pada ibu hamil mirip dengan orang dewasa yang
tidak hamil. Gawat janin dan persalinan prematur ditemukan pada beberapa kasus.
Pada dua kasus dilakukan persalinan sesar dan pengujian untuk SARS-CoV-2
ditemukan negatif pada semua bayi yang diperiksa.
(RCOG. Coronavirus (COVID-19) Infection in Pregnancy. Versi 1. 9 Maret
2020)

Sampai saat ini juga masih belum jelas apakah infeksi COVID-19 dapat
melewati rute transplasenta menuju bayi. Meskipun ada beberapa laporan dimana
bayi pada pemeriksaan didapatkan pemeriksaan positif dengan adanya virus
beberapa saat setelah lahir, tetapi penelitian ini perlu validasi lebih lanjut tentang
transmisi ini apakah terjadi di dalam kandungan atau di postnatal. Saat ini tidak ada
data yang mengarahkan untuk peningkatan risiko keguguran yang berhubungan
dengan COVID-19. Laporan kasus dari studi sebelumnya dengan SARS dan MERS
tidak menunjukkan hubungan yang meyakinkan antara infeksi dengan risiko
keguguran atau kematian janin di trimester dua.
Oleh karena tidak adanya bukti akan terjadinya kematian janin intra uterin akibat
infeksi COVID-19, maka kecil kemungkinan akan adanya infeksi kongenital virus
terhadap perkembangan janin.
(Interim Guidelines on the management of suspected COVID-19/SARS-CoV-2 in
the pregnant and post partum period. HSE Health Protection Surveillance
Centre).

Terdapat laporan kasus pada persalinan prematur pada wanita dengan


COVID-19, namun tidak jelas apakah persalinan prematur ini iatrogenik atau
spontan. Persalinan iatrogenik disebabkan persalinan karena indikasi maternal yang
berhubungan dengan infeksi virus, meskipun terdapat bukti adanya perburukan janin
dan KPD preterm pada satu laporan kasus.

Dokter dan petugas medis lainnya sebaiknya melakukan anamnesis tentang


riwayat perjalanan seorang ibu hamil dengan gejala demam dan infeksi saluran
pernapasan atas mengikuti panduan sesuai dengan Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus 2019 nCoV yang dikeluarkan oleh
Direktoral Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Januari 2020, dan buku
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia COVID-19 yang dikeluarkan
oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2020. Dokter dan petugas
kesehatan lainnya juga harus memberitahu petugas penanggung jawab infeksi di
rumah sakitnya sendiri (Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi / PPI) untuk
penanganan kasus di tempat penemuan dan petugas di rumah sakit rujukan dan
Departemen Kesehatan di daerahnya. ( Burhan E, Isbaniah F, Susanto AD, Aditama
TY, Soedarsono, dkk. Pneumonia COVID-19 “Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia”. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
Makalah ini adalah “Bagaimana Penanganan Infeksi COVID-19 Pada Ibu
Bersalin ?”

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai penanganan infeksi covid-19
pada ibu bersalin.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mendapatkan pengetahuan penanganan pada ibu bersalin
yang terpapar covid-19.
1.3.2.2 Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan bidan dalam
penggunaan APD saat pertolongan persalinan pasien yang terpapar
covid-19.

1.4. Manfaat penelitian


Diharapkan dapat dijadikan suatu evaluasi dan masukan dan bahan
pertimbangan dalam menambah pengetahuan tentang penanganan infeksi covid-
19 pada ibu bersalin.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Corona Virus (COVID-19)

Coronavirus (CoVs) adalah Virus yang menginfeksi manusia dan


berbagai macam hewan, menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan,
enterik, hati, dan sistem neurologis dengan berbagai tingkat keparahan. Virus
ini merupakan virus dari jenis yang sama dengan coronavirus (SARS-CoV)
dan sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus (MERS-CoV)(Y. Chen
et al., 2020).Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang
serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom
Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar
biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan
menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) (Kepmeskes,
2020).

2.1. Istilah-istilah yang terdapat pada COVID-19


2.1.1. Kasus Suspek
Adalah seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut :

1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

ISPA yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam,dan disertai salah


satu gejala / tanda penyakit pernapasan seperti : batuk / sesak nafas /
sakit tenggorokan / pilek / pneumonia ringan hingga berat.DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan
atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi
lokal.
2. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
3. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di Rumah Sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.

2.1.2. Kasus Probable

Adalah kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS, meninggal dengan


gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

2.1.3. Kasus Konfirmasi


Adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
1. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
2. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

2.1.4. Kontak Erat


Adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain :

1. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus


konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau
lebih.

2. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probableatau konfirmasi (seperti


bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable


atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan
epidemiologi setempat.

Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk


menemukan kontak erat maka periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.Pada
kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan
kontak erat maka periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari
setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.

2.1.5. Pelaku Perjalanan


Adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik)
maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.

2.1.6. Discarded

Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut :


1. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-
PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24
jam.
2. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa
karantina selama 14 hari.
2.1.7. Selesai Isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut :
1. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT PCR dengan ditambah 10 hari isolasi
mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

2. Kasus probable / konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak


dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak
tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi
menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
3. Kasus probable / konfirmasi yang mendapatkan hasil pemeriksaan
follow up RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan
selang waktu >24 jam, dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak
lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

2.1.8. Kematian
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus
konfirmasi /probable COVID-19 yang meninggal. Adapun kriteria gejala
klinis dan manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19
tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Kriteria Gejala dan Manifestasi Klinis Infeksi COVID-19


KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN
GEJALA KLINIS
Tanpa Gejala (asimp- Tidak ada gejala klinis Pasien tidak menunjukkan gejala apapun.
tomatik)

Sakit ringan Sakit ringan tanpa komplikasi Pasien dengan gejala non- spesifikseperti
demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung
tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Perlu waspada pada usia lanjut dan
imunocompromised karena gejala dan tanda
tidak khas.

