Anda di halaman 1dari 6

Sembiring. Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal.

100-105

LAPORAN KASUS

Anestesi pada Kasus Ileus Obstruksi dengan Teknik


Rapid Sequence Intubation (RSI)

Susi Sembiring

ABSTRACT

Ileus obstruction is a case of emergency that often occurs, the most


common causes are hernias, intestinal malignancy, intestinal adhesions,
intussusception and volvulus. Ileus obstruction causes dehydration,
electrolyte disturbances, abdominal distension, persistent vomiting,
aspiration to sepsis and death. Good perioperative treatment gives good
results, starting from the diagnosis and treatment of dehydration, gastric
decompression and preparation of surgery to overcome the intestinal
obstruction, anesthesia in cases of ileus obstruction causing aspiration
problems, this can be overcome by using the RSI technique (Rapid
Sequence Intubation) . We report the case of a 51-year-old woman with
complaints of an enlarged abdomen, unable to defecate for 1 week
accompanied by vomiting, the patient was diagnosed with obstruction
ileus, which requires general anesthesia for immediate laparotomy
surgery. Anesthesia using the RSI technique gives good results to these
Departemen Anestesiologi patients.
Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Keywords: Anesthesia, Ileus obstruction, Rapid Sequence Intubation
Nommensen

ABSTRAK

Korespondensi: Susi Ileus obstruksi merupakan kasus gawat darurat yang sering terjadi,
Sembiring, penyebab tersering adalah hernia, keganasan usus, adhesi usus,
email: intususepsi dan volvulus. Ileus obstruksi menyebabkan dehidrasi,
susi_sembiring@yahoo.com gangguan elektrolit, distensi abdomen, muntah menetap, aspirasi hingga
sepsis dan kematian. Penanganan perioperative yang baik memberikan
hasil yang baik, dimulai dari diagnosa penanganan dehidrasi,
Diterima: dekompresi lambung dan persiapan operasi untuk mengatasi sumbatan
Direvisi: usus tersebut, tindakan pembiusan pada kasus ileus obstruksi
Disetujui: menimbulkan permasalahan aspirasi, hal ini dapat diatasi dengan baik
menggunakan teknnik RSI ( Rapid Sequence Intubation ). Kami
melaporkan kasus seorang wanita usia 51 tahun dengan keluhan perut
membesar, tidak dapat buang air besar selama 1 minggu disertai
muntah, pasien didiagnosa dengan ileus obstruksi, yang memerlukan
pembiusan umum untuk operasi laparotomi segera. Pembiusan
menggunakan teknik RSI memberikan hasil yang baik pada pasien ini.

