Anda di halaman 1dari 38

SMALL GROUP DISCUSSION

SKENARIO 1

Disusun oleh : IKT 1 2018-A

1. Ophielya Thisna (18700001)


2. Dilla Dayana Putri (18700005)
3. Dewi Rambu Hana Pandjukang (18700007)
4. Rieke Dyah Aurellia Kusuma W. (18700009)
5. Maya Dwi Artikawati (18700011)
6. Agus Winangun (18700013)
7. Elliyah Fatma Sari (18700015)
8. I Gede Krisna Dharma S. (17700052)
9. Edwin Zefanya W (17700054)

DOSEN PEMBIMBING : dr. A. Gatot Sugiarto, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat-Nya karena bisa
menyelesaikan makalah yang disusun berdasarkan pembahasan-pembahasan pada SGD
(Small Group Discussion) dari Kelompok 1 kelas 2018 A tentang Skenario 1 yang berjudul
“Ikarus Bertambah Kurus”. Penyusunan makalah ini bertujuan agar bisa menentukan
diagnosa yang tepat dari gejala yang dialami pasien tersebut.
Kiranya makalah ini pun terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca dapat menjadi acuan dalam tugas makalah di waktu
mendatang.

Surabaya, Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I SKENARIO...........................................................................................................................................1
BAB II KATA KUNCI......................................................................................................................................2
BAB III PROBLEM.........................................................................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................................................4
A. Batasan.....................................................................................................................................................4
B. Anatomi....................................................................................................................................................4
C. Fisiologi....................................................................................................................................................5
D. Anatomi dan Fisiologi Fungsi Kognitif...................................................................................................5
E. Patofisiologi..............................................................................................................................................7
F. Jenis – Jenis Penyakit Yang Berhubungan................................................................................................9
1.Depresi.............................................................................................................................................9
2.Distimia............................................................................................................................................9
3.Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)..........................................................................................9
G. Gejala Klinis..........................................................................................................................................10
H. Pemeriksaan Fisik dan Psikiatri.............................................................................................................12
BAB V HIPOTESIS AWAL...........................................................................................................................16
BAB VI ANALISIS DARI DEFERENTIAL DIAGNOSIS..........................................................................17
BAB VII HIPOTESIS AKHIR.......................................................................................................................20
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSA.........................................................................................................21
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH...............................................................................22
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI.................................................................................................29
A. Prognosis............................................................................................................................................29
B. Komplikasi.........................................................................................................................................29
C. Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien.......................................................30
D. Tanda Untuk Merujuk Pasien.............................................................................................................30
E. Peran Pasien/ Keluarga Untuk Penyembuhan....................................................................................31
F. Pencegahan.........................................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................35

ii
BAB I
SKENARIO

IKARUS BERTAMBAH KURUS


Ikarus, seorang wanita usia 39 tahun dibawa ke poliklinik dokter umum oleh
suaminya dengan keluhan 2 bulan terakhir, mengalami penurunan berat badan lebih dari 5
kilogram. Lebih banyak berdiam diri, kehilangan semangat dalam melakukan kegiataan
sehari-hari dan mudah merasa Lelah.

1
BAB II
KATA KUNCI

1. Seorang wanita berusia 39 tahun


2. Keluhan yang dialami 2 bulan terakhir
3. Penurunan berat badan lebih dari 5 kg
4. Kurang semangat dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan lebih banyak berdiam
diri
5. Mudah merasa Lelah.

2
BAB III
PROBLEM

1. Apa Penyebab dari Keluhan-Keluhan Ny. Ikarus tersebut ?


2. Bagaimana Patofisiologinya ?
3. Apa saja DD yang Ditimbulkan dari Kasus tersebut ?
4. Bagaimana Cara Menegakkan Diagnosis dari Penyakit tersebut ?
5. Bagaimana Prinsip Penatalaksanaan pada Kasus tersebut ?
6. Bagaimana Komplikasi yang Ditimbulkan Penyakit tersebut ?
7. Bagaimana Prognosisnya yang Ditimbulkan Penyakit tersebut ? ?
8. Bagaimana Pencegahannya ?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Batasan
Batasan masalah yang digunakan pada skenario ini yaitu berkaitan dengan
penurunan berat badan yang dialami oleh Ny. Ikarus yang berkaitan dengan masalah
pada otak yang terlibat dalam depresi yaitu forebrain dan sistem limbik.

B. Anatomi
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian
Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum
(otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem ( batang otak) dan limbic system
(sistem limbik).
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri dari
dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar terdiri atas corteks
(permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer kiri dan kanan
dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer
dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak
paling belakang), lobus parietalis dan lobus temporalis.
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat
pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei) dan Thalamus
suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke
struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri.
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis, berhubungan banyak
dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas diensefalon ( bagian batang otak paling
atas terdapat diantara cerebellum dengan mesencephalon, mesencephalon (otak
tengah), pons varoli ( terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata), dan medulla oblongata (bagian dari batangotak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam kaitan
ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan bagian otak yang
paling sensitif terhadap serangan.

4
C. Fisiologi
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia alba dan
substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan sensitife.
Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti : gerakan
motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama- sama dan
berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi cetusan
listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan
serangan. Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan
mengangkat sisa metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak
berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen terjadi bila
aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.

D. Anatomi dan Fisiologi Fungsi Kognitif


Sistem saraf yang berperan dalam fungsi kognitif tentunya tidak berjalan
sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya melainkan merupakan suatu kesatuan
yang di sebut sistem limbik. Sistem limbik sendiri terlibat dalam pengendalian emosi,
perilaku, dorongan serta memori.
Secara anatomi, seperti yang terlihat pada gambar 1, struktur limbik meliputi
gyrus subcallosus, gyrus cinguli, dan gyrus parahippocampalis, formation
hoppicampi, nucleus amygdala, corpus mammillare, dan nucleus anterior thalami.
Adapun yang membentuk jaras-jaras penghubung dari sistem tersebut
meliputi 6 alveus, fimbria, fornix, tractus mammillothalamicus, dan stria terminalis.
Adapun struktur dari sistem limbik dengan perannya masing-masing yaitu:

5
1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi dimana hemisfer kanan
predominan terhadap keadaan tidak sadar serta hemisfer kiri predominan
dalam keadaan sadar.
2. Hipokampus, berperan dalam pembentukan memori jangka panjang dan
proses pembelajaran (pemeliharaan kognitif).
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentuan memori spasial.
4. Girus cinguli, berperan dalam pengaturan atensi sebagai salah satu
domain dari fungsi kognitif.
5. Forniks, berperan dalam pembelajaran dan memori.
6. Hypothalamus, berperan mengatur perubahan memori baru menjadi
memori jangka panjang.