Sakit Sedang Pneumonia ringan Pasien Remaja atau Dewasa dengan tanda
klinis pneumonia (demam, batuk, dyspnea, napas
cepat) dan tidak ada tanda pneumonia
berat.
Anak dengan pneumonia
ringanmengalamibatukatau kesulitan bernapas
dannapas
cepat

KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN

GEJALA KLINIS
(frekuensi napas :

<2 bulan ≥60x/menit;

2–11 bulan ≥50x/menit;

1–5 tahun ≥40x/menit;

>5 tahun ≥30x/menit), serta tidak ada


tanda pneumonia berat.
Sakit Berat Pneumonia Pasien remaja atau dewasa dengan demam
berat/ISPA berat atau dalam pengawasan infeksi saluran napas,
ditambah satu dari :
frekuensi napas >30 x/menit,
distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen
(SpO2) < 90 % pada udara kamar.

Anak dengan batuk atau kesulitan bernapas,


ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
Sianosis sentral atau SpO2 < 90 %,
Distress pernapasan berat

KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN

GEJALA KLINIS
(sepertin mendengkur, tarikan dinding dada
yang berat), Tanda pneumonia berat :
ketidakmampuan menyusu atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau
kejang. Tanda lain dari pneumonia yaitu
tarikan dinding dada dan nafas cepat.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan
dada dapat membantu penegakan diagnosis
dan dapat menyingkirkan komplikasi.

Sakit Kritis Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam
Distress Syndrome waktu satu minggu.Pencitraan dada (CT scan
(ARDS) toraks, atau ultrasonografi
paru): opasitas bilateral, efusi

KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN

GEJALA KLINIS
pluera yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau
nodul.

Penyebab edema: gagal napas yang bukan


akibat gagal jantung atau kelebihan cairan.
Perlu pemeriksaan objektif (seperti
ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa
penyebab edema bukan akibat hidrostatik
jika tidak ditemukan faktor risiko.

KRITERIA ARDS PADA


DEWASA
ARDSringan:200mmHg
<PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau continuous positive
airway pressure (CPAP) ≥ 5
cmH2O,atau yang tidak diventilasi)
ARDS sedang : 100 mmHg<
PaO2 /FiO2 ≤200mmHg

KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN

GEJALA KLINIS
dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi) ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100
mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau yang
tidak diventilasi) Ketika PaO2 tidak tersedia,
SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi).

KRITERIA ARDS PADA ANAK :


Usia Eksklusi pasien dengan penyakit paru
perinatal
Waktu Dalam7harisejakonset penyakit

Penyebab edema Gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh


gagal jantung atau kelebihan cairan (fluid
overload)

KRITERIA MANIFESTASI PENJELASAN

GEJALA KLINIS
Radiologis Infiltrat baru konsisten dengan penyakit paru
akut
Oksigenasi Ventilasi Ventilasi
mekanis non mekanis invasif
invasive
PARD Ringan Sedang Berat
S
Maske 4 ≤ OI 8 ≤OI OI ≥
r full ≤ 8 ≤ 16 16
face
ventilas
i bi-
level
atau
CPAP

2.2. Rekomendasi Umum


Penularan COVID-19 menyebar dengan cara mirip seperti flu,
mengikuti pola pemnyebaran droplet dan kontak. Gejala klinis pertama
yang muncul, yaitu demam (suhu lebih dari 38C), batuk dan kesulitan
pernapas, selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, lemas, nyeri otot,
diare dan gejala gangguan napas lainnya. Saat ini masih belum ada vaksin
untuk mencegah infeksi COVID-19. Cara terbaik untuk mencegah infeksi
adalah dengan menghidari terpapar virus penyebab. Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan penularan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Rekomendasi utama untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien
COVID19 khususnya ibu hamil, bersalin dan nifas :
2.2.1. Tenaga kesehatan harus segera memberi tahu tenaga penanggung
jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan
ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam
Pengawasan (PDP).

2.2.2. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien


Dalam Pengawasan (PDP) dalam ruangan khusus (ruangan isolasi
infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya apabila rumah
sakit tersebut sudah siap sebagai pusat rujukan pasien COVID-19.
Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin
dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
Perawatan maternal dilakukan diruang isolasi khusus ini termasuk
saat persalinan dan nifas.

2.2.3. Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap
sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus
ditempatkan di ruangan isolasi sesuai dengan Panduan Pencegahan
Infeksi pada Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

2.2.4. Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan
fasilitas untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi
COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dari bayinya
sampai batas risiko transmisi sudah dilewati.

2.2.5. Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi.


Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh ibu hamil,
bersalin dan nifas :

a. Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20


detik. Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya
mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia.

b. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang


belum dicuci.

c. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.


d. Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah
saat anda sakit atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai,
jangan banyak beraktivitas di luar.

e. Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan
tissue. Buang tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila
tidak ada tissue lakukan batuk sesui etika batuk.

f. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan


benda yang sering disentuh.

g. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan


penularan penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19.
Akan tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk
melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai
dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha
pencegahan lainnya.

h. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi


keefektivitasannya dan dapat membuat orang awam
mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama
pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat. 9.
Cara penggunaan masker medis yang efektif: Pakai masker
secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian
eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker
dan wajah Saat digunakan, hindari menyentuh masker. Lepas
masker dengan teknik yang benar (misalnya; jangan menyentuh
bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian
dalam). Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker
yang telah digunakan segera cuci tangan. Gunakan masker baru
yang bersih dan kering, segera ganti masker jika masker yang
digunakan terasa mulai lembab. Jangan pakai ulang masker yang
telah dipakai. Buang segera masker sekali pakai dan lakukan
pengolahan sampah medis sesuai SOP. Masker pakaian seperti
katun tidak direkomendasikan 10. Diperlukan konsultasi ke
spesialis obstetri dan spesialis terkait untuk melakukan skrining
antenatal, perencanaan persalinan dalam mencegah penularan
COVID19 11. Menghindari kontak dengan hewan seperti:
kelelawar, tikus, musang atau hewan lain pembawa COVID-19
serta pergi ke pasar hewan 12. Bila terdapat gejala COVID-19
diharapkan untuk menghubungi telepon layanan darurat yang
tersedia untuk dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP,
atau langsung ke RS rujukan untuk mengatasi penyakit ini 13.
Hindari pergi ke negara terjangkit COVID-19, bila sangat
mendesak untuk pergi ke negara terjangkit diharapkan konsultasi
dahulu dengan spesialis obstetri atau praktisi kesehatan terkait.
14. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai
COVID-19 di media sosial terpercaya (POGI, 2020).

2.3. Rekomendasi Persalinan


2.3.1 Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di
ruang bersalin, dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang
terkait yang meliputi dokter paru / penyakit dalam, dokter
kandungan, anestesi, bidan , dokter neonatologis dan perawat
neonatal.
2.3.2 Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf
yang memasuki ruangan dan unit harus mengembangkan kebijakan
lokal yang menetapkan personil yang ikut dalam perawatan. Hanya
satu orang (pasangan/anggota keluarga) yang dapat menemani
pasien. Orang yang menemani harus diinformasikan mengenai
risiko penularan dan mereka harus memakai APD yang sesuai saat
menemani pasien.
2.3.3 Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik
standar, dengan penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk
menjaga saturasi oksigen > 94%, titrasi terapi oksigen sesuai
kondisi.
2.3.4 Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa
laporan kasus di Cina, apabila sarana memungkinkan dilakukan
pemantauan janin secara kontinyu selama persalinan.
2.3.5 Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan
salah satu cara persalinan, jadi persalinan berdasarkan indikasi
obstetri dengan memperhatikan keinginan ibu dan keluarga,
terkecuali ibu dengan masalah gagguan respirasi yang memerlukan
persalinan segera berupa SC maupun tindakan operatif pervaginam.
2.3.6 Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP
atau konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan
apabila memungkinkan untuk ditunda samapai infeksi
terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Bila menunda
dianggap tidak aman, induksi persalinan dilakukan di ruang isolasi
termasuk perawatan pasca persalinannya.
2.3.7 Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP
atau konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan
apabila memungkinkan untuk ditunda untuk mengurangi risiko
penularan sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah
teratasi. Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi sesuai
prosedur standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD
lengkap.
2.3.8 Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar
2.3.9 Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala,
dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan
observasi persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat apabila
hal ini akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.
2.3.10 Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan
operatif pervaginam untuk mempercepat kala II pada ibu dengan
gejala kelelahan ibu atau ada tanda hipoksia
2.3.11 Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar dilakukan
apabila ibu dengan kegagalan resusitasi tetapi janin masih viable.
2.3.12 Ruang operasi kebidanan :
o Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan
terakhir
o Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan
penuh ruang operasi sesuai standar.
o Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan
menggunakan alat perlindungan diri sesuai standar
2.3.13 Penjepitan tali pusat tunda/ beberapa saat setelah persalinan masih
bisa dilakukan asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat
dibersihkan dan dikeringkan seperti biasa, sementara tali pusat
masih belum dipotong
2.3.14 Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar
Contact dan Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang
sesuai dengan panduan PPI.
2.3.15 Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol. 16. Plasenta
harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika diperlukan
histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium dan
laboratorium harus diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien
suspek atau terkonfirmasi COVID19
2.3.16 Anestesi. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan
menghindari anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan.
2.3.17 Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan
bayi dari ibu yang terkena COVID-19 jauh sebelumnya (POGI,
2020). Pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19 sangat
menular, hingga menimbulkan kekhawatiran tentang penularan
intrauterinnya dari ibu ke janin karena virus pneumonia adalah salah
satunya penyebab utama kematian pada masa kehamilan di seluruh
dunia (Tavakoliet al, 2019, Qiao 2020, dan Panahi et al,2020). Jalur
penularan COVID-19 dari ibu kepada janin secara intrauterine
masih diperdebatkan, karena beberapa penelitian mendeteksi ada
bayi baru lahir terinfeksi COVID-19, sedangkan beberapa penelitian
lain melaporkan bayi dari ibu yang terinfeksi lahir dalam keadaan
sehat dan tidak terinfeksi (Atmojo et al., 2020).