Kata kunci: Anestesi, ileus obstruksi, Rapid Sequence Intubation

100
Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal. 100-105

PENDAHULUAN semakin membesar dan mual, os juga mengeluh


Obstruksi ileus merupakan salah satu berat badan yang turun 6 kg dalam 6 bulan
kegawatan daruratan yang paling sering terakhir menjadi 40 kg.
dijumpai dalam kasus bedah abdomen yaitu 15- Pada saat awal masuk, os dengan
20% kasus1, Penanganan perioperative penyakit kesadaran baik dengan pernafasan yang
ini berhubungan dengan angka morbiditas dan takipnoe (RR:36 x/i), tekanan darah normal,
mortalitas. Penyebab dari ileus obstruksi karena nadi takikardi (130 x/i) dan temperatur 38,0
ada sumbatan mekanik yang menyebabkan derajat celcius, Pada pemeriksaan fisik didapati
gangguan aliran normal isi usus. penyebab konjungtiva anemis, abdomen distensi dengan
tersering pada negara maju adalah keganasan suara bising usus meningkat hingga terdengar
dan adhesi usus, pada negara berkembang kasus metalic sound, teraba bagian yang padat pada
terbanyak adalah hernia, sedangkan kasus yang abdomen kanan bawah dengan ukuran sekitar 8
lebih jarang adalah volvulus, intususepsi, x 8 cm, padat, keras, kesan mobile, permukaan
iskemia mesenterial dan polip2. berdasaarkan sulit dievalusi karena kembung, dan terasa nyeri
lokasi dibedakan obstruksi upper small bowel, tekan. Pada pemasangan NGT didapatkan
lower small bowel, dan pada usus besar, produksi cairan kehijauan keruh sekitar 300 cc,
sedangkan berdasarkan waktunya akut dan pada pemeriksaan jumlah urine dari kateter
kronik, ataupun pembagian berdasarkan aliran didapatkan pruduksi urine 0.2 cc/kg/jam
darah ke usus yaitu strangulasi dan tidak kuning pekat.
strangulasi3. Pada pemeriksaan laboratorium awal,
Gambaran klinis pasien dengan ileus didapati anemia (Hb 9,8 gr/dl) dengan
obstruksi dapat berupa perasaan nyeri dan tidak penurunaan elektrolit Na : 129 mEq/L dan K :
nyaman diperut yang muncul hilang timbul / 3.0 mEq/L, sementara fungsi ginjal, hati dan
kolik, nyeri dapat bertambah berat hingga KGD adrandom dalam batas normal. Foto thorak
menyebabkan keringat dingin, mual dan menunjukkan tanda-tanda kardiomegali ringan,
muntah, perut yang membesar, tidak bisa buang Foto Polos Abdomen posisi supine dan LLD
angin dan buang air besar. Pada tahap lanjut didapatkan step ladder pathologis dan coiled
disertai dehidrasi, demam, bahkan tanda tanda spring, gambaran udara pada kolon menghilang.
perforasi usus berupa sepsis. Dari pemeriksaan ini, ditegakkan diagnosa Ileus
Penanganan ileus obstruksi adalah Obstruksi dengan curiga suatu keganasan pada
mengatasi sumber obstruksi dengan operasi kolon ascenden disertai dehidrasi, anemia,
baik itu laparotomi ataupun herniotomi, hiponatremia, hipokalemia. Penatalaksanaan
problem yang ditekankan disini adalah yang dilakukan berupa stabilisasi kondisi umum
penanganan perioperative khususnya pada dengan rehidarasi cairan hingga produksi urine
aspek pembiusan : pramedikasi, induksi, selama 0.5 cc/kg/jam, dekompresi lambung dengan
operasi hingga paska operasi. Pembiusan pada NGT no 16, antibiotik broad spectrum dan
kasus ileus obstruksi sangat berbeda karena analgetika. dilanjutkan persiapan periopaeratif
pada ileus terdapat sumbatan usus, sehingga dengan ASA 3, Operasi Laparotomi dengan
teknik pembiusan yang konvensional akan pembiusan umum teknik RSI dengan
menyebabkan muntah, aspirasi dan mortalitas, menggunakan Midazolam, Ketamin,
untuk menghindari hal ini digunakan teknik Rocuronium, Intubasi dengan Sellick’s manuver,
pembiusan RSI, yang mana pemberian obat pada saat operasi didapatkan ileus obstruksi
induksi dan pelumpuh otot diberikan secara total pada saecum berupa masa solid yang
hampir bersamaan (rapid sequence), yang pada menutup seluruh lumen usus, dan dilatasi hebat
pembiusan biasa kedua obat tersebut usus proksimal, dilakukan hemikolektomi kanan
dipisahkan oleh waktu untuk ventilasi manual. dan pemasangan kolostomi. Perawatan paska
operasi selama 8 hari, kondisi os stabil dan
PRESENTASI KASUS dapat diet bebas, kolostomi berfungsi lancar.
Seorang wanita, Ny.T, 51 tahun, suku Nias,
pekerjaan ibu rumah tangga, dirawat di ruang PEMBAHASAN
rawat inap RSU Dr Pirngadi Medan, sejak Obstruksi ileus merupakan penyumbatan
tanggal 4 Januari 2017 dengan keluhan muntah intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
yang sudah dirasakan os sejak 5 hari terakhir ini daya mekanik yang bekerja sehingga
yang terasa semakin hebat, keluhan diawali menyebabkan penyumbatan lumen usus. Hal
dengan pola buang air besar semakin sering 5- tersebut menyebabkan aliran isi usus terganggu.
7x sehari cair sedikit sedikit dan berdarah sejak Terjadi pengumpulan isi lumen usus yang
6 bulan terakhir, dan 1 minggu terakhir tidak berupa gas dan cairan, pada bagian proximal
dapat BAB, nyeri menetap terutama diperut tempat penyumbatan yang menyebabkan
sebelah kanan bawah, yang diikuti perut yang pelebaran dinding usus 3. Terdapat 4 tanda