Gambar 1. Sistem Limbik

7. Thalamus, sebagai pusat pengaturan fungsi kognitif di otak.


8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran.
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru.
10. Korteks enthorinal, berperan dalam komponen asosiasi.

Sedangkan lobus otak yang mempunyai peran dalam pengaturan fungsi kognitif
meliputi:
1. Lobus frontalis, berperan mengatur motorik, kepribadian, perilaku, bahasa,
memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa dan sintesis.
2. Lobus parietalis, berperan dalam fungsi membaca, persepsi, dan
visuospasial. Lobus ini menerima stimuli sensorik dari berbagai modalitas
seperti input visual, auditorik, dan taktil dari area asosiasi sekunder.

6
3. Lobus temporalis, berperan dalam mengatur fungsi pendengaran,
penglihatan, emosi, memori, dan kategorisasi benda-benda. (Chamidah
AN, 2013)
Daerah- daerah di otak yang terlibat dalam depresi ada forebrain dan
sistem limbik. Sisteme limbik terdiri dari talamus amigdala dan hipocampus.
Area di otak yang berperan dalam depresi yaitu lobus frontalis dan lobus
temporal di bagian forehead.

 Lobus frontalis, berfungsi dalam mengatur motorik, perilaku, kepribadian,


bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan
sintesis.
 Lobus temporalis berfungsi dalam mengatur pendengaran pengelihatan,
emosi, memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik
dan visual.

E. Patofisiologi
Patofisiologi pasti dari gangguan depresi mayor masih belum diketahui, tetapi
dari segi etiologi diasumsikan bahwa penyebabnya adalah hal yang heterogen karena
diagnosa gangguan depresi mayor hanya bersifat deskriptif dan mengandung
beberapa gejala yang saling berkaitan. Faktor biologi, psikologis dan sosial semuanya
berpengaruh terhadap gangguan depresi mayor.
1. Genetik
Faktor genetik berperan dalam depresi, stres yang berat akan
mempresipitasi depresi pada mereka yang mempunyai predisposisi genetik.(15)
Pada depresi yang tidak terlalu berat, faktor genetik tidak terlalu berperan
dibandingkan dengan faktor lingkungan. Petanda genetik yang potensial
berperan untuk gangguan afektif telah ditemukan pada kromosom X, 4,5, 11, 18
dan 21, sebagai contoh dua dari petanda yang diperkirakan pada lengan panjang
kromosom 5 mengandung gen yang memberikan kontribusi untuk reseptor nor
epinefrin, dopamin, GABA dan glutamat.

2. Neurokimiawi
Hipotesa ini mendalilkan bahwa depresi merupakan hasil dari
ketidakseimbangan serotonin (5-HT), nor adrenalin maupun dopamin pada

7
beberapa area otak. Stresor eksternal meningkatkan produksi corticotrophin
releasing hormones di hipotalamus yang bekerja pada reseptor spesifik,
contohnya pada jalur adrenocorticotrophin di glandula pituitari dan lokus
coeruleus.
3. Neuroanatomi
Di samping struktur neurokimiawi juga harus dipertimbangkan interaksi
struktur neuroanatomi dari sistem emosi otak. Struktur yang dimaksud adalah
sistem limbik, sirkuit emosi dan kognitif yang mempunyai hubungan dengan
gangguan mood terdiri dari beberapa area yaitu korteks prefrontal, girus cinguli,
amigdala, hipokampus, insula, ventral striatum dan thalamus.
4. Neuroendokrinologi
Aksis Hipotalamus, pituitari dan adrenal sudah sejak lama dikenal
berhubungan dengan gangguan depresi mayor. Efek biologi dari stres di
mediasikan dengan cara pelepasan corticotropin releasing factor/ hormone yang
menyebabkan peningkatan sekresi adrenocorticotropin hormone dan peningkatan
dari glukokortikoid. Peningkatan jumlah glukokortikoid akan mengubah
sensitivitas reseptor noradrenergik dan sekresi glukokortikoid.
5. Neuropsikologi
Hipokampus terlibat secara kritis dalam pembentukan memori, sebagai
bagian dari sirkuit saraf yang terlibat dalam pemrosesan informasi, pembentukan
emosi dan memori yang ditampilkan. Volume hipokampus pada pasien depresi
berkurang terutama pada pasien dengan depresi yang kronis dan berulang,
ataupun pada pasien yang mempunyai riwayat trauma.
6. Sistem Imun
Pada pasien depresi mayor ditemukan bukti-bukti adanya respon imun
innate yang teraktivasi yang ditandai dengan peningkatan biomarker-biomarker
inflamasi yaitu sitokin imun innate, protein fase akut, chemokines dan molekul
adhesi.
7. Faktor Lingkungan Dan Kejadian Dalam Hidup
Depresi seringkali terjadi setelah stressor psikososial yang besar terutama
pada episode depresi yang pertama atau kedua, sebagai contoh masalah
hubungan interpersonal, masalah ekonomi ataupun masalah perumahan yang
tidak layak, pengalaman masa kanak seperti penyalahgunaan ataupun
penelantaran anak, kehilangan orang tua dan dukungan sosial yang tidak