2.4. Rekomendasi Pelayanan Kebidanan Pada Praktik Mandiri Bidan Pada


Masa Pandemi Covid-19 Dan New Normal
2.4.1 Buat papan pengumuman/banner tentang Protokol Pencegahan
Covid-19 di Klinik PMB: Cuci tangan pakai sabun, jaga jarak
minimal 1,5 meter, semua pasien, pendamping/ pengunjung
menggunakan masker
2.4.2 Menyediakan tempat cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir
dan pengukur suhu semua pengunjung.
2.4.3 Pastikan semua peralatan dan perlengkapan sudah di desinfeksi.
2.4.4 Semua pelayanan dilakukan dengan membuat janji melalui
telpon/WA.
2.4.5 Lakukan pengkajian komprehensif sesuai standar, termasuk
informasi kewaspadaan penularan Covid-19. Bidan dapat
berkoordinasi dengan RT/RW/Kades utk informasi status ibu
(ODP/PDP/Covid +).
2.4.6 Bidan dan tim kesehatan menggunakan APD sesuai kebutuhan
dengan cara pemasangan & pelepasan yg benar - menggunakan
masker Medis (APN menggunakan N-95).
2.4.7 Jika tidak siap dengan APD sesuai kebutuhan dan tidak dapat
memberikan pelayanan, segera kolaborasi dan merujuk pasien ke
PKM / RS.
2.4.8 Lakukan skrining faktor resiko termasuk resiko infeksi covid-19.
Apabila ditemukan faktor resiko, segera rujuk ke PKM / RS sesuai
standar – terencana.
2.4.9 Pelayanan ibu hamil, bersalin, nifas, BBL&Balita serta KB, Kespro
pada masa pandemi covid-19 & New Normal sesuai standar –
mengacu pada panduan Kemkes, POGI, IDAI dan IBI
2.4.10 Lakukan konsultasi, KIE & Konseling on-line: pemantauan/follow-
up care,konseling KB, ASI ekslusif, PHBS & penerapan buku KIA.

2.5. Pelayanan Persalinan


2.5.1. Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.5.2. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:

 Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan.

 Kondisi ibu saat inpartu.

 Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.

 Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan status:


suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID19 (penanganan tim
multidisiplin).

 Persalinan di RS non rujukan COVID-19 untuk ibu dengan status:


suspek, probable, dan terkonfirmasiPelayanan Persalinan a. Semua
persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.5.3. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:

 Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan.

 Kondisi ibu saat inpartu.

 Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.


 Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan status:
suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID19 (penanganan tim
multidisiplin).

 Persalinan di RS non rujukan COVID-19 untuk ibu dengan status:


suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika terjadi kondisi
RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau terjadi kondisi emergensi.
Persalinan dilakukan dengan APD yang sesuai.

 Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat (skrining


awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8 dan limfosit
normal), rapid test non reaktif). Persalinan di FKTP menggunakan
APD yang sesuai dan dapat menggunakan delivery chamber
(penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat mencegah
transmisi COVID-19).

 Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di


semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupun belum diketahui
status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang mengharuskan
dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik.

2.5.4. Rujukan terencana untuk :

 ibu yang memiliki risiko pada persalinan dan

 ibu hamil dengan status Suspek dan Terkonfirmasi COVID-19 d.


Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum
taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan.

2.5.5. Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning
(risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala
COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan
skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan
dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika
tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai
kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal.

2.5.6. Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining COVID-
19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau gejala.

2.5.7. Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik (skrining
awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8 dan limfosit
normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat dilakukan di FKTP.
Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery chamber tanpa
melonggarkan pemakaian APD (penggunaan delivery chamber belum
terbukti dapat mencegah transmisi COVID-19). Apabila ibu datang
dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan skrining, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa menunggu hasil
skrining dengan menggunakan APD sesuai standar.

2.5.8. Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan


dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana
persalinan.

2.5.9. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,


diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP).

2.6. Panduan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan Pada Masa


Pamdemi Covid-19

2.6.1. Jika ada tanda-tanda bersalin, segera hubungi Bidan melalui


telepon/WA. Bidan melakukan skrining faktor resiko termasuk resiko
infeksi covid-19. Apabila ada faktor resiko, segera rujuk ke PKM /
RS sesuai standar
2.6.2. Lakukan pengkajian komprehensif sesuai standar, dgn kewaspadaan
Covid-19. Bidan dapat berkoordinasi dengan RT/RW/Kades tentang
status ibu apakah sedang isolasi mandiri (ODP/PDP/Covid +)

2.6.3. Pertolongan persalinan dilakukan sesuai standar APN, lakukan IMD


& Pemasangan IUD paska persalinan dengan APD level2, dan
menerapkan protokol pencegahan penularan covid-19 - pada ibu
bukan PDP, Covid+ (Pasien dan pendamping maks 1 org
menggunakan masker)

2.6.4. Jika tidak dapat melakukan pertolongan persalinan, segera


berkolaborasi dan rujuk ke PKM / RS sesuai standar

2.6.5. Keluarga/pendamping dan semua tim yang bertugas menerapkan


protokol pencegahan penularan COVID19.

2.6.6. Melaksanakan rujukan persalinan terencana untuk Ibu bersalin


dengan risiko, termasuk risiko ODP/PDP/Covid + sesuai standar.

2.7. Pelayanan Persalinan di Rumah Sakit

2.7.1. Pemilihan metode persalinan juga harus mempertimbangkan


ketersediaan sumber daya, fasilitas di rumah sakit, tata ruang
perawatan rumah sakit, ketersediaan APD, kemampuan laksana,
sumber daya manusia, dan risiko paparan terhadap tenaga medis dan
pasien lain.
2.7.2. Indikasi induksi persalinan atau SC sesuai indikasi obstetrik, indikasi
medis, atau indikasi kondisi ibu atau janin.
2.7.3. Ibu dengan COVID-19 yang dirawat di ruang isolasi di ruang
bersalin, dilakukan penanganan tim multidisiplin yang terkait
meliputi dokter paru/penyakit dalam, dokter kebidanan dan
kandungan, anestesi, bidan, dokter spesialis anak dan perawat
perinatologi.
2.7.4. Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf
yang memasuki ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang
menetapkan personil yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang
(pasangan/ anggota keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang
yang menemani harus diinformasikan mengenai risiko penularan dan
mereka harus memakai APD yang sesuai saat menemani pasien.
2.7.5. Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik
standar, dengan penambahan pemeriksaan saturasi oksigen yang
bertujuan untuk menjaga saturasi oksigen > 94%, titrasi terapi
oksigen sesuai kondisi.
2.7.6. Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan
kasus di Cina, apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan
janin secara kontinyu selama persalinan.
2.7.7. Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan suspek
atau terkonfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan
apabila memungkinkan ditunda untuk mengurangi risiko penularan
sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi.
Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi dilakukan sesuai
prosedur standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD.
2.7.8. Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.
2.7.9. Seksio sesarea dapat dilaksanakan di dalam ruangan bertekanan
negatif atau dapat melakukan modifikasi kamar bedah menjadi
bertekanan negatif (seperti mematikan AC atau modifikasi lainnya
yang memungkinkan).
2.7.10. Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala,
dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan
observasi persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat jika hal ini
akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.

