PERATURAN
DIREKTUR RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
NOMOR : /2019
TENTANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
“Ngudi Waluyo” Wlingi ditetapkan Panduan Praktek
Klinik Obstetri Ginekologi di RSUD “Ngudi Waluyo”
Wlingi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.
Ditetapkan di : WLINGI
pada tanggal : 05 Juli 2019
DIREKTUR
RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis Pasien keluar dari rumah sakit tanpa komplikasi
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis Bahu (bayi) berhasil lahir
15. Kepustakaan Operative Obstetrics. Munro kerr’s. 11 edition. 2007
Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan
Kedokteran Fetomaternal. 2012.
Ilmu Kebidanan. Sarwonono Prawirohardjo. 2008.
JAWA TIMUR
2019 – 2022
EKLAMPSIA (O15)
1. Pengertian Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan
(Definisi) kejang tonik-klonik, dapat disusul dengan koma.
2. Anamnesis Sejak kapan terjadi hipertensi selama kehamilan
Riwayat kejang (berapa lama, berapa kali, riwayat kejang
sebelumnya)
(Bila pasien tidak sadar, dapat dilakukan alloanamnesa).
3. Pemeriksaan Kenaikan tekanan darah ( 160/110 mmHg)
Fisik Kejang tonik klonik
Pemeriksaan GCS
Pemeriksaan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
4. Kriteria Proteinuria/albuminuria > 2 gram/24 jam atau dipstick
Diagnosis >1+
Pemeriksaan darah (Hb, lekosit, trombosit, hematokrit,
LFT, RFT, GDA, Serum elektrolit)
Foto thoraks (bila perlu)
5. Diagnosis Kerja Kenaikan tekanan darah ( 160/110 mmHg)
Kejang tonik klonik
Proteinuria/albuminuria
6. Diagnosis Eklampsia
Banding
7. Pemeriksaan 1. Perdarahan intracranial
Penunjang 2. Epilepsi
8. Terapi 1. Dasar-dasar pengelolaan eklampsia:
Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu
Pengelolaan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
Mengatasi dan mencegah kejang
Koreksi hipoksemia dan academia
Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya
13
hipertensi krisis
Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara
persalinan yang tepat.
2. Terapi medikamentosa:
Segera masuk rumah sakit
Tirah baring ke kiri secara intermiten
Infus Ringer laktat atau ringer dekstrose 5%
Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai terapi kejang
dan mencegah kejang ulangan (Loading dose atau
initial dose atau dosis awalan, dan maintenance dose
atau dosis lanjutan) yaitu yaitu MgSO4 20% 4 gram
I.V, 1 gram/menit dan MgSO4 40% 10 gram,
dilanjutkan MgSO4 40% 5 gram tiap 6 jam sampai
dengan 24 jam pascapersalinan
Anti hipertensi, diberikan bila tensi > 180/110 atau
MAP > 126 dengan Nifedipin 10-20 mg per oral,
diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam
24 jam.
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan
kalori yang berlebih.
3. Perawatan kejang
Tempatkan penderita di ruang isolasi atau
ruang khusus dengan lampu terang
Tempat tidur penderita harus cukup lebar,
dalam posisi trendelenburg
Sisipkan spatel lidal (bila perlu)
Fiksasi badan harus kendor agar waktu
kejang tidak terjadi fraktur
4. Perawatan koma
Diukur dengan GCS (Glasgow-Coma Scale)
Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
Hindari decubitus
Perhatikan nutrisi
14
(Definisi)
2. Anamnesis 1. Faktor resiko : penggunaan obat terlarang, tato,
pasangan multip artner, riwayat infeksi penyakit
menular seksual, riwayat transfusi.
2. Adakah penurunan berat badan yang berlebihan
3. Adakah diare yang berat
4. Adakah demam
5. Adakah batuk lama
3. Pemeriksaan 1. Leopold
Fisik 2. Evaluasi adanya kemungkinan tanda-tanda infeksi
oportunistik.
4. Kriteria 1. Anamesis : kehilangan berat badan>10% , demam lebih
Diagnosis dari 1 bulan, diare lebih dari 1 bulan, limfadenopati
meluas, batuk lebih dari satu bulan
2. Pemeriksaan fisik (tergantung stadium klinik) infeksi
jamur pada mulut dan vagina, herpes zoster dan genital,
kondiloma, moluscumcontangiosum, tuberkulosis,
pneumonia berulang, sinusitis kronisberulang,
penurunan fungsi kognitif
3. Pemerikasaan tambahan : Rapid test dan CD4
5. Diagnosis Kerja Kehamilan Dengan Infeksi HIV
6. Diagnosis 1. TBC
Banding 2. Limfomamaligna
3. Infeksijamur
4. Infeksi virus
7. Pemeriksaan 1. USG
Penunjang 2. Rapid tesdan CD4
3. Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi dan
kondisi pasien.
8. Terapi 1. Pemberian antiretroviral setelah usia kehamilan 14
minggu sampai pasca bersalin (kerja sama dengan poli
VCT )
2. Kolaborasi dengan bidang lain bila didapatkan
komplikasi dalam kehamilan
16
persalinan.