8
memadai, perasaan rendah diri, kepribadian obsesif, pola pikir negatif yang
bersifat maladaptif terhadap diri sendiri dan orang lain secara umum merupakan
faktor-faktor resiko yang terdapat pada pasien depresi.
F. Jenis – Jenis Penyakit Yang Berhubungan
1. Depresi
Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja
otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari.
Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi
keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan
mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai
dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola
tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia
(kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta
pikiran bunuh diri.
2. Distimia
Gangguan distimia adalah gangguan mood yang terdepresi,
dikarakteristikan dengan perjalanan penyakit yang kronik dengan onset yang
tiba-tiba. Gangguan distimia harus dibedakan dengan gangguan depresi
kronik, karena pada gangguan distimia tidak pernah ditemukan episode
gangguan depresi mayor. Pasien dengan distimia sering memiliki pandangan
yang suram atau negative dalam hidupnya dengan perasaan ketidakmampuan
dalam dirinya.
3. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Merupakan sindrom yang muncul setelah seseorang melihat, mendengar
atau terlibat dalam stressor traumatis yang ekstrem. PTSD terjadi karena
paparan peristiwa traumatis dan didefinisikan berdasarkan cluster gejala yang
berbeda antara lain kembali merasakan sedang dalam peristiwa trauma atau
flashback, menghindar, emosi tumpul/numbing dan gejala tersebut tetap
bertahan selama lebih dari 1 bulan. PTSD memiliki dampak jangka panjang
yang parah dan individu dengan PTSD memiliki risiko terkena depresi berat,
ketergantungan zat, dan gangguan kondisi kesehatan lainnya serta
terganggunya fungsi peran yang dapat mengurangi kualitas hidup.

9
G. Gejala Klinis
1. Depresi
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai
berikut :
Gejala utama :
a) Afek depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
e) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
2. Distimia
a) Berpifikiran negative, pesimistik dan berpandangan suram.
b) Mood terdepresi
c) Gelisah
d) Cemas
e) Gejala Neurovegetative seperti tidur terganggu baik itu sulit
tidur/kebanyakan tidur dan perubahan nafsu makan, letargi, biasanya
kurang ditandai dari pada yang terlihat dalam episode depresi mayor.
f) Anhedonia (Kehilangan minat/sulit merasakan bahagia)
g) Distimia kemungkinan lebih sering terjadi pada perempuan dari pada
laki-laki. Keadaan ini juga lebih sering pada keluarga biologis tingkat
pertama pasien dengan riwayat episode depresif dari pada populasi
umum.

10
3. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Gejala PTSD pada umumnya dibagi menjadi 4 tipe, yaitu ingatan
intrusif, avoidance atau menghindar, perubahan negatif pada cara berpikir,
mood, serta perubahan reaksi fisik dan emosional.
1) Gejala Ingatan Intrusif
a. Ingatan yang tidak diinginkan, yaitu bersifat mengganggu yang
datang berulang.
b. Menghidupkan peristiwa traumatis tersebut seakan-akan peristiwa
tersebut terjadi lagi (kilas balik)
c. Mimpi buruk tentang peristiwa tersebut
d. Distress emosional berat terhadap sesuatu yang mengingatkan
pengidap pada peristiwa traumatis.
2) Avoidance
a. Mencoba menghindari berpikir atau berbicara tentang peristiwa
traumatis.
b. Menghindari tempat, kegiatan atau orang yang mengingatkan
seseorang pada kejadian traumatis
3) Perubahan negatif pada cara berpikir dan mood
a. Pikiran negatif tentang orang lain, diri sendiri, lingkungan, bahkan
dunia.
b. Putus asa tentang masa depan
c. Masalah memori, termasuk tidak mengingat aspek penting dari
peristiwa traumatis.
d. Kesulitan mempertahankan hubungan dekat.
e. Merasa terlepas dari keluarga dan teman.
f. Kurangnya minat dalam kegiatan yang pernah dinikmati.
g. Kesulitan mengalami emosi positif.
h. Merasa mati rasa secara emosional.
4) Perubahan pada reaksi emosional maupun fisik
a. Menjadi mudah kaget atau ketakutan.
b. Selalu waspada terhadap bahaya
c. Perilaku merusak diri, seperti minum terlalu banyak atau
mengemudi terlalu cepat;
d. Kesulitan tidur

11
e. Kesulitan berkonsentrasi.
f. Kerapuhan, ledakan kemarahan atau perilaku agresif.
g. Rasa bersalah atau malu yang luar biasa.

H. Pemeriksaan Fisik dan Psikiatri


1. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Kompos mentis
 Vital Sign
- Tensi : 110/60 mmHg
- RR : 18 x/menit
- Nadi : 70 x/menit
- Suhu : 36,7°C
 Kepala Leher :
- Anemia : (-)/(-)
- Ikterus : (-)/(-)
- Cianosis : (-)/(-)
- Dipsnea : (-)/(-)
- Leher : Dalam batas normal
 Thorax :
- Jantung : Dalam Batas Normal (DBN)
- Paru : Dalam Batas Normal (DBN)
 Abdomen :
- Dalam Batas Normal (DBN)
 Ektremitas : Dalam Batas Normal (DBN)
 Pemeriksaan neurologi : DBN, tidak ditemukan reflex patologis

2. Pemeriksaan Psikiatri
1. Kesan umum: seorang wanita kurus mengenakan baju kaos warna hijau dan
menggunakan rok warna cokelat muda tampak tidak bersemangat dan sering
kali tampak termenung saat diajak berbicara dan mudah menangis
2. Orientasi: pasien mengetahui saat pemeriksaan dilakukan pada siang hari,
sedang berada di klinik dan mengenali suaminya yang mengantar
3. Kesadaran : kompos mentis

12
4. Kontak verbal: intonasi lemah dan cenderung lemah
5. Mood/afek: tertekan
6. Proses berfikir: bentuk realistic, aruskoheren, isinya masa hidup tidak ada
gunanya
7. Presepsi : tidak di dapatkan halusinasi
8. Psikomotor: tampak tenang selama pemeriksaan
9. Intelegensi: kesan cukup
10. Insite: kurang baik (pasien tidak tahubahwa ia sedang sakit)