2.8. Ruang operasi kebidanan :

2.8.1. Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.


2.8.2. Pasca operasi, ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh
sesuai standar.

2.8.3. Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan


menggunakan Alat Perlindungan Diri sesuai standar.

2.8.4. Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.

2.8.5. Plasenta harus ditangani sesuai praktik normal. Jika diperlukan


histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan
laboratorium harus diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien
suspek atau terkonfirmasi COVID-19.

2.8.6. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan.

2.8.7. Dokter spesialis anak dan tim harus diinformasikan terlebih dahulu
tentang rencana pertolongan persalinan ibu dengan COVID-19, agar
dapat melakukan persiapan protokol penanganan bayi baru lahir dari
ibu tersebut.
Oleh karena itu, penolong persalinan harus menggunakan alat
pelindung diri (APD) minimal sesuai level 2. APD level 2 (dua) ini
digunakan oleh dokter, perawat, petugas laboratorium, radiografer, farmasi,
dan petugas kebersihan ruang pasien COVID- 9. APD pada tingkatan ini
digunakan saat tenaga medis, dokter dan perawat, di ruang poliklinik saat
melakukan pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernafasan. APD
tersebut berupa masker bedah 3 lapis, hazmat, sarung tangan karet sekali
pakai, dan pelindung mata. Standar ini hanya bisa dijamin kalau persalinan
dilakukan di fasilitas kesehatan. Pertolongan persalinan pasien dalam
pengawasan (PDP) atau pasien terkonfirmasi Covid-19, prosesnya harus
dilakukan dengan operasi sesar dengan berbagai syarat. Syarat pertama,
dilakukan di kamar operasi yang memiliki tekanan negatif. Kedua, tim
operasi menggunakan APD sesuai dengan level 3. Bila tidak terdapat
fasilitas kamar pembedahan yang memenuhi syarat, proses persalinan pada
PDP atau pasien terkonfirmasi Covid-19 dapat dilakukan dengan alternatif.
Salah satunya dengan proses operasi sesar di kamar bedah yang dimodifikasi
seperti mematikan AC atau modifikasi lainnya yang memungkinkan.
Persalinan normal dapat dilakukan dengan syarat khusus, yakni
menggunakan delivery chamber dan tim petugas kesehatan harus
menggunakan APD sesuai level 3.“Semua tindakan persalinan dilaksanakan
dengan terlebih dahulu melakukan pemberian informed consent yang jelas
kepada pasien dan atau keluarga (Januarto, 2020). Mulai bulan Mei di
beberapa fasilitas kesehatan wilayah kabupaten Banyumas sudah
menggunakan delivery chamber untuk mencegah penularan pada ibu, bayi,
dan tenaga kesehatan. APD level ketiga ini, diperuntukkan untuk ruang
prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau sudah
terkonfirmasi COVID-19. Bagi dokter dan perawat, mereka diharuskan
untuk menggunakan masker N95 atau ekuivalen, hazmat khusus, sepatu bot,
pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril sekali
pakai, penutup kepala, dan apron. Selain dokter dan petugas medis di rumah
sakit, petugas yang diwajibkan memakai APD lain yaitu sopir ambulans.
Mereka diwajibkan menggunakan masker bedah 3 lapis, sarung tangan karet
sekali pakai dan hazmat saat menaikkan dan menurunkan pasien suspect
COVID-19 (Widyawati, 2020).

2.9. Upaya Pencegahan Umum yang Dapat Dilakukan oleh Ibu


Hamil, Bersalin, dan Nifas

2.9.1 Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan memakai


sabun selama 40 - 60 detik atau menggunakan cairan antiseptik
berbasis alkohol (hand sanitizer) selama 20 – 30 detik. Hindari
menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang tidak bersih.
Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya
mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia. Cuci
tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK), dan sebelum makan (baca Buku KIA).
1. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.

2. Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.

3. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tisu. Buang tisu pada
tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tisu, lakukan sesuai etika batuk-
bersin.

4. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang
sering disentuh.

5. Menggunakan masker adalah salah satu cara pencegahan penularan penyakit


saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan masker
saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini,
karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker
harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan
lainnya, misalnya tetap menjaga jarak.

6. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan


dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain
yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.

7. Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan.
Sedangkan masker kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan
keluarganya.

8. Cara penggunaan masker yang efektif :

 Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung,


kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara
masker dan wajah.
 Saat digunakan, hindari menyentuh masker.

 Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya: jangan menyentuh


bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam).

 Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah


digunakan, segera cuci tangan.

 Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika
masker yang digunakan terasa mulai lembab.

 Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.

 Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah


medis sesuai SOP. 10. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi
sehat. Masker kain yang direkomendasikan oleh

9. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang
direkomendasikan oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3 lapis.
Menurut hasil penelitian, masker kain dapat menangkal virus hingga 70%.
Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4 jam. Setelahnya,
masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan dipastikan bersih
sebelum dipakai kembali.