101
Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal. 100-105

kardinal gejala ileus obstruktif : nyeri abdomen, Takipnoe bisa disebabkan oleh nyeri, anxietas
muntah, distensi, kegagalan buang air besar atau atau pireksia. Periksa saturasi oksigen dan
gas. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus awasi RR secara regular. Circulation – Pantau
yang meningkat sebagai usaha kompensasi. nadi, tekanan darah, T/V yang cukup atau tidak,
Perubahan patofisiologi utama pada dan capillary refill time. Periksa akral untuk
ileus obstruktif adalah lumen usus yang perfusi perifer. Tentukan derajat dehidrasi.
tersumbat secara progresif akan teregang oleh Pasang iv kanule Disability – Menilai status
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) mental pasien6.
akibat peningkatan tekanan intralumen,yang Tujuan utama dari terapi preoperative
menurunkan penyerapan air dan natrium dari adalah untuk mengoptimalisasi kondisi pasien
lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna Resusitasi awal yang efektif meningkatkan
setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat delivery oksigen ke jaringan dan mengurangkan
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan mortalitas pasien. Masalah-masalah yang sering
cepat. Muntah dan gangguan penyerapan usus dialami pada operasi laparotomi darurat: 1)
merupakan sumber utama kehilangan cairan Kardiovaskular : hipovolemia, dehidrasi, sepsis
dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini dan syok septic. 2) Respiratorik : hipoksia,
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang takipnoe, atelektasis. 3) Kelainan darah :
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan anemia, koagulopati. 4) Renal : oliguri atau
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan anuria akibat gagal ginjal akut. 5) CNS :
asidosis metabolik, bakteremia dan sepsis3. penurunan kesadaran, anxietas, nyeri. 6)
Beberapa tanda radiologik yang khas Gastrointestinal : lambung penuh, distensi
untuk ileus obstruktif adalah: Pengumpulan gas abdominal, perforasi atau obstruksi usus. 7)
dalam lumen usus yang melebar, penebalan Metabolik : pireksia, asidosis, hipotermia,
valvulae coniventes yang memberi gambaran gangguan elektrolit, hipoglikemik7.
fish bone appearance, pengumpulan cairan Hal penting dalam manajemen jalan
dengan gambaran khas air-fluid level. Pada napas : 1) Hipoksia pada pasien ileus obstruksi
obstruksi yang cukup lama, beberapa air fluid pada umumnya disebabkan oleh status sirkulasi
level memberikan gambaran huruf U terbalik 5. yang buruk. Pulse oxymetri dan analisis gas
Pasien-pasien dengan ileus obstruksi darah arterial harus didapatkan secara dini.
umumnya datang dengan rasa nyeri yang hebat Oksigen supplemental harus diberikan, dan
dan memerlukan penanganan yang segera. Oleh intervensi jalan napas definitif chin lift dengan
itu, evaluasi terhadap keadaan umum pasien jaw thrust, pembersihan orofaring dan
dan pertolongan pertama untuk menyamankan pemasangan jalan napas oral atau nasal. 2)
pasien sebaik mungkin. Dari aspek anestesi Resiko aspirasi : Pasang NGT ukuran besar no
pasien ditentukan mengikut ASA. Tujuan utama 16 atau sesuai ukuran pasien.
anestesi pada kasus ileus obstruksi adalah Penentuan derajat dehidrasi dan
untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan resusitasi cairan terdiri dari replacement dan
sedasi yang optimal untuk bedah laparatomi maintenance ( 2cc/kgbb/jam ), dehidrasi
yang bakal dijalankan. Selain itu, ahli anestesi ringan (3-5%), sedang (6-8%) : rehidrasi
juga berperan memperbaiki dehidrasi dan lain- lambat untuk 8 jam pertama ½ deficit cairan +
lain kelainan hemodinamik yang dijumpai pada maintenance, dilanjutkan 16 jam kedua ½
pasien5. deficit cairan + maintenance, dehidrasi berat
Pemeriksaan awal pada pasien ileus (-10%) : rehidrasi cepat = 20-40cc/kgBB/1/2-
obstruksi meliputi ABCD yaitu: Airway : Pastikan 1jam , deficit cairan = 10% x BB (g) , kemudian
jalan nafas bebas dengan menilai, 1 buka mulut dilalukan evaluasi hemodinamik dengan
3 jari, jarak hiomental 3 jari dari dasar memantau tekanan darah, nadi dan urine output
mandibular , jarak tirohioid 2 jari diantara sekiranya buruk diulangi lagi rehidrasi cepat
kartilago tiroid dan hyoid. 2 menilai ukuran dan sekiranya baik yaitu Tensi ≥100 mmHg ,
lidah dan rongga oral ( mallampati) yang dibagi Nadi<100x/i , urine ≥1/2cc/kgBB/jam,
4 kelas yaitu, kelas 1 : terlihat palatum durum, dilanjutkan rehidrasi lambat untuk 8 jam
palatum mole, seluruh tonsil dan uvula. Kelas 2 : pertama ½ deficit cairan + maintenance,
terlihat palatum mo;e, palatum durum, bagian dilanjutkan rehidrasi lambat untuk 16 jam
atas tonsil dan uvula, kelas 3 : palatum durum, kedua ½ deficit cairan + maintenance7. Pada
palatum mole dan dasar uvula terlihat, kelas 4: kasus didapakan dehidrasi sedang 6% dengan
adanya tingkat kesulitan jalan nafas, sehingga berat badan 40 kg, didapatkan dehidrasi
intubasi sulit.Lalu pasang selang oksigen 2-4 seebesar 2400 cc, kebutuhan cairan harian 1900
l/i). Breathing – RR yang meningkat adalah cc/24 jam. rehidrasi 8 jam pertama 2150 cc RL,
tanda awal dari acidosis maupun hipoksia. dan 2150 cc untuk rehidrasi 16 jam ke 2.