3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Gula Darah
Tes gula darah adalah pemeriksaan untuk mengetahui kadar gula (glukosa)
dalam darah. Ada macam-macam tes gula darah, dan tujuannya bukan hanya untuk
mendiagnosis penyakit diabetes, tapi juga untuk mengevaluasi apakah kadar
gula darah penderita diabetes terkontrol dengan baik. Meski tes gula darah umumnya
dilakukan di laboratorium klinik atau rumah sakit, Anda juga bisa melakukan tes ini
di rumah menggunakan alat glukometer. Caranya cukup dengan menusuk ujung jari
dengan jarum khusus hingga mengeluarkan sedikit darah, lalu meneteskannya pada
strip glukosa yang terpasang di glukometer. Hasilnya akan terlihat dalam 10-20 detik.
 Beragam Jenis Tes Gula Darah
Berdasarkan waktu pengambilan darah dan cara pengukurannya, tes gula
darah dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Tes gula darah sewaktu
Tes gula darah ini dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu
berpuasa dan tanpa memerhatikan kapan terakhir Anda makan. Tes ini
dapat dilakukan untuk memantau kadar gula darah penderita diabetes,
atau untuk menilai tinggi-rendahnya kadar gula darah orang yang
lemas atau pingsan.
b. Tes gula darah puasa
Ini merupakan tes gula darah yang mengharuskan Anda untuk
berpuasa (biasanya 8 jam) sebelum melakukan tes, agar hasilnya tidak
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Tes gula darah puasa ini
umumnya digunakan sebagai tes pertama untuk mendiagnosa
penyakit diabetes.

13
c. Tes gula darah 2 jam setelah makan (postprandial)
Sepuluh menit setelah makan, kadar gula darah akan mulai
mengalami kenaikan dan mencapai puncaknya setelah 2 jam. Setelah
2-3 jam, gula darah akan turun kembali ke kondisi normal. Tes gula
darah postprandial dilakukan 2 jam setelah pasien makan, dan
biasanya dikerjakan setelah tes gula darah puasa. Tes ini dapat
menggambarkan kemampuan tubuh dalam mengontrol kadar gula
dalam darah, yang terkait dengan jumlah serta sensitivitas insulin di
dalam tubuh.

d. Tes hemoglobin A1c (HbA1c)


Tes darah ini dilakukan untuk mengetahui kadar rata-rata gula
darah dalam 2-3 bulan terakhir. Tes ini mengukur persentase gula
darah yang melekat pada hemoglobin (Hb). Pemeriksaan HbA1c dapat
dilakukan untuk mendiagnosis diabetes, serta untuk mengetahui
terkontrol atau tidaknya kadar gula darah penderita diabetes. Jika kadar
HbA1C Anda lebih dari 6,5 persen dalam 2 kali pemeriksaan dengan
waktu yang berbeda, kemungkinan Anda menderita diabetes atau
penyakit diabetes Anda tidak terkontrol. Kadar antara 5,7-6,4 persen
mengindikasikan prediabetes, dan di bawah 5,7 persen dianggap
normal.
2. Pemeriksaan Hormon Tyroid
Pemeriksaan tiroid adalah pemeriksaan untuk mengetahui struktur maupun
fungsi kelenjar tiroid saat kelenjar tersebut diduga mengalami gangguan atau
kerusakan. Selain di kelenjar tiroid, pemeriksaan ini juga dilakukan di organ-organ
lain tempat hormon tiroid bekerja, seperti di jantung dan saraf.
Kelenjar tiroid merupakan bagian tubuh yang fungsinya sangat vital. Kelenjar
ini mampu menghasilkan hormon yang mengatur hampir seluruh metabolisme tubuh.
Hormon tiroid yang terdiri dari hormon T4 dan T3 berfungsi mengatur pertumbuhan,
penggunaan energi, perkembangan jaringan dan proses metabolisme terutama di
jantung, saraf, organ reproduksi dan ketahanan tubuh (imunitas).Pada keadaan
tertentu, baik karena kekurangan zat tertentu maupun karena penyakit, kadar hormon
tiroid dapat meningkat atau menurun. Tentunya hal ini berakibat pada berbagai
pengaturan tubuh.

14
Pemeriksaan tiroid dilakukan untuk mendeteksi kelainan hormon tiroid. Pada
keadaan tertentu, hormon ini terlalu banyak diproduksi sehingga jumlahnya
meningkat dalam tubuh dan menyebabkan hipertiroidisme. Sebaliknya, pada keadaan
lain, produksi hormon dapat terhambat sehingga jumlahnya menurun dan
menyebabkan hipotiroidisme.Selain itu, jika ada benjolan di leher seperti pada
penyakit kanker tiroid dan struma nodosa, pemeriksaan tiroid juga perlu dilakukan.
Beberapa indikasi medis yang memerlukan prosedur pemeriksaan tiroid, antara lain:
Benjolan di sekitar leher, Suara serak, Sulit menelan, Mudah berkeringat, Mudah
merasa kedinginan, Jantung berdebar, Gangguan tidur, Mudah cemas, Mudah lupa,
Mudah lelah, Penurunan berat badan tanpa sebab jelas dan Kelainan haid pada wanita.

15
BAB V
HIPOTESIS AWAL

Dari hasil analisa kelompok kami yang berdasarkan identifikasi terhadap anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang penyakit pada jenis-jenis penyakit yang
berhubungan, maka kami memilih beberapa hipotesa awal atau Differential Diagnosis yaitu :
1. Distimia
2. Depresi
3. PTSD

16
BAB VI
ANALISIS DARI DEFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Anamnesis
- Nama : Ny. Ikarus
- Umur : 39 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status : Menikah
- Alamat : Jl.Dukuh
 Keluhan Utama : Penurunan Berat Badan lebih dari 5kg.
 Riwayat Penyakit Sekarang
- Penurunan berat badan lebih dari 5kg dalam 2 bulan terakhir
- Lebih banyak berdiam diri
- Kehilangan semangat
- Mudah merasa lelah
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada
 Riwayat Sosial
- Pendidikan lulus SMA tepat waktu, Tumbuh kembang dalam batas normal,
keseharian cenderung pendiam, sering memendam masalah dan tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter.

2. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Kompos mentis
 Vital Sign
- Tensi : 110/60 mmHg
- RR : 18 x/menit
- Nadi : 70 x/menit
- Suhu : 36,7°C

17
 Kepala Leher :
- Anemia : (-) / (-)
- Ikterus : (-) / (-)
- Cianosis : (-) / (-)
- Dipsnea : (-) / (-)
- Leher : Dalam Batas Normal (DBN)
 Thorax :
- Jantung : Dalam Batas Normal (DBN)
- Paru : Dalam Batas Normal (DBN)
 Abdomen :
- Dalam Batas Normal (DBN)
 Ektremitas : Dalam Batas Normal (DBN)
 Pemeriksaan neurologi : DBN, tidak ditemukan reflex patologis

3. Pemeriksaan Psikiatri
1) Kesan umum: seorang wanita kurus mengenakan baju kaos warna hijau dan
menggunakan rok warna cokelat muda tampak tidak bersemangat dan sering
kali tampak termenung saat diajak berbicara dan mudah menangis
2) Orientasi: pasien mengetahui saat pemeriksaan dilakukan pada siang hari,
sedang berada di klinik dan mengenali suaminya yang mengantar
3) Kesadaran : kompos mentis
4) Kontak verbal: intonasi lemah dan cenderung lemah
5) Mood/afek: tertekan
6) Proses berfikir: bentuk realistic, aruskoheren, isinya masa hidup tidak ada
gunanya
7) Presepsi : tidak di dapatkan halusinasi
8) Psikomotor: tampak tenang selama pemeriksaan
9) Intelegensi: kesan cukup
10) Insite: kurang baik (pasien tidak tahubahwa ia sedang sakit)

18
4. Pemeriksaan Penunjang

– Gula darah acak : 200 mgdl


– Kadar hormon tiroid : (T3 dan T4) dan TSH : DBN

Tanda - Tanda PTSD Depresi Distimia


Penurunan berat badan lebih dari 5 kilogram + + +
Banyak berdiam diri, tampak termenung saat - + -
diajak bicara
Kehilangan semangat dalam melakukkan + + +
kegiatan sehari - hari
Mudah lelah + + +
Kehilangan nafsu makan + + +

BAB VII
HIPOTESIS AKHIR

19
Dari hasil analisa kelompok kami berdasarkan identifikasi terhadap gejala klinis,
pemeriksaan fisik penyakit, pemeriksaan penunjang penyakit pada Differential Diagnosis,
kami menyimpukan diagnosa pada skenario ini adalah Depresi.

BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSA

Anamnesis : Ny.Ikarus, usia 39 Thn, Pekerjaan ibu


rumah tangga
20
KU : Berat badan turun hingga 5 kg

RPS : Penurunan berat badan sejak 2 bulan


yang lalu, Kehilangan nafsu makan, Lebih
Diferential Diagnosis
1. Distima
2. Depresi
3. PTSD

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DEPRESI

BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

A. Penatalaksanaan

Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,


meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu

21
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih lanjut.
Banyaknya jenis terapi pengobatan, efektivitas pengobatan juga akan berbeda
– beda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Psikater biasanya memberikan
medikasi dengan menggunakan antidepresan untuk menyeimbangkan kimiawi otak
penderita.Terapi yang digunakan untuk pasien dipengaruhi oleh hasil evaluasi riwayat
kesehatan serta mental pasien (Depkes, 2007). Saat merencanakan intervensi
pengobatan penting untuk menekankan kepada pasien bahwa ada beberapa fase
pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresi. Fase tersebut adalah fase
akut, fase pencegahan (terapi lanjutan), dan fase pemeliharaan/rumatan. Menurut
Mann (2005), tiap fase pengobatan mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan terapi fase akut yaitu untuk mencapai masa remisi, yaitu masa
ketika gejala-gejala depresi seminimal mungkin. Pada masa remisi ini kriteria-kriteria
terjadinya episode depresi mayor pada pasien sudah berkurang, dan terjadinya
peningkatan fungsi psikososial. Rawat inap dibutuhkan jika pasien menunjukkan
gejala-gejala yang parah. Terapi fase akut biasanya berlangsung selama 6-10 minggu.
Evaluasi terhadap pasien dilakukan seminggu sekali atau 2 minggu sekali. Dosis obat
yang diberikan mulai dari dosis yang rendah, kemudian secara bertahap dosis
ditingkatkan, tergantung dari respon klinik pasien dan efek samping yang muncul.
Terapi fase lanjutan pada umumnya berlangsung selama 6-9 bulan
setelah dimulainya masa remisi. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan gejala
residual, mengembalikan fungsi-fungsi seperti sebelumnya, dan mencegah terjadinya
recurrence atau relapse yang lebih awal. Adanya gejala residual (remisi parsial)
merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya recurrence atau relapse yang lebih
awal atau terjadinya depresi kronis. Terapi harus dilanjutkan hingga gejala-gejala yang
ada hilang.

Episode depresi yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan dan depresi
dengan gejala psikotik membutuhkan masa terapi lanjutan yang lebih lama hingga 12
bulan. Pengobatan dan dosis yang sama seperti pada terapi fase akut digunakan
selama terapi lanjutan.
Terapi fase pemeliharan dilakukan selama 12-36 bulan untuk mengurangi
resiko terjadinya recurrence hingga 2/3. Pendekatan ini diindikasikan bagi pasien
yang tiap tahunnya mengalami episode depresi, pasien yang mengalami kerusakan

22
fisik akibat gejala residual yang ringan, pasien yang menderita depresi mayor atau
minor yang kronis, atau bagi pasien depresi berat dengan resiko bunuh diri. Durasi
terapi pemeliharaan ini tergantung dari sejarah penyakit dan untuk kasus yang
mengalami recurrence, terapi pemeliharaan ini dapat diperpanjang atau bahkan
dilakukan dalam waktu yang tak terbatas.
Pilihan pertama untuk terapi fase pemeliharaan adalah antidepresan yang
dapat mengarahkan ke fase remisi (Mann, 2005). Secara umum, terapi yang terbukti
efektif pada fase akut dan fase lanjutan, juga digunakan pada fase pemeliharaan. Ada
3 pendekatan utama secara farmakologi yang digunakan jika pasien tidak berespon
terhadap terapi antidepresan. Pedekatan yang pertama yaitu penghentian penggunaan
antidepresan yang sedang digunakan dan menggantikannya dengan antidepresan
golongan lain. Kedua, dengan menambahkan antidepresan yang sedang digunakan
dengan litium, liotrionin, atau antikonvulsan seperti karbamazepin atau asam valproat,
atau penambahan antipsikotik. Ketiga, dengan menggunakan kombinasi antidepresan
dari dua kelas yang berbeda secara bersama-sama. Pasien depresi psikotik
membutuhkan kombinasi antidepresan dan antipsikotik.