10. Keluarga yang menemani ibu hamil, bersalin, dan nifas harus menggunakan
masker dan menjaga jarak.

11. Menghindari kontak dengan hewan seperti kelelawar, tikus, musang atau
hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
12. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak
untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau
praktisi kesehatan terkait.

13. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon


layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk
dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan
untuk mengatasi penyakit ini.

14. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 dari
sumber yang dapat dipercaya.
BAB III
TINJAUAN KASUS

a. Subjektif
Ny. A berusia 32 th, bersuku jawa, agama islam, pendidikan terakhir D3,
pekerjaan sehari-hari yaitu seorang bidan, alamat rumah Jl. H. M. Bobel
raya blok c 27, no. 2 rt 12/13, mekarsari, cimanggis. Ia memiliki suami
bernama Tn. Fauzan M, berusia 32 th juga, bersuku jawa, agama islam,
pendidikan terakhir S1, pekerjaan sehari-hari yaitu pegawai swasta, dan
beralamatkam sama dengan Ny. A. ke PONEK tanggal 31 Desember
2020 pukul 10.30 WIB pagi, dengan keluhan perut kencang, Gerakan
janin aktif, belum ada pengeluaran air-air pervaginam, belum ada tanda-
tanda inpartu lainnya dan tidak terdapat gejala dari Covid-19, setelah itu
ibu dilakukan pemeriksaan CTG dan didapatkan kategori I dengan
takikardi lalu dilakukan resusitasi intrauterine yaitu dengan pemberian
oksigen 5 L selama 5 menit, setelah 30 menit dilakukan CTG ulang
dengan hasil kategori I dengan takikardi frekuensi dasar 170 dpm
kolaborasi dengan dr. SPOG untuk dilakukan persiapan SC Cito . Namun
diketahui baha Ny. A di tanggal 24 Desember 2020 ibu pernah datang
untuk melakukan pemeriksaan karena ibu terdapat keluhan seperti
demam, dan penciuman ibu tidak bisa terasa (anosmia) tetapi karena usia
kehamilan ibu belum inpartu ibu dipulangkan untuk melakukan isolasi
mandiri selama 14 hari, karena itu ibu diposisikn di IGD disaster yang
sudah ditentukan untuk ibu hamil yang terkonfirmasi Covid-19 lalu
diberikan edukasi tentang bagaimana penanganan nanti yang akan
dilakukan dan tidak ada keluarga yang bisa menemani ibu karena bisa
terpapar.
a. Objektif
Dari hasil pemeriksaan, keadaan umum Ny. A baik, kesadaran
Composmentis dan keadaan emosi Stabil. Tekanan darah saat ibu datang
130/85 mmHg, Nadi 80 x/mnt, Rr 20 x/mnt, suhu 36,5 °C, saturasi oksigen
99%. Pemeriksaan fisik secara head to toe dilakukan dan hasilnya dalam
batas normal, bagian rambut terlihat bersih, muka tidak pucat, kelopak mata
tidak oedem konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikhterik, mulut dan gigi
tidak ada kelainan. Pemeriksaan leher dalam batas normal, pemeriksaan dada
ibu normal tidak ada kelainan, payudara ibu simetris ka/ki, puting menonjol,
pengeluaran colostrum, bersih, tidak ada benjolan. Tinggi fundus uteri ibu 3
jari dibawah px, ilakukan pemeriksaan abdomen terdapat bekas luka SC dan
dilakukan palpasi pada abdomen Leopold I teraba di fundus uteri bagian
bokong, Leopold II pda perut bagian sebelah kanan teraba bagian Panjang
keras seperti papan yaitu punggung, dibagian perut sebelah kiri teraba bagian
kecil-kecil janin yaitu ekstremitas, Leopold III pada bagian bawah teraba
bagian bulat, keras, melenting yaitu kepala, pemeriksaan Leopold IV yaitu
kepala belum masuk PAP tidak dilakukan pemeriksaan dalam Djj : 170
x/mnt dilakukan CTG dengan hasil kategori I dengan takikardi dilakukan
resusitasi intrauterine lalu dilakukan ctg ulang dengan hasil kategori I
dengan takikardi konsultasi dengan dr. SPOG untuk persiapan SC cito.
Pemeriksaan Ny. A sebelum masuk ke ruang operasi TTV dalam batas
normal, Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 89 x/mnt, Rr 20 x/mnt, Suhu 37
°C, Tfu : 30 cm, persentasi kepala, His (-), Djj : 158 x/mnt , tidak dilakukan
pemeriksaan dalam, dengan infus terpasang dengan RL 20 Tpm , melakukan
prosedur sesuai SOP sebelum dilakukan operasi seperti konsul dengan dokter
paru, telfon pihak ruangan ok dan anastesi untuk melakukan pengajuan dan
pasien sudah dipuasakan sejak pukul 12.00 WIB siang. Operasi SC
dilakukan pukul 18.30 WIB di ruang OK Covi-19.
b. Analisa
G2P1A0 Hamil 40 minggu dengan bekas sectio cesaria 1x Terkonfirmasi
COVID-19 , Janin Tunggal Hidup Intrauterine presentasi kepala