102
Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal. 100-105

Teknik yang biasanya digunakan pada mulai di intubasi. Penekanan pada cricoid
pasien dengan risiko yang mengalami aspirasi (Sellick’s Manuver) dipertahankan sampai cuff
lambung dan risiko terjadinya intubasi sulit tube endotracheal sudah dikembangkan dan
yaitu dengan Rapid Sequence Induction (RSI). posisi tube sudah pasti dengan dilakukan
Reflek jalan nafas yang ditumpulkan dengan pengecekan auskultasi suara pernafasan yang
pemberian obat anestesia, pada pasien lambung dimulai dari paru kanan , kiri dan daerah
penuh sangat berisiko mangalami aspirasi lambung8.
lambung (asam atau makanan yang belum Pada kasus ini pasien dipasang NGT no
tercerna) akan menghasilkan morbiditas dan 16 untuk dekompresi cairan lambung,
mortalitas,6,7. pemasangan EKG dan Pulse oksimeter untuk
Teknik melakukan RSI berbeda dari menilai oksigen jaringan, setelah “Preparation”
induksi yang rutin dilakukan, yaitu : 1) Pasien berupa laringoskop, ETT no 7, infus lancar, obat
diposisikan dengan Sniffing Position pada premedikasi Midazolam 2.5 mg, Ketamin 40 mg
pasien tanpa penyulit, dilakukan preoksigenasi dan Rocuronium 50 mg disiapkan dalam spuit,
sebelum induksi. Dengan 4 kali tarikan nafas dilanjutan “Pre-Oxygeneation“ dengan O2
maksimal dari oksigen sudah cukup untuk sungkup selama 3 menit, dilanjutkan injeksi
denitrogenasi paru normal. Pasien dengan bolus Ketamin 40 mg iv dan disambung
penyakit paru memerlukan 3-5 menit langsung Rocuronium 50 mg iv, setalah pasien
preoksigenasi, 2) Prekurarisasi dengan obat sleep apneu dilakukan intubasi dengan ETT no 7
pelumpuh otot non depolarisasi mungkin dengan bantuan sllick’smanuver. untuk
mencegah peningkatan tekanan intraabdomen maintenan selama operasi menggunakan N2O
yang berhubungan dengan fasikulasi yang 50% dengan Volatile Anestesi Sefoflurane 0.5-
disebabkan oleh suksinilkolin. Jika rocuronium 0.8%.
dipilih untuk relaksasi, dosis kecil (1 mg/kgbb) Ketika ahli anestesi yakin dengan jalan
diberikan 2-3 menit sebelum induksi mungkin nafas yang sudah dikuasai, kemudian akan
mempercepat onset dari aksi, 3) Blade yang dilanjutkan dengan pemberian agent : fentanyl,
besar ukuran no 3 dan 4 dengan tube depolarising, volatile agent (sevoflurane) untuk
endotracheal no 6,5 ,7,0 dan 7,5 disiapkan maintanance anesthesia. Non depolarisasi
sebelumnya. Sebaiknya dimulai dengan sekarang dapat ditambahkan untuk menjaga
memakai stilet 4) Asisten melakukan selama relaksasi otot. Jika pembedahan sudah
penekanan ringan diatas kartilago krikoid sesaat selesai, semua agen anestesia diturunkan dan
setelah induksi (Sellick’s Manuver). Karena kemudian dimatikan, oksigen 100 % diberikan,
kartilago krikoid terbentuk cincin yang tidak neuromuskular blok dekembalikan, dan pasien
putus dan tidak kempes, tekanan diatas di bangunkan dari anestesia. Permulaan risiko
menekan jaringan dibawahnya. Oesophagus lalu terjadinya regurgitasi isi lambung sangat besar,
kolaps, dan secara pasif regurgitasi cairan jalan nafas dibersihkan secara hati-hati dengan
lambung tidak dapat mencapai hipofaring, 5) menggunakan suction, dan ET tetap ditinggalkan
Tidak ada pemberian tes dosis dari tiopental. sebelum pasien sadar penuh.
Dosis induksi diberikan secara bolus. Penggunaan relaksan otot tergantung
Seharusnya dosis ini dimodifikasi bila ada pada kondisi klinis pasien. Suksinilkolin
indikasi bahwa sistem kardiovaskular pasien merupakan pilihan yang jelas karena onset
tidak stabil. Agen RSI lain dapat menggantikan aksinya yang cepat namun harus dihindari pada
thiopental.(seperti propofol, ketamin), pasien dengan luka bakar atau cedera medulla
Pemilihan agen hipnotik untuk intubasi spinalis lebih dari 24 jam dari cedera karena
didasarkan pada status hemodinamik pasien. potensi terjadinya respon hiperkalemia massif.
Propofol atau thiopental dapat diterima pada Rocuronium (1-1,5 mg/kg) memberikan kondisi
pasien euvolemik dimana depresi myokardial intubasi pada 60-90 detik dan dapat diberikan
dan vasodilatasi bisanya dapat ditoleransi jika suksinilkolin dikontraindikasikan. 9,10
dengan baik. Etomidate dan ketamin lebih Setelah pasien memasuki ruang operasi,
disukai pada pasien dengan hipovolemia sedang monitor harus dipasang untuk mengevaluasi
dan berat. 6) Suksinilkolin (1,5 mg/kgbb) atau pasien selama operasi. Anestesi umum biasanya
recuronium (0,9 -1,2 mg/kgbb) dapat diberikan merupakan teknik yang dipilih. Tujuan dari
segera setelah tiopenthal, walaupun pasien anestesi umum adalah pemeliharaan yang
belum hilang kesadarannya, 7) Pasien tidak adekuat dari ventilasi dan oksigenasi, stabilitas
dilakukan ventilasi secara artifisisal, untuk kardiovaskuler, kontrol hipertensi intracranial,
menghindari pengisian udara perut dimana hal normalisasi asam-basa/ elektrolit dan
ini dapat meningkatkan risiko emesis. Setelah pencegahan untuk terjadinya hipotermia dan
refleks spontan pasien berhenti atau respon koagulopati.
otot terhadap rangsang hilang, pasien segera

103
Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal. 100-105

Obat- Obat Yang Digunakan : 1. Obat KESIMPULAN


induksi : a. Thiopental menyebabkan hipotensi Pada kasus ini seorang perempuan berusia 51
dan depresi jantung dan harus menjadi tahun dengan berat badan 40 kg dengan ASA 3
peringatan atau pengurangan dosis jika dehidrasi sedang dengan kelainan laboratorium
digunakan pada pasien dengan risiko diagnosa ileus obstruksi karena keganasaan
hipovolemia dan atau hipotensi, hipertensi, pada saecum. dilakukan operasi emergensi
riwayat penyakit jantung dan pasien tua. Dosis: dengan teknik pembiusan Rapid Sequence
Dewasa 3-5mg/kg, pediatrik/neonatus 5- Intubation menggunakan Midazolam 2mg,
6mg/kg. Rute: Intravena b. Etomidate pasien Ketamin 40mg dan Rocuronium 50mg dengan
dengan hipertensi, hipovolemia, atau pasien tua maintenance Sefoflurane dapat memberikan
mungkin memerlukan pengurangan dosis. Dosis hasil pembiusan yang baik dan dapat
: 0,1-0,4mg/kgbb, rute: intravena. c. Ketamine menghindari aspirasi selama proses intubasi.
Kontraindikasi : pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pasien dengan hipertensi DAFTAR PUSTAKA
1. Parthasarathy, R. Sripriya, and N. Krishnaveni.
dan penyakit jantung, halusinasi dan reaksi Anesthetic management of intestinal obstruction:
emergence biasa terjadi. Dosis: 1-2mg/kgbb, A postgraduate educational review, Anesth Essays
Rute: intravena. d. Propofol Kontraindikasi : Res. 2016 Sep-Dec; 10(3): 397–401.
pasien dengan alergi telur atau susu 2. Patel S, Lutz JM, Panchagnula U, Bansal S.
Anesthesia and perioperative management of
kedelai.pasien tua, hipovolemia, hipertensi colorectal surgical patients – A clinical review
kurangi dosis jika diperlukan, mungkin (Part 1) J Anaesthesiol Clin Pharmacol.
menyebabkan iritasi vaskular jika diberikan 2012;28:162–71.
pada vena kecil, Dosis : 1-2mg/kgbb. 3. Sinicrope FA. Ileus and Bowel Obstruction. In:
Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum RR, et al.,
Rute:intravena. editors. Holland-Frei Cancer Medicine. 6th edition.
Obat pelumpuh otot : a. Suksinilkolin Hamilton BC Decker; 2003. Available from:
pelumpuh otot skeletal cepat. Kontraindikasi: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK13786
pasien dengan defisiensi enzim /
4. Gemmell L, Rincon C. Anaesthetic management of
pseudokolinesterase, pasien riwayat atau intestinal obstruction. British Journal of
riwayat hipertermi maligna, trauma mata Anaesthesia | 2001;5: 138 -141.
penetrasi, dosis: 1-2mg/kg . rute : intravena. b. 5. Vincenzo N.Management of Intestinal Obstruction,
Rocuronium mempunyai onset cepat (60 Actual Problems of Emergency Abdominal
Surgery, Dmitry Victorovich Garbuzenko,
detik). Onset dan durasi tergantung dosis. IntechOpen. 2016; 21. Available from:
Secara umum antara 15-20 menit untuk https://www.intechopen.com/books/actual-
durasinya. Efek rocuronium dilawan dengan problems-of-emergency-abdominal-
pemberian antikolinesterase dimana akan surgery/management-of-intestinal-obstruction
6. Gray LD, Morris C. The principles and conduct of
meningkatkan sejumlah asetilkolin pada resptor anaesthesia for emergency surgery. Anaesthesia.
untuk kompetisi dengan rocuronium. Efek 2013;68 Suppl 1:14‐29. doi:10.1111/anae.12057
kardiovaskular minimal, mungkin terlihat 7. El-Orbany M, Connolly LA. Rapid sequence
takikardi. Rocuronium mempunyai onset yang induction and intubation: current controversy.
Anesth Analg. 2010 May 1;110(5):1318-25.
diharapkan sehingga menjadi obat pilihan untuk
8. Bernhard M et al. The First Shot Is Often the Best
obat RSI ketika suksinilkolin menjadi Shot: First-Pass Intubation Success in Emergency
kontraindikasi. dosis: intubasi pada RSI Airway Management. Anesth Analg. 2015;
1mg/kgbb, pemeliharaan 0,1mg/kgbb. Rute: 121(5):1389-93.
9. Apfelbaum JL, et al; American Society of
Intravena.11,12 Anesthesiologists Task Force on Management of
Sedatif/ Analgesik Midazolam, dosis: the Difficult Airway. Practice guidelines for
0,5-1 mg/kgbb. Fentanyl, dosis : 25-100mcg management of the difficult airway: an updated
titrasi untuk memperoleh efek 3-5 mcg/kgbb 3- report by the American Society of
Anesthesiologists Task Force on Management of
5 menit sebelum dilakukan intubasi. Lidokain
the Difficult Airway. Anesthesiology. 2013
dosis : 1-2mg/kgbb 3-5 menit sebelum Feb;118(2):251-70.
dilakukan intubasi. Pada kasus ini setelah 10. Henderson JJ, Popat MT, Latto IP, Pearce AC;
operasi selesai digunakan reversal Difficult Airway Society. Difficult Airway Society
guidelines for management of the unanticipated
menggunakan Neostigmin 1 mg dan Sulfas difficult intubation. Anaesthesia. 2004
Atropin 0.5 mg intra vena. Jul;59(7):675-94.
Pengawasan Tindakan Anestesi dalah tanda 11. Okubo M. Koichiro G. The effectiveness of rapid
tanda vital, ukuran pupil, lakrimasi,kehilangan sequence intubation (RSI) versus non-RSI in
emergency department: an analysis of multicenter
darah, urin yang keluar, cairan yang masuk.
prospective observational study. Int J Emerg Med.
pulse oximetri, monitoring end tidal CO2, EKG, 2017; 10: 1.
CVP dan Temperatur. 12. Kim JH, Kim YM, Choi HJ, Je SM, Kim E. Factors
associated with successful second and third
intubation attempts in the ED. Am J Emerg Med.
2013;31(9):1376–81.

104
Nommensen Journal of Medicine. November 2017, 3(2), hal. 100-105

13. Sagarin MJ, Chiang V, Sakles JC, Barton ED, Wolfe


RE, Vissers RJ, et al. Rapid sequence intubation for
pediatric airway management. Pediatr Emerg
Care. 2002;18:417–23.

105

Anda mungkin juga menyukai