B. Terapi Non Farmakolologi

1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan
psikologik atau pola perilaku maladaptive. Terapi ini dilakukan dengan
jalan pembentukan hubungan professional antara terapis dengan pasien.
Teknik psikoterapi yang terstruktur seperti terapi perilaku kognitif, terapi
interpersonal, dan terapi pemecahan masalah yang tepat, efektif pada terapi
fase akut, dan dapat menunda terjadinya relapse selama menjalani terapi
lanjutan pada depresi ringan sampai sedang (Mann, 2005). Psikoterapi saja
tidak direkomendasikan untuk pasien yang menderita depresi mayor yang
parah dan/atau dengan psikotik, sedangkan jika depresi yang dialami masih
ringan atau sedang, maka psikoterapi merupakan pilihan pertama dalam
terapi.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresi dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan

23
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi diberikan dengan memberikan
kehangatan, empati, pengertian, dan optimisme. Kombinasi antara
psikoterapi dan farmakoterapi dapat meningkatkan respon terhadap
pengobatan, mengurangi resiko terjadinya relapse, meningkatakan kualitas
hidup, dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Psikoterapi menjadi pertimbangan ketika adanya stresor psikososial,
kesulitan interpersonal, atau gangguan personality.

C. Terapi Farmakologi

Antidepresan adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa atau


mood dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang tidak
disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan atau penyakit.
1. Antidepresan Trisiklik (TCA)

Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat reuptake


serotonin dan norepinefrin secara tidak selektif di dalam otak (Kando et al.,
2005). Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh antidepresan
trisiklik yaitu sedasi, mulut kering, konstipasi, pandangan buram, retensi urin,
takikardi, kerusakan konduksi kardiak Efek antiserotonin akibat blokade
reseptor serotonin post-sinapsis dapat berupa bertambahnya nafsu makan dan
berat badan. Efek lainnya, kelainan darah seperti leukopenia dan gangguan
kulit. Pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain
gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.
Obat-obat yang termasuk antidepresan trisiklik antara lain amitriptilin
dengan dosis lazim 100-300 mg/hari, klomipramin 100-250 mg/hari,
imipramin 100-300 mg/hari, desipramin 100-300 mg/hari, nortriptilin 75-200
mg/hari, maproptilin 75-200 mg/hari (Mann, 2005).

2. Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Selectif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan golongan


obat yang secara spesifik menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di
dalam otak. Antidepresan yang termasuk golongan SSRI antara lain fluoksetin
dosis lazim 20-40 mg/hari, paroksetin 20-40 mg/hari, sertralin 50-150 mg/hari,

24
fluvoksamin 100-250 mg/hari, citalopram 20-40 mg/hari, escitalopram 10-20
mg/hari. Diantara antidepresan SSRI, metabolit aktif fluosektin mempunyai
waktu paro yang paling panjang, sehingga dapat digunakan hanya satu kali
sehari. Efek samping yang sering ditimbulkan oleh SSRI yaitu berupa gejala-
gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah, dan diare. Juga menyebabkan
disfungsi seksual pada pria maupun wanita, sakit kepala, insomnia, dan
fatigue. Efek samping ini bersifat sementara dan ringan.
3. Serotonin / Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)

Mekanisme kerjanya memblok monoamin dengan lebih selektif


Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik
dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi pada depresi
berat. Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine.
Efek samping mual, disfungsi sexual.
4. Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )

Suatu enzim komplek yang terdistribusi didalam tubuh, yang


digunakan dalam dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin,
dopamin, dan serotonin). MAOI bekerja memetabolisme NE dan serotonin
untuk mengakhiri kerjanya dan supaya mudah disekresikan. Dengan
dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap,
sehingga akan terjadi perangsangan SSP. Obat – obat yang tergolong dalam
MAOI al : Moclobemide, Phenelzine, Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek
samping : postural hipotensi, penambahan berat badan, gangguan sexual.

D. Terapi Tambahan
Terapi tambahan sering digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan,
serta mencegah terjadinya manik. Obat-obatan yang digunakan sebagai tambahan
pada pengobatan depresi yaitu mood stabilizer dan antipsikotik.

1. Mood Stabilizer

25
Mood stabilizer yang sering digunakan adalah litium dan lamotrigin.
Litium adalah suatu antimanik dan juga berfungsi sebagai mood stabilizer,
digunakan untuk mencegah terjadinya mania atau depresi. Efeknya lebih bagus
pada kasus depresi bipolar daripada kasus depresi mayor. Litium digunakan
sebagai terapi tambahan pada pasien yang tidak berespon terhadap terapi
tunggal antidepresan. Lamotrigin adalah suatu antikonvulsan yang mengurangi
aktivitas glutamanergik, dan juga digunakan sebagai agen penguat pada
depresi mayor, juga digunakan untuk menterapi dan mencegah terjadinya
relapse pada depresi bipolar. Lamotrigin dapat memicu terjadinya reaksi kulit
yang parah, yaitu sindrom Stevens-Johnson dan ketoksikan necrolisis
epidermal, walaupun titrasi dosis dapat mengurangi resiko tersebut. Mood
stabilizer lainnya yaitu asam valproat (antikonvulsan), divalproex, dan
karbamazepin.

2. Antipsikotik
Antipsikotik juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk
meningkatkan efek antidepresan. Antipsikotik dibedakan dua jenis yaitu
antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal.
Antipsikotik tipikal (misalnya, chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol) memblokir dopamine D2 receptor (Mann, 2005). Kebanyakan
antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat
reseptor D2, hal ini yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal
yang kuat.
Antipsikotik atipikal (misalnya, clozapine, olanzapine, risperidone,
quetiapine, ziprasidone, dan aripiprazole), seperti nefazodone, bertindak
sebagai 5HT2A antagonists (Mann, 2005). Disebut atipikal karena golongan
obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS= extrapyramidal
symptom) yang umum terjadi dengan obat antipsikotik tipikal yang ditemukan
lebih dahulu.

Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah


terhadap D2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor D4, serotonin,
histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik. Golongan

26
antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau,
halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata-kata, efek yang datar,
menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia.

E. Prinsip Tindakan Medis

Menangani masalah depresi, seringkali memerlukan bantuan medis


profesional dari psikolog maupun psikiater, hal ini berguna untuk mengidentifikasi
masalah yang sebenarnya terjadi, dan penanganan seperti apa yang sesuai untuk
kondisi yang dialami, umumnya pendekatan penanganan kondisi ini perlu dilakukan
secara holistik, baik melalui pengobatan juga psikoterapi.

1. Farmakologi
- Antidepresan Trisiklik
- Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
- Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor ( SNRI)
- Monoamin Oxidase Inhibitor

Selain dengan bantuan obat-obatan yang diberikan oleh psikiater sesuai


kebutuhan, psikoterapi juga mampu mencegah munculnya depresi kembali
pasca pengobatan.

2. Psikoterapi
Psikoterapi dianggap sebagai salah satu cara mengatasi depresi yang
sangat efektif. Karena terapi ini bisa membantu penderita mengenali dan
mengubah pola pikir dan tingkah laku penderita terhadap suatu hal yang
menjadi pemicu depresi. Dengan mengubah pola pikir, perilaku, gaya
hidup, dan memulai aktivitas fisik yang menyehatkan, penderita bisa
mengurangi gangguan akibat depresi dan melawan depresi. Berikut adalah
penerapan dari cara mengatasi depresi berdasarkan berbagai jenis terapi
psikologis, seperti perilaku kognitif maupun antar personal.

- Berlatih memerangi setiap pikiran negatif yang datang dengan


menggunakan logika. Dengan demikian Anda akan mengembangkan

27
kemampuan toleransi dan mengatasi masalah dengan perilaku yang
lebih positif dan sehat.
- Lakukan hal baru, berbeda, dan menyenangkan setiap Anda mulai
merasa depresi atau aura negatif menyerang, misalnya dengan
mengikuti kelas menyelam. Melakukan hal baru akan membuat
Anda merasa tertantang, sehingga merangsang dan meningkatkan
hormon dopamine yang berkaitan dengan rasa senang, kenikmatan
dan pembelajaran.
- Melakukan olahraga seperti jalan kaki sebanyak 3-5 kali seminggu
selama 20-30 menit bisa mencetuskan produksi hormon endorfin,
sehingga mampu meningkatkan suasana hati menjadi lebih bergairah
dan semangat.
- Miliki waktu tidur yang cukup minimal 6 hingga 8 jam perhari.
Kurangnya waktu tidur maupun waktu tidur yang berlebihan, dapat
memperburuk depresi.

BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Prognosis

28
Pengobatan depresi dapat mengatasi gejala dengan baik, namun sebanyak 50%
pasien tidak menunjukkan respon terhadap terapi atau respon parsial dan terjadi
rekurensi dengan gangguan yang lebih berat. Rekurensi terjadi pada gangguan
depresi setelah 3 tahun pasca terapi dan episode rekurensi dapat berlangsung selama
rata-rata 1 hingga 1.5 tahun atau paling lama 3 tahun. Faktor-faktor yang menentukan
rekurensi depresi adalah:
 Riwayat rekurensi sebelumnya
 Gejala residual
 Trauma masa kanak-kanak
 Pelecehan seksual
 Kekerasan rumah tangga
 Gejala berat
 Komorbiditas dengan gangguan mental lain
 Komorbiditas dengan gangguan kepribadian
 Usia lebih muda pada saat diagnosis 

B. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada gangguan depresi adalah:
- Penyalahgunaan obat
- Percobaan bunuh diri: perlu dilakukan penilaian risiko bunuh diri
- Obesitas
- Malnutrisi
- Progresi penyakit jantung dan metabolik
- Gangguan psikotik
- Gangguan panik
- Masalah sosial dan ekonomi

C. Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien


Dalam berkomunikasi dengan pasien, dokter harus memberikan informasi
dengan singkat, jelas, dan jujur sehingga dapat dimengerti oleh pasien. Perlu
memperhatikan intonasi yang lembut, mendengarkan pasien, memberikan support dan
meyakinkan pasien dalam menjalani terapi.

29
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh
empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan. Sampaikan
informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang mudah
dipahami. Hindari katakata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah kedokteran.
Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti “meninggal atau kanker”. Jangan
meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda setelah
penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang
disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari
kalimat “Saya minta maaf” atau “Maafkan saya” karena kalimat tersebut dapat
diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi, atau
bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan kalimat “
Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini”
Untuk penyampaian prognosispun dilakukan dengan baik, setelah
menyampaikan prognosis Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan
menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap berencana
untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga bahwa kejutan
yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih mempersiapkan mental
untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi penderitaan. Petugas medis harus
meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas medis akan siap mendukung dan
membantu mereka.

D. Tanda Untuk Merujuk Pasien

Berikut adalah gejala-gejala dari individu yang mengalami gangguang depresi:

 Hilangnya minat atau rasa senang pada hampir semua aktivitas (anhedonia).
 Suasana hati yang tertekan atau murung, pada anak-anak dan remaja, suasana
hati dapat berupa kekesalan atau kemarahan. 
 Gangguan tidur (insomnia atau hypersomnia). 
 Adanya perubahan berat badan atau gangguan pada nafsu makan yang
signifikan, pada anak-anak, hal ini terlihat dalam bentuk kegagalan mencapai
kenaikan berat badan yang diharapkan. 
 Perasaan tidak berharga.

30
 Gangguan pada psikomotor (psychomotor retardation), berupa kesulitan untuk
melakukan hal-hal sehari-hari, atau kecemasan yang berefek pada psikomotor
(psychomotor agitation), seperti mengelilingi ruangan atau mengetuk-
ngetukan kaki di lantai.
 Kelelahan atau kehilangan energi.
 Pikiran yang sering atau berulang tentang kematian, keinginan untuk bunuh
diri (secara tidak spesifik maupun adanya rencana yang terperinci), atau usaha
untuk bunuh diri. 
 Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, keragu-raguan.

Jika mengalami depresi/gejal seperti di atas segera rujuk penderita ke dokter


dan ahli kesehatan mental lainnya. Namun, biasanya dokter akan merekomendasikan
untuk melakukan psikoterapi yang dapat dilakukan oleh ahli kesehatan mental, seperti
psikolog. Psikoterapi juga dikenal sebagai terapi bicara atau terapi psikologis. Jenis
terapi yang biasanya diberikan untuk mengatasi depresi adalah terapi perilaku kognitif
(cognitive behavioral therapy).

E. Peran Pasien/ Keluarga Untuk Penyembuhan

Untuk membantu terapi dan obat-obatan, perlu mempraktikkan beberapa


hal berikut ini dan menjadikannya sebagai kebiasaan:

1. Tetap mengikuti penanganan yang diberikan.


2. Yoga dan meditasi.
3. Olahraga.
4. Hindari alkohol, minuman berkafein, dan rokok.
5. Bercerita kepada orang-orang terdekat mengenai masalah yang dialami
dan bersosialisasi di komunitas-komunitas yang terdiri dari orang-orang
yang mengalami situasi yang sama.
6. Tidur cukup.

Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi psikologi, dan
dengan pengobatan (obat antiretroviral/ARV). Dilarang keras mengobati diri sendiri

31
dengan alkhohol, merokok yang berlebihan dan narkoba, karena zat yang terkandung
di dalamnya dapat meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain.
Berikut beberapa cara penanganan depresi :

1. Perubahan pola hidup

a. Berolahraga
Orang yang menderita depresi mengalami stress, kecemasan, galau,
kebingungan dan kegelisahan yang berlarut – larut. Hal ini disebabkan oleh
pikiran dan perasaan yang negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi
munculnya mood negatif adalah dengan berolahraga.
b. Mengatur pola makan
Simptom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di
dalam tubuh, yaitu:
1. Konsumsi kafein secara berkala
2. Konsumsi sukrosa (gula)
3. Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, C, kalsium,
magnesium atau kelebihan magnesium dan tembaga
4. Ketidakseimbangan asam amino
5. Alergi makanan
c. Berdoa
Beberapa orang mempunyai kecenderungan untuk berpaling dari
agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan. Dengan berdoa seseorang
melakukan dan mengucap rasa syukur kepada Tuhan YME.
d. Memiliki keberanian untuk berubah
Penderita depresi harus memiliki keberanian untuk melewati kegelapan
menuju terang, keberanian untuk berubah.
e. Rekreasi
Berjalan-jalan di tempat yang asri, menyejukkan agar tubuh dan
pikiran menjadi lebih rileks dan nyaman. Selain itu, melakukan aktivitas
yang menjadi minat sebelumnya seperti, membaca buku, memasak,
memancing dll yang bisa membuat penderita menjadi rileks dan nyaman.

2. Terapi psikologi

32
a. Terapi Interpersonal
Bantuan psikoterapi bisa dilakukan oleh psikolog dalam jangka pendek yang
berfokus kepada hubungan antara orang-orang dengan perkembangan symptom
gangguan kejiwaan.

b. Konseling
kelompok dan dukungan sosial Mengunjungi tempat layanan bimbingan
konseling. Pelaksaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor
professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil.

c. Terapi humor
Profesional medis yang membantu pasien untuk mempertahankan sikap
mental yang positif dan berbagai tawa merespons psikologis dari tertawa termasuk
meningkatkan pernafasan, sirkulasi, sekresi hormone, enzim pencernaan, dan
peningkatan tekanan darah.

d. Terapi Kognitif (CBT)


Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang
berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan
berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatif
dan keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional. Fokus dalam teori ini adalah
mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis. 3. Pengobatan
Berkonsultasi kepada dokter kejiwaan/psikiater. Beberapa obat antidepresan yaitu:
lithium, MAOIs, Tricyclics. Beberapa psikiater meresepkan perangsang jiwa
(psychostimulant), obat yang dipakai untuk mengobati gangguan deficit perhatian
(attention deficit disorder).

F. Pencegahan
Belum ada cara yang secara signifikan dapat mencegah terjadinya gangguan
depresi . Akan tetapi, ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan bila mengalami
kejadian traumatis diantaranya adalah:

33
1. Bicara kepada keluarga, teman, atau terapis mengenai kejadian traumatis yang
anda alami.
2. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa kita
lakukan
3. Coba untuk fokus pada hal yang positif, termasuk ketika mengalami peristiwa
traumatis. Sebagai contoh, merasa bersyukur bisa selamat dari kecelakaan
yang dialami.
4. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kita melakukan suatu
kesalahan atau mengalami kegagalan
5. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain ataupun kehidupan
orang lain.
6. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besar sampai sembuh dari depresi,
seperti menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah
dengan teman, professional (psikolog, konselor atau psikiater)atau orang yang
kita sayangi atau kita anggap mampu membantu untuk melihat gambaran
besarnya
7. Melakukan aktivitas menyehatkan, seperti berolahraga.
8. Mencukupi kebutuhan tidur dan istirahat.
9. Latihan manajemen stres dan teknik relaksasi, misalnya dengan melakukan
teknik pernapasan dalam dan panjang, yoga, atau melemaskan otot-otot.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan pertama, Jakarta:
Departemen Kesehatan. 1993. Hal:164-165

Dirgayunita,Aries. 2016. Depresi Ciri, Penyebab dan Penangannya Vol 1 Juni 2016 .
Probolinggo : (Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Probolinggo)

34
Fatin, N., & Diniari, N. K. S. (2016). Post Traumatic Stress Disorder Pada Pasien
Kecelakaan Lalu Lintas.

Lukluiyyati, N., R., 2010. Pola Pengobatan Pasien Depresi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Hadi, I., dkk., 2017. Gangguan Depresi Mayor (Mayor Depresive Disorder). Health
Information: Jurnal Penelitian Volume 9 no 1.

Kartikadewi,A. 2015. Sistem Neurobehavior. Semarang:Unimus Press

Wiradinata, Kintono, Setiawan, & Basoeki. 2015. “Kumpulan Diktat Kuliah Ilmu Kedokteran
Jiwa”. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

35

Anda mungkin juga menyukai