c. Penatalaksanaan Tindakan
1. Menginformasikan kepada ibu bahwa hasil swab ibu + (positif), ibu
mengetahui
2. Menginformasikan kepada ibu bahwa ibu dalam keadaan baik, TTV dalam
batas normal, TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/m, Rr : 21 x/m, S : 36,7 °C.
3. Menginformasikan kepada ibu bahwa ibu akan dilakukan persalinan secara
Secar sesuai dengan SOP Covid-19, karena sebelumnya ibu dengan Riwayat
secar dan ibu terkonfirmasi Covid-19, ibu mengetahui dan menyetujui.
4. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga bahwa pada saat proses
persalinan tidak ada yang mendampingi ibu, ibu dan keluarga mengetahui.
5. Menginformasikan kepada ibu bahwa selama proses persalinan harus
memakai masker, ibu mau melakukan.
6. Melakukan pertolongan persalinan di ruang operasi khusus pasien
terkonfirmasi COVID-19.
7. Menginformasikan kepada ibu bahwa setelah persalinan ibu tidak akan
melakukan IMD dan ibu akan dirawat di ruangan yang terpisah dengan bayi,
ibu mengetahui dan mau melakukan.
8. Menginformasikan kepada ibu bahwa bayi tidak langsung di mandikan tetapi
hanya di keringkan dan langsung di hangatkan di inkubator. Ibu mengetahui
9. melakukan kolaborasi dengan dokter spesalis paru untuk menentukan terapi
obat anti virus untuk ibu seperti Azritomycin 2X1 500mg, Osteopamipir 2X1
75 mg, B.COM 2X 500 mg, VIT D 1X1000 mm, Vit C Injeksi 2X400 mf
Probiotik 1.
10. Melakukan Pendokumentasian
BAB IV
PEMBAHASAN

Di dalam bab ini, penulis membahas tentang asuhan kebidanan secara komprehensif
pada asuhan persalinan pada Ny. A umur 26 tahun G2P1A0 hamil 40 minggu
dengan Covid-19 yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto. Di dalam bab ini
penulis membandingkan apakah adakah kesenjangan antara teori dan praktik di
lapangan.
A. Persalinan
Dari hasil anamnesa didapat Ny. A umur 26 tahun, Menurut teori usia reproduksi
Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk yang secara
fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan. Oleh karena itu
sebaiknya segera melangsungkan kehamilan disaat usia reproduksinya dalam
rentang usia aman untuk melangsungkan kehamilan yaitu usia 20-35 tahun. Jika
melangsungkan kehamilan di usia lebih dari 35 tahun maka berdampak pada
tingginya resiko kehamilan seperti pre-eklamsia, eklamsia, perdarahan, anemia,
abortus, dan resiko lainnya (BKKBN, 2014). ibu yang berumur antara 20-35 tahun,
usia ideal untuk hamil dan melahirkan, namun pada periode ini diharapkan wanita
dapat menjarangkan kehamilan dengan jarak dua kehamilan antara empat sampai
lima tahun (sumaila, 2011). Ny A diketahui memiliki Riwayat SC sebelumnya di
kehamilan pertama karena KPD dan di kehamilan sekarang pun di lakukan SC
kembali , menurut teori Riwayat SC adalah sejarah waktu persalinan terdahulu
dimana dilakukan juga dengan tindakan secsia cesarea karena indikasi tertentu.
wanita yang pernah melakukan persalinan dengan tindakan SC ada kecenderungan
untuk persalinan berikutnya harus dilakukan dengan tindakan SC juga (Manuaba
2010) . Masih banyaknya ibu bersalin yang mengalami tindakan SC tidak terlepas
dari masih banyaknya ibu bersalin yang beresiko tinggi yaitu berumur <20 tahun dan
>35 tahun, berparitas primipara dan grandemultipara, mengalami partus tak maju,
memiliki penyakit diabetes dan memiliki riwayat persalinan SC sebelumnya
( Pertiwi 2019). Karena di kehamilan kedua ini ibu dengan kehamilan di sertai
Covid-19 menurut teori, Pertolongan persalinan pasien dalam pengawasan (PDP)
atau pasien terkonfirmasi Covid-19, prosesnya harus dilakukan dengan operasi sesar
dengan berbagai syarat. Syarat pertama, dilakukan di kamar operasi yang memiliki
tekanan negatif. Kedua, tim operasi menggunakan APD sesuai dengan level 3. Bila
tidak terdapatfasilitas kamar pembedahan yangmemenuhi syarat, proses
persalinanpada PDP atau pasien terkonfirmasi Covid-19 dapat dilakukan dengan
alternatif. Salah satunya dengan proses operasi sesar di kamar bedah yang
dimodifikasi seperti mematikan AC atau modifikasi lainnya yang memungkinkan
(Trisnawati 2020)Pada Tanggal 24 desember Ny A datang ke Bagian PONEK di
RSPAD Gatot Soebroro dengan keluhan demam, dan hilang indra penciuman
(Insomnia) kemudian dilakukan Pemeriksaan RT-PCR dengan Hasil (+) Covid-19,
menurut teori Seorang ibu hamil yang dicurigai kemungkinan menderita COVID-19
harus sudah dapat ditentukan kepastian diagnosisnya dan kondisi beratnya penyakit
sebelum melahirkan.Skrining terhadap kemungkinan covid-19 dilakukan
berdasarkan adanya keluhan demam atau pemeriksaan suhu tubuh (≥ 38 oC) dan
gejala infeksi saluran pernafasan. Keterangan lainnya berupa adanya riwayat kontak
erat ibu hamil tersebut dengan penderita covid-19. Selain itu, hal yang sangat
penting untuk perlu diketahui adalah riwayat perjalanan ke daerah yang telah terjadi
transmisi lokal COVID-19, Dalam layanan persalinan, pemeriksaan penunjang
seperti rapid test wajib dilakukan kepada seluruh ibu hamil sebelum proses
persalinan (kecuali rapid test tidak tersedia). Tempat persalinan dipilih dengan
syarat yang memenuhi persyaratan dan telah dipersiapkan dengan baik.Jika fasilitas
atau sarana tersedia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan RT-PCR untuk pemeriksaan
adanya virus penyebab COVID-19, yaitu SARS-Cov-2. Dari pemeriksaan
laboratorium tersebut dapat diputuskan status kesehatan ibu melahirkan, apakah
menderita covid-19 (terkonfirmasi) atau tidak (non-Covid-19), (AcTion November
2020).
Pada saat Ny A di lakukan SC kemudian ibu dan bayi tidak di lakukan Rawat
gabung ,Setelah SC ibu di pindahkan ke ruangan perawatan di Paviliun Darmawan
lantai 3 dan bayi di ruang perawatan bayi yaitu di ruangan Peristi, menurut teori
Seorang ibu yang melahirkan dengan terkonfirmasi COVID-19 akan menjalani
perawatan khusus bersama bayinya, seperti pemilihan tempat perawatan ibu dan
bayi, perlu tidaknya rawat gabung, dan penggunaan alat pelindung diri. Tujuan
perawatan ini agar ibu dengan COVID-19 tidak menjadi sumber penularan kepada
bayinya dan anggota keluarga lainnya (AcTion November 2020).
Kemudian Ny A di lakukan kolaborasi dengan dokter paru-paru untuk mendapatka
obat antivirus,menurut teori Dalam masa perawatan, ibu yang melahirkan dengan
Covid-19 tersebut akan mendapat tatalaksana sesuai dengan tingkat beratnya
penyakit yang dideritanya, termasuk obat-obatan antivirus dan obat lainnya (Aceh
Nutrition jurnal 2020). Dan untuk bayinya sendiri tetap di beri Asi namun melalu
metode pumping, menurut teori Segera setelah lahir, bayi dari ibu dengan COVID-
19 akan mendapatkan tatalaksana sebagaimana bayi baru lahir pada umumnya,
kecuali dalam hal perawatan dan cara pemberian nutrisi, termasuk pertimbangan
pemberian ASI atau susu formula. Bayi dilakukan pemotongan tali pusat. Bayi
segera dimandikan dan kemudian dikeringkan. Jika kondisi stabil, kepada bayi juga
diberikan vitamin K1, antibiotik salep mata. Kepada bayi juga diberikan imunisasi
hepatitis B. Setelah 24 jam setelah lahir atau sebelum ibu pulang, tenaga kesehatan
mengambil sampel Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).Perawatan bayi, apakah
rawat gabung atau terpisah, tergantung status kesehatan ibu dan keputusan keluarga.
Sebaiknya, bayi yang lahir dari ibu dengan COVID-19 tidak dirawat gabung. Bila
perlu, perawatan bayi dilakukan pada ruangan yang terpisah dari ibunya. Jika ibu
harus isolasi, maka dilakukan konseling untuk isolasi terpisah antar ibu dan bayinya
selama 14 hari sesuai batas resiko transmisi. Tujuan dari pemisahan sementara
tersebut untuk mengurangi kontak anatara ibu dan bayi.Kadangkala ibu tetap
berkeinginan untuk merawat bayinya, meskipun telah mendapat penjelasan dari
petugas kesehatan. Untuk kasus seperti ini, maka persiapan harus dilakukan dengan
memberikan informasi lengkap dan potensi resiko terhadap bayi. Selama dirawat di
rumah sakit, perawatan dilakukan dengan isolasi ibu dan bayi. Jika sarana tersedia,
bayi dirawat dalam inkubator tertutup, meskipun dalam satu ruangan dengan ibunya.
Bila tidak tersedia inkubator, gunakan kain pemisah.Perawatan harus memenuhi
protokol kesehatan ketat, yaitu jarak antara ibu dengan bayi minimal dua meter. Ibu
rutin mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi. Ibu harus memakai
masker bedah dan menggunakan tirai pemisah. Ruangan rawat gabung memiliki
sirkulasi yang baik. Lingkungan di sekitar ibu juga harus rutin dibersihkan dengan
cairan desinfektan. (Aceh Nutrition Jurnal 2020).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mahasiswa Memahami tentang asuhan Persalinan dengan Covid-19 secara
komprehedan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
a. Mahasiswa memahami asuhan kebidanan pada persalinan Ny. A dengan
Covid-19.
b. Mahasiswa mampu mengumpulkan data obyektif melalui pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium pada Ny. A
c. Mahasiswa mampu menetapkan analisis yang berupa diagnosis kebidanan,
masalah, kebutuhan, diagnosis potensial serta antisipasi tindakan segera pada
Ny.A
d. Mahasiswa mampu memberikan penatalaksanaan berupa asuhan kebidanan
yang sesuai dengan keadaan Ny. A

