Anda di halaman 1dari 5

TATWA SEBAGAI KERANGKA DASAR AGAMA HINDU

DALAM PELAKSANAAN YADNYA DI ERA MODERN


Oleh : Anak Agung Sri Adnyani Paramita

OM AWIGNAM ASTU NAMO NAMAH SVAHA


OM SWASTYASTU

DEWAN JURI YANG SAYA HORMATI.


HADIRIN UMAT SEDHARMA YANG SAYA HORMATI,
SERTA TEMAN-TEMAN DAN SEGENAP PANITIA YANG SAYA CINTAI DAN SAYA
BANGGAKAN.

Rasa syukur yang paling dalam, yang muncul dari dalam lubuk hati saya atas
perkenan dan anugerahNya, sehingga kita dapat berkumpul disini dalam acara Lomba
Dharma Wacana Widya Taruna Cakti Universitas Merdeka Malang tahun 2018,
dengan pengharapan semoga tuntunan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dharma wacana
saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan dharma kita sebagai
umat Hindu. Pada kesempatan kali ini saya akan membawakan sebuah Dharma
Wacana yang berjudul “Tatwa Sebagai Kerangka Dasar Agama Hindu Dalam
Pelaksanaan Yadnya Di Era Modern”.

Umat sedharma yang saya hormati,


Kata yadnya seperti yang kita ketahui sudah lama populer, tetapi masih
banyak umat yang memberi arti sempit pada kata yadnya tersebut. Bagi umat yang
masih awam setiap mendengar kata yadnya dalam benaknya selalu terbayang bahwa
di suatu tempat ada berbagai jenis sesajen, asap dupa mengepul, ada puja
stawa sulinggih atau pemangku, ada suara tabuh, kidung, gambelan yang meriah dan
berbagai atraksi seni religius. Bayangan tersebut tidaklah salah, namun terdapat

1
kekeliruan anggapan jika yadnya diidentikkan dengan kegiatan upacara keagamaan,
yang sesungguhnya pengertian yadnya tidak sesempit itu.
Kata yajnya sesungguhnya berasal dari bahasa sanskerta yaitu berasal dari
akar kata Yaj  artinya “korban”. Dengan demikian yadnya dapat diartikan korban suci
dengan tulus iklas. Pengorbanan dalam konteks ini cakupanya sangat luas dan tidak
hanya dalam bentuk ritual maupun upakara, tetapi dapat juga dipahami sebagai
pengorbanan dalam bentuk pikiran, tindakan dan yang lainya. Dalam kitab
Bhagavadgita IV.33 menyatakan sebagai berikut:
Sreyaan dravyamayaad yadnyaaj.
Jnyanayadnyaah paramtapa.
Sarvam karmaa'khilam paartha.
Jnyaane parsamaapyate

Artinya:
Lebih utama persembahan dengan Jnana Yadnya daripada persembahan materi dalam
wujud apa pun. Sebab, segala pekerjaan apa pun seharusnya berdasarkan ilmu
pengetahuan suci (Jnana).

Umat sedharma yang cintai,


Bhagavadgita sloka IV.33 memiliki pengertian yag sama dengan konsep
yadnya dalam arti luas. Kenapa demikian?, dalam sloka Bhagavadgita IV.33
dijelaskan salah satu bentuk paling utama persembahan yadnya yang paling
sederhana yaitu melalui jalan ilmu pengetahuan suci. Diketahui terdapat lima cara
pelaksanaan yadnya yaitu; Drewya Yadnya merupakan yadnya yang dilaksanakan
melalui persembahan sarana dan prasarana upakara, Tapa Yadnya merupakan yadnya
yang dilakukan dengan menjalan tapa, Yoga Yadnya merupakan yadnya yang
dilakukan dengan melaksanakan suatu persembahan atau kebaktian, Swadhyaya
Yadnya merupakan yadnya yang dilakukan dengan persembahan atau kebaktian
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Jnana Yadnya merupakan yadnya yang
dilakukan dengan menekankan pengorbanan serta pengamalan pada ilmu
pengetahuan. Pada jaman modern seperti saat ini yang mana kehidupan masyarakat

2
yang serba praktis pola hidup masyarakat cenderung konsomtif dan hedonisme.
Masyarakat pada umumnya melakoni hidup dengan rutinitas yang padat,terkadang
sampai lupa waktu, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota besar. Jika umat
tidak memahami tatwa yadnya yang sesungguhnya, sudah pasti umat akan
beranggapan bahwa beryadnya akan sangat memberatkan umat kerena penuh dengan
ritual serta upacara dengan berbagai sesajen.  Sesungguhnya jika umat memahami
tatwa atau esensi dari yadnya, maka umat akan dapat memahami kalau beryadnya
tidak hanya dengan ritual semata tetapi dapat pula dilakukan dengan melaksanakan
ajaran dharma. Jika segala sesuatu atau perbuatan yang kita lakukan berdasarkan atas
dharma dengan tulus ikhlas  maka hal itu dapat disebut sebagai yadnya. Dalam
Bhagavadgita dikatakan belajar dan mengajar yang didasari oleh keiklasan serta
penuh pengabdian untuk memuja nama Tuhan maka itu pun tergolong kedalam
yadnya. Memelihara alam dan lingkungan sekitar pun tergolong kedalam yadnya.
Mengendalikan hawa nafsu dan panca indra  adalah yadnya. Selain itu menolong
orang sakit, mengentaskan kemiskinan, menghibur orang yang sedang tertimpa
musibah pun adalah yadnya. Jadi jelaslah yadnya itu bukan terbatas pada kegiatan
upacara keagamaan saja.

Umat sedharma yang berbahagia.


Jika umat telah memahami tatwa yadnya yang sesungguhnya maka kita tidak
akan beranggapan kalau yadnya adalah hal yang merepotkan, apalagi dengan
kebiasaan masyarakat kita yang konsumtif dan hedonism terkadang yadnya dilakukan
dengan rasa gengsi atau malu jika seseorang melaksanakan sebuah yadnya secara
sederhana, seperti yang diungkapkan dalam kakawin Niti Sastra:
Taki-taking swaka guna widya
Artinya: Bersiap sedialah mengabdi pada ilmu pengetahuan yang berguna.
Sesungguhnya pelaksanaan yadnya dapat dilakukan melalui berbagai cara
serta disesuaikan pada kemampuan, karena semakin manusia memiliki ilmu
pengetahuan maka mereka akan memahami makna yadnya yang sesungguhnya serta
dapat mengamalkan yadnya sesuai ilmu pengetahuan yang mereka miliki seperti yang

3
tertuang dalam Kakawin Niti Sastra tersebut. Hindu itu merupakan Agama yang
fleksibel. Demikian juga dengan sifatnya yang fleksibel Hindu tidak membunh
budaya setempat dimana Hindu itu berkembang, demikian juga kaitanya dalam
melakukan ritual yadnya. Hindu tidak mengharuskan beryadnya dengan kemegahan
dan kemewahan serta mengeluarkan uang banyak, karena pada dasarnya pelaksanaan
yadnya bertujuan untuk mencapai yang disebut Mokshartham Jagadhita Ya Ca Iti
Dharma yaitu kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Umat sedharma yang saya bangakan,


Jika ditinjau dari tiga kerangka dasar Agama Hindu yaitu Tatwa, Etika, dan
Upakara, kerangka ini merupakan cerminan dari Tri Angga Sarira dari manusia
diantaranya ada badan Atma yang bermanifestasi sebagai Mahat dan tercermin
sebagai Tatwa. Kedua adalah badan Antakarana (jiwa) bermanifestasi sebagai Budhi
dan tercermin sebagai perilaku atau etika. Ketiga adalah adanya jasad tubuh Panca
Maha Butha bermanifestasi sebagai Ahamkara dan merupakan cerminan upakara
(bersifat material). Sesungguhnya yadnya yang kita lakukan adalah cerminan dari diri
sendiri, Manawa Dharmasastra II.92 menyatakan bahwa: “Pikiran adalah indra yang
kesebelas, pikiran itu disebut rajendrya atau raja-raja indria”. Jadi jika ingin yadnya
yang kita persembahkan berkualitas, maka kita harus dapat memahami bahwa
sebenarnya Tuhan ada dalam diri serta mampu untuk mengendalikan pikiran. Sebab
pikiran merupakan penyebab dari kehancuran.

Hadirin yang saya hormati


Dari sekelumit Dharma Wacana yang saya sampaikan, dapat disimpulkan
bahwa, beryadnya yang berkualitas bukan diukur dari kemegahan dan besar kecilnya
upacara. Sesungguhnya kualitas dari yadnya tersebut berada dalam diri sendiri. Jika
sudah mampu untuk mengendalikan pikiran, tindakan dan nafsu dalam diri maka
apapun perbuatan yang kita lakukan adalah yadnya yang berkualitas dengan harapa
mencapai Mokshartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma yaitu kesejahteraan di dunia dan
akhirat.

4
Demikian Dharma Wacana yang dapat saya sampaikan, Jika ada kekurangan
dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena sesungguhnya
tidak ada manusia yang sempurna dan tiada gading yang tak retak karena
kesempurnaan hanya milikNya. Saya akhiri dengan Parama Shanti

OM SANTHI, SANTHI, SANTHI OM

Anda mungkin juga menyukai