3. Jika usia kehamilan sudah diketahui dengan pasti,
pemantauan kondisi kesejahteraan janin dimulai
sejak umur kehamilan 41 minggu. NST dilakukan 3
kali seminggu, dan USG dilakukan 2-3 kali
seminggu.
4. Induksi persalinan dilakukan pada usia kehamilan
42 minggu, dengan memperhitungkan kondisi
serviks (PS).
5. Bila PS < 5, dilakukan pematangan serviks.
6. Bila PS > 5 dilakukan oksitosin drip.
9. Edukasi - Diet TKTP
- Mobilisasi
- Vulva hygiene
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidence IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis Terminasi kehamilan sesuai syarat dan indikasi
15. Kepustakaan Panduan Penataksanaan Kasus Obstetri, Himpunan
Kedokteran Fetomaternal. 2012.
”OBSTETRI GINEKOLOGI”
RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI – BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022
11. Tingkat IV
Evidence
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis - Robekan serviks telah terjahit
- Tidak didapatkan perdarahan aktif pervaginam
15. Kepustakaan Ilmu Bedah Kebidanan. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2007.
- plasenta previatotalis
- perdarahan banyak tanpa henti
- presentasi abnormal
- panggul sempit
- keadaan cerviks belum matang
- gawat janin
9. Edukasi 1. Pasien dianjurkan untuk beristirahat dan menghindari
coitus
2. Control teratur di rumah sakit
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat IV
Evidence
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. Dr. Puspita Handayani, SpOG
3. Dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis Pasien keluar dari rumah sakit tanpa komplikasi
15. Kepustakaan
4. Terapi medikamentosa
- Segera masuk rumah sakit
- Tirah baring ke kiri secara intermiten
- Infus Ringer laktat atau ringer dekstrose 5%
- Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan
dan terapi kejang (Loading dose atau initial dose atau
dosis awalan dan maintenance dose atau dosis
lanjutan saja) yaitu MgSO4 20% 4 gram I.V, 1
gram/menit dan MgSO4 40% 10 gram, dilanjutkan
MgSO4 40% 5 gram tiap 6 jam sampai dengan 24 jam
pascapersalinan.
- Anti hipertensi, diberikan bila tensi > 180/110 atau
MAP > 126 dengan Nifedipin 10-20 mg per oral,
diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam
24 jam.
- Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan
kalori yang berlebih
6. Cara Persalinan:
- Bila belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila Bishop Skor >
6. Bila perlu dilakukan pematangan serviks
dengan misoprostrol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila
tidak dianggap gagal dan harus dilakukan SC.
b. Indikasi SC :
- Tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal distress
- Bla penderita sudah inpartu
c. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik
Friedman
d. Memperpendek Kala II
45
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis - Tidak ada kegawatan pada ibu maupun janin
- Monitoring protein urin
15. Kepustakaan Panduan Penataksanaan Kasus Obstetri, Himpunan
Kedokteran Fetomaternal. 2012.
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
14. Indikator Medis - Kontraksi uterus baik
- Tidak ada retensio urin
15. Kepustakaan Ilmu Bedah Kebidanan. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2007.
5. Pencegahan infeksi
5. Prosedur - Pasien terlentang di meja operasi.
Tindakan - Untuk pembiusan dengan bius umum,
dilakukan prosedur antisepsis sebelum pembiusan
53
dilakukan.
- Untuk pembiusan sebagian (regional),
dilakukan pembiusan dulu, kemudian antisepsis
lapangan operasi.
- Pasang kain penutup steril.
- Lakukan irisan sederhana atau transversa
supra pubic dengan pisau secara benar selebar
sekitar 10 cm.
- Perdalam irisan secara tajam, kecuali otot
secara tumpul, hingga rongga abdomen terbuka.
- Angkat dinding perut dengan retraktor,
selipkan kasa lebar basah melingkupi sisi uterus
untuk menampilkan dinding depan uterus dengan
menyisihkan usus, ovarium, tuba dan organ intra
abdomen lainnya. Sebaiknya ujung kassa dikeluarkan
dan dijepit dengan kocher ke kain penutup.
- Dibuat bladder flap. Lipatan peritonium,
kandung kencing dengan segmen bawah rahim
dibuka dengan gunting, disisihkan ke depan secara
tumpul untuk memisahkan kandung kencing dari
uterus.
- Lakukan insisi pada segmen bawah rahim,
diperlebar dengan jari, kemudian ketuban
dipecahkan dan hisap cairan ketuban yang keluar.
- Luksir keluar bagian terbawah janin,
kemudian lahirkan seluruh tubuh dengan cara yang
sesuai. Untuk kelainan letak janin, lahirkan sesuai
dengan cara yang ditetapkan.
- Bersihkan seluruh muka janin dengan kain
kasa lembab.
- Tali pusat dijepit pada jarak 10-15 cm dari
umbilikus dan digunting. Bayi diberikan kepada
dokter anak untuk perawatan selanjutnya. Plasenta
dilahirkan dengan melakukan tarikan terkendali pada
tali pusat.
54
- Operasi selesai
6. Pasca Prosedur 1. Perawatan pasca bedah
Tindakan 2. Pemberian antibiotik, uterotonika dan analgetik
3. Nasehat dan konseling pasca operasi kepada keluarga
pasien, dan kepada pasien setelah sadar.
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
10. Indikator - Pasien dapat mobilisasi aktif
Prosedur - Tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
55
Tindakan
11. Kepustakaan Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2007.
TAH
- Pasien tidur terlentang di meja operasi.
- Antisepsis medan operasi dilanjutkan
demarkasi lapangan operasi dengan doek steril.
59
Tindakan anestesi
- Pasien posisi litotomi.
- Dilakukan antisepsis pada vulva vagina.
- Pasang spekulum.
- Ukur panjang uterus dengan sonde.
- (Businasi bila perlu)
- Dilakukan kuretase dari dengan sendok
kuret sampai dengan bersih.
- (Bila Kuret PA; ambil jaringan yang sesuai
dengan sendok kuret)
- Hitung jumlah perdarahan.
6. Pasca Prosedur 1. Perawatan pasca kuretase
Tindakan 2. Berikan antibiotik yang sesuai
3. Uterotonika bila perlu
4. Evaluasi 2 jam post kuretase (tekanan darah, nadi,
produksi urin, jumlah perdarahan, kontraksi
uterus)
5. Nasehat dan konseling pasca kuretase kepada
keluarga pasien, dan kepada pasien.
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis 1. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
2. dr. Puspita Handayani, SpOG
3. dr. Teguh Wiyono, SpOG
10. Indikator Tidak didapatkan tanda infeksi
Prosedur
Tindakan
11. Kepustakaan Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2007.
partum.
4. Persiapan 1. Persiapan Pasien :
- Dijelaskan tentang tindakan, prosedur dan tujuan
- Pasien dan keluarga tanda tangan informed
concent
2. PersiapanAlat :
Steril : Sarung tangan 2 pasang, doek 2 buah, hecting
set dan benang chromik no.0 atau 2/0 dan poliglaktin
2/0 atau3/0.
5. Prosedur 1. Dilakukan di ruang operasi
Tindakan 2. Pasien tidur dengan posisi litotomi
3. Pemberian anestesi yang adekuat
4. Ruptur perinei gr 3: mencari ujung otot sfingterani
yang robek dan dijepit dengan klemallis dan
didekatkan satu dengan yang lain dan dijahit
dengan metode terputus dengan end to end atau
overlapping
5. Untuk ruptur perineum gr 4: dilakukan
penjahitan mukosa rectum secara terputus,
kemudian penjahitan otot sfingterani interna
secara terputus dan otot sfingterani eksterna
secara end to end atau overlapping
6. Selajutnya luka dijahit seperti penjahitan ruptura
perineum tingkat 2
6.Pasca Prosedur 1. Menjaga kebersihan perineum
Tindakan 2. Hindari pemberian obat- obat per rectal
3. Pemberian antibiotic dan analgetik serta laxantia
4. Kontrol 1 minggu setelah tindakan, jika luka baik,
control lagi pada minggu keenam untuk dievaluasi
dengan pemeriksaan rectal toucher untuk
mengetahui tonus sfingterani.
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis 1. dr.DidikAgusGunawan, SpOG
2. dr.PuspitaHandayani, SpOG
67
3. dr.TeguhWiyono, SpOG
10. Indikator Luka sembuh dengan baik tanpa komplikasi
Prosedur
Tindakan
11. Kepustakaan Fauzi A, Ruptur perineum . Buku ajar Uroginekologi
Indonesia. hal 179-184.
2. Persiapan alat.
3. Persiapan pasien.
4. Persiapan penolong (alat pelindung diri)
2. PersiapanAlat :
Non Steril :
7. Tingkat Evidens I
8. Tingkat A
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis c. dr. Didik Agus Gunawan, SpOG
d. dr. Puspita Handyani, SpOG
e. dr. Teguh Wiyono, SpOG
10. Indikator Menurunnya kejadian HMD pada bayi prematur
Prosedur
Tindakan
11. Kepustakaan Commitee on Obstetric Practice. Corticosteroid therapy for
fetal maturation; The American College of Obstetrician
and Gynecologist, February 2011
2019 – 2022
2. PersiapanAlat :
DISTOSIA BAHU
POSISI MERANGKAK
- Dengan posisi merangkak didasarkan asumsi
fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkatkan
diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2
cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu
posterior melewati promontorium.
- Lahirkan dahulu bahu posterior dengan
melakukan tarikan kepala. Lahir bahu posterior.
- Lahirkan bahu anterior selanjutnya lahirkan
seluruh badan bayi. Bayi lahir.
MANUVER WOOD
84
PROSEDUR TINDAKAN
”OBSTETRI-GINEKOLOGI”
RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI – BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022