B. Saran
a. Bagi Klien
Menjadi bahan motivasi dan meningkatkan pengetahuan klien mengenai
pelayanan kesehatan secara lengkap yang harus klien dapatkan dari unit
pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak
serta dapat menciptakan hubungan baik antar klien dan bidan dalam
masyarakat dan klien mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar
kebidanan secara komprehensif.

b. Bagi Lahan Praktik Klinik Kartika


Pelayanan yang diberikan pada klien sudah cukup baik, hendaknya dapat
mempertahankan dan lebih meningkatkan pelayanan agar lebih baik dari
pada sebelumnya sesuai dengan standar asuhan kebidann yang berlaku
serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
c. Bagi Penulis
Meningkatkan dan memperdalam ilmu pengetahuan serta mampu
menerapkan asuhan kebidanan yang sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan sehingga lebih teliti dalam melakukan tindakan dan mampu
mendeteksi dini komplikasi pada ibu hamil dan untuk meningkatkan mutu
dan standar asuhan kebidanan.

d. Bagi Institusi Pendidikan


Meningkatkan dan menambah bahan referensi diperpustakaan sehingga
dapat memudahkan mahasiswa dalam pembuatan pendokumentasian
dengan menggunakan 7 langkah varney dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam menerapkan Asuhan Kebidanan. dengan menggunakan
7 langkah varney dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
menerapkan Asuhan Kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai